Oleh :
Edy Riwidiharso * *)
I. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai ribuan jenis burung dengan ukuran yang beragam, ada yang
berukuran kecil seperti burung berencet kalimantan ( Ptilochia leucogrammica), dan burung
serindit (Loriculus sp), sedang yang berukuran besar seperti burung bangau (Leptoptilus
dubius), burung rangkong (Buceros sp) dan burung merak hijau (Pavo muticus). Burung-
burung tersebut ada yang dapat terbang, burung pemanjat, burung pejalan yang tidak dapat
terbang. Banyak juga jenis burung yang digolongkan kedalam burung kicau serta burung
eksotik seperti burung hantu yang populer yaitu Tyto alba.
Bagi kolektor burung eksotik, burung hantu bisa dijadikan salah satu pilihan untuk
dijadikan partner yang penting. Burung hantu dapat dikembangkan dengan cara ditangkarkan.
Saat ini burung merupakan salah satu satwa yang banyak diperdagangkan dan dipelihara. Bagi
masyarakat , burung memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Burung yang pada awalnya sebagai
satwa pemeliharaan yang bersifat hobi, kemudian bergeser menjadi hal yang bernilai ekologis
dan ekonomis tinggi. Maraknya perburuan dan perdagangan burung terjadi karena adanya
pemahaman yang bergeser pada dimensi ekonomi, yaitu burung dimaknai sebagai komuditas
perdagangan yang memiliki keuntungan ekonomi yang cukup menjanjikan (supriyadi dkk,
2008).
Salah satu burung yang sekarang banyak dipelihara dan ditangkarkan adalah burung
hantu. Upaya penangkaran burung hantu pemakan tikus bermula adanya penurunan
produktivitas padi dan jagung akibat serangan tikus. Dilihat dari prospek, tingkat kebutuhan
tiap areal pertanian, permintaan dan biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian tikus, maka
penangkaran burung hantu dapat menjadi peluang usaha yang menguntungkan
Pada pemeliharaan dan penangkaran burung perlu diperhatikan masalah kebersihan
kondisi lingkungan penangkaran. Kondisi lingkungan penangkaran yang kotor, lembab dan
kurang mendapatkan cahaya matahari kemungkinan besar adanya parasit baik ektoparasit
maupun endoparasit yang dapat menimbulkan penyakit pada burung. Munculnya parasit
disebabkan oleh salah satu kondisi lingkungan penengkaran yang kotor.
_________________________________________________________
*) Staf Pengajar Fak. Biologi Unsoed, Purwokerto
**) Makalah disampaikan pada penyuluhan di desa Kali Cupak Kec Kalibagor, Kab. Banyumas
.II. I S I
Secara umum parasit yang menyerang burung terdiri atas ektoparasit dan endoparasit,
Ektoparasit adalah parasit yang hidup di permukaan tubuh inang, sedangkan endoprasit adalah
parasit yang hidup di dalam tubuh iangnya. Ektoparasit hidup pada bagian tubuh b
yang hangat seperti di bulu yang menjadi tempat nyaman bagi beberapa jenis parasit untuk
hidup dan berkembangbiak(Albab, 2014).
EKTOPARASIT , Terdapat puluhan jenis ektoparasit yang dapat menyerang burung
peliharaan, namun hanya ada beberapa jenis saja yang dikenal secara umum. Beberapa jenis
ektoparasit yang menyerang burung kebanyakan dari jenis tungau :
1. Tungau bulu ( Feather mite). Banyak jenis tungau yang bermukim pada bulu burung atau
unggas. Tungau-tungau itu umumnya berbentuk pipih dan hidup di dalam alur dari barbula
bulu. Parasit ini tidak menghisap darah inangnya. Namun tungau ini akan merusak lapisan
bulu sayap, ekor, leher dan kepala burung yang terinfeksi yang menyebabkan bulu mudah
rusak. Hasil penelitian Fikriyah dkk (2015) pada burung kenari ditemukan juga tungau bulu
dari jenis Proterothrix alcippene . Tungau parasit ini memiliki bentuk panjang membulat
dengan ukuran 580 µm x 150 µm. Ukuran kepala lebih kecil dari tubuhnya, bagian mulut
terdapat sepasang alat penusuk, berbentuk cembung di bagian posterior. Memiliki 4 pasang
alat gerak serta tidak memiliki mata (Gbr 1.)
Cacing Tenggorokan adalah jenis cacing yang hidup pada bagian tenggorokan
burung. Bagi burung yang terinfeksi oleh cacing tenggorokan akan mengalami tersumbatnya
aliran oksigen pada bagian tenggorokannya.
Gejala lainnya ialah burung akan mengeluarkan lendir seperti ingus karena terganggunya
saluran pernapasannya oleh cacing tenggorokan. Burung yang terlalu lama terinfeksi oleh
cacing tenggorokan yang telah menunjukkan tanda-tanda dan bahkan sudah semakin kronis
maka burung bisa mati akibat terganggunya saluran pernapasannya.
Infeksi cacing tenggorokan pada burung disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya ialah
pakannya yang sudah basi atau tidak layak lagi, kondisi minumannya yang telah lama tidak
diganti atau berasal dari air sumur, kondisi kandang yang kotor, dan terjangkit dari burung lain
yang ada di sekitarnya. Sehingga kebersihan kandang dan makanannya perlu dijaga dengan
memberikan perawatan rutin yang menjauhkannya dari serangan parasit cacing tenggorokan.
.III. PENUTUP
Parasit yang menginfeksi burung pada umumnya berupa ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah parasit yang hidup di luar atau permukaan tubuh inang. Sedangkan
endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang. Beberapa ektoparasit yang
menyerang burung pada umumnya berupa tungau, sedangkan endoparasit yang menginfeksi
burung berupa Protozoa, Trematoda dan nematoda.
Monitoring terhadap penyakit pada penangkaran burung akibat infeksi dan serangan
parasit perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran lebih luas dari parasit tersebut.
Bagi burung yang sakit akibat infeksi parasit juga dapat dilakukan pengobatan. Pengobatan
penyakit pada burung dapat dilakukan menggunakan obat-obat kimiawi yang dijual secara
umum dengan merk dagang yang berbeda-beda. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan obat
non-kimiawi yang berasal dari tanaman (Obat Herbal).
_____________________________________________
*) Staf pengajar fak. Biologi Unsoed Purwokerto
**) Makalah disampaikan pada penyuluhan di desa Kali Cupak , kec. Kalibagor Kab. Bms
DAFTAR REFERENSI
Albab, U. 2014. Eksplorasi Cacing Endoparasit Saluran Pencernaa Satwa di Kebun Binatang
Semarang. Skripsi, Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, IPB, Bogor
Fikriyah, L.I., T. Haryono, R. Ambarwati. 2015. Identifikasi Ektoparasit dan Endoparasit pada
Burung Kenari (Serinus canaria) Journal lenteraBio vol.4 No.1: 82-86
Hoque, Md. Et al. 2014. A Survey of Gastro-intestinal Parasitic Infection In Domestic and Wild
Birds in Chittagong and Greater Sylhet, Bangladesh.Journal Preventive Veterinary
Medicine 117: 305-312.
Kurniawan, M.C., E. Suzana, E.B. Retnani. 2010. Inventarisasi Cacing Parasitik Saluran
Pencernaan Pada Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stressman,1924) dan Elang Brontok
(Spizaetus cirrhatusGmelin, 1788) Di Habitat Eks-situ.Media konservasi vol. 15, No.3:
120-125.