Anda di halaman 1dari 4

1

ADEKUASI PENGAMBILAN SEDIAAN PAP SMEAR DAN INTERPRETASI


HASIL PEMERIKSAAN SITOLOGINYA

Ahmad Ghozali

Bagian Patologi Anatomi


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Nilai diagnostik usapan servikal (Pap smear) untuk mendeteksi lesi-lesi prekursor
sitologik kanker serviks lebih ditentukan oleh kualitas teknik pengambilan sampel dari
pada faktor laboratorium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sampel yang tidak
adekuat tidak hanya menyebabkan kesalahan interpretasi sitologik tetapi juga bertanggung
jawab pada kejadian negatif palsu (1,2,3). Penggunaan sistem Bethesda dalam diagnosis
sitologi usapan servikal, menggantikan sistem klasik (klasifikasi Papanicoulaou),
membawa perubahan pada keseragaman dan standardisasi dalam hal terminologi,
kategorisasi dan penetapan adekuasi sediaan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas persiapan, teknik
pengambilan, cara pegiriman sediaan usapan servikal sehingga mendapatkan sediaan yang
adekuat, serta interpretasi hasil pemeriksaan sitologi usapan.

Anatomi dan histologi serviks uteri


Portio atau eksoserviks adalah bagian dari serviks uteri yang menonjol ke dalam
vagina, diabtasi oleh epitek skuamus kompleks. Eksoservik melanjut ke dalam melalui
ostium uteri eksternum sebagai kanalis endoserviks. Kanalis ini dilapisi oleh selapis sel
epitel kolumnar penghasil musin. Perbatasan antara kedua jenis sel epitel disebut sebagai
squamocolumnar junction (SCJ).

Pada prapubertas SCJ terletak


di dalam kanalis endoserik di
dekat ostium eksternal. Pasca
pubertas, sebagai konsekuensi
bentuk uterus yang berubah,
atau karena penggunaan pil
kontrasepsi maupun pengaruh
kehamilan pertama, epitel
kolumnar endoservik bergeser
ke luar. Keadaan ini disebut
sebagai ektopi atau ektropion
serviks. Kondisi ini merupakan
proses normal selama periode
reproduksi. Ektopi terlihat
sebagai daerah yang
kemerahan (secara salah dulu
disebut sebagai erosi serviks),
tampak kontras dibanding
portio yang dibatasi epitel
skuamus kompleks yang lebih
pucat. Luasnya bagian ektopi
berlainan pada setiap individu.
Secara bertahap epitel
2

kolumnar eksoserviks ini diganti oleh sel skuamus metaplastik. Sejak ini, didapatkan dua
daerah perbatasan: daerah perbatasan distal antara epitel skuamus

Sel epitel kolumnar endocerviks


SCJ sekunder/fungsional

Sel epitel metaplastik (zona


transformasi/transisi

SCJ primer

Sel epitel skuamus

dengan epitel metaplastik (SCJ primer) dan perbatasan proksimal antara epitel metaplastik
dengan epitel kolumnar (SCJ sekunder atau perbatasan skuamokolumnar fisiologis).
Daerah antara perbatasan primer dan sekunder disebut sebagai daerah transformasi atau
daerah transisi (transformation/transition zone/TZ). Bentuk TZ kadang tidak beraturan,
bisa pula awalnya berupa pulau-pulau yang makin lama menyatu. Akhirnya epitel skuamus
metaplastik menjadi epitel skuamus dewasa. Perbatasan fungsional semakin begeser ke
dalam dengan bertambahnya umur. Pada pasca menopause, perbatasan ini hampir selalu
sudah berada di dalam kanalis endoserviks.
Pada dasarnya semua neoplasia sel skuamus berawal dari sekitar SCJ fisiologis dan
lokasi tersering lesi displastik berkaitan dengan distribusi topografis zona transformasi (1,4).
Oleh karena itu menetapkan lokasi zona transformasi dan pengambilan sampel yang dapat
mencapai seluruh zona tersebut sangat penting untuk mendapatkan usapan yang
representatif. Menurut banyak peneliti, usapan yang memenuhi syarat harus mengandung
sel metaplastik dan/atau sel kolumnar endoserviks sebagaimana didapatkannya sel
skuamus (5,6,7,8).

Mengevaluasi kualitas usapan serviks.


Kualitas usapan serviks di nilai berdasarkan kriteria: 1) Adanya sel yang
mencukupi jumlahnya, 2) Adanya sel metaplastik dan atau sel kolumnar selain sel
skuamus, 3) Fiksasi preparat, 4) Tidak adanya eritrosit/ sel radang yang berlebihan, 5)
Tidak adanya sel skuamus yang lisis berlebihan, 6) Material sel yang terlalu tipis, tidak
adanya kelompokan sel. Kriteria ini dipakai untuk menetapkan kategori hasil usapan bisa
dinilai (berkualitas) tidak berdasarkan sistem Bethesda: memuaskan untuk dinilai dan tidak
memuaskan untuk dinilai. Di samping kriteria di atas, sediaan usapan dapat dievaluasi bila
dilabel dengan benar, disertai informasi klinik yang lengkap dan dalam keadaan tidak rusak
yang permanen. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kriteria kualitas
ini dengan sensitivitas dan spesivisitas (5,6,7,9).
Kualitas usapan serviks akan diperburuk pada pada kondisi-kondisi berikut ini: 1)
menstruasi, perdarahan pervaginam, 2) radang dan infeksi vagina, 3) atrofi genital yang
berat, 4) kehamilan dan menyususi, 5) sehabis pemeriksaan digital, 6) penggunaan krim
atau cairan desinfektans dan jel pelicin, 7) pengobatan vaginal kurang dari 48 jam, 8)
pemakaian pencuci vagina kurang dari 24 jam, 9) sehabis kolposkopi disertai asam asetat
3

kurang dari 24 jam, 10) kurang dari 3 bulan yang lalu melakukan pap smear, 11) operasi
serviks, 12) radioterpai.

Kontraindikasi pap smear


1. Wanita dengan histerektomi total tidak perlu lagi melakukan pap smear skrining
2. Wanita dengan serviks makroskopik menunjukkan lesi yang mencurigakan
keganasan tidak perlu dilakukan usapan serviks, langsung saja di rujuk ke dokter
ginekolog untuk dilakukan biopsi kolposkopi.

Persiapan usapan
Peralatan untuk usapan serviks disiapkan dan diatur pada posisi mudah terjangkau.
Petugas harus sudah terbiasa dengan pemeriksaan ginekologis dan terlatih untuk
pengambilan usapan. Hindari pemeriksaan digital vagina sebelum melakukan usapan
serviks. Sebelum insersi spekulum dilakukan pastikan gelas slaid sudah diberi label nomor
atau nama pasien. Insersi spekulum sebaiknya tidak menggunakan pelicin. Ada yang
menganjurkan spekulum dihangatkan dulu sebelum diinsersikan. Jika ditemukan banyak
lendir, darah maupaun discharge, dibersihkan dulu dengan swab.
Jumlah sampel (slaid) yang diperlukan bisa satu atau dua. Yang penting sel epitel
ektoserviks dan endoserviks bisa didapatkan.

Teknik sampling (pengambilan usapan)


Prinsip pengambilan sampling pada pap semar yang baik adalah didapatkannya baik sel
epitel skuamus ektoserviks maupun epitel kolumnar/metaplastik endoserviks.
Tiga alat yang direkomendasikan untuk pengambilan sampel
adalah spatula Ayre, Cytobrush dan Cervex-Brush. Cara
penggunaannya adalah dengan: 1) kombinasi spatula Ayre
dengan Cytobrush, 2) Cervex-Brush.
Cara yang pertama (kombinasi) akan mendapatkan sel
endoserviks yang lebih banyak daripada cara yang kedua
(5,6,7)
.
Cervex-Brush lebih cocok untuk teknik thin layer cytology,
wanita hamil atau serviks yang mudah berdarah.
Cytobrush diperlukan terutama pada wanita pasca
menopause dan follow-up lwsilwsi glandular.
Setelah usapan dioleskan ke kaca slaid, segera difiksasi
dengan fiksasi spray khusus atau direndam dalam alkohol
95%, 5-30 menit. Tujuan fiksasi adalah membunuh bakteri,
denaturasi enzim, dan menghilangkan artefak dalam sel pada
saat pulasan berikutnya.
Setelah difiksasi sediaan dapat segera dikrim ke laboratorium
Patologi Anatomi untuk dipulas dan didiagnosis. Sebelum dikirim dicek lagi pemberian
label pada gelas slaid maupun pembungkusnya. Begitu pula formulir pengiriman sudah
terisi lengkap: identitas pasien, informasi klinis (misalnya status menopause, terapi
hormonal), riwayat pap smear sebelumnya.

Interpretasi hasil usapan serviks


Sistem Bethesda sebagai sistem pelaporan pembacaaan sitilogi usapan serviks
belum sepenuhnya digunakan di seluruh senter diagnostik Patologi Anatomi di Yogyakarta.
Sebagai gantinya digunakan sistem pelaporan kombinasi antara sistem lama (klasifikasi
Papanicoulaou) dengan sistem Bethesda.
4

Kategori adekuasi:
1. Dapat dievaluasi (sampel adekuat)
2. Tak dapat dievaluasi (: sel metaplasi/endoserviks (-), pecah permanen,
tertutup eritrosit, tertutup sel radang

Kategori umum:
1. Klas I: Normal/ Dalam batas normal ~ Negative for intraepithelial Lesions
or Malignancy
2. Klas II: Perubahan reaktif, atipi (ASC, AGC), koilositosis
3. Klas III: Displasia, ringan – berat
4. Klas IV: Mencurigakan ganas, karsinoma insitu
5. Klas V: Karsinoma invasiv.

Kepustakaan
1. Richart R. M., Valliant H.W. 1965. Influence of cell collection techniques upon
cytologic diagnosis. Cancer, 11, 1474-1478
2. Frost J.K., 1969. Diagnostic accuracy of cervical smears. Obstet. Gynec. Survey,
24, 893-908.
3. McGooghan E., 1997. Cervical cancer following negative smears. In: New
Developments in Cervical Cancer Screening and Prevention; Ed: E. Franco & J.
Monsonego; Blackwell Science, Cambridge, pp 169-177.
4. Burghardt E., 1970. Latest aspects of precancerous lesions in squamous and
columnar epithelium of the cevix. Int. J. Gynec. & Obstet., 8, 573-580.
5. Elias, A., Linthorst G., Bekker B, Vooijs P.G., 1983. The significance of
endocervical cells in the diagnosis of cervical epithelial changes. Acta Cytol., 27,
225-229.
6. Vooijs GP, Elias A., Van der Graaf Y., Veling S., 1985. Relationship between the
diagnosis of epithelial abnormalities and the composition of cervical smears. Acta
Cytol., 29, 323-328.
7. Boon M. E., Suurmeijer A.J.M., 1993. The Pap Smear, 2nd edition, Coulomb Press
Leyden, Leiden; pp. 255-264.
8. Kurman R.J., Solomon D., 1994. The Bethesda System for Reporting
Cervical/Vaginal Cytologic Diagnoses. Springer Verlag, New York.

Anda mungkin juga menyukai