Ahmad Ghozali
Nilai diagnostik usapan servikal (Pap smear) untuk mendeteksi lesi-lesi prekursor
sitologik kanker serviks lebih ditentukan oleh kualitas teknik pengambilan sampel dari
pada faktor laboratorium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sampel yang tidak
adekuat tidak hanya menyebabkan kesalahan interpretasi sitologik tetapi juga bertanggung
jawab pada kejadian negatif palsu (1,2,3). Penggunaan sistem Bethesda dalam diagnosis
sitologi usapan servikal, menggantikan sistem klasik (klasifikasi Papanicoulaou),
membawa perubahan pada keseragaman dan standardisasi dalam hal terminologi,
kategorisasi dan penetapan adekuasi sediaan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas persiapan, teknik
pengambilan, cara pegiriman sediaan usapan servikal sehingga mendapatkan sediaan yang
adekuat, serta interpretasi hasil pemeriksaan sitologi usapan.
kolumnar eksoserviks ini diganti oleh sel skuamus metaplastik. Sejak ini, didapatkan dua
daerah perbatasan: daerah perbatasan distal antara epitel skuamus
SCJ primer
dengan epitel metaplastik (SCJ primer) dan perbatasan proksimal antara epitel metaplastik
dengan epitel kolumnar (SCJ sekunder atau perbatasan skuamokolumnar fisiologis).
Daerah antara perbatasan primer dan sekunder disebut sebagai daerah transformasi atau
daerah transisi (transformation/transition zone/TZ). Bentuk TZ kadang tidak beraturan,
bisa pula awalnya berupa pulau-pulau yang makin lama menyatu. Akhirnya epitel skuamus
metaplastik menjadi epitel skuamus dewasa. Perbatasan fungsional semakin begeser ke
dalam dengan bertambahnya umur. Pada pasca menopause, perbatasan ini hampir selalu
sudah berada di dalam kanalis endoserviks.
Pada dasarnya semua neoplasia sel skuamus berawal dari sekitar SCJ fisiologis dan
lokasi tersering lesi displastik berkaitan dengan distribusi topografis zona transformasi (1,4).
Oleh karena itu menetapkan lokasi zona transformasi dan pengambilan sampel yang dapat
mencapai seluruh zona tersebut sangat penting untuk mendapatkan usapan yang
representatif. Menurut banyak peneliti, usapan yang memenuhi syarat harus mengandung
sel metaplastik dan/atau sel kolumnar endoserviks sebagaimana didapatkannya sel
skuamus (5,6,7,8).
kurang dari 24 jam, 10) kurang dari 3 bulan yang lalu melakukan pap smear, 11) operasi
serviks, 12) radioterpai.
Persiapan usapan
Peralatan untuk usapan serviks disiapkan dan diatur pada posisi mudah terjangkau.
Petugas harus sudah terbiasa dengan pemeriksaan ginekologis dan terlatih untuk
pengambilan usapan. Hindari pemeriksaan digital vagina sebelum melakukan usapan
serviks. Sebelum insersi spekulum dilakukan pastikan gelas slaid sudah diberi label nomor
atau nama pasien. Insersi spekulum sebaiknya tidak menggunakan pelicin. Ada yang
menganjurkan spekulum dihangatkan dulu sebelum diinsersikan. Jika ditemukan banyak
lendir, darah maupaun discharge, dibersihkan dulu dengan swab.
Jumlah sampel (slaid) yang diperlukan bisa satu atau dua. Yang penting sel epitel
ektoserviks dan endoserviks bisa didapatkan.
Kategori adekuasi:
1. Dapat dievaluasi (sampel adekuat)
2. Tak dapat dievaluasi (: sel metaplasi/endoserviks (-), pecah permanen,
tertutup eritrosit, tertutup sel radang
Kategori umum:
1. Klas I: Normal/ Dalam batas normal ~ Negative for intraepithelial Lesions
or Malignancy
2. Klas II: Perubahan reaktif, atipi (ASC, AGC), koilositosis
3. Klas III: Displasia, ringan – berat
4. Klas IV: Mencurigakan ganas, karsinoma insitu
5. Klas V: Karsinoma invasiv.
Kepustakaan
1. Richart R. M., Valliant H.W. 1965. Influence of cell collection techniques upon
cytologic diagnosis. Cancer, 11, 1474-1478
2. Frost J.K., 1969. Diagnostic accuracy of cervical smears. Obstet. Gynec. Survey,
24, 893-908.
3. McGooghan E., 1997. Cervical cancer following negative smears. In: New
Developments in Cervical Cancer Screening and Prevention; Ed: E. Franco & J.
Monsonego; Blackwell Science, Cambridge, pp 169-177.
4. Burghardt E., 1970. Latest aspects of precancerous lesions in squamous and
columnar epithelium of the cevix. Int. J. Gynec. & Obstet., 8, 573-580.
5. Elias, A., Linthorst G., Bekker B, Vooijs P.G., 1983. The significance of
endocervical cells in the diagnosis of cervical epithelial changes. Acta Cytol., 27,
225-229.
6. Vooijs GP, Elias A., Van der Graaf Y., Veling S., 1985. Relationship between the
diagnosis of epithelial abnormalities and the composition of cervical smears. Acta
Cytol., 29, 323-328.
7. Boon M. E., Suurmeijer A.J.M., 1993. The Pap Smear, 2nd edition, Coulomb Press
Leyden, Leiden; pp. 255-264.
8. Kurman R.J., Solomon D., 1994. The Bethesda System for Reporting
Cervical/Vaginal Cytologic Diagnoses. Springer Verlag, New York.