Anda di halaman 1dari 52

I.

Skenario D Blok 13 Tahun 2018

Tn. Uju, umur 65 tahun, dibawa ke Puskesmas karena bibir mencong disertai kelemahan
sesisi tubuh kiri secara mendadak 2 jam yang lalu, setelah bangun tidur pagi. Tidak ada
sakit kepala maupun muntah proyektil yang dialaminya. Menurut keterangan keluarga Tn.
Uju sudah lama menderita diabetes melitus dan hipertensi yang tidak kontrol.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: GCS 15
Tanda Vital: TD 200/100 mmHg, Nadi 104 x/menit, RR 20 x/menit, Temp 37,2ºC.

Pemeriksaan Neurologis: Kekuatan otot ekstremitas atas 5/3, ekstremitas bawah 5/3.
Komunikasi masih baik cukup adekuat.
Pemeriksaan N. Fasialis: Plica nasolabialis kiri datar, sudut mulut kiri tertinggal. Tidak ada
lagophtalmus, kerutan dahi simetris (parese N. VII tipe sentral).
Pemeriksaan N. Hipoglossus: dysartria, deviasi lidah ke kiri, tidak ada atrofi papil lidah
maupun fasikulasi (parase N. XII tipe sentral).

Pemeriksaan Laboratorium: GDS 300 mg%, total kolesterol 350 mg/dL.

Perintah

1. Tentukan apa saja masalah-masalah yang dijumpai


2. A. Tentukan masalah utama
B. Beri alasan mengapa dijadikan sebagai masalah utama
3. Analisislah masing-masing masalah tersebut dengan membuat pertanyaan dan
jawablah langsung tiap pertanyaan dengan jawaban yang relevan
4. Buatlah kesimpulan dari skenario tersebut
5. Buatlah skema secara sistematik sebagai penjelasan dari sebuat sintesis

II. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Pengertian


1. Lagophtalmus  Ketidakmampuan untuk menutup mata secara
sempurna. (Dorland)
 Inability to close the eyelids fully. (Meriam
Webster)
 The inabillity to close the eyelids completely on
attempted closure. (www.nhp.gov.in)
2. Dysarthria  Gangguan bicara yang disebabkan gangguan
kendali otot akibat kerusakan sistem saraf pusat
atau perifer. (Dorland)
 Is a condition which the muscles you use for
speech are weak or you have difficulty controlling

1
them. (WebMD)
 Kondisi saat terjadinya kelemahan otot yang
mengatur fungsi untuk berbicara akibat kerusakan
sistem saraf pusat atau perifer.
3. Fasikulasi (Fasciculation)  Involuntary contraction or twitchings, of groups
of muscle fibers, a coarser form of muscular
contraction than fibrillation. (Farlex Partner
Medical Dictionary)
 Pembentukan fasikel. Kontraksi yang lemah
setempat dan involunter pada otot dan tampak
pada kulit melambangkan suatu lecutan spontan
sejumlah serabut yang dipersarafi oleh filamen
saraf motorik tunggal. (Dorland)
 Kontraksi otot yang lemah secara involunter.
4. Muntah proyektil  Vomiting with the materials ejected with great
(Projectile Vomiting) force. (Dorland)
 Vomiting that is sudden and so vigorous that the
vomitus is forcefully projected to a distance.
(Meriam Webster)
 Muntah dengan tekanan yang kuat secara paksa.
5. Parese  Paralisis ringan atau tak lengkap. (Dorland)
 Paralisis is lossing of the abillity to move some or
all of the body which could be temporary or
permanent. (nhs.uk)
 Berkurangnya kemampuan dalam menggerakkan
sebagian dari bagian tubuh atau seluruh bagian
tubuh yang bisa bersifat sementara atau menetap.
6. Deviasi lidah  A tendency of the tongue to turn away from the
midline when extended or protruded. (Mosby’s
Medical Dictionary)
 Kecenderungan lidah menjauhi garis tengah
ketika dijulurkan.
7. Bibir mencong Adalah tanda dari kelumpuhan sentral pada nervus
fasialis (nervus VII)
8. Plica nasolabialis  The crease that runs from the ala of the nose to the
(Nasolabial fold) corner of the mouth of the same side. (Meriam
Webster)
 -
9. Atrofi papil lidah  Is a condition characterised by absences of
filliform or fungiform papillae on the dorsal
surface of the tongue. (NCBI)
 Atrophy of the epithelium and papillae, causing a

2
smooth, glistening, often reddened tongue. (Buku
Dejongs The Neurologic Examination)
 Kondisi mengecilnya papillae filliformis atau
fungiformis yang memberikan gambaran lidah
yang halus, mengkilap (seolah-olah basah), dan
terlihat kemerahan.

III. Identifikasi Masalah

Keluhan Utama:

Tn. Uju, umur 65 tahun, dibawa ke Puskesmas karena bibir mencong disertai kelemahan
sesisi tubuh kiri secara mendadak 2 jam yang lalu, ketika bangun tidur di pagi hari.

Keluhan Tambahan:

Tidak ada sakit kepala maupun muntah proyektil yang dialaminya.

Riwayat Penyakit Terdahulu:

Tn. Uju sudah lama menderita diabetes melitus dan hipertensi yang tidak terkontrol.

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: GCS 15


Tanda Vital: TD 200/100 mmHg, Nadi 104 x/menit, RR 20 x/menit, Temp 37,2ºC

Pemeriksaan Neurologis:

Kekuatan otot ekstremitas atas 5/3, ekstremitas bawah 5/3. Komunikasi masih baik cukup
adekuat.
Pemeriksaan N. Fasialis: Plica nasolabialis kiri datar, sudut mulut kiri tertinggal. Tidak ada
lagophtalmus, kerutan dahi simetris (parese N. VII tipe sentral).
Pemeriksaan N. Hipoglossus: dysarthria, deviasi lidah ke kiri, tidak ada atrofi papil lidah
maupun fasikulasi (parase N. XII tipe sentral).

Pemeriksaan Laboratorium:

GDS 300 mg%, total kolesterol 350 mg/dL

Diagnosis Kerja:

Stroke non-hemoragik

IV. Analisis Masalah

1. Keluhan Utama:

3
Tn. Uju, umur 65 tahun, dibawa ke Puskesmas karena bibir mencong disertai kelemahan
sesisi tubuh kiri secara mendadak 2 jam yang lalu, ketika bangun tidur di pagi hari.

a. Adakah hubungan jenis kelamin dan umur dengan kasus ini?

Jawab:

Berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki sampai usia sekitar 50 tahun memiliki
risiko 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita untuk mengalami aterosklerosis
dikarenakan kolesterol. Sedangkan pada wanita usia di bawah 50 tahun atau setelah
menopause, akan memiliki risiko yang sama dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada
masa premenopause, wanita dilindungi oleh hormon estrogen, yang dapat mencegah
aterosklerosis. Setelah menopause, kadar estrogen pada wanita akan menurun, risiko
hiperkolesterol dan aterosklerosis akan menjadi setara dengan laki-laki.

Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat lebih
besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia
(American Heart Association, 2013).

b. Mengapa keluhan di atas terjadi ketika bangun tidur di pagi hari?

Jawab:

Pola sirkadian tekanan darah merupakan tekanan darah meningkat pada pagi hari
(peningkatan tertinggi terjadi pada pertengahan pagi hari sampai tengah hari). Orang
normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik
meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila
tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi sehingga
aliran darah ke otak tetap konstan. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot
pembuluh serebral yang mengakibatkan diameter lumen pembuluh darah tersebut akan
menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau
berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila
terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak
adekuat sehingga akan mengakibatkan iskemik serebral.

Tekanan darah biasanya akan menurun pada malam hari saat tidur dan meningkat di pagi
hari ketika bangun. Hal ini disebut “morning-surge” yang merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya stroke. Tekanan darah yang tinggi di pagi hari dapat menyebabkan
rupturnya plak aterosklerosis yang akan menyebabkan terbentuknya trombus sehingga
terjadilah oklusi pada pembuluh darah.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya bibir mencong disertai kelemahan sesisi tubuh kiri
pada kasus ini?

Jawab:

4
Hipertensi tidak terkontrol + DM tidak terkontrol + high cholesterol  atherosclerosis 
thrombus  emboli  oklusi a. letikulostriata dextra  infark pada kapsula interna pars
posterior dextra  lesi pada UMN N. VII  parase otot wajah bawah  bibir mencong.

Kelemahan sesisi tubuh kiri mekanismenya hampir sama dengan bibir mencong, dimana
infark pada kapsula interna pars posterior dextra  lesi pada UMN serabut corticospinal
dextra  kelemahan sesisi tubuh kiri.

2. Keterangan Tambahan:

Tidak ada sakit kepala maupun muntah proyektil yang dialaminya.

a. Apa arti dari tidak adanya sakit kepala maupun muntah proyektil yang dialaminya?

Jawab:

Sakit kepala dan muntah proyektil dapat mengindikasikan adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang biasanya terjadi pada stroke hemoragik. Tidak adanya keluhan sakit
kepala dan muntah proyektil dapat menyingkirkan diagnosis stroke hemoragik.

b. Pada kondisi apa saja ditemukan sakit kepala dan muntah proyektil?

Jawab:

Sakit kepala dan muntah proyektil dapat terjadi pada kondisi tingginya tekanan intra
kranial.

Selain itu, muntah proyektil juga dapat terjadi pada keadaan keracuan makanan, pyloric
stenosis, dan infeksi. Sepalagia atau sakit kepala dapat ditemui pada keadaan alcohol-
induced hangover, brain tumor, blood clots, bleeding in or around the brain, "brain freeze,"
or ice-cream headaches, carbon monoxide poisoning, concussion, dehydration, glaucoma,
teeth-grinding at night, influenza, overuse of pain medication, known as rebound
headaches, dan panic attacks

3. Riwayat Penyakit Terdahulu:

Tn. Uju sudah lama menderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dan hipertensi yang
tidak terkontrol.

a. Adakah hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan yang dialami sekarang?

Jawab:

5
Ada, karena diabetes mellitus, dislipedemia dan hipertensi merupakan faktor resiko dari
stroke non hemoragik.

Tn. Uju menderita diabetes melitus tidak terkontrol sehingga menyebabkan hiperglikemia
karena insufisiensi insulin  endotel rusak  proses inflamasi  trombus  emboli
pecah  terbawa ke aliran darah distal pada otak  stroke non hemoragik.

Tn. Uju menderita hipertensi yang tidak terkontrol  kekakuan pembuluh darah 
tekanan di pembuluh darah menjadi meningkat  lesi di intima  proses koagulasi,
muncullah platelet  dinding pembuluh darah jadi menyempit  hipoperfusi jaringan
tubuh bagian distal.

Tn. Uju menderita dislipidemia  lemak akan masuk ke lapisan intima  terbentuk
timbunan plak  proses inflamasi  trombus  emboli pecah  terbawa ke aliran darah
menuju otak  stroke non hemoragik.

4. Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: GCS 15


Tanda Vital: TD 200/100 mmHg, Nadi 104 x/menit, RR 20 x/menit, Temp 37,2ºC

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini?

Jawab:

Pemeriksaan Nilai Kasus Normal Interpretasi


Sensorium Compos Compos Mentis Normal, sadar sepenuhnya
Mentis GCS 15
GCS 15
Tekanan darah 200/110 120/80 mmHg Hipertensi stage II
mmHg
Nadi 104x/menit 60-100x/menit Tinggi

Respiratory Rate 20x/menit 16-24x/menit Normal

Temperatur 37,2oC 36,5-37,2oC Normal

b. Bagaimana proses terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini?

Jawab:

Tekanan darah yang tinggi pada hasil temuan pemeriksaan fisik merupakan
manifestasi dari hipertensi Tn. Uju yang tidak terkontrol.

6
Nadi yang cepat merupakan kompensasi tubuh saat terjadi iskemia jaringan, yang pada
kasus ini Tn. Uju ketika diperiksa sudah dalam kondisi stroke iskemik.

5. Pemeriksaan Neurologis:

Kekuatan otot ekstremitas atas 5/3, ekstremitas bawah 5/3. Komunikasi masih baik cukup
adekuat.
Pemeriksaan N. Fasialis: Plica nasolabialis kiri datar, sudut mulut kiri tertinggal. Tidak ada
lagophtalmus, kerutan dahi simetris (parese N. VII tipe sentral).
Pemeriksaan N. Hipoglossus: dysarthria, deviasi lidah ke kiri, tidak ada atrofi papil lidah
maupun fasikulasi (parase N. XII tipe sentral).

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan neurologis pada kasus ini?

Jawab:

Pemeriksaan fungsi motorik

Hasil Nilai Interpretasi


Pemeriksaan Normal

Ekstremitas atas Kanan 5 5 Abnormal


(Hemiparase)
Kiri 3 5

Ekstremitas Kanan 5 5 Abnormal


bawah (Hemiparase)
Kiri 3 5

Pemeriksaan fungsi sensorik

Hasi Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

sudut mulut kiri Gangguan saraf kranialis


Simetris
tertinggal VII

Nervus Lipatan nasolabialis Gangguan saraf kranialis


Simetris
VII kiri datar VII

Lagoftalmus
(-) Normal
(-)

7
Kerut dahi simetris Simetris Normal

Gangguan saraf kranialis


Lidah deviasi ke kiri simetris
XII

Gangguan saraf kranialis


Nervus dysarthria (-)
XII
XII
atrofi papil lidah (-) (-) Normal

fasikulasi (-) Normal

b. Bagaimana proses terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan neurologis pada


kasus ini?

Jawab:

Proses terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan neurologis merujuk pada


patogenesis dari stroke iskemik yang terjadi pada Tn. Uju yang menyebabkan terjadi lesi
pada Upper Motor Neuron (UPM) serabut kortikospinal dan N. VII.

c. Bagaimana prosedur pemeriksaan neurologis pada kasus ini?

Jawab:

Teknik pemeriksaan nervus kranialis/nervus cranialis (CN)

Teknik pemeriksaan Kemungkinan temuan


CN VII (Fascialis)
Minta Pasien mengangkat kedua alis Kelemahan karena lesi saraf perifer,
matanya, cemberut, menutup mata seperti pada paralsis Bell, atau SSP,
dengan rapat, memperlihatkan gigi, seperti pada stroke, paralisis fasial.
tersenyum, dan menggembungkan
pipinya.
CN XII (Hipoglossus)
Dengarkan artikulasi pasien Disartria karena kerusakan CN X atau
Inspeksi seluruh lidah CN XII
Inspeksi lidah yang dijulurkan Atrofi, fasikulasi pada sklerosis lateral
amiotropik, dan polio
Deviasi ke sisi yang lemah pada cedera
serebrovaskular kontralateral

8
Sistem motorik
Posis Tubuh
Amati posisi tubuh pasien selama Postur hemiplegi pada penderita stroke
bergerak dan istirahat
Gerakan involunter
Jika ada gerakan involunter, amati letak, Tremor,
kualitas, frekuensi, irama, amplitudo, Fasikulasi (Kedutan halus dan cepat
dan kondisi secara keseluruhan berkas otot pada gangguan neuron
motorik bawah)
tik,
korea , atetosis, diskinesia oral-fasial
Massa dan tonus otot
Inspeksi kontur otot Atrofi pada massa otot
Kekuatan otot
Uji dan tentukan derajat kekuatan
dengan memberikan tahanan

Derajat kekuatan otot


Derajat
0  Tidak terdapat kontraksi muskular
yang terlihat
1  Sedikit jejak kontraksi dapat
terdeteksi
2  Gerakan aktif dengan penghilangan
gravitasi
3  gerakan aktif melawan gravitasi
4  gerakan aktif melawan gravitasi
dan beberapa tahanan
5  gerakan aktif melawan tahanan
penuh

Amati
Pola pernapasan Jenis pernapasan Cheyne-Stokes,
pernapasana ataksik
Pupil Tidak simetris pada lesi struktural atau
hernia otak
Gerakan okular Deviasi ke sisi yang sakit pada stroke
Periksa terhadap refleks okulosefalik hemisfera
(gerakan mata boneka). Tahan kelopak Pada pasien koma dengan batang otak
mata atas agar terbuka, palingkan kepala tetap utuh, mata bergerak ke arah yang
secara cepat ke setiap sisi, kemudian berlawanan, dalam kasus ini ke arah
fleksi dan ekstensikan leher pasien. kirinya (gerakan mata boneka).
Seharusnya kepala pasien akan berbalik

9
ke arah kanannya

Perhatikan postur tubuh


Uji paralisis flaksid
- Tahan lengan bawah ke arah Tangan yang flaksid akan turun ke arah
vertikal dan perhatikan posisi horizontal
pergelangan tangan.
- Dari jarak 30-45 cm di atas Lengan yang flaksid akan turun lebih
tempat tidur, turunkan masing- cepat
masing lengan.
- Sangga kedua lutut dalam posisi Tungkai yang flaksid turun lebih cepat
fleksi, kemudian ekstensikan
setiap lutu dan biarkan tungkai
yang lebih rendah turun ke
tempat tidur.
- Dari posisi awal yang sama, Tungkai yang flaksid jatuh ke arah
lepaskan kedua tungkai. rotasi ekstensi dan eksternal

6. Pemeriksaan Laboratorium:

GDS 300 mg%, total kolesterol 350 mg/dL

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus ini?

Jawab:

GDS 300 mg%  hiperglikemia.

Total kolesterol 350 mg/dL  hiperkolesterolemia.

b. Bagaimana proses terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium pada


kasus ini?

Jawab:

Nilai GDS yang didapatkan pada hasil pemeriksaan laboratorium yang tinggi
merupakan manifestasi dari diabetes melitus Tn. Uju yang tidak terkontrol.
Mekanismenya; insufisiensi insulin  glucose utility ↓  kadar glukosa dalam darah ↑

Insufisiensi insulin juga mempengaruhi metabolisme kolesterol sehingga pada hasil


pemeriksaan laboratorium juga ditemukan nilai total kolesterol yang tinggi.

10
7. Diagnosis Kerja:

Stroke non-hemoragik.

Resume:

Tn. Uju, seorang penderita DM tidak terkontrol, hipertensi yang tidak terkontrol, dan
hiperkolesterolemia  aterosklerosis  trombus di pembuluh darah  embolus menuju
vaskularisasi otak  iskemik  kelumpuhan nervus fasialis dan nervus hipoglossus serta
kelemahan sesisi tubuh kiri.

V. Hipotesis

Tn. Uju, 65 tahun, menderita stroke iskemik yang disebabkan DM tidak terkontrol,
hipertensi tidak terkontrol, dan hiperkolesterolemia.

VI. Sintesis

ANATOMI SARAF KRANIALIS DAN SARAF SPINALIS

Nervus Facialis

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik
berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke
dalam kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari
otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar
persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

Nervus facialis muncul sebagai sebuah radix motoria dan sebuah radix sensoria
(nervus intermedius).

11
12
Saraf muncul pada permukaan anterior otak belakang di antara pons dan medulla
oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama nervus
vestibulocochlearis dan masuk ke meatus austicus internus pada pars petrosa ossis
temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk canalis facialis, berjalan ke lateral melintasi
telinga dalam. Pada saat mencapai dinding medial telinga tengah (cavitas tympani), saraf
melebar membentuk ganglion geniculatum. Kemudian saraf membelok secara tajam ke
belakang di atas promontorium dan pada dinding aditus ad antrum mastoideum. Nervus
facialis kemudian berjalan ke depan melalui glandula parotidea ke daerah distribusinya.

13
Cabang-cabang penting nervus facialis

1. Nervus petrosus major


Dicabangkan dari nervus facialis pada ganglion geniculatum. Nervus ini
mengandung serabut-serabut preganglionik simpatik yang bersinapsis ganglion

14
pterygopalatinum. Serabut-serabut postganglionik merupakan sekretomotorik
glandula lacrimalis dan glandula di hidung dan palatum. Nervus petrosus major
juga mengandung serabut pengecap di palatum.
2. Nervus ke muskulus stapedius
Mempersyarafi musculus stapedius di dalam telinga tengah.
3. Chorda tympani
Berasal dari nervus facialis di dalam canalis facialis pada dinding posterior telinga
tengah. Syaraf ini berjalan ke depan di atas permukaan medial bagian atas
membrana tympani dan meninggalkan telinga tengah melalui fissura
petrotympanica , masuk fossa infratemporalis dan bergabung dengan nervus
lingualis. Chorda tympani mengadung serabut-serabut sekretomotrik parasimpatik
preganglionik yang menuju ke glandula submandibularis dan glandula sublingualis.
Saraf ini mengadung juga serabut pengecap dari dua pertigabagian anterior lidah
dan dasar mulut.
4. Nervus auricula posterior, venetr posterior musculus digastricus dan stylohoideus
Adalah rami musculares dari nervus facialis pada saat saraf ini muncul dari
foramen stylomastoideum.
5. Lima rami terminalis ke otot-otot ekspresi wajah
Cabang-cabang tersebut adalah ramus temporalis , ramus zygomaticus , ramus
buccalis , ramus mandibularis dan ramus cervicalis.

Setelah meninggalkan foramen stylomastoideum, nervus facialis terletak di dalam


glandula parotidea dan terletak di antara pars superficialis dan pars profunda glandula.
Disini cabang-cabang terminal, yang muncul dari pinggir anterior glandula dan berjalan ke
otot-otot wajah dan kulit kepala. Ramus buccalis menyarafi musculus buccinators dan
ramus cervicalis menyarafi musculus platysma dan musculus depressor angulus oris.

15
Tabel Otot-otot Wajah dan Saraf yang mensarafinya

CABANG OTOT FUNGSI


N. VII

Aurikuler 1. Aurikular posterior 1. Menarik telinga ke belakang


posterior 2. Oksipitofrontalis 2. Menarik kulit kepala ke belakang

Temporal 1. Aurikular anterior 1. Menarik telinga ke depan


2. Aurikular superior 2. Mengangkat pinna
3. Oksipitofrontalis 3. Menarik kulit kepala ke depan
4. Korugator supersilia 4. Menarik alis ke medial dan bawah
5. Procerus 5. Menarik alis bagian tengah ke
bawah

16
Temporal & Orbicularis okuli Menutup mata & kontraksi kulit
Zigomatik sekitar mata

Zigomatik Zigomatikus mayor Mengangkat sudut mulut


&
Buccal
1. Zigomatikus minor 1. Mengangkat bibir atas
2. Levator labii superior 2. Mengangkat bibir atas & lipatan
3. Levator labii sup ala nasi nasolabial bagian
4. Risorius tengah
5. Businator 3. Mengangkat lipatan nasolabial
6. Levator anguli oris bagian medial dan ala
Buccal 7. Orbikularis oris nasi
8. Nasalis dilator nares 4. Menarik ke lateral saat senyum
9. Nasalis compressor nares 5. Menarik tepi mulut ke belakang
dan mengembungkan
pipi
6. Menarik tepi mulut ke atas dan
garis tengah
7. Menutup & mengembungkan bibir
8. Mengembangkan lubang hidung
9. Mengecilkan lubang hidung

Buccal & Depressor angulus oris Menarik tepi mulut ke bawah


Mandibula

Mandibular 1. Depressor labii inferior 1. Menarik bibir bawah ke bawah


2. Mentalis 2. Menarik dagu ke atas

Servikal Platisma Menarik tepi mulut ke bawah

17
Nervus Hypoglossus

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis
tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu
otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

Nervus ini muncul pada permukaan anterior medulla oblongata di antara pyramis
dan oliva, meleawati fossa cranii posterior, dan meninggalkan cranium melalui canalis
nervi hypoglossi. Kemudian saraf ini ke bawah dan depan di leher untuk menyilang arteria
carotis interna dan externa untuk mencapai lidah. Dalam perjalanan bagian atasnya, nervus
hypoglossus bergabung dengan serabut C1 dari plexus cervicalis.

Cabang-cabang penting nervus hypoglossus

1. Ramus meningeus
2. Ramus descendens (serabut C1) berjalan ke bawah dan bergabung dengan ramus
descendens nervus cervicalis (C2 dan C3). Untuk membentuk ansa cervicalis.
Cabang-cabang dari ansa ini mempersarafi musculus omohyoideus, musculus
sternohyoideus, dan musculus sternithyroideus.
3. Nervus ke musculus thyrohyoideus (C1)
4. Rami musculares ke semua otot-otot lidah
5. Nervus ke musculus geniohyoideus (C1)

Lesi yang mengenai N. XII

A. Perifer (biasanya oleh karena sebab-sebab mekanik)


Fraktur dasar tengkorak, dislokasi vetebra cervical atas, tuberculosa, keracunan
timbale, alcohol, arsen.
B. Lesi Nuclear dan supranuclear
Poliomyelitis, paralysis bulbar, pseudobilbar palsy, multiple scelorosis.

Keluhan dan Gejala pada Gangguan N. XII

A. Supranuclear (paralysis spastic)


Hemiplegi kontralateral dan paralysis lidah, tidak terdapat atrofi dan fibrilasi lidah.
Pada waktu lidah dijulurkan, tampak deviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi.
B. Perifer (Paralisis Flasid)
Reaksi degenerasi, paralysis lidah ipsilateral, atrofi sisi lesi. Pada waktu lidah
dijulurkan, tampak deviasi ke sisi lesi, dapat ditemukan fasikulasi lidah.
C. Lesi nuclear atau medullaris (paralysis flasid)
Tanda-tanda gangguannya sebagai berikut:
 Fasikulasi yang menyertai atau mendahului atrofi dan saraf serta struktur
lainnya yang terkena.

18
 Gangguan sensorik tampak jelas, misalnya kehilangan sensasi dalam atau
sensasi nyeri dan suhu pada sebelah muka atau badan, atau bilateral bila lesi
di garis tengah.
 Bila lesi bilateral, lidah mengalami paralysis total, maka terjadi disfagi,
disarthria, serta kesukaran mengunyah makanan.
D. Lesi kortikal
Dapat menyebabkan disarthria dan ataxia lidah
E. Lesi striatum
Menyebabkan gerakan aritmik lidah yang ireguler
F. Psikogenik

19
20
21
Anatomi Saraf Spinal

31 pasang saraf spinal (serabut motorik, sensorik menyebar pada ekstremitas & dinding tubuh).

– Tiap pasang saraf terletak pada segmen tertentu (serviks, toraks, lumbar, dll.)
– Tiap pasang saraf diberi nomor sesuai tulang belakang di atasnya :
– 8 pasang saraf spinal serviks; C1-C8
– 12 pasang saraf spinal toraks; T1-T12
– 5 pasang saraf spinal lumbar; L1-L5
– 5 pasang saraf spinal sakral; S1-S5
– 1 pasang saraf spinal koksigeal; C0

Selama perkembanganya medula spinalis bertambah panjang lebih lambat dari pada
columna vertebralis. Pada orang dewasa,di mana perkembangan telah berhenti, ujung bawah
medulla spinalis hanya sampai pada pinggir bawah vertebra lumbal. Untuk menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan yang tidak seimbang ini, maka radix spinalis berkembang dengan pesat dari
atas ke bawah. Pada daerah cervical atas, radix spinalis pendekdan berjalan hampir horizontal,
tetapi radix nervi lumbalis dan sacralis di bawah ujung medulla spinalis membentuk berkasnervus
vertikal yang menyerupai ekor kuda disebut cauda equine.

22
Masing-masing nervus spinalis dihubungkan dengan medulla spinalis oleh dua radix: radix
anterior dan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut nervus yang membawa
impuls menjauhi susunan saraf pusat .Serabut nervus seperti ini disebut serabut eferen. Serabut
eferen yang menuju ke otot skelet dan menyebabkan otot ini berkontraksi disebut serabut motorik.
Sel asalnya terletak pada cornu anterius medula spinalis Radix posterior terdiri atas berkas serabut
nervus yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan serabut aferen. Karena
serabut ini berkaitan dengan pengantaran informasi mengenai sensasi raba, nyeri, suhu, dan vibrasi,
serabut ini dinamakan serabut sensorik. Badan sel serabut nervus ini terletak pada suatu
pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix posterius. Pada setiap foramen
intervertebrale, radix anterior dan posterior bersatu membentuk nervus spinalis. Di sini, serabut
motorik dan sensorik bercampur menjadi satu, sehingga nervus spinalis dibenfuk dari campuran
serabut motorik dan sensorik. Waktu keluar dari foramen intervertebrale, nervus spinalis terbagi
menjadi ramus anterior yang besar dan ramus posterior yang lebih kecil. Ramus posterior berjalan
ke belakang di sekitar columna vertebralis dan menyarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus
anterior berjalan terus ke depan untuk menyarafi otot-otot dan kulit di anterolateral dinding tubuh
dan semua otot dan kulit extremitas. Selain dari ramus anterior dan ramus posterior, nervus spinalis
juga memberikan cabang ramus meningeal yang kecil, yang menyarafi vertebra dan pembungkus
medula spinalis (meningen). Nervus spinalis thoracalis juga mempunyai cabang rami
communicantes yang berhubungan dengan bagian simpatik susunan saraf otonom.

23
Plexus Cervicalis

Plexus cervicalis dibentuk oleh rami anteriores C1 sampai dengan C4. Rami anteriores ini
dihubungkan oleh cabang-cabang penghubung, yang membentuk simpai, yang terletak di depan
origo musculus levator scapulae dan musculus scalenus medius. Plexus ini ditutupi oleh lamina
prevertebralis fascia colli profunda dan berbatasan dengan vena jugularis interna di dalam selubung
carotis. Plexus cervicalis menyarafi kulit dan otot-otot kepala, leher, dan bahu.

Plexus Brachialis

Plexus brachialis dibentuk di dalam trigonum co1li posterius oleh gabungan dari rami
anteriores nervi spinales cervicales 5,6,7,8, dan thoracalis. Plexus dibagi dalam radix, truncus,
divisi, dan fasciculus Radix C5 dan 6 bergabung membentuk truncus superior, radix C7
melanjutkan diri sebagai truncus medius, dan radix CB dan T1 bergabung membenfuk truncus
inferior. Masing-masing truncus kemudian terbagi menjadi divisi anterior dan posterior. Divisi
anterior dari truncus superior dan medius bergabung membentuk fasciculus lateralis, divisi anterior
truncus inferior melanjutkan diri menjadi fasciculus medialis, dan divisi posterior dari ketiga
truncus semuanya bergabung membentuk fasciculus posterior. Radix-radix plexus brachialis masuk
pangkal leher di antara musculus scalenus anterior dan scalenus medius. Truncus dan divisi
menyilang trigonum colli posterius, serta fasciculus tersusun di sekeliling arteria axillaris di axilla.
Di sini, plexus brachialis beserta arteria dan vena axillaris dibungkus di dalam selubung axillaris.

Plexus Lumbalis

Plexus lumbalis merupakan salah satu plexus nervus utama untuk extremitas inferior yang
dibentuk di M. psoas dari rami anterioresempat nervus lumbalis yang pertama. Rami anteriores
menerima impuls rami communicantes grisea dari truncus sympathicus, dan dua yang atas
memberikan cabang rami communicantes alba ke truncus sympathicus. Cabang-cabang plexus
keluar dari pinggir lateral dan medial otot dan dari sini ke permukaan anterlornya . ja1ur nervus
yanglebih penting beserta cabangnya dibahas di bawah ini: Nervus iliohypogastricus, nervus
ilioinguinalis, nervus cutaneus femoris lateralis, dan nerl'us femoralis keluar dari sisi lateral
musculus psoas, dengan susunan dari atas ke bawah. Nervus obturatorius dan truncus
lumbosacralis keluar dari pinggir medial. Nervus genitofemoralis muncul dari permukaan anterior

Plexus sacralis

Plexus sacralis terletak pada dinding musculus piriformis , posterior pelvis di depanPlexus
ini dibentuk dari ramus anterior nervi lumbalis IV dan V dan ramus anterior nervi sacralis I, II, m,
dan IV. Peranan nervus lumbalis IV bergabung dengan nervus lumbalis V membentuk truncus
lumbosacralis, berjalan turun ke dalam peivis dan bergabung dengan nervi sacrales ketika nervus
ini keluar dari foramina sacralia anteriora.

Jaras Kortikospinal

 Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri:


– Korteks motorik primer (area 4)
– Area korteks sekitarnya (terutama korteks premotor, area 6)
– Jaras kortikospinal dan jaras kortikobulbar
 Jaras desendens (jaras motorik) terdiri dari:
– sistem piramidalis

24
 Jaras kortikospinal
 Jaras kortikobulbar
– sistem ekstrapiramidalis
– Serat-serat pyramidal yang berakhir dibatang otak dikenal sebagai traktus
kortikobulbaris (corticonuklearis)
– Sedangkan yang berakhir didalam medulla spinlais dikenal sebagai tractus
corticospinalis,

Jaras kortikospinal

 Merupakan jaras yang berkaitan dengan gerakan volunter tertentu dan terlatih, terutama bagian
distal ekstrimitas
 Bermula dari akson sel-sel piramidal di lapis ke 5 korteks serebri
 Serat traktus piramidalis berasal dari:
o 2/3 gyrus pre-sentralis
o 1/3 gyrus post-sentralis
 -Mengatur gerakan otot tubuh tertentu berdasarkan Homonkulus Motorik.

Jaras Kortkobulbar

• Mempunyai fungsi yang sama seperti jaras kortikospinal, yaitu menghantarkan impuls
langsung dari girus precentralis kortex serebri ke otot dalam keadaan sadar

• Jaras ini berakhir pada nukleus motorik pada batang otak

• Berfungsi sebagai nukleus-nukleus bagi persarafan perifer kranial

• Meninggalkan kortek motorik

Meninggalkan kortek motorik

Bergabung di substansia alba serebri (korona radiata )

Posterior kapsula interna

Meninggalkan traktus piramidalis

Memasuki sentral pedunkulus serebri (krus serebri)

Pons

Serabut ini berputar sehingga jaras kortikobulbar


berada di dorsal
berakhir di nuklei motor nervi kranialis setinggi
medula oblongata

• Hampir semua nukleus motorik kranial ini dipersarafi secara bilateral (dari kedua korteks
serebrum, dengan kata lain dari kedua jaras kortikonuklear), kecuali:

25
– motor nukelus N. VII yang mempersarafi wajah bagian bawah (bawah mata) yang
hanya menerima impuls dari sisi kontralateral
– Motor nucleus N. XII yang hanya menerima impuls dari sisi kontralateral

KERUSAKAN JARAS PIRAMIDALIS DAN EKSTRAPIRAMIDALIS

a. Lesi kortikal

– Menyebabkan paresis tangan atau lengan kontralateral


– Gerakan volunter halus yang terkena
– Terjadi Monoparesis
– Lesi kecil di kortex area IV menunjukkan lesi flaccid dan serangan epilepsi focal yang
agak sering

b. Lesi kapsula interna

– Terjadi hemiplegia spastik kontralateral  karena serat piramidal dan ekstrapiramidal


dekat satu sama lain
– Awalnya paralisis bersifat flaccid , lalu setelah berjam-jam sampai beberapa hari paralisis
bersifat spastik(karena serat ekstraparamidalis juga terkena)

c. Lesi pedunkel

– Hemiplegi spastik kontralateral


– Berkaitan dengan paralisis ipsilateral saraf okulomotorius (“Sindrom Weber”)

d. Lesi Pons (Pontoserebelaris transversal)

– Hemiplegia kontralateral dan mungkin bilateral


– Paralisis ipsilateral saraf abdusens(N.IV) dan trigeminus(N.V)
– Saraf Fascialis(N.VII) atau hipoglossus (N.XII)mungkin tidak kena  karena kedua saraf
tersebut letaknya lebih dorsal

e. Lesi Pyramidal(Traktus pyramidalis)

– Menghasilkan hemiparesis flaccid kontralateral


– Tidak ada hemiplegia, karena yang rusak hanya serat pyramidal, sedangkan jaras
ekstrapyramidal letaknya lebih dorsal sehingga tetap utuh dalam medula

f. Lesi Servikal (Traktus kortikospinalis lateralis)

– Hemiplegia spastik ipsilateral, karena traktus pyramidalis sudah menyilang


– Spastik, karena serat yang mengalami kerusakan adalah
– ekstrapyramidal dan
– pyramidal

g. Lesi Torakal (Traktus kortikospinalis lateralis)

– Monoplegia spastikipsilateral tungkai


– Jika kerusakan bilateral : kelainan paraplegi

26
h. Lesi Radiks anterior (Traktus kortikospinalis anterior)

– Ipsilateral dan flaksid karena kerusakan motoneuron bawah atau perifer

Lesi UMN

• Terletak seluruhnya dalam SSP

• Mempunyai badan sel dalam kortex motorik serebri atau daerah subkortikal otak dan
batang otak , dan serabut-serabutnya menghantarkan impuls dari otak (Traktus
kortikobulbar)

• Termasuk bagian dari sistem saraf perifer

• Neuron motorik spinalis (atau neuron motorik kranial) yang mempersarafi otot

• Terletak mulai dari SSP(kornu anterior substansia grisea medula spinalis) dan
mengirimkan serabut-serabutnya untuk mempersarafi otot-otot

27
Jaras pyramidal

28
29
30
STROKE NON-HEMORAGIK

a. Definisi

Menurut WHO (2006), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

31
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan
infark serebral.

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis


yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada bagian otak (Bowman dalam Black &
Hawks, 2009).

Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba sebagai
akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik sebagian
atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian stroke (Goldszmidt
& Caplan, 2011).

b. Etiologi

Penyebabnya antara lain:

1. Trombosis
2. Embolisme
3. Iskemia

Stroke iskemik terjadi akibat aliran darah yang tidak cukup ke otak, disebabkan
oleh embolisme trombotik, trombotik in situ, dan juga hipoperfusi relative. Hipoperfusi
otak menyebabkan penurunan fungsi neurologis. Iskemia neuronal irreversible mulai
terjadi pada kecepatan aliran darah kurang dari 18mL/ 100g jaringan/min, dengan
kematian sel terjadi pada kecepatan kurang dari 10mL/100g jaringan/min.

c. Epidemiologi

Kasus stroke di Indonesia menunjukan peningkatan baik dalam kejadian, kecacatan


maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51.5/100.000 penduduk, sekitar 4.3% penderita
stroke mengalami kecacatan yang memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27%
pada semua kelompok usia. Stroke lebih banyak dialami laki – laki daripada perempuan.
Faktor resiko penderita stroke bertambah seiring dengan meningkatnya usia.

Pada tahun 2000, penderita stroke di Amerika Serikat menghabiskan biaya sebesar
30 milyar dolar Amerika untuk perawatan. Stroke telah menjadi beban global dalam
bidang kesehatan. Data mengenai penyebab kematian di dunia yang dimulai pada tahun
1990-an menyebutkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di dunia. Stroke
merupakan penyebab kematian utama pada semua umur, dengan proporsi sebesar 15,4%.
Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.

- 800.000 stroke terdapat di USA


- 163.000 orang meninggal karena stroke setiap tahun di Amerika
- Dari Riskesdas, insiden stroke meningkat 12,1% pada tahun 2013 ( 8,3%
ditahun 2007)

32
- Stroke menjadi penyebab ketiga dari kematian
- Stroke menjadi penyebab disabilitas pada remaja dewasa
- 4.4 milliar yang bertahan; hanya 50-75% korban stroke yang kembali berfungsi

14% orang yang selamat dari stroke pertama atau TIA akan memiliki resiko terkena
stroke yang lain dalam satu tahun (3 kali lipat dibanding tanpa stroke atau TIA).

d. Faktor Risiko

Yang dapat dimodifikasi:

- Hipertensi
- Kadar kolesterol tinggi (statin mengurangi risiko hingga 30%)
- Faktor risiko diabetes mellitus-independen
- Penyakit arteri coroner
- Penyakit jantung, penggantian katup, faktor apapun yang menurunkan
kontraksi ventrikel
- Atrial Fibrillation (risiko 3-4x)
- Sebelumnya pernah mengalami stroke
- Kegemukan
- Alkohol berlebihan
- Merokok (2x risiko iskemik; 4x risiko hemoragik)
- Kontrasepsi Oral / HRT

Yang tidak dapat dimodifikasi/diubah:

- Usia-Risiko ganda per dekade di atas 55


- Gender-Pria memiliki risiko lebih besar, tapi wanita hidup lebih lama.
- Lebih banyak wanita meninggal karena stroke (60% kematian akibat stroke)
- Ras Afrika-Amerika, Asia dan Hispanik memiliki risiko lebih besar,
kemungkinan karena hipertensi
- Diabetes Mellitus - Diperparah oleh hipertensi atau kontrol glukosa yang buruk.
Bahkan penderita diabetes dengan kontrol yang baik berisiko tinggi.
- Riwayat keluarga stroke atau TIA.

e. Patofisiologi

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak yang dapat disebabkan oleh
thrombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat
penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering ialah
aterosklerosis.

Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh sumbatan


pembuluh darah apda tempat yang lebih proksimal. Emboli biasanya bukan berasal dari
jantung atau pembuluh darah yang besar seperti aorta, a. carotis, atau a. vertebralis.

33
- Stroke akibat Trombus maupun emboli (Tromboemboli)

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang
dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis
jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut
tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam
patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang
ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke,
maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat menyebabkan emboli
paru. Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama
hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan
vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri
merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis
yang pecah. Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara
trombosit dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena
adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel
yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh
darah, kemudian akan merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang
trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit
dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor
pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh
darah. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat serangan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebraljuga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik.

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama
1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila
lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan
jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila aliran
darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga
membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na
dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih
negative sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih

34
reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian
jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100
gram/menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema
serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian
penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah mengakibatkan terjadinya iskemia jaringan otak dan
menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau permanen pada area yang teralokasi.
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum. Iskemia pada otak juga
mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei sensorik dan motorik yang
membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami gangguan sehingga pengaturan gerak
seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu.

- Aterosklerosis penyebab terbentuknya thrombus:

Aterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah yang disebabkan penumpukan


plak ateromatous. Proses peradangan yang terjadi pada dinding pembuluh darah yang
terjadi dengan beberapa fase. Pada fase awal terjadi disfungsi endotel dengan degradasi
ikatan dan struktur mosaik, sehingga memungkinkan senyawa yang terdapat di dalam
plasma darah seperti LDL untuk menerobos dan mengendap pada ruang sub endotel akibat
peningkatan permeabilitas. Endapan tersebut dengan perlahan akan mengecilkan
penampang pembuluh darah dalam rentang waktu dekade.

Keberadaan makrofag pada arteri intima memiliki peran yang sangat vital bagi
perkembangan aterosklerosis, dengan sekresi beragam sitokin yang mempercepat
patogenesis ini. Hasil studi menunjukkan bahwa guratan aterosklerosis adalah senyawa
fatty streak yang terdiri dari foam cell, sejenis makrofag yang kaya akan lipid, yang
disebut ateroma. Guratan ateroma akan berkembang menjadi plak fibrous yang terdiri dari
lipid yang tertutup oleh sel otot halus dan kolagen. Proses penutupan mula-mula berjalan
lambat, namun dengan penumpukan keping darah dan fibrin, proses ini akan berkembang
lebih cepat seiring dengan mekanisme fibrotik yang bergantung trombosis. Aterosklerosis
dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan
lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran darah aterom, atau
menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian
dapat robek.

Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan


iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme

35
kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut
ini:

1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis
gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa
hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional
lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan
fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin
pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut
RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini
timbul defisit neurologi yang berlanjut.

Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:

1. Lapisan inti yang sangat iskemia (ischemic core) terlihat sangat pucat karena
CBFnya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah
tanpa aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.
Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih
tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati,
fungsi sel terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah,
PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron
dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi
pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Keadaan ini disebut ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan
manajemen yang tepat.
3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi, dan kolateral
maksimal. Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut sebagai daerah
dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).

f. Algoritma penegakanan diagnosis

- Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit


neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Beberapa
gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi hemiparese, monoparese
atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri kepala dan reflek

36
babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-
gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi
trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk
mengetahui gejala atau onset stroke seperti:

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan hiponatremia.

- Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non


hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).

Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak
sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik.

Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:

1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Fungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau


perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap menjadi
acuan.

37
g. Tata Laksana

Stroke adalah kondisi kegawatdaruratan. Tujuan tata laksana ialah memastikan


kestabilan pasien dan mencegah kematian neuron. Tata laksana stroke dibagi menjadi tata
laksana umum dan khusus. Tata laksana umum dibagi berdasar lokasi di ruang gawat
darurat dan ruang rawat, tata laksana khusus bergantung jenis stroke.

a. Tata laksana umum


1) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan.
- Oksigen diberikan jika saturasi <95%
- Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien hipoksia, syok, dan beresiko
mengalammi aspirasi
2) Stabilisasi hemodinamik :
- Cairan kristaloid dan koloid intravena
- Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12 mmH2O
- Optimalisasi tekanan darah. Target TD sistol 140mmHg
3) Pemeriksaan awal fisis umum
4) Pengendalian kenaikan tekanan intracranial (TIC). Hal yang dilakukan pada
pasien dengan peningkatan TIC
- Elevasi kepala 20-300

38
- Posisi pasien jangan menekan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan :
o Manitol 0,25 – 0,5 gr/Kg BB tiap 6 jam drip selama 20 – 30 menit
o Gliserol 50% 0,25 – 0,5 gr/kg BB per oral tiap 6 jam
o Furosemide 1 mg/kg BB IV
- Drainasi ventricular pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
- Pengendalian kejang. Bila kejang diberikan diazepam 5-20mg/kg bolus

b. Tata laksana khusus Stroke iskemik


1) Tatalaksana hipertensi
2) Tata laksana hipoglikemi dan hiperglikemi
3) Trombolisis pada stroke akut
rTPA (Recombombinant Tissue Plasminogen Activator) dosis 0.9mg/ kgBB
(maks 90mg) pada pasien presentasi stroke selama 3-4.5 jam.
Kontra inidikasi rTPA: pasien beruisa >80 tahun, konsumsi antikoagulan
oral, pasien iskemik lebih dari 1/3 area arteri serebri media, dan pasien riwayat
stroke dan DM.
4) Anti trombosit agent
Aspirin dosis awal 325mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke. Pada
alergi aspirin berikan clopidogrel 75mg/ hari
5) Obat neuroprotektor
Citicolin pada stroke akut dosis awal 2x1000mg IV selama 3 hari
dilanjutkan dengan dosis sama selama 3 minggu.
6) Rehabilitasi stroke
Rehabilitasi per individu sesuai dengan derajat dan jenis kecacatan,
pendekatan multidisipliner meliputi :
- Penilaian disfagia modifikasi diet
- Rehabilitasi komunikasi
- Penilaian kognitif, psikologis
- Program olahraga terapeutik
- Rehabilitasi vokasional

h. Prognosis

Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi
otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal.
Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit
jantung koroner.

39
i. Diagnosis Banding
- bell palsy
- brain neoplasm
- conversion disorder in emergency medicine
- hemorrhagic stroke
- hypoglycemia
- migraine headache
- seizure assessment in the emergency department
- emergent management of subarachnoid hemorrhage
- syncope
- transient global amnesia

j. Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan
luasnya area cedera.

1) Hipoksia Serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan membantu
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Penurunan Aliran Darah Serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (pemberian intarvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan
potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme Serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari
katup jantung prostetik. (Smeltzer & Bare, 2002). Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah ke serbral.
Disritmia dapat menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

k. Pencegahan

Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder.Pencegahan


primer bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belumpernah terkena stroke.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernahterkena stroke termasuk TIA
(Wahjoepramono 2005).Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa.
Denganbertambahnya usia, kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh karena itu,

40
harusdiusahakan untuk selalu mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor resiko,
terutama dengan melakukan diet dan olahraga secara teratur (Wirakusumah 2001).

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup


danmengatasi berbagai factor resiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupunkelompok resiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.Menurut
Wahjoepramono (2005), pencegahan primer dapat dilakukan dengan modifikasi
gaya hidup yang meliputi:

2) Penurunan berat badan: mengupayakan berat badan normal.


3) Pola makan yang tidak memicu hipertensi: mengkonsumsi buah-buahan,
sayuran, dan produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi
lemakjenuh.
4) Diet rendah garam: mengurangi intake garam <100 mmol per hari (2,4 g Na
atau 6 g NaCl).
5) Aktivitas fisik: aktivitas fisik rutin seperti jalan santai minimal 30 menit perhari

Pencegahan primer juga dapat dilakukan dengan cara:

A. Mengatur Pola Makan yang Sehat


B. Melakukan Olah Raga yang Teratur
C. Menghentikan Rokok
D. Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat
E. Memelihara Berat Badan Layak
F. Menghindari Pemakaian Kontrasepsi Oral
G. Penanganan Stress dan Berisirahat yang Cukup
H. Pemeriksaan Kesehatan Teratur dan Taat Advis Dokter Dalam Hal Diet
danObat
I. Pemakaian antiplatelet (asetosal)

2. Pencegahan Sekunder

1. Pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.


a. Tidak dapat dirubah.
b. Dapat dipakai sebagai petanda (marker) stroke pada seseorang.
2. Pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Guideline stroke,2007).
a. Hipertensi.
Rekomendasi:
 Mengupayakan tekanan darah sistolik < 140 mmHg; Tekanan
darahdiastolik < 90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau
penyakitginjal kronik, dianjurkan tekanan darah sistolik < 130
mmHg dandiastolic <80 mmHg

41
Modifikasi gaya hidup : oKontrol berat badan. oAktivitas fisik
(olahraga).oHindari minum alkohol.oDiet mengandung natrium
sedang (<2,3 gr/hari).
 Bila setelah modifikasi gaya hidup TD masih tetap > 140/90
mmHgtambahkan obat anti hipertensi.
b. Diabetes mellitus.
Rekomendasi:
 Mengontrol dan mengendalikan kadar gula darah dengan cara
diet,obat anti diabetika oral, insulin, dengan target kadar HbA1C <
7%.
 Mengobati hipertensi dan dislipidemia bila ada.c.Riwayat TIA
(Transient ischemic Attack) atau stroke.

l. SKDI

SKDI Infark Serebral

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

VASKULARISASI OTAK

Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung zat
makanan yang penting bagi fungsi normal otak. Terhentinya aliran darah serebrum (CBF)
selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala disfungsi serebrum. Apabila
berlanjut selama beberapa detik, defisiensi CBF menyebabkan kehilangan kesadaran dan
akhirnya iskemia serebrum. Kerusakan otak reversibel akan mulai timbul setelah 4 sampai
6 menit penghentian total pasokan oksigen (biasanya akibat henti kardiopulmonal).
Apabila sebuah pembuluh darah serebrum tersumbat, sirkulasi kolateral membantu
mempertahankan CBF ke daerah iskemik. Bagian-bagian otak yang berdekatan yang
mendapatkan CBF terbatas melalui aliran kolateral disebut “penumbra iskemik”.

Otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus willisi (circulus
arteriosus).

42
Arteria Karotis

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kita
setinggi tulang rawan tiroid. Arteria karotis komunis kiri langsung bercabang dari arkus
aorta, tetapi arteria karotis komunis kanan berasal dari arteria brakiosefalika. Arteria
karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteia karotis
eksterna yaitu arteria meningea media, mendarahi struktur-struktur dalam di daerah wajah
dan mengirimkan satu cabang yang besar ke duramater.

Arteri karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteria serebri anterior dan media. Arteria serebri media adalah
lanjutan langsung dari arteria karotis interna.

Cabang-cabang cerebral arteri carotis interna

 A. Opthalmica dipercabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus


cavernosus. pembuluh ini mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian hidung dan
sinus-sinus udara. Bila cabang arteri carotis interna ini tersumbat (misalnya pada
stroke) dapat mengakibatkan kebutaan monokular.
 A. Communicans posterior, adalah pembuluh kecil yang berjalan kebelakang untuk
bergabung dengan a. Cerebri posterior. Arteris ini merupakan penyelamat bila terjadi
perubahan tekanan darah arteria yang dramatis
 A. Choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan kebelakang, masuk ke dalam cornu
inferior ventriculus lateralis, dan berakhir di plexus choroideus.

43
 A. Cerebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus
caudatus dan putamen ganglia basalis, bagian kapsula interna dan korpus kalosum,
dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Bila arteis serebri anterior mengalami
sumbatan pada cabang utamanya, akan terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih
berat dibagian kaki dibandingkan bagian tangan . paralisis bilateral dan gangguan
sensorik timbul bila terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior, tetapi
pada keadaan inipun ekstremitas bawah lebih parah terkena daripada ekstremitas atas.
 A. Cerebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang
menyerupai kipas. Arteria ini merupakan sumber darah utama girus presentralis dan
postsentralis. Korteks auditorius, somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh
arteria ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang
lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteria serebri yang tersumbat di dekat
percabangan kortikal utamanya (pada trunkus arteria) dapat menimbulkan afasia berat
bila yang terkena hemisferium serebri dominan bahasa. Selain itu juga mengakibatkan
hilangnya sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta hemiplagia
kontralateral yang berat terutama ekstremitas atas dan wajah.

Arteri Vertebralis
Cabang dari bagian pertama a. subclavia, berjalan ke atas melalui foramen processus
transverses vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk ke tengkorak melalui foramen magnum
dan berjalan ke atas , depan dan medial medulla oblongata. Pada pinggir bawah pons arteri
ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk a. basilaris.
Cabang-cabang cerebral arteri vertebralis:
 Aa. meningeae
 A. spinalis anterior dan posterior
 A. cerebella posteroinferior
 Aa. medullares

Arteri Basilaris
A. basilaris dibentuk dari gabungan kedua a. vertebralis, berjalan naik di dalam alur
pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang menjadi dua a. cerebri
poseterior.
Cabang-cabang arteri basilaris:
 Cabang untuk pons, cerebellum, telinga dalam
 A. cerebri posterior
Pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesenchepalon. Cabang-cabang cortical menyuplai permukaan inferolateral lobus
temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi menyuplai cortex

44
visual. Cabang-cabang central menembus substansia otak dan menyuplai masa
substansia grisea di dalam hemisphere cerebri dan mesenchepalon.

Circulus Willis

Terletak di dalam fossa interpenduncularis pada dasar otak. Circulus ini dibentuk oleh
anastomosis antara kedua a. carotis interna dan kedua a. vertebralis. Circulus willisi
memungkinkan darah yang masuk melalui a. carotis interna ata a. vertebralis
didistribusikan ke setiap bagian dari kedua hemispherium cerebri.

Arteri Konduksi dan Penembus

Pada umumnya, arteria serebri mempunyai fungsi konduksi atau penembus. Arteria
konduksi (arteria carotis interna, serebri anterior, media dan posterior, arteria
vertebrobasilaris dan cabang utama arteria-arteria ini) membentuk suatu jalinan pembuluh
yang luas meliputi permukaan otak. Arteria penembus merupakan pembuluh nutrisi yang
berasal dari cabang-cabang arteria konduksi. Masuk kedalam otak secara tegak lurus dan
mengalirkan darah ke struktur-struktur serebral bagian dalam seperti diensefalon, ganglia
basalis, kapsula interna dan bagian-bagian otak tengah. Arteria-arteria kecil ini seringkali
terlibat dalam sindrom stroke.

Sirkulasi kolateral

45
Sirkulasi kolateral dapat terbentuk secara perlahan-lahan saat aliran normal ke suatu
bagian berkurang. Sebagian besar aliran kolateral serebrum antara arteri-arteri besar adalah
melalui sirkulus willisi. Efek sirkulasi kolateral ini adalah untuk menjamin terdistribusinya
darah ke otak sehingga iskemia dapat ditekan minimal apabila terjadi sumbatan arteri.
Otak juga memiliki tempat-tempat sirkulasi kolateral lain, seperti antara arteri carotis
eksterna dan interna melalui arteri oftalmika. Kolateral-kolateral ini hanya berfungsi kalau
rute lain terganggu.

Pengaturan Aliran Darah Otak

Autoregulasi otak adalah kemampuan otak normal mengendalikan volume aliran


darahnya sendiri bawah kondisi tekanan arteri yang berubah-ubah. Fungsi ini dilakukan
dengan mengubah resistensi pembuluh untuk mempertahankan tekanan aliran darah ke
otak dalam rentang fisiologik antara 60-160 mmHg tekanan arteri rata-rata. Apabila
tekanan arteri sitemik turun mendadak ke tekanan yang lebih rendah dari rentang
fisiologik, arteriol-arteriol berdilatasi untuk menurunkan resistensi sehingga aliran darah
ke otak dipertahankan normal. Sebaliknya jika tekanan arteri sistemik meningkat, arteriol-
arteriol berkontraksi untuk mempertahankan aliran darah ke otak walaupun terjadi
peningkatan tekanan dorongan darah arteri.

Autoregulasi otak sangat penting untuk melindungi otak dari peningkatan atau
penurunan mendadak tekanan darah arteri. Tetapi pada tekanan-tekanan ekstrim yang
melebihi rentang fisiologik antara 60-160 mmHg, mekanisme autoregulasi protektif
inidapat gagal sehingga aliran darah otak secara pasif mengikuti tingkat tekanan di
sirkulasi sistemik.

46
47
48
49
VII. Kesimpulan

Tn. Uju, 65 tahun, menderita stroke iskemik akibat oklusi pada arteri letikulostriata cabang
dari arteri cerebri media yang ditandai dengan kelumpuhan sesisi tubuh kiri, bibir
mencong, dysarthria, dan deviasi lidah ke kiri.

50
VIII. Kerangka Konsep

IX. Daftar Pustaka

Achmad Junaidi. Tia, Ischemic Stroke And Thromboemboli Stroke. Neurology


Department M Hoesin Hospital. Medicine Faculty Sriwijaya University.

C Jauch, Edward. 2018. Ischemic Stroke. Diperoleh dari:


https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a7 (diakses pada Senin,
5 Maret 2018).

Caplan LR. Caplan’s stroke. Elsevier, Philadelphia: 2009

Departments of Surgery and Neurosurgery, Boston University School of Medicine,


Boston, Mass., USA

Duus, Peter, Topical Diagnosis In Neurology, Georg Thieme Verlag Stutt, Ed II 1989,
page: 107 –112

Drake, R.L., Vogl, A.W., & Mitchell, A.W.M. (2012). Gray’s Basic Anatomy.
Philadelphia: Churchill Livingstone, Elversier.

51
Goldsmith H.S. Steward E.

Gray's anatomy: the anatomical basis of clinical practice Standring, Susan. Forty-first
edition. New York : Elsevier Limited, 2016

Judana A, Santoso D, Kusumoputro S. Saraf – saraf Otak. Dalam: Pedoman Praktis


Pemeriksaan Neurologi. Penerbit Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1978: 10 – 21.

Maharmarjuna, DR. Prof ; Neurologi Klinik Dasar

Mardjono M, Sidharta P. Sarafotak dan Patologinya. Dalam: Neurologi Klinis Dasar.


Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. 2000: 114 – 82.

Neuroscience 2nd edition. Dale Purves, George J Augustine, David Fitzpatrick, Lawrence
C Katz, Anthony-Samuel LaMantia, James O McNamara, and S Mark Williams.

Netter, F.H. (2014). Atlas of Human Anatomy (6th ed.). Philadelphia: Saunders, Elsevier.

Richard, S. Snell, MD, PhD. 2002. Buku Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta:
ECG

Richard L. D., A. Wayne Vogi, Adam W.M. 2014. Gray Anatomy For Student Edition 3.

Sami, M, Draft, W, Surgery Of Skull Base, Springer Verlag 1989, page: 81 -83

Sitorus, Freddy & A.S Ranakusuma, Teguh 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta:EGC.

Snell R.S. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh Sugarto L.
Jakarta: EGC.

Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah :


Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. Pearce, C, Evelyn, 2009.

Sunderland (MA): Sinauer Associates; 2001.

Tortora, Gerard J dan Bryan Derrickson. 2012. Principle of Anatomy and Physiology.

Wilkinson I. Lennox G. Essential Neuroology 4th edition. 2005. Blackwell publishing

Medscape

http://www.strokeassociation.org

http://emedicine.medscape.com/

http://www.strokecenter.org/professionals/brain-anatomy/blood-vessels-of-the-brain/

52

Anda mungkin juga menyukai