Anda di halaman 1dari 4

MODUL KDRT

1.1 Pengertian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap isteri adalah segala bentuk
tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri yang berakibat menyakiti
secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan
yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga.

1.2 Faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga KDRT

1. Pola asuh
2. Bias gender
3. Pola pikir
4. Religius
5. Budaya
6. Kestabilan psikis
7. Traumatik
8. Modeling

1.3 Faktor pendorog terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

1. Masalah keuangan
2. Cemburu
3. Masalah anak
4. Masalah orangtua
5. Masalah saudara
6. Masalah sopan santun
7. Masalah masa lalu
8. Masalah salah paham
9. Masalah tidak memasak
10. Suami mau menang sendiri

1.4 Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Kekerasan ekonomi

1.5 Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

1. Dampak kekerasan fisik : luka-luka, memar, lecet, gigi rompal, pata tulang, cedera,
gangguan fungsional, keluhan fisik, cacat permanen, hingga sampai berujung
kematian.
2. Dampak kekerasan psikis : sering menangis, sering melamun, tidak dapat bekerja,
sulit konsentrasi, gangguan makan, gangguan tidur, mudah lelah, tidak
bersemangat, takut, membenci setiap laki-laki, panik, mudah marah, resah dan
gelisah,bingung, menyalahkan diri sendiri, malu, perasaan ingin bunuh diri, merasa
tidak berguna, mengurung diri, menarik diri, dari pergaulan sosial, melampiaskan
dendam pada orang lain termasuk anak, melakukan usaha bunuh diri, depresi, atau
menjadi gila.
3. Dampak kekerasan seksual : kerusakan organ reproduksi, perdarahan,
kemungkinan keguguran dua kali lebih tinggi bagi korban yang hamil, penyakit,
penyakit menular seksual, ASI terhenti akibat tekanan jiwa, trauma hubungan
seksual , rigiditas, menopause dini, terjadi kehamilan tidak diinginkan (KTD),
aborsi, atau tertular HIV/AIDS.
4. Dampak kekerasan ekonomi : kehilangan penghasilan dan sumber penghasilan,
kehilangan tempat tinggal, harus menanggung biaya perawatan medik untuk luka
fisik akibat kekerasan, kehilangan waktu produktif karena tidak mampu bekerja
akibat kekerasan, serta harus menanggung nafkah keluarga dalam kasus
penelantaran.

1.6 Upaya untuk meminimalisir kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

1. Memberikan kesadaran kepada ibu rumah tangga, sebagai mayoritas korban


tentang hak yang dimiliki tentang kesetaraan peran dalam rumah tangga.
2. Memberikan payung hukum serta proses hukum yang bisa dijalani. Apabila mereka
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban kekerasan dalam
rumah tangga yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwajib. Yang
dalam hal ini perlindungan akan diberikan UPPA, Unit Perlindungan Perempuan
dan Anak memberikan pelayanan berupa bimbingan konseling yang berupa
nasehat-nasehat atau petunjuk tentang cara bagaimana cara menghadapi masalah
atau persoalan rumah tangga yang dialaminya.
4. menyadarkan pada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk mengekpos atau
melaporkan pada pihak yang berwajib.
5. Memberikan kesadaran kepada kaum pria tentang adanya batasan wewenang yang
bisa dilakukan terhadap isterinya.

1.7 Hambatan-hambatan dalam penanganan kasus KDRT

1. Hambatan yang datang dari korban kekerasan dapat terjadi karena :


1) Korban tidak mengetahui bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami
merupakan perbuatan pidana atau perbuatan yang dapat dihukum. Oleh karena
itu, korban tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya.
2) Korban akan membiarkan tindakan kekerasan terhadap dirinya sampai
berlarut-larut. Hal ini bisa disebabkan oleh korban berpendapat bahwa
tindakan suami akan berubah.
3) Korban berpendapat apa yang dialaminya adalah takdir atau nasibnya sebagai
isteri. hal ini dapat terjadi karena adanya pendapat bahwa seorang isteri bekti
(setia mengabdi pada suami).
4) Korban mempunyai ketergantungan secara ekonomi pada pelaku tindak
kekerasan.
5) Korban mempertahankan status sosialnya, sehingga kalau sampai tindak
kekerasan yang terjadi dalam rumah tangganya diketahui oleh orang lain, akan
memperburuk status sosial keluarganya di dalam masyarakat.
6) Korban takut akan ancaman dari suami
7) Korban khawatir keluarga akan menyalahkan dirinya karena dianggap tidak
dapat menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri.
8) Korban terlambat melaporkan tindakan kekerasan yang di alami, sehingga
bukti-bukti fisik sudah hilang
2. Hambatan dapat dilakukan keluarga korban, karena kekerasan dalam rumah
tangga adalah aib keluarga yang harus ditutupi agar tidak diketahui oleh
masyarakat. Alasan yang lain adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
merupakan urusan domestik atau urusan intern keluarga.
3. Hambatan yang lain datang dari masyarakat, memang masih ada pendapat yang
menganggap kekerasan dalam rumah tangga adalah urusan keluarga bukan
merupakan kejahatan yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Pendapat
demikian masih mewarnai berbagai kalangan dalam masyarakat, sehingga
merupakan hambatan bagi penegakan hukum dibidang tindak kekerasan dalam
rumah tangga.
4. Hambatan datang dari negara
1) Hambatan ini berupa ketentuan bahwa biaya visum et repertum harus
dikeluarkan oleh korban. Bagi korban yang tidak mampu, hal ini merupakan
hambatan dalam mencari keadilan.
2) Selain itu dimasukkannya kekerasan fisik, psikis dan seksual yang dilakukan
oleh suami terhadap isteri, kedalam delik aduan, sangat membatasi ruang
gerak isteri.

Anda mungkin juga menyukai