Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup golongan kelainan yang
ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang
timbul mendadak disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. (1)
Berdasarkan penampilan klinis tiroidis dibagi atas tiroiditis akut,
subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut,
tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi
menjadi yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang
tidak disertai rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan
oleh karena obat-obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto,
Riedel, dan infeksiosa kronis. (1)
Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun
yang paling umum dan bersifat organ-specific. Disebut pula sebagai tiroiditis
autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang
iodiumnya cukup. Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50
tahun. (1)(2)(3)
Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap
tiroglobulin dalam darah. Perjalanan penyakitnya sendiri pada awalnya
mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi
kemudian kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar tiroidnya bisa membesar membentuk
nodul goiter. (1)(4)(5)
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai Tiroiditis Hashimoto
untuk diketahui oleh dokter muda agar dapat mengenali, mendiagnosa dan
menatalaksana kasus efusi pleura dengan cepat dan tepat.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah :
2

1. Untuk memperdalam pengetahuan dokter muda mengenai tiroiditis


Hashimoto dan dapat mengetahui perbedaan tiroiditis Hashimoto dan
berbagai diagnosis bandingnya dalam pemeriksaan penunjang
radiologi khususnya dan dalam pemeriksaan keseluruhan (anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) pada umumnya.
2. Untuk melatih dokter muda agar mampu berpikir kritis dan ilmiah
dalam menyusun karya tulis ilmiah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tiroid
3

Gambar 1.1. Anatomi Kelenjar Tiroid.

Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat


vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang
dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior
sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea
kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas
cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung
yang berasal dari lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya
sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas,
menstruasi dan kehamilan. Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher,
antara fascia koli media dan fascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama
terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid
melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat
lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada
fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar
tyroid atau tidak.
4

Gambar 1.2. Vaskularisasi Kelenjar Tiroid


Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior
(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a.
Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-
jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular
(Djokomoeljanto, 2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid berhubungan secara
bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang
tepat di atas istmus, dan ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian
lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.
2.2 Fisiologi
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam
jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O 2 pada
kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat
arang, dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal.
Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan
timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi
mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan
meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi
panas yang berlebihan. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama
5

yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu
triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi
30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan
tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein
yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang
peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative
feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.
2.3 Definisi Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –itis
menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam
penyebab. Bila dilihat dari aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi
menjadi tiroiditis akut (muncul mendadak atau durasi penyakit singkat),
tiroiditis subakut (antara akut dan kronik) dan tiroiditis kronik (durasi
penyakit lama). (1)(8)
Berdasarkan penyebabnya, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis karena
infeksi, tiroiditis autoimun, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis karena obat-
obatan dan tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya nyeri, dibagi
menjadi tiroiditis dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri. Tiroiditis yang paling
sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis postpartum (timbul
setelah melahirkan). (1)(8)
2.4 Epidemiologi
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab tersering kejadian
hipotiroidisme di Amerika Utara. Insidens puncak dari TH terjadi pada dekade
6

ketiga sampai kelima dari kehidupan. Rasio kejadian antara wanita dan pria
dari Tiroiditis Hashimoto ini adalah 10-15 : 1 dan mengenai kurang lebih 2 %
populasi dari seluruh wanita.6,11 Umur rata-rata didiagnosis TH adalah 60
tahun dan prevalensi dari hipotiroidisme yang jelas meningkat sesuai dengan
umur. Hipotiroidisme subklinis ditemukan pada 6-8 % wanita (10% pada usia
lebih dari 60 tahun) dan 3% pada laki-laki. Resiko tahunan dari perkembangan
hipotiroidisme klinis adalah sekitar 4% ketika hipotiroidisme subklinis
berhubungan dengan antibodi TPo yang positif.
2.5 Etiologi Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses
autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Jika
jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka
akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel-sel limfosit. (1)(5)(8)
Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 –
50 tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar
difus, tak nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang
hipertiroid. Hipotiroid terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Kelenjar tiroid juga bisa membesar membentuk
goiter. (4)(5)
2.6 Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto
Patogenesis dari TH ini melibatkan infiltrasi dari sel T dan sel B dari
kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid. Sel B yang teraktivasi
mengeluarkan autoantibodi tiroid, termasuk diantaranya antibodi terhadap
tiroglobulin (anti-TG), tiroid peroksidase (Anti-TPo) dan tirotropin. Sel T
sitotoksik secara luas bertanggung jawab terhadap kerusakan dari parenkim
tiroid, yang berakibat pada terjadinya tirotoksikosis yang akhirnya menjadi
hipotiroidisme. Proses inflamasi ini berakibat pada tampilan histopatologis
dari TH ini, yang mana termasuk diantaranya berupa aggregasi limfosit
dengan sentral germinal, folikel-folikel tiroid kecil dengan koloid yang jarang,
perubahan oksifilik pada sel-sel epitel dan fibrosis yang bervariasi. Beberapa
mekanisme lainnya telah diusulkan sebagai patogenesis dari TH. Patogenesis-
patogensis ini termasuk hipotesis terbaru bagi semua penyakit autoimun
7

molecular mimicry dan bystander activation termasuk keterlibatan dari


ekspresi sel tiroid antigen-HLA dan aktivasi apoptosis sel tiroid oleh interkasi
Fas ligand-Fas.

Patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan


lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan
autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme
apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini. Wiersinga
dkk pada tahun 2014 menjelaskan tentang 5 tahapan dari Tiroiditis
Hashimoto.
2.6.1 Predisposisi genetik
Pada fase awal ini, seseorang akan memiliki predisposisi genetik dari
TH, tetapi mereka belum terpapar oleh pemicu yang penting sehingga
akan memiliki kadar hormon TSH, T4/T3 yang masih normal, tidak ada
antibodi tiroid dan tidak akan memiliki kelainan pada kelenjar tiroidnya.
Dengan kata lain ini dapat disebut juga tahap 0, karena tidak ada
manifestasi dari penyakit TH pada fase ini.
8

2.6.2 Infiltrasi sel imun dari kelenjar tiroid


Pada tahap awal dari TH ini, seseorang biasanya akan memiliki
kadar antibodi tiroid yang meningkat. Peningkatan level antibodi tiroid
hingga sampai 80-90 % pada pemeriksaan darah, yaitu antibodi
tiroglobulin (anti-Tg) dan antibodi tiroid peroksidase (anti-TPo).
Beberapa orang bisa saja tidak menunjukkan adanya antibodi tiroid
pada pemeriksaan darah, akan tetapi pastinya pada pemerikasan ultraUSG
ataupun biopsi, perubahan pada kelenjar tiroid yang konsisten dengan
tanda TH akan terlihat.
Tahapan ini bisa berlangsung selama beberapa dekade hingga
kerusakan terjadi dan perubahan level hormon tiroid dapat terdeteksi pada
pemerikasaan darah, pada tahap ini level TSH, T3 dan T4 bebas akan
normal.
2.6.3 Hipotiroidisme subklinis
Tahapan berikutnya dari TH dikenal dengan hipotiroidisme
subklinis. Pada fase ini, kadar TSH mungkin akan sedikit meningkat pada
pemeriksaan darah, dan kadar T3/T4 bebas akan normal. Antibodi tiroid
akan lebih tinggi pada tahap ini dibandingkan pada tahap kedua,
sebagaimana peningkatan pada TSH akan meningkatkan inflamasi pada
kelenjar tiroid. Akan tetapi pada beberapa pasien antibodi ini akan tetap
negatif.
2.6.4 Hipotiroidisme yang nyata
Pada tahap ini, seseorang akan mulai mengalami kegagalan kelenjar
tiroid. Kelenjar tiroidnya akan rusak sampai pada fase dimana penderita
TH tidak akan mampu lagi memproduksi hormone tiroidnya sendiri.
Seorang penderita TH akan mengalami kenaikan kadar TSH disertai
dengan kadar T3/T4 bebas yang rendah. Antibodi tiroid akan lebih tinggi
dibandingkan tahap yang sebelumnya. Inilah tahapan yang paling sering
dimana seseorang didiagnosa menderita TH, sebagaimana pada fase ini
seseorang akan memiliki gejala tiroid yang signifikan. Pada tahap inilah
9

seseorang akan membutuhkan pengobatan tiroid untuk mencegah dari


akibat yang serius.
2.6.5 Perkembangan menjadi kelainan autoimun lainnya
Penderita TH memiliki resiko yang lebih besar untuk berkembang
menjadi kondisi autoimun lainnya seperti penyakit Celiac, psoriasis,
Arthritis rematoid Sjogren, penyakit lupus, Multiple sclerosis, dan banyak
kondisi autoimun yang lainnya.
Hal ini merupakan perkembangan dari respon autoimun, sejalan
dengan sistem imunitas yang berlanjut menjadi tidak seimbang, dapat
ditemui kelenjar hormon lain dan jaringan tubuh lainnya juga diserang
seperti pada usus halus terjadi penyait Celiac, kelenjar air ludah dan air
16
mata dengan penyakit Sjogren’s dan pada sendi terjadi artritis rematoid.
2.7 Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama
bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya pembesaran
kelanjar tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang abnormal pada pemeriksaan
kesehatan rutin. Gejala yang berkembang berhubungan dengan efek tekanan
lokal pada leher yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau
akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama penyakit
ini mungkin berupa bengkak tidak nyeri pada leher depan bagian bawah. Efek
tekanan lokal akibat pembesaran kelenjar tiroid dapat menambah gejala
seperti kesulitan menelan.
Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung
pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran klinis awalnya
didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar hormon tiroid meningkat)
lalu normal (eutoroid) dan akhirnya berubah menjadi hipotiroid (kadar
hormon menurun) berkepanjangan. Pada awalnya, mungkin gejala jarang
terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi
semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas.
Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami hipotiroid
biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan kelesuan,
10

sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut
dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan
berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi
yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil.
2.8 Diagnosis Tiroiditis Hashimoto
2.8.1 Anamnesis
Penderita TH bisa tidak menunjukkan tanda-tanda maupun gejala
penyakit ini pada awalnya, atau bisa juga ditemukan pembengkakan di leher
depan (goiter). biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan
kelesuan, sering mengantuk, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot.
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Puffy face dan edema periorbital,
kulit dingin, kasar, dan kering, edema perifer pada tangan dan kaki, biasanya
tipe nonpitting edema, thickenned dan brittle nails, kehilangan rambut yang
difus di daerah kepala, bulu mata, kulit, alat genital dan wajah, bradikardi
karena menurunnya kontraktilitas dan denyut jantung, Kenaikan tekanan
darah biasanya berupa hipertensi diastolic, suara serak dan bicara lambat,
Sindroma Carpal Tunnel, Kelenjar thyroid biasanya membesar, keras, kenyal,
tanpa adanya lembut, atau bruit. Ukurannya dapat normal bahkan tidak teraba
sama sekali.
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hormon tiroid pemeriksaan darah dapat
mendeteksi jumlah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dan
kelenjar pituitari. Jika kelenjar tiroid kurang aktif, kadar dari hormon
tiroid akan rendah. Pada saat yang sama, kadar TSH akan meningkat
karena kelenjar pituitari akan mencoba merangsang kelenjar tiroid
untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sedangkan pada
pemeriksaan antibodi tiroid, karena TH merupakan sebuah kelainan
autoimun sebagai akibatnya akan memproduksi antibodi yang
abnormal. Pemeriksaan darah akan mengkonfirmasi adanya antibodi
melawan tiroid peroksidase (antibodi TPo), sebuah enzim yang
11

normalnya dijumpai pada kelenjar tiroid yang memiliki peranan


penting dalam produksi hormon-hormon tiroid.
B. Pemeriksaan Histologi

Tiroid biasanya membesar, meskipun dalam beberapa kasus dapat


terlihat pembesaran yang lebih terlokalisir. Kapsul intak, dan kelenjar
memiliki batas tegas dengan struktur sekitarnya. Permukaan potongan
berwarna pucat, kuning kecoklatan dan nodular.
Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat infiltrasi yang ekstensif
dari parenkim oleh infiltrat inflamatorik mononuklear yang
mengandung limfosit-limfosit kecil, sel-sel plasma dan sentra-sentra
germinal yang berkembang dengan baik.
Folikel-folikel tiroid atrofi dan dibatasi pada banyak area oleh sel-
sel epitel yang ditandai dengan banyaknya eosinofilik, sitoplasma
granular yang disebut sel-sel Hurtle. Hal ini merupakan respon
metaplastik dari epitel folikuler kuboidal rendah yang normal terhadap
proses trauma yang sedang berjalan.
Contoh-contoh biopsi aspirasi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy) menunjukkan adanya sel-sel Hurtle dalam populasi limfosit
yang heterogen yang merupakan karakteristik dari TH, jaringan ikat
interstitial meningkat dan banyak dijumpai. Varian fibrosa
digambarkan oleh atrofi folikuler tiroid yang berat (severe) serta
fibrosis dengan densitas tinggi yang meyerupai keloid (”keloid like”),
pita yang kasar dari kolagen aseluler mencakup jaringan tiroid residual.
Fibrosis pada TH tidak meluas hingga diluar kapsul kelenjar. Parenkim
(17)
tiroid yang tersisa menggambarkan tiroiditis limfositik kronik.
12

Gambar 2.1 A. Potongan permukaan dari lobus tiroid yang


menunjukkan nodul berbatas tegas pada lobus kanan dan kiri. B.
Infiltrasi limfositik dengan sentra germinal (HE x40), C. Folikel-
folikel tiroid yang mengandung koloid metaplasia sel-sel Hurtle
(HE x100), D. Sel-sel Hurtle dengan sitoplasma granular
eosinofilik (HE 400x). (13)

C. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang aman karena
tidak menggunakan radiasi ionisasi dan tidak menyebabkan kerusakan
jaringan. Tidak ada persiapan khusus ataupun penghentian obat-obatan
untuk pemeriksaan ini. Ultrasonogafi tiroid secara konvensional
digunakan dalam evaluasi nodul pada tiroid dan selama biopsi aspirasi
jarum halus (FNAB). Tiroid dan nodul dapat diukur dengan akurat
dengan pemeriksaan ini. Ekhogenisitas dan kalsifikasi serta bagaimana
polanya juga dapat dideteksi dengan mudah dengan pemeriksaan USG
ini. Pada USG, kelenjar tiroid yang menderita TH khasnya akan
memberikan gambaran perubahan parenkim yang luas. Kelenjar tiroid
umumnya akan tampak membesar dan hipoekhoik dengan ekhostruktur
yang heterogen dan septasi yang ekhogenik. Penurunan ekogenisitas
terjadi sebagai akibat dari infiltrasi limfosit dan sering berhubungan
(1),(3)
dengan kejadian hipotiroidisme.
13

Gambar 2.2 Kelenjar tiroid yang terlihat sangat hipoekhoik


disebabkan infiltrasi dari limfosit pada jaringan tiroid. Ekogenisitas
tampak sama dengan otot sekitarnya.(5)

Gambar 2.3 Kelenjar tiroid yang membesar merupakan


gambaran khas pada tiroiditis Hashimoto dengan pola hipoekoik
tetapi heterogen.(5)

Temuan yang menggambarkan heterogenisitas dari tampilan


USG pada parenkim tiroid yang disebabkan oleh perusakan dari
struktur homogen normal arsitektur ‘’ground glass” pada jaringan
tiroid berujung pada pembentukan dari pseudonodul yang bis banyak
jumlahnya dan menyerupai sebuah gambaran ‘’bag of marbles”.
Pseudonodul ini tidak memiliki batas yang tegas. Pseudonodul ini juga
dapat hilang timbul, yang berarti gambaran ini dapat terlihat hari ini
tapi bisa juga menghilang jika kita melakukan pemeriksaan kembali
pada minggu berikutnya. Pseudonodul digambarkan sebagai suatu “
danau luas dari limfosit”. (5)
14

Gambar 2.4 Gambaran USG parenkim tiroid ini menunjukkan


beberapa pseudonodul (tanda panah) yang awalnya mungkin
disalahartikan sebagai nodul-nodul. Tetapi nodul-nodul ini tidak
memiliki halo dan batas yang tegas, tidak teraba dan akan berubah
sejalan dengan waktu. (5)

Gambar 2.5 “Bag of marbles,” Daerah fibrosis tampak hiperekhoik


dibandingkan dengan gambaran hipoekogenisitas dari daerah
kelenjar lainnya, yang dapat disalahartikan sebagai nodul
hiperekhoik (pseudonodul). (5)

Gambaran USG yang lain yang telah dilaporkan memiliki angka


diagnostik yang tinggi adalah dijumpainya gambaran mikronodul, yang
memiliki nilai prediktif postif hingga 95%. Mikronodul ini dilaporkan
berukuran berkisar antara 1-7 mm. Nodul ini hipoekhoik sebagai akibat
dari infiltrasi limfosit dan memiliki tepi yang ekogenik karena untaian
fibrosa disepanjang parenkim. (1)(5)
15

A B

Gambar 2.6 Tiroiditis Hashimoto : Mikronodularitas A. USG potongan


transversal, dan B. potongan longitudinal, gambaran dari lobus kiri tiroid
menunjukkan nodul kecil multipel yang merupakan infiltrasi limfosit dari
parenkim tiroid. (15)

Temuan lain yang juga sering pada USG tiroid adalah gambaran
lesi kistik kecil yang bisa digambarkan sebagai gambaran “swiss
cheese” pada parenkim kelenjar tiroid. Lesi kistik difus ini biasanya
berukuran 2-3 mm.(5)

Gambar 2.7 “Swiss cheese” ; Lesi kistik kecil multipel difus


menyebar di sepanjang parenkim tiroid yang terlihat normal
menggambarkan fase awal dari Tiroiditis Hashimoto.(5)

Karakter lainnya dari tampilan TH pada USG adalah untaian


garis yang ekhogenik, atau septa. Untaian-untaian garis ini
dideskripsikan sebagai septa tipis ekhogenik yang melintasi jaringan
tiroid, terkadang memberi gambaran yang berlobulasi. Gambaran ini
diperkirakan terjadi akibat fibrosis di dalam kelenjar. Fibrosis ini juga
bisa terjadi di dalam pseudonodul, mengubah gambaran dari
hipoekhoik menjadi hiperekhoik. (5)
16

Gambar 2.8 USG lobus kiri tiroid dari pasien dengan TH. Fibrosis
telah berkembang dengan bentuk menyerupai lembaran-lembaran
dengan lapisan jaringan ikat melintasi parenkim tiroid yang
hipoekhoik. (5)

Vaskularisasi pada gambaran USG color Doppler tampak normal


atau menurun pada sebagian besar pasien dengan diagnosa TH.
Biasanya hipervaskularisasi atau yang menyerupai gamabaran “thyroid
inferno” pada penyakit Graves juga terjadi. Peningkatan vaskularisasi
ini tampaknya berhubungan dengan perkembangan dari hipotiroidisme,
yang mungkin berhubungan dengan kadar yang tinggi dari. (1)

Gambar 2.9 USG potongan longitudinal pada pasien Tiroiditis


Hashimoto menunjukkan nodul kecil multipel dan penurunan aliran
pada skan Color Doppler. Aliran darah tampak normal atau berkurang
pada sebagian besar kasus TH. (15)

Sebagai tambahan dari bentuk difus TH ini, dapat juga terbentuk


nodul tersendiri di dalam parenkim yang berubah ataupun di dalam
parenkim tiroid yang tampak normal secara USG. Bentuk kedua dari
TH juga dikenal sebagai TH nodular, tiroiditis limfositik fokal, ataupun
pseudotumor memiliki insidensi sekitar 5% diantara nodul-nodul yang
dibiopsi pada penelitian terbaru. Ketika dibandingkan gambaran USG
17

dari nodul-nodul pada latar belakang TH difus dan pada yang tidak
difus, TH nodular yang disertai dengan TH difus tampaknya memiliki
gambaran yang lebih solid, lebih hiperekhoik, memiliki halo yang tipis,
sedikit kalsifikasi, dan tampil sebagai sebuah nodul soliter. Sementara
di sisi lain, TH nodular tanpa adanya TH difus tampaknya lebih
memiliki elemen kistik dan mempunyai kalsifikasi pada kulit
perifernya. (1)

Gambar 2.10 USG potongan longitudinal pada pasien Tiroiditis


Hashimoto, wanita usia 63 tahun menunjukkan nodul solid
hipoekhoik sedikit inhomogen batas tegas (kursor). Latar
belakang parenkim tampak normal. (1)

Gambar 2.11 Wanita 37 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto


nodular. USG potongan transversal menunjukkan nodul solid
hiperekhoik homogen batas tegas (kursor) dengan halo
hipoekhoik. Latar belakang parenkim tampak mikronodular. (1)
18

Gambar 2.12. USG potongan transversal, wanita 61 tahun


dengan TH nodular tampak nodul solid halus isoekhoik
homogen batas tidak jelas (kursor) dengan parenkim tampak
inhomogen dan hipoekhoik. (1)

Gambar 2.13 Wanita 49 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto nodular.


A.USG potongan transversal menunjukkan nodul solid isoekhoik
homogen tegas (kursor) dengan halo tipis hipoekhoik.
B.Color Doppler potongan longitudinal menunjukkan bahwa nodul
(kursor) tampak hipovaskular dibandingkan dengan parenkim
disekitarnya. (1)

Sering indikasi pertama tiroiditis yang ditemukan pada USG


adalah dijumpainya pembesaran kelenjar getah bening (KGB). Hal ini
bisa dijumpai bilateral maupun unilateral; biasa pada bagian sentral
maupun bagan lateral dari leher. Kecuali dari ukurannya, pembesaran
KGB khasnya menyerupai gambaran KGB normal dengan rasio
pendek/panjang < 0,7. Pembesaran KGB yang menunjukkan gambaran
yang sangat mencurigakan seperti gambaran vaskular yang kacau
mungkin memerlukan pemeriksaan biopsi AJH dengan panduan USG.5
19

Gambar 2.14 Pembesaran KGB yang gepeng dibawah otot


sternocleidomastoideus umumnya terlihat pada fase awal TH dan
sering menjadi petunjuk awal untuk diagnosis yang lebih cepat. (5)

Gambar 2.15 Tiroiditis Hashimoto dengan pembesaran KGB


hiperplastik. USG potongan longitudinal menunjukkan
mikronodular dari TH dan sebuah pembesaran KGB (tanda
panah) di bagian inferior pole bawah kelenjar tiroid. (15)

Diketahui sebelumnya bahwa nodul jinak maupun ganas dapat


berdampingan dengan penyakit TH difus. Faktanya, dijumpai sebuah
hubungan antara TH dengan keganasan tiroid tertentu. Walaupun
jarang, beberapa penelitian telah melaporkan hubungan yang kuat
antara TH dengan limfoma tiroid primer. Sebagai tambahan, walaupun
masih kontroversial, terdapat bukti yang menguatkan bahwa terdapat
peningkatan resiko terjadinya karsinoma tiroid papiler (KTP) pada
pasien-pasien dengan penyakit TH.
Ketika gambaran USG dari nodul jinak dan ganas pada TH difus
dibandingkan, banyak gambaran yang sama dengan yang ditemukan
20

sebelumnya pada nodul jinak dan ganas apada pasien tanpa TH difus.
Nodul jinak pada TH tampak lebih hiperekhoik, memiliki halo tipis dan
reguler, dan kurang kalsifikasi. Nodul ganas pada pasien dengan TH difus
tampaknya lebih isoekhoik ataupun sangat hipoekhoik dibandingkan
dengan nodul jinak.
Penentuan nodul jinak ataupun ganas pada pasien dengan TH
ditentukan dengan biopsi .(19)

Gambar 2.16 Wanita 55 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto dan


KTP. USG potongan longitudinal dari lobus kiri tiroid
menunjukkan nodul solid hipoekhoik (kursor) dengan area
kalsifikasi internal (tanda panah). (19)

Gambar 2.17 Wanita 45 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto dan


KTP. USG potongan longitudinal dari lobus kiri tiroid
menunjukkan nodul solid hipoekhoik (kursor) dengan
mikrokalsifikasi internal. (19)
21

Gambar 2.18 USG potongan longitudinal menunjukkan


gambaran klasik TH (mikronodularitas) dan sebuah nodul
dominan hipoekhoik (tanda panah) di bagian atas yang
disebabkan oleh KTP. Sebuah nodul dominan pada TH harus
dianggap “tidak dapat ditentukan” dan dilakukan biopsi
aspirasi jarum halus. (15)

Gambar 2.19 Limfoma pada Tiroiditis Hashimoto. USG


potongan transversal dari lobus kiri tiroid menunjukkan
pembesaran difus hipoekhoik yang disebabkan oleh limfoma
pada kelenjar tiroid dengan TH. (15)

2.9 Penatalaksanaan Tiroiditis Hashimoto


Pengobatan dari TH bisa terdiri dari observasi dari dan penggunaan
obat-obatan. Jika dalam observasi tidak terlihat adanya bukti kekurangan
hormon tiroid, dan fungsi tiroid masih dalam batas normal, maka akan
dipergunakan pendekatan “tunggu dan lihat”.
Pasien TH yang mengalami defisiensi hormon tiroid akan
membutuhkan terapi pengganti dari hormon tiroid. Biasanya ini akan
menggunakan hormon sintetik hormon tiroid yaitu hormon levotiroksin.
Hormon sintetik levotiroksin ini identik dengan hormon tiroksin,
versi alami dari hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pengobatan
oral hormon ini akan mengembalikan kadar hormon yang cukup adekuat
dan bisa mengembalikan semua gejala dari hipotiroidisme. Pengobatan
22

hormon ini biasanya akan berlangsung selama seumur hidup pada pasien
TH. Dosis terapi hormon akan disesuaikan berdasarkan pemeriksaan rutin
dari hormon TSH yang dilakukan secara berkala sekali dalam setahun.
Tindakan berupa pembedahan (tiroidektomi atupun lobektomi tiroid)
dan kemoterapi maupun radiasi dipertimbangkan pada penderita TH yang
disertai dengan kejadian karsinoma tiroid maupun limfoma. (3)(11)

BAB IV
PEMBAHASAN
Tiroiditis Hashimoto
23

Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang aman karena tidak


menggunakan radiasi ionisasi dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan. Tidak ada
persiapan khusus ataupun penghentian obat-obatan untuk pemeriksaan ini.
Ultrasonogafi tiroid secara konvensional digunakan dalam evaluasi nodul pada tiroid
dan selama biopsi aspirasi jarum halus (FNAB). Tiroid dan nodul dapat diukur
dengan akurat dengan pemeriksaan ini. Ekhogenisitas dan kalsifikasi serta bagaimana
polanya juga dapat dideteksi dengan mudah dengan pemeriksaan USG ini. Pada USG,
kelenjar tiroid yang menderita TH khasnya akan memberikan gambaran perubahan
parenkim yang luas. Kelenjar tiroid yang membesar merupakan gambaran khas pada
tiroiditis Hashimoto dengan pola hipoekoik tetapi heterogen

Karakter lainnya dari tampilan TH pada USG adalah untaian garis yang
ekhogenik, atau septa. Untaian-untaian garis ini dideskripsikan sebagai septa tipis
ekhogenik yang melintasi jaringan tiroid, terkadang memberi gambaran yang
berlobulasi. Gambaran ini diperkirakan terjadi akibat fibrosis di dalam kelenjar.
Fibrosis ini juga bisa terjadi di dalam pseudonodul, mengubah gambaran dari
hipoekhoik menjadi hiperekhoik.
24

Vaskularisasi pada gambaran USG color Doppler tampak normal atau


menurun pada sebagian besar pasien dengan diagnosa TH. Biasanya
hipervaskularisasi atau yang menyerupai gamabaran “thyroid inferno” pada penyakit
Graves juga terjadi. Peningkatan vaskularisasi ini tampaknya berhubungan dengan
perkembangan dari hipotiroidisme, yang mungkin berhubungan dengan kadar yang
tinggi dari.

Sebagai tambahan dari bentuk difus TH ini, dapat juga terbentuk nodul
tersendiri di dalam parenkim yang berubah ataupun di dalam parenkim tiroid yang
tampak normal secara USG. Bentuk kedua dari TH juga dikenal sebagai TH nodular,
tiroiditis limfositik fokal, ataupun pseudotumor memiliki insidensi sekitar 5%
diantara nodul-nodul yang dibiopsi pada penelitian terbaru.

Tiroiditis de Quervain

Pada fase awal dari penyakit ini, gambaran USG menunjukkan daerah
hipoekhoik dengan batas yang tidak tegas dan ireguler, terutama di daerah
subkapsular. Kemudian pada fase berikutnya, pseudonodul dapat terlihat di daerah
sentral dari kelenjar tiroid. Vaskularisasi pada fase awal mungkin tampak
berkurang.24-28
25

Tiroiditis De Quervain : Daerah hipoekhogenik dengan batas


tidak jelas dan kontour yang ireguler, khususnya daerah
subkapsular.

Tiroiditis De Quervain: daerah hipoekhogenik dengan


batas tidak jelas dengan pseudonodul pada daerah
sentral kelenjar tiroid yang hipovaskularisasi.

Penyakit Graves

Penyakit Graves’ merupakan kelainan difus umum pada kelenjar tiroid dan
biasnya secara biokimia ditandai dengan hiperfungsi kelenjar (tirotoksikosis).
26

Pemeriksaan USG tiroid pada penyakit ini mungkin menunjukkan ekhostruktur yang
lebih inhomogen dibandingkan pada goiter difus yang pada dasarnya akibat
pembuluh darah intraparenkim yang banyak jumlahnya. Lebih lanjut lagi, khususnya
pada pasien yang lebih muda, parenkim akan tampak lebih hipoekhoik yang luas
akibat dari infiltrasi limfosit atau karena sebagian besar kandungan selular pada
parenkim, yang mana akan hampir menjadi substansi koloid Pemeriksaan USG color
Doppler seringnya akan menunjukkan pola hipervaskularisasi yang dikenal dengan
istilah thyroid inferno. Pemeriksaan USG spektral Doppler akan selalu menunjukkan
Peak systolic velocity (PSV) melebihi 70 cm/sec yang merupakan kecepatan yang
paling tinggi pada kelainan tiroid. Tidak ada hubungan antara derajat hiperfungsi
kelenjar tiroid dari pemeriksaan laboratorium dan perluasan hipervaskularisasi
ataupun kecepatan aliran darah.27

A B

Penyakit Graves : A. USG potongan transversal tiroid


tampak pembesaran difus yang nyata dari kedua lobus
dan isthmus. Kelenjar tampak hipoekhoik yang luas. B.
USG color doppler potongan transversal lobus kiri,
tampak vaskularitas yang meningkat, indikasi fase akut
dari proses penyakit Graves.

Tabel perbedaan Tiroidits Hashimoto, Grave’s disease dan Tiroiditis de Quervain

Tiroid normal Tiroiditis Hashimoto Grave’s Tiroiditis de


disease Quervain
27

Volume 6-15 cm3 me↓, normal, me↑ 6-15 cm3 me↓, normal, me↑

Ekogenitas >meningkat/sama Isoechogenitas/hipoe hipoekoik hipoekoik


dengan kelenjar chogenitas
difus
submandibula

Tekstur Homogen Heterogen difus, Heterogen Heterogen


dapat berupa area
hipoekoik tersebar
(infiltrat limfositik)
garis hiperekoik
(gambaran fibrotik)
Vaskularisasi Beberapa pembuluh me↓, normal, me↑ Hipervaskular hipovaskularisa
parenkim darah tersebar di 1/3 (intensitas >sedikit
isasi si
tengah parenkim dari Grave’s), bisa
kelenjar dan meningkat tapi tidak
pembuluh darah di seperti grave’s
perifer kelenjar
PSV >40 cm/sec Biasanya >40 cm/sec >70 cm/sec Biasanya >40
cm/sec

BAB V
PENUTUP

4.1 Simpulan
28

Tiroiditis Hashimoto merupakan sebuah kelainan autoimun pada


kelenjar tiroid yang paling sering menyebabkan terjadinya hipotiroidisme
pada daerah non-endemik goiter.
Secara klinis tampilan dari TH ini bisa muncul sebagai goiter keras
yang tanpa nyeri seringnya disertai dengan gejala-gejala hipotiroidisme.
Etiologi dari terjadinya TH ini masih belum dapat ditentukan secara pasti,
namun diduga TH berkembang pada individu yang memiliki faktor
predisposisi genetik yang dipicu oleh berbagai faktor lingkungan.
Patogenesis dari Tiroiditis Hashimoto ini melibatkan infiltrasi dari sel
T dan sel B dari kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid yang
bertanggung jawab terhadap kerusakan dari parenkim tiroid secara luas,
yang pada akhirnya menjadi hipotiroidisme.
Gambaran USG dari TH umumnya berupa pembesaran lobus tiroid
yang luas dengan ekhostruktur yang inhomogen dan hipoekhoik,
mikronodul dan nodul soliter pada parenkim tiroid. Pada pemeriksaan USG
color Doppler parenkim tiroid dapat bervariasi dari sedikit hipervaskular
sampai dengan hipervaskularisasi yang cukup jelas.
Diagnosa banding dari TH diantaranya berupa kelainan tiroid yang
difus seperti pada Silent Thyroiditis, Tiroiditis granulomatosa subakut dan
penyakit Graves’.
Penatalaksanaan dari penyakit TH ini berupa terapi pengganti hormon
tiroid dengan hormon sintetik levotiroksin, jika pasien TH sudah memiliki
gejala hipotiroidisme yang nyata.

4.2 Saran
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai dokter
muda diharapkan dapat memahami penyebab terjadinya, patofisiologi, serta
bagaimana mendiagnosis Tiroiditis Hashimoto, bagaimana penanganannya
serta membedakan gambaran USG dari diagnosis banding Tiroiditis
29

Hashimoto sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus ini kita
dapat memberikan penanganan yang tepat kepada penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson L, et.al. Hashimoto Thyroiditis: Part 1,Sonographic Analysis of


the Nodular Form of Hashimoto Thyroiditis. American Journal of
Radiology. 2010; 195: 208-215
30

2. Hiromatsu Y, et.al. Hashimoto’s Thyroiditis: History and Future Outlook.


Endocrine Journal. 2013; 12(1):12-18
3. Wang L, et al. Likelihood Ratio–Based Differentiation of Nodular
Hashimoto Thyroiditis and Papillary Thyroid Carcinoma in Patients With
Sonographically Evident Diffuse Hashimoto Thyroiditis : Preliminary
Study. J Ultrasound Med 2012; 311767-1775
4. Berkowits A. Patofisiologi Klinik. Binarupa Aksara.2013;5: 211-17
5. Baskin H.J, et.al. Thyroid Ultrasound and Ultrasound-Guided FNA. Second
Edition. Springer.2008; 5: 63-75
6. Heilo A, Sigstad E, Grøholt K. Atlas of Thyroid Lesions. New York :
Springer; 2011
7. Braunstein G D, Sacks W. Thyroid Nodules. In : Braunstein G D Editor.
Thyroid Cancer. New York. Springer.2012. pp 45-91
8. Gao J, et.al. Multimodality Imaging and Aspiration Biopsy Guidance in the
Perioperative Management of Thyroid Carcinoma. In : Carpi A, Mechanick
J I Editors. Thyroid Cancer From Emergent Biotechnologies to Clinical
Practice Guidelines. 2nd Ed. Boca Raton. FL. Taylor and Francis Group.
2011. pp 117-132
th
9. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology 12 ed. Singapore: Mc.Graw
Hill; 2010, p. 348-70
th
10. Fauci AS, et.al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17 edition.
McGraw Hill Medical.2008: p. 2224-32
11. Wentz I , The 5 Stages of Hashimoto’s Thyroiditis April 8, 2017
12. Kumar R, Abbas A, DeLancey A, Malone E. Robbins and Cotran
th
Pathologic basis of disease 8 ed. 2010. Saunders. Philadelphia.

13. Gayathri BN, Kalyani R, Kumar H, Prasad K. Fine Needle Aspiration


Cytology of Hashimoto’s Thyroiditis – A Diagnostic Pitfall with Review of
Literature. Journal of Cytology 2011;28(4): 210-14.
31

14. Pishdad P. Thyroid Ultrasonography in Differentiation between Graves’


Disease and Hashimoto’s Thyroiditis. J Biomed Phys Eng 2017; 7(1)
15. Rumack CM, et.al. Diagnostic Ultrasound. 4th edition. Elsevier.2011;
18:741-46
16. Anderson L, dkk.Hashimoto Thyroiditis: Part 2, Sonographic Analysis of
Benign and Malignant in nodules in Patients With Diffuse HAshimoto
Thyroiditis. American Journal of Radiology. 2010; 195: 216-222
17. Saeedan MB et.al. Thyroid computed tomography imaging : pictorial
review of variable pathologies. Insight Imaging. 2016.
18. Takashima S, et.al. Hashimoto Thyroiditis : Correlation of MR Imaging
Signal Intensity with histopatologic findings and Thyroid function Test
results. Radiology 1995; 197:213-219
19. Anderson L, dkk.Hashimoto Thyroiditis: Part 2, Sonographic Analysis of

Benign and Malignant in nodules in Patients With Diffuse HAshimoto

Thyroiditis. American Journal of Radiology. 2010; 195: 216-222

Anda mungkin juga menyukai