Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

“KONSEPTUAL MODEL DALAM KEPERAWATAN JIWA TERMASUK


PREVENSI PRIMER, SEKUNDER, DAN TERIER”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Diana Arianti, M. Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5

1. Riri Arika Putri (1710105065)


2. Sinta Gusmi Dahlia (1710105070)
3. Ummiyati Latifa (1710105073)
4. Vindia Gusti Vinanda (1710105074)
5. Yolanda Dwi Putri (1710105077)
6. Wirosevel (1710105098)

Kelas III B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes ALIFAH PADANG


TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Konseptual Model Dalam
Keperawatan Jiwa Termasuk Prevensi Primer, Sekunder, Dan Terier”. Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I. Kami
berterima kasih kepada Dosen Pembimbing ibuk Ns. Diana Arianti, M. Kep dan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya, oleh karenanya kami
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul
guna penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagi semua pihak.

Padang, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Model Konsep dalam Keperawatan Jiwa ............................................................ 2
2.2 Prevensi Primer, Sekunder, dan Tersier .......................................................... 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Model konseptual keperawatan jiwa sebagai usaha-usaha untuk
menguraikan fenomena mengenai keperawatan jiwa. Teori keperawatan jiwa
digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan
dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek
keperawatan (Yusuf, 2015).
Model konseptual keperawatan jiwa terdiri dari beberapa pendekatan salah
satunya model prilaku. Model prilaku sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat adanaya interaksi antara stimulus dengan respons yang
menyebabkan seseorang mempunyai pengalaman baru (Yusuf, 2015).
Masalah kejiwaan itu begitu luas, kompleks, mengandung banyak misteri
dan hal-halyang menarik sehingga selalu saja menantang manusia untuk
mengadakan study intensif terhadapnya. Luas dan kompleksitasnya tidak hanya
disebabkan oleh tidak mampunyaorang mengkuantifisir gejala-gejala kejiwaan
yang misterius itu, akan tetapi oleh sebabfaktor-faktor penyebabnya bersifat
multifaktor sehingga gejala-gejalanya juga bisa didekati dari berbagai macam
perspektif (Yusuf, 2015).

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk menganalisis konseptual Model


Dalam Keperawatan Jiwa Termasuk Prevensi Primer, Sekunder, Dan Terier.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model konseptual keperawatan


Beberapa model praktik yang dikembangkan dalam keperawatan kesehatan
jiwa antara lain model psikoanalisis, model interpersonal, model sosial,
eksistensial, suportif, komunikasi, perilaku, model medik, dan yang paling sering
digunakan dalam keperawatan jiwa adalah model stres adaptasi : (Yusuf, 2015).
1. Model Psikoanalisis
a. Konsep: Merupakan model yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmun
Freud yang meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa
berhubungan pada perkembangan pada anak. Setiap fase perkembangan
mempunyai tugas perkembangan yang harus di capai. Gejala yang nampak
merupakan simbul dari konflik.
b. Proses terapi: Memakan waktu yang lama, Menggunakan tehnik asosiasi
bebas dan analisa mimpi” menginterpretasikan perilaku, menggunakan
transferens untuk memperbaiki masa lalu ,mengidentifikasi area masalah.
c. Peran pasien dan terapis
1. Pasien : mengungkapkan semua pikiran dan mimpi
2. Terapis: mengupayakan perkembangan transferens menginterpretasikan
pikiran dan mimpi pasien dalam kaitannya dengan konflik.
Kelebihan: Dasar teori yang kuat, Lebih fokus dalam mengetahui menghadapi
masalah klien, Dapat membuat klieen masalah apa yang selama
ini tidak disadarinya
Kekurangan: Biaya yang banyak yang dikeluarkan oleh klien, Memakan
waktu yang lama, Klien menjadi jenuh akibat waktu yang lama,
Dibutuhkan terapis yang benar benar sudah terlatih

2
2. Model Perilaku
a. Konsep: Dikembangkan oleh H.J Esyenk, J.Wolpe dan B.F Skiner. Teori
ini menyakini bahwa perubahan perilaku akan merubah koognitif dan
avektif.
b. Proses terapi: Desenlisasi / pengalihan, Teknik relaksasi, Asertif training,
Reforcemen/memberikan penghargaan, Self regulation/mengamati
perilaku klien : self standar ketrampilan,self observasi, self evaluasi, self
reforcemen.
c. Peran pasien dan terapis
1) Pasien: Mempraktikkan teknik perilaku yang digunakan untuk
mengerjakan pekerjaan rumah, Penggalakan latihan
2) Terapis: Mengajarkan kepada klien tentang pendekatan perilaku,
Membantu mengembangkan hirarki perilaku, Menguatkan perilaku yang
diinginkan
Kekurangan: Kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi, Hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
Kelebihan: Tidak dianjurkan hukaman dalam proses terapi penyembuhan

3. Model Eksistensi
a. Konsep : Teori mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika
individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungannya. Keasingan
diri dan lingkungan dapat terjadi karena hambatan pada diri individu.
Individu merasa putus asa,sedih,sepi,kurang kesadaran diri yang mencegah
partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain. Klien
sudah kehilangan/tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang memberi arti
pada eksistensinya.
b. Proses terapi
1) Rational emotive therapy
Konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya.
Klien didorong menerima dirinya sebagai mana adanya bukan karena
apa yang dilakukan.

3
2) Terapi logo
Terapi orientasi masa depan. Individu meneliti arti dari kehidupan ,
karena tanpa arti berarti eksis. Tujuannya agara induvidu sadar akan
tanggung jawabnya.
3) Terapi realitas
Klien dibantu untuk menyadari target kehidupannya dan cara untuk
mencapainya. Klien didasarkan akan alternatif yang tersedia
c. Peran pasien perawat
1) Pasien : bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan serta
dalam suatu pengalaman berarti untuk mempelajari tentang dirinya
yang sebenarnya
2) Terapis : Membantu pasien untuk mengenali diri, Mengklarifikasi
realita dari suatu situasi, Mengenali pasien tentangperasaan tulus,
Memperluas kesadaran diri pasien.
Kelebihan: Memiliki 3 proses terapi (terapi rational emotive, terapi logo,
terapi realitas)
Kekurangan: Susah menerima masukan dari orang lain, Klien kehilangan
atau tidak mungkin menemukan nilai nilai yang memberi arti
eksetensi

4. Model Interpersonal
a. Konsep : Model ini diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan. Sebagai
tambahan Peplau mengembangkan teori interpersonal keperawatan. Teori
ini menyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal.
Menurut Sulivan indivdu memadang orang lain sesuai dengan apa yang
ada pada dirinya , maksudnya kemampuan dalam memahami diri sendiri
dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang
mencakup proses intrepersonal perawat klien dan masalh kecemasan yang
terjadi akibat sakit.
Dalam proses interpersonal perawat klien memiliki 4 tahap :

4
1) Orientasi : Perawat klien melakukan kontrak awal untuk BHSP dan
terjadi proses pengumpulan data
2) Identivikasi : Perawat memfasilitasi ekspresi perasaan klien dan
melaksanakan askep
3) Eksplorasi : Perawat memberi gambaran kondisi klien
4) Resolusi : Perawat memandirikan klien
b. Proses terapi : Mengeksplorasi proses perkembangan, Mengoreksi
pengalaman interpersonal, Reduksi, Mengembangkan hubungan saling
percaya
c. Peran pasien dengan terapis
1) pasien : menceritakan ansietas dan perasaan
2) terapis : menjalin hubungan akrab dengan pasien dengan menggunakan
empati dan menggunakan hubungan sebagai suatu pengalaman
interpersonal korektif.
Kelebihan :
1. Perawat memiliki wewenang untuk mengembangkan hubungan antara
perawat dan klin dimana perawat bertugas sebagai
narasumber/SDM/konsultan/wali bagi klien
2. Klien mendapat keuntungan dengan memanfaatkan pelayanan yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhannya
Kekurangan : Kritik yang berlebihan akan mengembangkan sistem diri yang
negatif

5. Model Medikal
a. Konsep
Penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan SSP. Dicurigai
bahwa depresi dan skizoprenia dipengaruhi transmisi impuls neural serta
gangguan sinap yaitu masalh biokimia. faktor sosial dan lingkungan
diperhitungkan sebagai faktor pencetus.
b. Proses terapi
1) Pengobatan : jangka panjang , jangka pendek

5
2) Terapi suportif
3) Insight oriented terapi yaitu belajar metode mengatasi stressor
c. Peran pasien dan terapis
1) Pasien : pasien mempraktekkan regimen terapi dan melaporkan efek
terapi
2) Terapis : Mengguanakan kombinasi terapi somatik dan interpersonal,
Menegakkan diagnosa penyakit PPDGJ, Menentukan pendekatan
terapeutis
Kekurangan : Berfokus pada diagnosa penyakit sehingga pengobatan
didasarkan pada diagnosa itu
Kelebihan :
a. Model medikal terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara
ilmiah
b. Fungsi model medikal mengobati yang sakit dan proses pengobatan
pada fisik tidak menyalahkan perilaku kliennya

6. Model Komunikasi
a. Konsep
Teori ini menyatakan bahwa gangguan perilaku terjadi apabila pesan tidak
dikomunikasikan dengan jelas. Bahasa dapat digunakan merusak makna,
pesan dapat pula tersampaikanmungkin tidak selaras.
Fase komunikasi ada 4 yaitu : pra interaksi , orientasi , kerja , terminasi.
b. Proses terapi: Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah, Memberi
penguatan untuk komunikasi yang efektif, Memberi alternatif kolektif
untuk komunikasi yang tidak efektif, Melakukan analisa proses interaksi
c. Peran pasien terapis
1) Pasien : memperhatikan pola komunikasi , bermain peran,bekerja
untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri , memvalidasi peran dari
oarang lain.
2) Terapis : menginterpretasikan pola komunikasi kepada pasien dan
mengajarklan prinsip komunikasi yang baik.

6
Kelebihan : Memberi alternatif korektif untuk komunikasi yang tidak
efektif, Mengubah persepsi klien sehingga mereka berupaya
meningkatkan aktifitas dalam pencegahan penyakit
Kekurangan : Klien kadang sulit menerima pesan yang diterima

7. Model Keperawatan
a. Konsep
Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon individu
terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial dengan model
pendekatan berdasarkan teori sistem, teori perkembangan, teori interaksi,
pendekatan holistik dan teori keperawatan. Fokus pada : Rentang sehat sakit,
Teori dasar keperawatan, Tindakan keperawatan, Hasil tindakan
b. Proses terapi : Proses keperawatan, Terapi keperawatan : terapi modalitas
c. Peran pasien dan terapis
1) Pasien : mengemukakan masalah
2) Terapis : memfasilitasi dan membantu menyelesaikan
Kelebihan : Pendekatan yang dilakukan dapat didasarkan pada bermacam-macam
teori
Kekurangan : Hanya berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan

8. Model Social
a. Konsep
Menurut Caplain situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa . teori ini
mengemukakan pandangan sosial terhadap perilaku bahwa faktor sosial dan
lingkungan menciptakan stress yang menyebabkan ansietas yang
menimbulkan gejala perilaku menyimpang.
b. Proses terapi: Pencegahan primer, Manipulasi lingkungan, Intervensi krisis
c. Peran pasien dan terapis
1) Pasien : secara aktif menyampaikan masalahnya dan bekerjasama dengan
terapis untuk menyelesaikan masalahnya

7
2) Terapis : Menggali sistem sosial pasien, Membantu pasien menggali
sumber yang tersedia, Menciptakan sumber baru
Kelebihan :
a. Perawat mampu menganalisa faktor utama yang menyebabkan klien
mengalami gangguan jiwa
b. Klien dapat membina hubungan baik dengan perawat sehingga lebih
mudah dalam proses pemulihan
c. Menggunakan sistem pendukung
Kekurangan : Membutuhkan waktu yang lama dan hanya berfokus pada respon
individu terhadap masalah kesehatan

9. Stres adaptasi (Gail Stuart)


a. Pandangan terhadap penyimpangan perilaku : Sehat sakit diidentifikasi
sebagai hasil berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan
faktor lingkungan.
b. Proses Terapeutik : Mengidentifikasi faktor predisposisi, presipitasi,
penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan mekanisme koping yang
digunakan pasien.
c. Peran Terapis dan Pasien : Membantu pasien lebih adaptif dalam
menghadapi stresor.

2.2 PREVENSI ( PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER)


Prevensi dimaknakan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan untuk
mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau
masyarakat.
Prevensi kesehatan mental didasarkan atas cara kerja usaha pencegahan
kesehatan masyarakat. Hanya saja, dalam kesehatan masyarakat. Dalam
masyarakat, prevensi mengandung arti untuk mengendalikan penyakit. Sementara
dalam bidang psikiatri dan kesehatan mental masyarakat, pengendalian penyakit
hanyalah salah satu dari berbagai target yang hendak dicapai. Prevensi mencakup
pencegahan terhadap kondisi yang lain. Seperti: tidak berfungsinya adaptasi

8
(adaptive dysfunction), penyimpangan sosial (social deviation), dan hendaya
dalam perkembangan (developmental impairment) (adler, 1978).
Terdapat tiga macam prevensi, yaitu: prevensi primer, prevensi sekunder,
prevensi tersier.
1. PREVENSI PRIMER
Usaha yang lebih progresif lagi dalam usaha pencegahan kesehatan mental
adalah dengan mencegah terjadinya suatu gangguan dalam masyarakat. Jadi
kesehatan mental masyarakat diproteksi sehingga tidak terjadi suatu gangguan.
Hal demikian ini akan lebih baik jika dibandingkan dengan melakukan
penanganan setelah terjadi. Prevensi jenis ini desebut sebagai prevensi primer.
Prevensi primer merupakan aktivitas yang didesain untuk mengurangi
insidensi gangguan atau kemugkinan terjadi insiden dalam resiko. Tujuan
prevennsi primer ada dua macam:
1. Mengurangi resiko terjadinya gangguan mental
2. Menunda atau mneghindari munculnya gangguan mental.
Menurut cowen (shaw,1984) secara prinsipil prevensi primer dibatasi sebagai
berikut:
a. Prevensi harus lebih berorientasi pada kelompok masyarakat daripada
secara individual, meskipun untuk beberapa aktivitas dapat merupakan
kontak individual
b. Prevensi harus suatu kualitas dari fakta-fakta sebelumnya, yaitu
ditargetkan pada kelompok yang belum mengalami gangguan.
c. Prevensi primer harus disengaja, yang bersandar pada dasar-dasar
pengetahuan yyang mendalam yang termanifestasi ke dalam program-
program yang ditentukan untuk meningkatkan kesehatan psikologisnya
atau mencegah perilaku maladaptive.
Terdapat dua cara yang digunakan untuk melakukan program prevensi ini,
yaitu memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas individu atau
masyarakat dalam menangani situasi.

9
2. PREVENSI SEKUNDER
Gangguan mental yang dialami masyarakat sedapat mungkin secepatnya
dicegah, dengan jalan mengurangi durasi suatu gangguan. Jika suatu gangguan
misalnya berlangsung dalam durasi satu bulan, maka sebaliknya dicegah dan
diupayakan diperpendek durasi gangguan itu. Pencegahan ini disebut dengan
prevensi sekunder.
Prevensi sekunder berarti upaya pencegahan yang dilakukan untuk
mengurangi durasi kasus gangguan mental. Gangguan mental yang di alami ini
baik karena kegagalan dalam usaha pencegahan primer maupun tanpa adanya
usaha pencegahan primer sebelumnya. Sesuai dengan sekunder ini, maka saran
pokoknya adalah penduduk atau sekelompok populasi yang sudah menderita suatu
gangguan mental.
Menurut caplan (1963, 1967), terdapat dua kegiatan utama prevensi sekunder,
yaitu diagnosis awal dan penanganan secepatnya dan seefektif mungkin.
1) Diagnosis awal
Diagnosis awal maksudnya pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita
gangguan mental, untuk diketahui factor-faktor penyebabnya, dan kemugkinan
cara penanganannya. Diagnosis ini dapat dilakukan dengan skrining(pemeriksaan
dengan alat-alat tersedia) sebagai bentuk seleksi awal terhadap masyarakat yang
diduga mengalami suatu gangguan. Berdasarkan pemeriksaan awal ini,
selanjutnya masyarakat yang mengalami gangguan mental dapat direferal kepada
pihak-pihak yang kompeten untuk memperoleh penanganan.
2) Penanganan secepatnya
Penanganan secepatnya dan secara efektif dilakukan oleh pihak yang
dipandang mampu menanganinya. Namun demikian, prevensi sekunder tidak
selalu dilakukan dengan hospitalsasi, dan menjadi lebih baik jikadilakukan dengan
non hospitalisasi.
Penanganan kesehatan mental dengan prevensi sekunder tetap mengeluarkan
biaya social dan ekonomi yang juga berat. Sekalipun pencegahan ini diharapkan
mampu mengurangi prevalensi gangguan mental, tetapi tidak dapat mengurangi
angka insidensi gangguan mental.

10
3. PREVENSI TERSIER
Orang yang mengalami gangguan, apalagi gangguan itu sampai pada
terganggunya kemampuan fungsional seseorang, maka diperlukan prevensi untuk:
1. Mempertahankan kemampuan yang masih tersisa
2. Mencegah agar gangguannya tidak terus berlangsung, dan
3. Dia segera pulih dan berfungsi sebagaimana mestinya. Prevensi jenis ini
yang disebut sebagai prevensi tersier
Sasaran dalam prevensi tersier ini adalah kelompok masyarakat yang
mengalami gangguan yang bersifat jangka panjang atau orang yang telah
mengalami gangguan mental yang akut dan berakibat penurunan kapasitasnya
dalam kaitannya dengan kerja, hubungan social, maupun personalnya.
Prevensi tersier memiliki pengertian yang sama dengan rehabilitasi. Namun
penekanan kedua hal ini berbeda. Menurut caplan (1963), rehabilitasi lebih
bersifat individual dan mengacu pada pelayanan medis. Sementara prevensi tersier
lebih menekankan pada aspek komunitas, sasarannya adalah masyarakat dan
mencakup perencanaan masyarakat logistic. Tentunya dalam prevensi tersier
merupakan intervensi yang anti-hospitalisasi.
Prevensi tersier ini diberikan pada kepada orang yang sakit dan terjadi
penurunan kemampuan atau fungsi social dan personalnya. Adalah terlalu mahal
biaya secara ekonomi, social dan personal jika penanganan kesehatan mental
dilakukan hanya dengan prevensi tersier ini. adalah lebih efisien jika dilakukan
sebelum penderita mengalami penurunan kemampuan itu. Karena itu ada
alternative yang lebih baik untuk melakukan pencagahan, yaitu dengan prevensi
sekunder.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi
dan management, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang
bersangkutan.
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang
situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model
konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat
mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu
saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat
kerjakan.
Model konseptual keperawatan kesehatan jiwa terdiri dari 9 model yang
terdiri dari Model Psikoanalisa, Model Perilaku, Model Eksistensi, Model
Interpersonal, Model Medikal, Model Komunikasi, Model Keperawatan, Model
Sosial, dan Model Adaptif.
Prevensi kesehatan mental didasarkan atas cara kerja usaha pencegahan
kesehatan masyarakat. Hanya saja, dalam kesehatan masyarakat. Dalam
masyarakat, prevensi mengandung arti untuk mengendalikan penyakit. Sementara
dalam bidang psikiatri dan kesehatan mental masyarakat, pengendalian penyakit
hanyalah salah satu dari berbagai target yang hendak dicapai. Prevensi mencakup
pencegahan terhadap kondisi yang lain. Seperti: tidak berfungsinya adaptasi
(adaptive dysfunction), penyimpangan sosial (social deviation), dan hendaya
dalam perkembangan (developmental impairment).

12
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, Kozier., et al. (2010). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and


Practice (Terjemahan) Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.

Devianti, Vinska.(2008). Konsep Sehat dan Sakit. 01 Oktober 2018


https://www.academia.edu/8215168/konsep_sehat_sakit

Effendi. Nasrul. (2008). Manajemen Stres, Cemas, dan Koping. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditma.

Maramis, W.F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga


University Press.

Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process,
and Practice. (Ed 4.) Jakarta: EGC.

Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
edition. St. Louis: Mosby.

Vidaback, Sheila. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa diterjemahkan oleh


Renata Komalasari. Jakarta: EGC

Yusuf, Rizky, Hanik E.N. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

13

Anda mungkin juga menyukai