Anda di halaman 1dari 16

“PINDAH SILANG DAN PEMETAAN KROMOSOM PADATANAMAN

MANGGA (Mangifera indica L.)”

PAPER

OLEH:

ARINA ULFA MAWADDAH HASIBUAN


180301116
AGROTEKNOLOGI 3-A

LABORATORIUM DASAR PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
“PINDAH SILANG DAN PEMETAAN KROMOSOM PADATANAMAN

MANGGA (Mangifera indica L.)”

PAPER

OLEH:

ARINA ULFA MAWADDAH HASIBUAN


180301116
AGROTEKNOLOGI 3-A

Paper Sebagai Salah Satu Syarat Masuk Untuk Dapat Memenuhi Komponen
Penilaian Pada Praktikum di Laboratorium Budidaya Tanaman Unit Dasar
Agronomi Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara

Diperiksa Oleh
Asisten Koordinator

(Muhammad Juan Ilyas)


NIM. 150301106

Diperiksa Oleh Diperiksa Oleh


Asisten Korektor I Asisten Korektor II

(Velda Alysia Halawa ) (Asril Prayoga Damanik)


NIM. 150301212 NIM. 160301126

LABORATORIUM DASA PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya.

Adapun judul paper ini adalah “Interaksi Gen Pada Tanaman Kedelai
(Glycine max L.) Terhadap Cekaman Alumunium” yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat membuat paper pada praktikum di Laboratium Budidaya
Tanaman Unit Dasar Agronomi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yaitu


Ir. Eva Sartini Bayu,M.P., Ir. Emmy Harso Khardinata, M.Sc., Prof Rosmawati
Dr. Diana Sofia Hanafah,S.P.,M.P., Luthfi A.M. Siregar,S.P.,M.Sc.,Ph.D,
Ir. Revandy I.M. Damanik,M.Sc.,Ph.D., Ir. Hot Setiado,M.S., selaku Dosen mata
kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman dan beserta asisten laboratorium yang telah
membantu penulis dalam kelancaran penulisan paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis agar
dapat menjadi semakin baik untuk kedepannya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga paper ini dapat
berguna bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanah

PINDAH SILANG DAN PEMETAAN KROMOSOM PADATANAMAN


MANGGA (Mangifera indica L.)
Pengertian Pindah Silang

Pengertian Pemetaan Kromosom

Tujuan Pindah Silang dan Pemetaan Kromosom

Ciri-ciri Pindah Silang dan Pemetaan Kromosom

Pindah Silang dan Pemetaan Kromosom pada Tanaman mangga


(Mangifera indica L.)

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura


yang dapat tumbuh, baik di daerah tropis maupun subtropis termasuk di
Indonesia. Selain rasanya yang manis dan menyegarkan, buah mangga juga
memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan. Buah mangga banyak mengandung
vitamin, mineral dan nutrisi pelengkap. Lebih dari 160 varietas mangga yang ada
di dunia (Mohsin, Jamal, and Ajmal, 2014).

Mangga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup


potensial di Indonesia. Mangga merupakan salah satu komuditas hortikultura yang
memiliki prospek untuk menjadi komoditas unggulan, baik untuk kebutuhan
dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Sentra produksi mangga di Indonesia
di antaranya adalah Indramayu, Cirebon, dan Majalengka di Jawa Barat, Tegal,
Kudus, Pati, Magelang, dan Boyolali di Jawa Tengah, Pasuruan, Probolinggo,
Nganjuk, dan Pamekasan di Jawa Timur. Daerah lain Istimewa Yogyakarta,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Mulyawanti et al, 2008)

Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut


meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang
bernilai gizi tinggi itu, khususnya protein yang bersumber dari nabati, didominasi
oleh kedelai. Kebutuhan kedelai sejak beberapa tahun ini terus meningkat
mencapai lebih kurang 2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru
mencapai 1.2 juta ton per tahun (BPS, 2001).

Tanaman mangga (Mangifera indica) adalah tanaman yang sudah sangat


populer di dunia, berasal dari Asia Tenggara, serta menjadi tanaman buah yang
tertua yang telah dibudidayakan di negara beriklim tropis. Selain mengandung
nilai nutrisi yang tinggi, ekstrak buah mangga menunjukkan adanya sifat
fungsionalnya seperti antispasmodik, antipiretik, antiinflamasi, antimikrobia,
antijamur, dislipidemia, aktivitas antioksidan dan antidiare, sehingga berdasarkan
sifat ini mangga dapat dikonsumsi sebagai functional food atau makanan
fungsional (Mone, 2013).

Tanaman mangga (Mangifera indica) merupakan tanaman hortikultur yang


mempunyai nilai ekonomis tinggi karena memiliki kandungan yang cukup tinggi
bagi kesehatan manusia. Komposisi buah mangga 80% air dan 15% sampai 20%
gula, serta berbagai macam vitamin antara lain vitamin A, B dan C. Mangga
mempunyai banyak keanekaragaman, hal ini dapat dilihat secara morfologi daun,
bunga dan buah yang kesemuanya mempunyai bentuk atau bangun, ukuran dan
warna yang bermacam-macam.(Sumarsono, Suparjana dan Purwati, 2012)
Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui interaksi gen
yang terjadi pada tanaman kedelai (Glycine max L.) terhadap cekaman
alumunium.

Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai suatu syarat
untuk memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Pemuliaan
Tanaman, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara dan sebagai sumber referensi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut : Species (jenis)


: Mangifera indica L. ; Genus : Mangifera ; (keluarga) : Anacardiaceae ; Ordo :
Sapindales ; Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua) ; Sub devisi : Angiospermae
(berbiji tertutup) ; Devisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) ( Aak, 1991).

Akar tanaman kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar
sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga sering kali
membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada
umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air tanah
yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2008).
Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji
masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang
berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian
kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada
epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga pertama
dan ujung batang (Sumarno et al., 2007).
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun biji,
dua helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Bentuk daun kedelai
adalah lancip, bulat, dan lonjong, serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya
antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai yang ada di
Indonesia adalah berbentuk lonjong dan hanya terdapat satu varietas (Argopuro)
berdaun lancip (Adie dan Krisnawati, 2007).
Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada setiap bunga memiliki alat
reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga terjadi pada saat bunga masih
tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang sangat kecil, yaitu hanya
0,1%, warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih. Potensi jumlah bunga yang
terbentuk bervariasi, tergantung dari varietas kedelai, tetapi umumnya berkisar
antara 40 – 200 bunga pertanaman. Hanya saja, umumnya di tengah masa
pertumbuhannya, tanaman kedelai kerap kali mengalami kerontokan bunga hal ini
masi di kategorikan wajar bila kerontokan yang terjadi berada pada kisaran 20 –
40 %. (Adisarwanto, 2008).
Buah atau polong kedelai berbentuk pipih dan lebar yang panjangnya 5
cm, warnah polong kedelai bervariasi, bergantung pada varietasnya. Ada yang
berwarnah cokelat muda, cokelat, cokelatkehitaman, putih dan kuning kecokelatan
(warna jerami). Disamping itu permukaan polong mempunyai struktur bulu yang
beragam, warna bulu polong juga bervariasi, bergantung pada varietasnya. Ada
yang berwarna cokelat, abu – abu, cokelat tua, cokelat kuning, dan putih. Polong
kedelai bersusun bersegmen – segmen yang berisi biji. Jumlah biji dalam polong
bervariasi antara 1 – 4 buah, bergantung pada panjang polong. Pada polong yang
berukuran panjang, jumlah bijinya lebih banyak jika dibandingkan dengan polong
yang pendek (Cahyono, 2007).
Bentuk biji kedelai tidak sama tergantung kultivar, ada yang berbentuk
bulat, agak gepeng, atau bulat telur. Namun sebagian, besar biji kedelai berbentuk
bulat telur. Ukuran dan warna biji kedelai juga tidak sama, tetapi sebagian besar
berwarna kuning dengan ukuran biji kedelai yang dapat digolongkan dalam tiga
kelompok, yaitu biji kecil (< 10 g/100 biji), berbiji sedang ( 10 – 12 gram/100 biji,
dan berbiji besar (13 – 18 gram/100 biji) (Adisarwanto, 2008).

Syarat Tumbuh
Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis


dan subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah
hujan sekitar 100 - 400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 - 200 mm/bulan. Suhu yang
dikehendaki tanaman kedelai antara 21 – 34C, akan tetapi suhu optimum bagi
pertumbuhan tanaman kedelai 23 – 27ºC. Pada proses perkecambahan benih
kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30ºC. Varietas kedelai berbiji kecil,
sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 50 - 300 m dpl. Varietas kedelai
berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300 - 500 m dpl. Kedelai
biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl
(Prihatman, 2000).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat pada daerah berhawa panas, di


tempat terbuka dengan curah hujan 100 – 400 mm per bulan. Oleh karena itu,
kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas
permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah
beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kelembapan sangat berpengaruh untuk perkecambahan dan pertumbuhan


bibit yang baik. Pada tanah yang cukup lembap, perkecambahan benih dan
pertumbuhan bibit akan sangat bagus. Akan tetapi jika tanah terlalu lembap, maka
perkecambahan dan pertumbuhan bibit akan terhambat, bahkan bibit bisa mati.
Pada tanah yang kering, perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit jugs kursng
bagus. Karena di tanah yang kering akar tidak bisa berkembang dengan baik dan
tidak bisa menyerap unsur hara dengan baik. Kelembapan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman kedelai adalah 60%. Dengan kondisi suhu dan kelembapan
yang sesuai, maka tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik
pembentukan karbohidrat dalam jumlah yang besar. Dengan demikian, sumber
energi tersedia cukup untuk proses pernapasan dan pertumbuhan tanaman, seperti
pembentukan batang, cabang, daun, bunga, dan buah (polong), dan pembentukan
sel – sel baru lainnya ( Cahyono, 2007 ).

Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang hampir jenuh (kapasitas
lapang) asal tidak terjadi penggenangan, terutama pada awal stadia vegetatif. Pada
15 dasarnya kedelai adalah tanaman aerobik, yang lebih sesuai pada tanah yang
agak lembab dengan kadar kelembaban 70-80% kapasitas lapang, tanah
berdrainase baik tetapi memiliki daya pengikat air yang baik, oleh karena itu,
tanah dengan tekstur berliat dan berdrainase baik, atau tanah lempung berpasir
yang kaya bahan organik, sangat sesuai untuk tanaman kedelai (Sumarno dan
Manshuri, 2007).
Untuk dapat tumbuh dengan baik, kedelai menghendaki tanah yang subur,
dan kaya akan humus serta bahan organik dengan pH 6-7. Bahan organik yang
cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah tanah dan merupakan sumber
makanan jasad renik yang akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan
tanaman (Yenita, 2002).
Keadaan pH tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar
antara 5,5-6,5. Selain mempengaruhi penyerapan hara oleh perakaran tanaman,
tanah masam (pH tanah 4,6-5,5) juga mempengaruhi kemampuan penetrasi
bakteri Rhizobium ke perakaran tanaman untuk membentuk bintil akar. Pada
tanah dengan nilai pH lebih dari 7, kedelai sering menampakkan gejala klorosis
karena kekurangan hara besi (Masruroh, 2008).

INTERAKSI GEN PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)


TERHADAP CEKAMAN ALUMUNIUM

Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Hasil-hasil pembastaran seperti yang dilakukan oleh Mendel, ternyata


tidak semuanya berlaku untuk pembastaran makhluk hidup lainnya. Perbandingan
fenotip seperti 3:1 dan 9:3:3:1, pada turunan F2 tidak selalu ditemukan. Misalnya
pada suatu pembastaran diperoleh hasil turunan F2 dengan perbandingan 9:7 atau
9:3:4, bukan 9:3:3:1. Penyimpangan yang terjadi seperti itu disebut sebagai
penyimpangan semu dari temuan Mendel karena sebenarnya perbandingan yang
diperoleh seperti di atas dapat dilihat sebagai perbandingan gabungan dari
perbandingan 9:3:3:1 yang ada. Perbandingan 9:7 merupakan perbandingan
9:(3+3+1), dan perbandingan 9:3:4 merupakan perbandingan 9:3:(3+1). Selain
perbandingan fenotip pada turunan F2 yang tidak sesuai dengan penemuan
Mendel, muncul pula fenotip baru yang tidak sesuai dengan prinsip yang
ditemukan oleh Mendel. Di sini tampak seolah-olah ada ”penyimpangan” dari apa
yang telah ditemukan oleh Mendel dengan alasan sebenarnya masih mengikuti
hukum Mendel (Suryati, 2014).

Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih
saling mempengaruhi fenotipe suatu individu. Peristiwa pengaruh-memengaruhi
antara 2 pasang gen atau lebih disebut interaksi gen. Perbedaan perubahan rasio
fenotipe bergantung pada macam interaksi gennya. Jadi interaksi gen terjadi di
antara gen yang berbeda alel. Dibandingkan dengan pewarisan Mendel terjadi di
antara gen pada alel yang sama atau gen pada kromosom yang sehomolog
(Cowder, 2000).

Ahli genetika dari Inggris yang bernama Bateson telah menjelaskan


mengapa terjadi semacam penyimpangan dari temuan Mendel. Penyimpangan
yang tampak pada perbandingan fenotip tersebut dapat dijelaskan karena banyak
ciri-ciri atau sifat-sifat makhluk hidup dipengaruhi oleh dua atau lebih pasangan
gen. Perbandingan fenotip pada turunan F2 akan berubah (tidak sesuai dengan
temuan Mendel) dengan berbagai ragam, tergantung dari bentuk interaksi atau
saling mempengaruhi antar sifat atau gen (Yuwono, 2005).

Penyimpangan tersebut terjadi karena adanya beberapa gen yang saling


memengaruhi dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan
fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel. Penyimpangan
semu Hukum Mendel tersebut meliputi: interaksi gen, kriptomeri, polimeri,
epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan rangkap dan gen
penghambat (Cowder, 2000).

Uji Chi-Square digunakan untuk pengujian hipotesa terhadap beda dua


proporsi atau lebih. Hasil pengujian akan menyimpulkan apakah semua proporsi
sama atau berbeda. Perhitungan Uji Chi-Square dengan menggunakan rumus pada
statistik atau dengan SPSS (Wibowo, 2012).

Definisi Interaksi Gen

Interaksi gen adalah bentuk penyimpangan semu dari Hukum Mendel.


Penyimpangan ini tidak menghasilkan fenotip baru, namun menghasilkan fenotip
hasil interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa interaksi gen ini pertama kali
dikemukakan oleh W. Bateson R.C. Punnet setelah mereka mengamati bentuk
jengger pada ayam. Hal tersebut yang mendasari mereka merumuskan tentang
konsep interaksi gen karena adanya penyimpangan hasil persilangan ayam
dengan Hukum Mendel (Goodenough, 2001).

Interaksi gen pertama ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan


R.C Punnet pada tahun 1906. Setiap gen memiliki pengaruh sendiri untuk
menumbuhkan karakter (sifat). Namun ada juga beberapa gen yang bekerja saling
berinteraksi atau saling mempengaruhi dalam menghasilkan karakter atau fenotip
(Suryo, 2012).

Genetika merupakan cabang ilmu dari biologi yang mencoba menjelaskan


persamaan dan perbedaan sifat yang diturunkan pada makhluk hidup. Selain itu,
genetika juga mencoba menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang
diturunkan atau diwariskan dari induk kepada turunannya, bagaimana mekanisme
materi genetika itu diturunkan, dan bagaimana peran materi genetika tersebut
(Permana dan Barlian, 2004)

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Gen


Fenotipe adalah hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke
dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi berbagai faktor
eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya. Sedangkan
faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein.
Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis,
yang menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua
reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma.
Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi
substansi lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik.
Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu (precursor) menjadi produk
akhir menyusun suatu jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen
mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu
jalur bersama (Tim Dosen, 2010).

Frekuensi alel pada suatu populasi dipengaruhi oleh perkawinan tidak


acak, migrasi, mutasi, seleksi alam, dan genetic drift. Perkawinan tidak acak,
migrasi, mutasi, seleksi alam, dan genetic drift memiliki kesamaan pengaruh
terhadap gen populasi, yaitu mempengaruhi frekuensi alel atau gen dalam suatu
populasi. Perkawinan tidak acak adalah perkawinan antar individu yang masih
berkerabat dekat, sehingga sifat parental akan muncul kembali pada anak. Migrasi
adalah perpindahan suatu populasi ke populasi lain, sehingga terjadi perubahan
frekuensi alel. Mutasi adalah perubahan struktur genetik suatu individu sebagai
komponen populasi. Seleksi alam adalah perubahan gen populasi yang disebabkan
oleh perubahan lingkungan, sehingga hanya beberapa gen yang sesuai dengan
lingkungan yang masih bertahan. Genetic drift adalah perubahan kumpulan gen
pada suatu populasi yang disebabkan oleh penyebab lain selain seleksi alam,
mutasi gen, dan migrasi (Campbell et al, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi gen yaitu, (1) Seleksi


merupakan suatu proses yang melibatkan kekuatan-kekuatan untuk menentukan
ternaka mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya. (2) Mutasi
adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. (3)
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah
frekuensi gen tertentu. (4) Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi
secara genetik. Jika suatu populasi terisolasi, silang dalam cenderung terjadi
karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. (5) Genetic drift
merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan frekuensi gen
yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di pindahkan
untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan (Linda, 2014).

Penelitian tentang genetika tumbuhan merupakan cikal bakal lahirnya ilmu


genetika secara universal. Sebagaimana diketahui, George Mendel (1822-1884)
merupakan ilmuan pertama kali melakukan riset genetika dari salah satu spesies
tanaman, yaitu Pisum sativum atau kacang kapri. Bertolak dari penelitian tersebut,
secar perlahan- lahan riset- riset genetika meluas dan mendalam hingga ke kajian
molekuler yang kompleks yang tidak saja pada tumbuhan, tetapi juga pada hewan
(Suryo, 2012).

Perakitan Kedelai Tahan Cekaman Alumunium

Perakitan varietas kedelai toleran Al dapat melalui proses penapisan,


seleksi, dan persilangan. Namun hingga saat ini belum ada varietas kedelai toleran
Al atau yang dapat beradaptasi dan berproduksi tinggi pada lahan masam.
Alternatif yang dapat digunakan untuk merakit varietas kedelai toleran lahan
masam adalah melalui bioteknologi atau rekayasa genetik, dengan cara
menyisipkan gen toleran lahan masam ke tanaman kedelai budi daya (Suharsono
dan Yusuf 2006).

Kriteria panjang akar yang umum digunakan untuk menapis tanaman


toleran Al untuk mencari tanaman toleran cekaman ganda Al dan kekeringan. Hal
ini disebabkan oleh akar yang panjang tersebut dapat meningkatkan pengambilan
hara dan air yang menyerupai ”jaring penyelamat hara” yang akan menangkap
unsur hara dan air sehingga tanaman lebih adaptif pada kondisi cekaman Al dan
kekeringan (Hairiah, 2000).

Pendekatan utama yang digunakan adalah melihat kemampuan tanaman


dalam menghadapi cekaman Al, yaitu dengan melihat kemampuan sistem
perakaran. Fungsi perakaran sebagai badan penyerap hara dan air merupakan titik
kritis bagi kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
menghadapi lingkungan yang tidak menguntungkan. Perbedaan pertumbuhan akar
antargenotipe dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mencari tanaman
toleran (Hairiah, 2000).

Penapisan untuk mencari kedelai toleran cekaman ganda Al dapat


dilakukan melalui uji hayati akar. Metode ini lebih mudah dan sederhana, yaitu
dengan melihat pertumbuhan perakaran pada fase kecambah. Salah satu
keuntungan menggunakan metode ini adalah biayanya lebih murah, waktunya
singkat, dan dapat menapis dalam jumlah besar serta terbukti memiliki akurasi
yang tinggi. Akar yang mampu berkembang pada fase embrionik juga akan
menghasilkan pertumbuhan yang baik. Kriteria yang digunakan adalah dengan
cara membandingkan nilai relatif panjang akar pada kondisi normal dengan
kondisi tercekam, jika nilai relatif lebih besar dari 50% tanaman dikelompokkan
ke dalam kriteria toleran, sedangkan jika nilai relatif lebih kecil dari 50%
dikelompokkan ke dalam kriteria peka. (Hanum et al, 2009).

Interaksi Gen Pada Tanaman Kedelai Terhadap Cekaman Alumunium

Aluminium (Al) merupakan unsur ketiga terbanyak yang terdapat di bumi


setelah oksigen dan silikon. Pada taraf tertentu, Al yang ada di tanah menjadi
faktor pembatas pertumbuhan tanaman pada lahan masam. Pemberian kapur pada
tanaman kedelai kurang ekonomis karena unsur ini cepat hilang pengaruhnya.
Oleh karena itu diperlukan varietas kedelai toleran lahan masam dengan kelarutan
logam tinggi untuk dikembangkan pada lahan-lahan masam, terutama di luar Jawa
(Anggraito 2012).

Pendekatan budidaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan


produktivitas yang optimal di tanah masam adalah dengan menanam varietas
kedelai toleran terhadap cekaman Al. Deptan (2012) telah melepas 74 varietas,
beberapa di antaranya toleran terhadap tanah masam seperti Sibayak, Ratai, Nanti,
dan Tanggamus. Umumnya varietas toleran tanah masam yang telah dilepas
tersebut mempunyai biji ukuran kecil. Pengelompokan biji kedelai berdasarkan
ukuran biji, diketahui bahwa varietas Sibayak, Ratai, Nanti, dan Tanggamus
termasuk kelompok berbiji kecil (< 10 g per 100 biji) (Adie dan Krisnawati,2007).

Saat ini konsumen lebih suka terhadap kedelai berbiji besar. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pengembangan varietas kedelai berbiji besar untuk kesesuaian
budidaya di tanah masam. Keragaman genetik kedelai untuk sifat berbiji besar dan
toleran aluminium masih relatif rendah sehingga perlu dilakukan persilangan
antara varietas toleran tanah masam (Tanggamus) dengan varietas peka tanah
masam berbiji besar (> 14 g per 100 biji), yaitu Argomulyo untuk memperoleh
galur yang toleran tanah masam berbiji besar (Deptan, 2012).

Keragaman genetik terdiri atas ragam genetik aditif, dominan, dan


epistasis. Ragam genetik aditif adalah ragam genetik yang menyebabkan
terjadinya kesamaan sifat di antara tetua dan turunannya. Fenotipe pada aksi gen
aditif disebabkan penjumlahan dari masing-masing alel tanpa interaksi dengan alel
lain (interaksi alelik atau non alelik), sedangkan pada aksi gen epistasis, fenotipe
ditentukan oleh interaksi alel-alel dari lokus yang berbeda (Roy, 2000).

Toleransi kedelai terhadap tanah masam dikendalikan oleh aksi gen aditif
yang juga dipengaruhi aksi gen epistasis. Pewarisan sifat jumlah polong kedelai di
tanah masam dikendalikan oleh aksi gen epistasis. Aksi gen epistasis berperan
penting dalam adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik seperti cekaman
aluminium (Phillips,2008).

Kemampuan mempunyai akar lebih panjang diduga menentukan tingkat


toleransi varietas Tanggamus terhadap cekaman Al karena tanaman yang toleran
terhadap tanah masam adalah tanaman yang pertumbuhan akarnya tidak terganggu
dalam keadaan tercekam aluminium (Silva et al., 2012).
KESIMPULAN

1. Penyimpangan terjadi karena adanya beberapa gen yang saling


memengaruhi dalam menghasilkan fenotip yang berbeda dari hukum
Mendel.
2. Interaksi gen merupakan bentuk penyimpangan semu dari Hukum Mendel
yang tidak menghasilkan fenotip baru, namun menghasilkan fenotip hasil
interaksi dua pasang gen nonalelik.
3. Faktor yang mempengaruhi interaksi gen yaitu lingkungan (eksternal:
temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya) (internal: Hormon dan
enzim).
4. Perakitan varietas kedelai toleran Al dapat melalui proses penapisan,
seleksi, dan persilangan.
5. Akar lebih panjang diduga menentukan tingkat toleransi varietas
Tanggamus terhadap cekaman Al.
DAFTAR PUSTAKA

Adie, M. dan Krisnawati, A. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Kacang
kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI). Malang

Adisarwanto, T. 2008. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm

Andrianto, T. T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani; Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta.
Hal. 9-92. Dalam Skripsi M. Ikmal Tawakkal. P. 2009. Respon Pertumbuhan dan
Hasil Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max L) Terhadap Pemberian
Pupuk Kandang Kotoran Sapi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Anggraito, Y.U. 2012. Transformasi genetik Nicotiana benthamiana L., dan kedele
dengan gen MaMt2 penyandi metallothionein tipe II dari Melastoma
malabathricum L. Disertasi S3, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor

Biro Pusat Statistik. 2001. Indikator Ekonomi. BPS. Jakarta.

Cahyono. B. 2007. Kedelai. CV. Semarang: Aneka Ilmu.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2000. Biologi. Edisi 8. Penerbit Erlangga;
Jakarta.

Cowder, L. V. 2000. Genetika Tumbuhan. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Kebutuhan dan status pemanfaatan varietas.


Jakarta.

Goodenough, V. 2001. Genetika. Soemartono Adisoemarto. (Penerjemah). Erlangga.


Jakarta

Hairiah. 2000. Pengenalan tanah masam secara biologi: refleksi pengalaman dari
Lampung Utara. Bogor: World Agroforestry Center.

Hanum, C., Wahju Q., Mugnisjah., Sudirman Yahya., Didy Sopandie,. Komaruddin
Idris., dan Asmarlaili Sahar.2009. Penapisan kedelai toleran cekaman alumunium
dan kekeringan. Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 4 Oktober 2009: 295-305

Jumrawati. 2008. Efektifitas Inokulasi Rhizobium sp.Terhadap Pertumbuhan dan Hasil


Tanaman Kedelai pada Tanah Jenuh Air. Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi
Tengah.

Linda, H.2014.Dasar-Dasar Genetika. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan


Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Masruroh, S. 2008. Uji cekaman garam ( NaCl ) pada perkecambahan beberapa kultivar
kedelai ( Glycine Max (L). Merrill ). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Partoharjono, S. 2005. Upaya peningkatan produksi kedelai melalui perbaikan teknologi


budidaya. Dalam Partoharjono (penyunting). Analisis dan Opsi Kebijakan
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Monograf No.1, 2005.
Puslitbangtan. Bogor.
Permana, A. dan A. Barlian. 2004. Biologi. PT lima Enam Tujuh, Jakarta.

Phillips, P.C. 2008. Epistasis, the essential role of gene interactions in the structure and
evolution of genetic systems. Nat. Rev. 9:855-867.

Prasetyo, B. H. dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi


Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di
Indonesia. Litbang Pertanian. 2(25). 39 hal.

Prihatman, K. 2000. Tentang Budidaya Pertanian: Kedelai. Deputi Menegristek Bidang


Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa, New
Delhi.

Silva, S., O.P. Carnide, P.M. Lopes, M. Matos, H.G. Pinto, C. Santos. 2012. Zonal
responses of sensitive vs tolerant wheat roots during Al exposure and recovery.
J.Plant Physiol. 169:760-769.

Sopandie, D., M. Jusuf, & T.D. Setyono 2000. Adaptasi kedelai (Glycine max Merr.)
terhadap cekaman pH rendah dan aluminium. Analisis pertumbuhan akar.
Comm. Ag. 5(2) :61-69.

Suhaeni. 2007. Menanam kacang tanah. Penerbit Nuansa. Bandung.

Suharsono dan M. Yusuf. 2006. Isolasi dan karakterisasi gen-gen yang berhubungan
dengan toleransi tanaman terhadap pH rendah dan aluminium tinggi. Laporan
Penelitian HPTP. LPPM-Institut Pertanian Bogor.

Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan Tumbuh dan Wilayah Produksi Kedelai
di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 74
105.

Sumarno, Suyamto, Widjono, A., Hermanto, dan Kasim, H. 2007. Kedelai: Teknik
Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor. 512 hlm.

Suryo. 2012. Genetika Untuk Strata I.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Suryati, Dotti. 2104. Penuntun Praktikum Genetika. Bengkulu: Laboratorium Agronomi


Universitas Bengkulu : Bengkulu.

Tim Dosen. 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.

Wibowo, Ari.2012. Uji chi-square pada statistika dan SPSS. Staf Pengajar STMIK Sinar
Nusantara Surakarta.Jurnal Ilmiah SINUS , Vol 37-46, January 2019.

Yenita. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine Max (L.) Merrill.) terhadap Gibberellic
Acid (GA3) dan Benzyl Anmino Purine (BAP) pada Fase Generatif. Skripsi.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai