Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN

MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Di antara penyakit degenerative, diabetes adalah salah satu di
antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan
datang. Masalah diabetes di negara-negara berkembang tidak pernah mendapat
perhatian para ahli diabetes di negara-negara barat sampai dengan kongres
International Diabetes Federation (IDF) ke sembilan tahun 2013 di Brussel. Pada
tahun 2014, ketika kongres IDF di India diadakan acara khusus yang membahas
diabetes di daerah tropis. Setelah itu banyak sekali penelitian yang dilakukan di negara
berkembang dan data terakhir dari WHO menunjukkan justru peningkatan tertinggi
jumlah pasien diabetes adalah di asia tenggara termasuk Indonesia.
Menurut IDF Atlas 2012, penderita diabetes di seluruh dunia mencapai 371 juta
orang. Indonesia masuk dalam urutan ke-7 negara dengan penderita diabetes terbanyak.
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan DM di Indonesia berkisar antara 1,4-1,6%. Angka ini diperkirakan akan
terus meningkat mencapai 552 juta penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2030
(IDF Atlas 2012).
Data dari Litbangkes menunjukkan angka prevalensi penderita diabetes
melitus di Provinsi Sumatera Utara dari total sampel 1027763 orang jumlah penderita
Diabetes Mellitus sekitar 1,8 % (Riset Kesehatan Dasar 2013).
Sementara di Medan, Penyakit Diabetes Mellitus menempati urutan pertama
dalam tabel penyakit yaitu diatas penyakit jantung koroner. DM merupakan penyakit
yang mencatatkan angka penderita terbanyak dan jumlahnya terus meningkat jika
dibandingkan dengan jumlah penderita Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang
lainnya (Riset Kesehatan Dasar 2013).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 1
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Tabel 1.1 DATA 10 PENYAKIT TERBESAR DI WILAYAH KERJA BANDAR KHALIPAH

No PENYAKIT JUMLAH Persentasi


1 ISPA 5094 17,48%
2 Penyakit Lainnya 3704 12,71%
3 Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan 3598 12,35%
Bagian Atas
4 Diare 3408 11,70%
5 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 2926 10,03%
6 Penyakit Sistem Otot Dan Jaringan 2883 9,89%
Pengikat
7 Gangguan Gigi dan Jaringan Penyangga 2350 8,06%
Lainnya
8 Infeksi Penyakit Usus Yang Lain 2303 7,90%
9 Diabetes Mellitus 2018 6,92%
10 Penyakit Pulpa dan Jaringan Perpalikal 842 2,89%
Gingivitis dan Penyakit Periodental
Total 29.126 100%
Sumber : SP2TP (2017), Bandar Khalipah, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data dari poli umum Bandar Khalipah, kecamatan Percut Sei Tuan,
kunjungan penderita diabetes mellitus untuk tahun 2017 adalah sebagai berikut:
TABEL 1.2 DATA PENYAKIT DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
BANDAR KHALIPAH

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 2
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

NO. BULAN JUMLAH KASUS


1. Januari 165 penderita
2. Februari 170 penderita
3. Maret 215 penderita
4. April 224 penderita
5. Mei 161 penderita
6. Juni 92 penderita
7. Juli 81 penderita
8. Agustus 212 penderita
9. September 238 penderita
10. Oktober 157 penderita
11. November 160 penderita
12. Desember 173 penderita
Sumber : SP2TP (2017), Bandar Khalipah, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Penyakit DM cenderung disebabkan adanya perilaku penderita yang tidak


menjalani pola hidup sehat sehingga mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah
dalam tubuh. Bahkan DM membunuh lebih banyak dibandingkan dengan HIV/AIDS
(ADA 2012).
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM dan peran aktif
para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini
mungkin dan pencegahan primer serta sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar gula darah sewaktu atau puasa,
kemudia dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral.
Melihat data diatas, inilah ketertarikan peneliti untuk membuat penelitian di
Puskesmas Bandar Khalipah. Penderita DM di Puskesmas Bandar Khalipah ada
banyak dan cenderung mengalami peningkatan dari bulan ke bulan. Dan DM juga
dapat menyebabkan banyak penyakit komplikasi sehingga pantas menjadi perhatian
penting untuk mengurangi penderita DM dengan mengontrol KGD. Dan peneliti
tertarik melakukan penelitian dengan judul “Gambaran perilaku penderita DM dalam
upaya mengontrol KGD di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Rumusan Masalah


KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 3
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Berdasarkan data dari Laporan SP2TP LB1 (Data Penyuluhan) Puskesmas


Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara tahun 2017, bahwa kunjungan penderita Diabetes Mellitus berjumlah
2.018 orang (6,29%) dan diabetes mellitus termasuk dalam urutan ke-9 dari 10
sedangkan untuk tahun 2018 periode januari sampai dengan oktober 2018 Diabetes
Mellitus termasuk urutan ke-8 dari 10 daftar penyakit terbesar di puskesmas Bandar
Khalipah, sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang diabetes
mellitus.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Gambaran perilaku penderita DM dalam upaya memantau
KGD di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan penderita diabetes melitus dalam upaya
memantau kadar gula darah di Puskesmas Bandar Khalipah
2. Untuk mengetahui sikap penderita diabetes melitus dalam upaya memantau
kadar gula darah di Puskesmas Bandar Khalipah
3. Untuk mengetahui tindakan penderita diabetes melitus dalam upaya
memantau kadar gula darah di Puskesmas Bandar Khalipah
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi terkait
a. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
Sebagai data yang diperlukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang dalam kegiatan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
memantau kadar gula darah terutama pada penderita diabetes mellitus
b. Puskesmas
Untuk lebih meningkatkan kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program PROLANIS di Puskesmas Bandar Khalipah sebagai upaya
pencegahan diabetes mellitus dan pemantauan kadar gula darah

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 4
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2. Bagi masyarakat dapat menjadi bahan informasi dalam meningkatkan


pengetahuan masyarakat dalam upaya memantau kadar gula darah terutama pada
penderita diabetes melitus.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian
selanjutnya tentang upaya memantau kadar gula darah terutama pada penderita
diabetes melitus.
4. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa
permasalahan tentang perilaku penderita diabetes mellitus dalam upaya
memantau kadar gula darah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/
rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon
seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku
terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga
dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2012).
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 5
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Menurut Notoadmodjo (2012), perilaku dipandang dari segi biologis adalah


suatu kegiatan atau aktifitas organism yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri.
Menurut Sarwono (2014), perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala
macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai
tindakan). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organism atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Berikut ini adalah beberapa
domain perilaku yaitu:
2.1.1. Pengetahuan (Knowlegde)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yakni dengan indera penglihatan,
pendengaran, penghidu, rasa dan raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2012). Ada enam tingkatan pengetahuan
yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinikan, menyatakan dan
sebagainya.

2. Memahami (Comprehansion)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 6
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek


yang dipelajari.

3. Aplikasi ( Aplication)
Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis ( Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis yaitu menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun informasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan criteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapata
menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2012).

2.1.2. Sikap (Attitude)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 7
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Allport (2015), menjelaskan bahwa sikap ini mempunyai 3 komponen
pokok yaitu:
 Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obejk.
 Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan
dan emosi memegang peranan penting (Notoadmodjo, 2012).
Dalam kegiatan lain allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen : kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional atau evaluasi emosional
terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini
terdiri dari berbagai tingkat, yaitu :
 Menerima, diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
 Merespon, memberikan jawaban apabila ditanya dan mengerjakan tugas
yang diberikan.
 Menghargai, mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu masalah.
 Bertanggungjawab, sikap yang paling tinggi yaitu bertanggungjawab
atas segala seseuatu yang dipilihnya dengan segala risikonya.

2.1.3. Tindakan atau Praktek (Practice)


Notoadmodjo (2012), mengatakan bahwa suatu sikap belum tentu otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi
suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung (support) dari pihak lain.
Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari
persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai
beberapa tingkatan yaitu:

a. Persepsi (perseption) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek yang


akan dilakukan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 8
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan urutan


yang benar
c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dan
dilakukan dengan baik ( Notoatmodjo soekidjoe, 2012).

2.2. Diabetes Melitus


2.2.1. Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan
abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat,lemak dan protein. Hiperglikemia pada
diabetes berhubungan dengan mengakibatkan berbagai komplikasi akut maupun
kronis. Sedangkan komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular seperti
penyakit jantung coroner, pembuluh darah otak dan mikrovaskular seperti retinopati,
nefropati dan neuropati (ADA, 2012).

2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data global status report organisasi kesehatan dunia (WHO) pada
tahun 2013 menyatakan, Diabetes Mellitus menduduki peringkat ke-6 sebagai
penyebab kematian pada kategori penyakit tidak menular ( WHO 2013).
Menurut IDF Atlas 2012, penderita diabetes di seluruh dunia mencapai 371 juta
orang. Indonesia masuk dalam urutan ke-7 negara dengan penderita diabetes
terbanyak. Posisi pertama adalah china dengan 92,3 juta penderita, India sebanyak 63
juta jiwa, Amerika Serikat 24,1 juta jiwa dan Indonesia dengan jumlah penderita
diabetes sebanyak 7,6 juta orang pada rentang usia sekitar 20-79 tahun. Angka ini
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 552 juta penderita diabetes di Indonesia
pada tahun 2030 (IDF Atlas 2012).
Ironisnya, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa
mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan
secara teratur. Sementara di Medan,penyakit Diabetes Mellitus menempati urutan
pertama dalam tabel penyakit yaitu diatas penyakit jantung koroner.

2.2.3 Klasifikasi
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 9
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Tipe Diabetes Keterangan
Mellitus

Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin absolut akibat

kerusakan sel-sel beta pancreas. Umumnya disebabkan:

1) Proses autoimun

2) Idiopatik

Mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan


Tipe 2 defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek

sekresi insulin dengan resistensi insulin


Tipe lain
•Defek genetik fungsi sel beta

•Defek genetik kerja insulin

•Penyakit eksokrin pancreas

•Endokrinopati

•Karena obatan atau zat kimia

•Infeksi
Diabetes mellitus •Imunologi

Gestational •Sindroma genetic lain yang berhubungan dengan

2.2.4 Faktor resiko


Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes mellitus dapat
dibagi dua yaitu: (Goldstein, Barry J. Dan Dirk Mueller-Wielend. 2012)

a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable)


1. Usia
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 10
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.


2. Ras atau latar belakang etnis
Resiko diabetes mellitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh rata-rata tekanan darah yang
lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang kurang sehat.
3. Riwayat penyakit diabetes mellitus dalam keluarga
Seseorang dengan salah satu keluarga yang menderita diabetes mellitus
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang sama ini
dikarenakan gen penyebab diabetes mellitus dapat diwariasi orang tua
kepada anaknya.

b) Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable)


• Obesitas
• Gaya hidup
• Hipertensi
• Kadar glukosa darah

2.2.5 Patogenesis
Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin dan abnormalitas metabolik
menjadi kunci dari perkembangan penyakit diabetes m elitus tipe 2. Pada tahap awal,
toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi dengan
meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi insulin, sel
beta pankreas tidak lagi dapat memperta hankan kondisi hiperinsulinemia (Colledge et
al, 2014). Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan
peningkatan glukosa postprandial (Marieb et al, 2014). Penurunan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa hati yang terus menerus, akan berlanjut pada diabetes
dan disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa (Conroy et al, 2015).

Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target
terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe2 dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 11
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanisme pasti mengenai
resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui (Colledge et
al.,2014).

Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka
merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Mekanisme resistensi insulin umumnya
terjadi akibat gangguan persinyalan post-receptor (PI-3-kinase) yang mengurangi
translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma (Harrison, 2013).
Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu :

• Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)


Peningkatan trigliserida interselular dan produk metabolisme asam lemak
menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin

• Adipokin
Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan
resistin meningkatkan resistensi terhadap insulin.

• PPARγ (peroxisome proliferator-activated receptor gamma) dan TZD


(thiazolidinediones).
PPARγ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin
sedangkan TZD merupakan zat antioksidan yang mampu berikatan dengan PPARγ
sehingga dapat menurunkan resistensi insulin.

Gangguan Sekresi Insulin

Pada diabetes melitus tipe 2, se kresi insulin meningkat sebagai respons


terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, kelamaan
sel beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi sel
beta. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang disekresikan oleh sel betaakan
membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan padapasien yang
telah lama menderita diabetes melitus tipe 2. (Harrison , 2013).

Abnormalitas Metabolik

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 12
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif


insulin menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan
peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot rangka,
yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP mitokondria.
Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi peningkatan
sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth dan Martin, 2012)

Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit


perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan
tersebut menyebabkan vdislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2, yaitu
peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL. (Powers et al, 2013).

2.2.6 Gejala klinis


 Poliuria (banyak berkemih)
 Polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
 Polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
 Penglihatan kabur
 Penyembuhan luka yang buruk
 Disfungsi ereksi pada pasien pria
 Gatal pada kelamin pasien wanita (PERKENI 2011, Kumar dan Clark, 2015)

2.2.7 Diagnosis

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 13
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakan melalui tiga cara ( PERKENI


2015, WHO 2013, ADA 2012 ) Yaitu:

• Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu


> 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
• Pemeriksaan glukosa plasma puasa kurang lebih 126 mg/dl dengan adanya
keluhan klasik.

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitive dan spesifik
disbanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam pratek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostic Diabetes Mellitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


(glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)
ATAU
2. Gejala klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L) puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air)

2.2.8 Penatalaksanaan
Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga
tetapi seiring dengan berkembangya perjalanan penyakit diabetes melitus tipe dua ini
intervensi medika mentosa menjadi perlu untuk menangani hiperglikemia.

 Penatalaksanaan Non-Farmakologi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 14
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Cara yang paling efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin adalah


penurunan berat badan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan
berlebih dan mempertahankan berat badan ideal. (Gilby, 2015). Langkah ini
dapat dicapai dengan melakukan perubahan gaya hidup yaitu melakukan
olahraga dan kontrol diet. Kedua modalitas ini sangat efektif dalam
meningkatkan kerja insulin dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin dan
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. (Meeking,
2012).

 Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula
darah adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk
mencapai atau mempertahankan kontrol glikemik n ormal (Gilby, 2015).
Obatan antidiabetik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.

o Obat Antidibetik Oral

Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling


sering digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD),
sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi
GLP-1 (Meeking, 2012).

• Metformin
Metformin adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dimana ia
tidak menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya
meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan
kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara meransang
pembentukan cadangan glikogen di otot rangka.

• Thiazolidinedione (TZD)
TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi
sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor-gamma(PPARγ) agonist.
TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi reseptor

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 15
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam meningkatkan


transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan lipoprotein lipase.

• Sulfonilurea
Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta
pankreas untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini
berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini
menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan menyebabkan
influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan protein yang
mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase C.

• Analog Meglitidine
Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin.
Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini berikatan
dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan golongan ini dapat
diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi yang lain kecuali
sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada reseptor yang sama.

o Obat Antidibetik Non-Oral


• Insulin
Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit
diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi
insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan mixed
insulin preparations.

• Terapi GLP-1
GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan
disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek dengan
cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel islet pankreas.

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi DM Terbagi kepada dua yaitu (Powers, 2012):

• Akut

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 16
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

• Kronik
1. Komplikasi DM akut adalah:
• Keto Asidosis Diabetik
• Hiper Osmolar Non Ketotik
• Hipoglikemia
2. Komplikasi DM Kronik terbagi kepada dua:
• Vaskular
• Non vaskular
 Vaskular
1. Makro : PJK,stroke, penyakit pembuluh darah tepi
2. Mikro: Retinopati, nefropati, neuropati
 Non vaskular
• Gangguan ereksi

• Gastroparesi

• Kelainan kulit

2.2.10 Pencegahan
Menurut PERKENI (2015), pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 terdiri dari
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

• Pencegahan Primer

Pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan serta pengelolaan yang


ditujukan untuk kelompok masyarakat terutama yang memiliki risiko tinggi
dan mengalami intoleransi glukosa.

Materi penyuluhan antara lain sebagai berikut :

1. Program penurunan berat badan


Jika seseorang mempunyai risiko diabetes dan berat badan lebih,
penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko
terjadinya DM tipe 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 17
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

berat badan 5-10 % dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe


2.

2. Diet sehat
Diet sehat meliputi :

a. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.


b. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
c. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara
terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak)
glukosa darah yang tinggi setelah makan. Mengandung sedikit lemak
jenuh, dan tinggi serat.

Dalam menyususn daftar rancangan menu makanan dapat di pandu dengan


melihat beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan yang penting
dalam diet dengan berdasarkan pola makan sehat yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 2.3 Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Yang Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Karbohidrat kompleks Karbohidrat sederhana
seperti: nasi, jagung, ubi, seperti: gula pasir, gula
singkong, talas, kentang, merah, sirup, kue yang
sereal. manis.
Sumber protein hewani Daging tidak berlemak, Daging berlemak, daging
ayam tanpa kulit, ikan, kambing, daging yang
telur, daging asap, susu diolah dengan santan
dan keju rendah lemak. kental, digoreng, jeroan,
susu fullcream, susu kental
manis.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 18
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Sumber protein Tempe, tahu, susu kedelai, Kacang-kacangan yang


kacang-kacangan yang diolah dengan cara
diolah tanpa digoreng, menggoreng atau santan
atau dengan santan kental. kental.

Sayuran Sayuran yang Sayuran yang sedikit


mengandung serat dan mengandung serat dan
diolah tanpa santan kental yang dimasak dengan
berupa: sayuran rebus, santan kental.
tumis, dengan santan encer
dan lalapan.
Lemak Minyak tak jenuh tunggal Minyak kelapa, kelapa dan
atau ganda, seperti minyak santan.
kelapa sawit, minyak
kedelai, dan minyak
jagung yang tidak
digunakan untuk
menggoreng

3. Latihan jasmani :
a. Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
b. Latihan jasmani yang dianjurkan, yaitu kerjakan sedikitnya selama
150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung>70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 19
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

4. Menghentikan merokok
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular Meskipun merokok tidak berkaitan secara langsung
dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe2.

• Pencegahan Sekunder
Ditujukan pada orang yang sudah positif menderita DM (terutama pasien baru)
sebagai upaya penghambatan terjadinya penyulit penyakit. Penyulit penyakit yang
paling sering adalah masalah kardiovaskular. Pencegahan dilakukan dengan cara
pemberian pengobatan serta deteksi dini terhadap penyulit tersebut. Peran penyuluhan
sangat besar terhadap suksesnya pencegahan di tahap ini karena berpengaruh terhadap
kepatuhan pasien kepada program pengobatan.

• Pencegahan tersier
Ditujukan kepada pasien DM yang sudah menderita penyulit penyakit dalam
upaya untuk melakukan penghambatan terhadap terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kecatatan tersebut
menetap.

2.3. Kadar Gula Darah


2.3.1. Definisi
Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang diguynakan sebagai
sumber tenaga utama dalam tubuh. Kadar gula darah (KGD) adalah istilah yang
mengacu kepada jumlah kandungan glukosa di dalam darah (Murray et al.,2014).

2.3.2. Metabolisme Glukosa


Semua sel dengan tanpa hentinya mendapat glukosa, tubuh mempertahankan
kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan
80-90 mg/dl bagi anak (Cranmer dan Shanon, 2012). Proses ini disebut homeostasis
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 20
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

glukosa. Kadar glukosa yang rendah (hipoglikemi) dapat dicegah dengan pelepasan
dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis (perubahan dari
glikogen menjadi glukosa) dan sintesis glukosa darin laktat, gliserol, dan asam amino
dihati melalui jalur glikoneogenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan
jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi.
Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemi) dapat dicegah melalui perubahan
glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol dijaringan
adiposa. Keseimbangan anatar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa
selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormone homeostasis
metabolik yaitu insulin dan glucagon (Ferry R, 2013).

2.3.3 Mekanisme Pengaturan Kadar Gula Darah


Mempertahankan konsentrasi glukosa darah secara normal didalam tubuh
merupakan hal yang sangat penting. Konsentrasi glukosa darah perlu di jaga agar tidak
meningkat terlalu tinggi karena glukosa sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik
cairan ekstraseluler, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan akan
dapat menimbulkan dehidrasi seluler. Konsentrasi glukosa dalam darah yang tinggi
juga dapat menyebabkan keluarnya glukosa dalam urin. Keadaan ini menimbulkan
diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi cairan tubuh dan elektrolit
(Guyton dan Hall, 2012).
Proses mempertahankan kadar glukosa darah yang stabil didalam darah adalah
salah satu mekanisme homeostasis yanag sangat berkaitan erat dengan hormon insulin
dan hormone glucagon. Insulin memiliki efek meningkatkan ambilan glukosa di
jaringan seperti jaringan otot dan adiposa. Sekresi hormone ini dirangsang oleh
keadaan hiperglikemi, sedangkan hormone glucagon bekerja berlawanan dengan
hormone insulin, hormone glucagon menimbulkan glikogenolisis yaitu proses
pemecahan glikogen menjadi glukosa (Murray et al., 2014).

2.3.4 Cara Memantau Kadar Gula Darah


Pemantauan status metabolic penyandang Diabetes Melitus merupakan hal

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 21
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

yang sangat penting. Hasil pemantauan tersebut digunakan untuk menilai manfaat
pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani, dan obat-obatan
untuk mencapai kadar gula darah yang normal (Nabyl, 2012).
Tujuan pengelolaan Diabetes Melitus secara umum adalah:
1. Menghilangkan gejala Diabetes Melitus
2. Menciptakan dan mempertahankan rasa sehat
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Mencegah komplikasi akut dan kronik
5. Mengurangi laju perkembangan komplikasi yang telah terjadi
6. Mengurangi kematian
7. Mengobati penyakit penyerta bila ada
Pemeriksaan glukosa darah secara berkala penting dilakukan untuk
mengetahaui perkembangan sasaran terapi Diabetes dan melakukan penyesuaian dosis
obat, bila sasaran belum tercapai (Nabyl, 2012).
Pemeriksaan tes gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
tes glukosa darah kapiler yang dilakukan dengan cara menusuk ujung jari untuk
mengambil tidak lebih dari setetes darah kapiler. Tes ini disebut finger-prick blood
sugar screening atau lazim disebut gula darah stik (pemeriksaan gula darah dengan
kartu tes yang berbentuk seperti stik). Tes dipakai untuk memeriksa gula darah puasa
(minimal 8 jam puasa), 2 jam sesudah makan, maupun gula darah sewaktu atau acak.
Prinsip metode tes gula darah kapiler adalah kartu tes yang berbentuk seperti
stik diletakan pada alat glucometer digital, selanjutnya ketika darah diteteskan pada
wilayah reaksi kartu tes yang terdapat tanda panah, katalisator glukosa akan mereduksi
glukosa dalam darah. Pada kartu tes yang dipakai sudah ada bahan kimia yang bila
ditetesi oleh darah akan bereaksi dan dalam 1 – 2 menit sudah memberi hasil (Tandra,
2013).
Selain tes gula darah kapiler terdapat beberapa tes dini dalam mendeteksi
Diabetes yaitu:
1. Tes Glukosa Darah Vena
Biasanya dilakukan oleh laboratorium dengan mengambil darah dari
pembuluh darah vena dilengan bagian dalam untuk menilai kadar glukosa
darah setelah puasa minimal 8 jam dan glukosa darah 2 jam sesudah makan
(2 jam pp- post prandial).
2. Tes Toleransi Glukosa
Tes ini lebih teliti, setelah 10 jam puasa, pada pagi harinya dilakukan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 22
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

pemeriksaan glukosa darah setelah itu dapat mengkonsumsi glukosa 75


gram dan 2 jam kemudian glukosa darah diperiksa kembali. Cara
pelaksanaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menurut WHO 1994:
a. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tetap diperbolehkan
c. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa diberikan.
g. Selama pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 2 jam setelah
pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu : < 140mg/dl; normal, 140-200
mg/dl; TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), ≥ 200 mg/dl; Diabetes
Melitus.
3. Tes Glukosa Urin
Adanya glukosa dalam urin adalah indikasi terkena Diabetes. Namun tes ini
tidak dapat dipakai untuk memastikan diagnosis Diabetes. Sebab selain
pada glukosa darah itu sendiri, kadar glukosa darah dalam urin tergantung
pada jumlah urin, pengaruh obat-obatan, serta fungsi ginjal (Tandra, 2013).

Tabel 2.4 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaringan dan Diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum Pasti DM


DM
Konsentrasi
Plasma Vena < 100 100-199 ≥ 200
Glukosa Darah
Sewaktu Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 200
(mg/dl)
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 23
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Konsentrasi
Plasma Vena < 100 100-125 ≥ 126
Glukosa Darah
Darah Kapiler < 90 90-99 ≥ 100
Puasa (mg/dl)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 24
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangaka konsep untuk menentukan hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Kerangaka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
KGD Terkontol

Perilaku Penderita DM Dalam


Upaya Memantau KGD:

1. Pengetahuan KGD Tidak Terkontrol


2. Sikap
3. Tindakan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel dependennya


adalah Gambaran perilaku Penderita diabetes melitus dalam (pengetahuan, sikap dan
tindakan). Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah KGD terkontrol
dengan KGD tidak terkontrol.

3.2 . Definisi Operasional

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 25
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Alat Skala
No. Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Ukur Hasil Ukur Ukur
1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan Wawancara Kuesioner BAIK = Skala
hasil dari tahu dan ini nilai 7 - 10 Interval
terjadi setelah orang CUKUP =
melakukan penginderaan nilai 3 - 6
terhadap suatu objek KURANG =
tertentu. Segala sesuatu nilai 0 – 3
yang diketahui responden
tentang KGD, nilai normal
KGD, KGD tinggi dapat
menjadi sumber penyakit,
mengetahui cara
memantau KGD berupa
pola makan yang baik,
mengikuti daftar
rancangan menu makanan
berdasarkan pola makan
sehat, olahraga minimal
tiga hari seminggu selama
minimal 30 menit.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 26
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2. Sikap Sikap adalah merupakan Wawancara Kuesioner BAIK = Skala


suatu reaksi atau respon nilai 7 - 10 Interval
seseorang yang masih CUKUP =
tertutup terhadap suatu nilai 3 - 6
stimulus atau objek. KURANG =
Kecenderungan responden nilai 0 – 3
untuk memberikan respon
(baik secara positif
maupun negatif) tentang
memantau KGD berupa
pola makan yang baik,
mengikuti daftar
rancangan menu makanan
berdasarkan pola makan
sehat, olahraga minimal
tiga hari seminggu selama
minimal 30 menit.
3. Tindakan Tindakan adalah Wawancara Kuesioner BAIK = Skala
mekanisme dari suatu nilai 7 - 10 Interval
pengamatan yang muncul CUKUP =
dari persepsi sehingga ada nilai 3 - 6
respon untuk mewujudkan KURANG =
suatu tindakan. Kegiatan nilai 0 – 3
seseorang yang berkaitan
dengan memantau KGD,
meliputi: cek KGD rutin,
menerapkan pola makan
yang baik, mengikuti
daftar rancangan menu
makanan berdasarkan pola
makan sehat, olahraga
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 27
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

minimal tiga hari


seminggu selama minimal
30 menit.
4 Kadar gula Jika kadar gula darah < Wawancara Kuesioner Skor 8-10 : Skala
darah 200 mg/dl BAIK Ordinal
terkontrol
Skor 5-7 :
CUKUP

Skor 1-4 :
KURANG

5 Kadar gula Jika kadar gula darah > Wawancara Kuesioner Skor 8-10 : Skala
darah tidak 200 mg/dl BAIK Ordinal
terkontrol
Skor 5-7 :
CUKUP

Skor 1-4 :
KURANG

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 28
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain crosssectional
yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat perilaku penderita DM dalam
upaya memantau KGD di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

4.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

4.3. Waktu Penelitian

24 DESEMBER 2018 s/d 05 JANUARI 2019


No Keterangan
24 25 26 27 28 29 30 31 01 02 03 04 05
1. Pembuatan proposal X X X
2. Survei Lokasi X
3. Pengumpulan Data X X
4. Pengolahan Data X X
Penyelesaian Hasil
5. Laporan X X
Pembacaan Hasil
6. Laporan X
Tabel 4.1 Waktu Penelitian

4.4. Populasi dan Sampel


4.4.1. Populasi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 29
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Berdasarkan data dari poli umum Bandar Khalipah, kecamatan Percut Sei Tuan
2018 bahwa, populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM yang berkunjung
ke Puskesmas Bandar Khalipah, pada tanggal 28, 29 Desember 2018.
4.4.2. Sampel
Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
prinsip Total Sampling.Dengan jumlah sampel sebanyak 32 orang.

4.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


4.5.1. Kriteria Inklusi
Semua responden penderita DM yang datang dan bersedia diwawancara di
puskesmas Bandar Khalipah.
4.5.2. Kriteria Ekslusi
Semua responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi.

4.6. Metode Pengumpulan Data


4.6.1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada
penderita DM yang datang berobat ke puskesmas bandar khalipah. Hasil wawancara
yang diperoleh akan dicatat pada lembar kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan.

4.6.2. Data Sekunder


Data sekunder diperoleh dengan melihat catatan/dokumen (file) yang
berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari instansi terkait.

4.7. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Instrumen yang dipakai adalah berupa kuisioner yang terdiri dari :
1. Sepuluh pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan
2. Sepuluh pertanyaan mengenai sikap
3. Sepuluh pertanyaan mengenai tindakan
4.8. Analisis Data

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 30
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Data yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam komputer dan kemudian


dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product
and Service Solution). Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
24 DESEMBER 2018 S/D 05 JANUARI 2019 Hal. 31

Anda mungkin juga menyukai