I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No. Reg : 85-92-40
Umur : 51 tahun
Tgl. MRS : 09-02-2019 (13.29 WIB)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosis medis : STEMI + LBBB
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Tgl Pengkajian : 09-02-2019 (14.29 WIB)
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang bangunan
Pendidikan : SMP
Alamat : Kali Judan – Surabaya
5 5
g. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : tidak ada keluhan
Kepala
Leher
Payudara
Genetalia
Ekstremitas bawah
EO# 0,9
BASO# 0,3
NEUT# 99,7
LYMPH# 14,6
NANO# 9,2
CRT : 0,5+2,0
4,5 %
55,5 %
Melakukan kolaborasi
dengan tim medis
14.30 EKG
15.00 pemasangan infus
double iv line
pemasangan
15.30
folley kateter
memasukkan obat
15.30 – Gambaran EKG pre streptokinase
streptokinase
16.30
VII. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S
No RM : 85-92-40
Dx. Keperawatan : nyeri akut b.d agen cidera biologis (iskemia)
NO DX. KEP TGL / CATATAN PERKEMBANGAN
JAM (SOAPIER)
1 Nyeri akut 09-02- S : nyeri dada berkurang pasien mengeluh badan terasa lemas
b.d agen 2019 O:
cidera B1 : airway bebas, nafas spontan, O2 nasal 4 lpm, RR : 22 x/menit, SPO2
biologis 16.30 98%, irama nafas regular
(iskemia) B2 : TD : 84/63 mmHg, nadi : 84 x/menit, CRT < 3 detik, akral dingin,
terpasang infus PZ 500 cc/24 jam, ISDN pump 1 mg/jam, streptase 33 tpm
B3 : kesadaran somnolen, GCS 3,5,6
B4 : terpasang DK dengan UT : 500 cc berwarna kuning jernih
B5 : tidak ada distensi abdomen, terdapat mual
B6 : posisi tidur semi fowler
A : Resiko perfusi serebral tidak efektif (0017) b.d infark miokard akut
Nyeri akut b.d agen cidera biologis (iskemia) belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. Monitoring oksigenasi pasien
2. Monitoring hemodinamik pasien
3. Kolaborasi dengan dokter
Dopamin 5 mikro/kg BB
N-epineprin 50 nano
Konsul neurologi (advice dapat inj piracetam 4 x 15 cc)
Streptokinase stop
Melakukan EKG post streptase
4. Menenangkan pasien dengan komunikasi terapeutik
5. Anjurkan pasien untuk tetap melakukan teknik relaksasi dan
distraksi
6. Dorong pasien untuk istirahat
CATATAN PERKEMBANGAN
NO Dx.KEP TGL/JAM
(S O A P I E R)
4 Nyeri akut 12-02-2019 S : pasien mengatakan sudah tidak nyeri dada
b.d agen 18.00 O:
cidera B1 : airway bebas, nafas spontan, O2 nasal 4 lpm, RR : 20
biologis x/menit, SPO2 100%, irama nafas regular
(iskemia) B2 : TD : 110/70 mmHg, nadi : 82 x/menit, CRT < 3 detik,
akral hangat kering merah, terpasang infus RL 500 cc/10 jam,
ISDN pump 1 mg/jam, vaskon 50 nano
B3 : kesadaran compos mentis, GCS 4,5,6
B4 : terpasang DK dengan UT : 900 cc/8 jam berwarna kuning
jernih
B5 : tidak ada distensi abdomen, tidak ada mual
B6 : posisi tidur semi fowler
A : nyeri akut b.d agen cidera biologis (iskemia)
P : intervensi dilanjutkan, pasien pindah ke ruang HCU RSU
Haji Surabaya pukul 18.00 WIB
1. Lakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri
2. Anjurkan pasien untuk tetap melakukan teknik relaksasi
dan distraksi
3. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
Pada asuhan keperawatan pasien dengan STEMI, keluhan utama yang dirasakan
pasien adalah “nyeri dada yang menjalar ke epigastrium, punggung, dan lengan sebelah kiri
dengan skala 4, nyeri dirasakan seperti ditusuk, nyeri dirasakan terus-menerus”. Mekanisme
nyeri dada pada pasien jantung disebabkan oleh adanya sumbatan arteri koroner akibatnya
suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme
menurun. Akibat penurunan suplai oksigen maka terjadi metabolisme anaerob (tidak
menggunakan oksigen), dari metabolisme anaerob tersebut dihasilkan asam laktat dan ATP
(yang seharusnya menghasilkan ATP dan air) sehingga menyebabkan nyeri (Smeltzer &
Bare, 2002).
Penurunan suplai darah, oksigen dan nutrisi pada otot jantung juga mengakibatkan
perubahan metabolism aerob menjadi anerob hal ini memicu pelepasan enzim jantung CKMB
dan protein kontraktil Troponin T dan I dan terakumulasi dalam sistem peredaran darah, hasil
akhir dari metabolime juga bisa menimbulkan penumpukan aslam laktat yang menjadi
penyebab timbulnya nyeri dada. Proses terjadinya nyeri menurut Lindamen dan Arthie dalam
Judha, dkk (2012) adalah dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan,
sayatan, dingin, atau kekurangan oksigen sel, maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini
akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmisi yang akan
menghasilakan subtansi yang disebut neurotransmitter seperti prostaglandin dan epineprin,
yang membawa pesan dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai
nyeri. Dua tipe serabut saraf perifer yang megonduksi stimulus nyeri adalah serabut A-delta
yang bermielinasi dan cepat, dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat
kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang
melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan impuls
yang terlokalisasi buruk, visceral, dan terus-menerus. Ketika serabut C dan serabut A-delta
menstransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka akan melepaskan mediator kimia
yang mengaktifkan dan membuat peka akan respon nyeri (Potter & Perry, 2009).
Pada asuhan keperawatan ini, diagnosa yang diangkat penulis adalah “nyeri akut b.d
agen cidera biologis” dan salah satu tindakan mandiri yang dilakukan perawat adalah terapi
relaksasi (nafas dalam). Terapi ini efektif digunakan untuk menurunkan nyeri dada yang
dirasakan pasien yang ditunjang dengan penggunaan terapi farmakologis. Hal ini dibuktikan
dengan hasil catatan perkembangan pasien yang mana nyeri dada yang dirasakan pasien
mengalami penurunan dari hari ke hari. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Agung,
Andriyani & Sari, 2013) menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi napas dalam akan
meningkatkan suplai oksigen ke jaringan sehingga menurunkan tingkat nyeri yang dialami
individu.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada pasien dengan STEMI memiliki golden periode < 6 jam yang mana pasien
harus segera mendapatkan pertolongan pertama. Apabila terdapat keterlambatan
dalam memberikan pertolongan pertama (waktu > 6 jam) maka penyebab dasar dari
STEMI akan sulit untuk tertangani.
2. Pada kasus Tn. S memiliki golden periode < 5 jam, sehingga pasien segera
mendapatkan pertolongan pertama dalam menangani penyebab dasar dari STEMI.
Tn. S dilakukan perawatan di ruang ICCU selama 4 hari dan kondisi Tn. S mulai
membaik.
3. Salah satu tindakan mandiri yang dilakukan penulis adalah teknik relaksasi yang
digunakan untuk membantu menurunkan nyeri dan didapatkan bahwa terapi tersebut
efektif digunakan selain ditunjang dengan terapi farmakologis.
B. Saran
Pada kasus pasien dengan STEMI harus mendapatkan pertolongan pertama dengan
cepat yaitu dalam waktu < 6 jam sehingga penyebab dasar dari STEMI dapat segera
teratasi. Selain itu, pederita STEMI juga harus memperhatikan penyebab dari STEMI
sehingga tidak menimbulkan sakit jantung berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2010. Faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien rawat inap di
Yamin, Muhammad. 2010. Tatalaksana Terkini Sindroma Koroner Akut Fokus Pada Infark
Miokard dengan Elevasi Segmen ST. Jurnal. Divisi Kardiologi Departemen Ilmu
Yang Dirawat Di Blu Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado Periode Januari 2010 Sampai