disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dibina oleh Ibu Betty Lukiati & Ibu Rahmi Masita
Oleh : Kelompok 4
1. Dimas Nur Ramadhani (170342615596)
2. Maria Dwi Cahyani (170342615515) 3. Nenes Prastita (170342615510) 4. Wulan Dwi Saputri (170342615531)
Offering H
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Nevember 2018 1. Hasil Pengamatan
No Jenis biji Perlakuan Keterangan
Tanaman 1. Biji Cabai Kontrol Pada hari ke-2 sudah mulai berkecambah kurang lebih 3 mm pada hari ke 6 panjang kecambah mecapai 1 cm, pada hari ke-14 tinggi mencapai 3cm dan sudah terdapat daun, pada hari ke-17 tanaman kering, daunkeriput dan mati Suhu dingin Tidak terdapat pertumbuhan 2. Bawang Kontrol Tumbuh akar pada hari ke-4 dan tumbuh daun pada minggu ke-3 Suhu dingin Tumbuh akar pada minggu ke 2 3. Biji Salak Diamplas Tanaman tidak tumbuh dan berjamur banyak Dicelup asam Tanaman tidak tumbuh dan berjamur kuat Kontrol Tanaman tidak tumbuh dan sedikit berjamur 4. Kelengkeng Diamplas Tanaman tidak tumbuh dan berjamur Dicelup asam Tanaman tidak tumbuh dan tidak kuat berjamur Kontrol Tanaman tidak tumbuh dan berjamur banyak pada hari ke-14 5. Jeruk Ditambhkan Tanaman tidak tumbuh dan berjamur giberelin Dikupas Tanaman tidak tumbuh dan berjamur Kontrol Tanaman tidak tumbuh dan berjamur 2. Analisis Data a) Biji Cabai Berdasarkan data hasil percobaan dapat dianalisis bahwa pada biji cabai dengan dua perlakuan yaitu pada daerah yang dingin dan kontrol. Didapatkan hasil pada daerah dingin tidak terjadi perkecambahan ataupun pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena suhu mempengaruhi pertumbuhan. Sedangkan pada biji cabai kontrol pada hari ke 2 mulai berkecambah dengan Panjang ± 3mm, pada hari ke 6 terjadi penambahan Panjang kecambah ± 1cm,sedangkan pada hari ke 14 tinggi telah mencapai ±3cm dan mulai terdapat daun pertama, dan pada hari ke 17 tanaman menjadi layu dan kering menyebabkan daun menjadi keriput dan mati. Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa cabai dengan perlakuan kontrol telah berkecambah dengan cepat, namun terhambat pertumbuhannya atau mati karena disebabkan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti kekurangan air serta umur biji. b) Bawang Pada bawang terdapat dua perlakuan yaitu kontrol dan dingin. Pada perlakuan pertama yaitu kontrol, bawang mulai tumbuh akar pada hari ke empat, dam tumbuh daun pada minggu ke 3. Pada perlakuan dingin, pada minggu kedua tumbuh akar. c) Biji Salak Pada biji salak, diberikan tiga perlakuan yang berbeda yakni kontrol tanpa diperikan perlakuan apapun, dicelup asam kuat berupa asam sulfat dan juga diamplas. Pada hasil pengamatan ketiga biji salak tidak tumbuh dan berjamur. Namun biji salak yang diamplas berjamur paling banyak dan biki salak kontol berjamur paling sedikit. d) Kelengkeng Perlakuan yang diberikan pada biji kelengkeng sama dengan perlakuan yang diberkan pada biji salak. Hasilnya kurang lebih sama dengan yang terjadi pada biji salak, yakni tidak tumbuh dan ada yang berjamur. Namun pada biji yang dicelupkan asam kuat tidak berjamur dan pada biji kontrol mulai terdapat jamur pada hari ke-14. e) Jeruk Pada biji jeruk diberikan 3 perlakuan yang berbeda pula. 3 perlakuan tersebut adalah biji yang ditambahkan giberelin, lalu biji yang kult arinya dikupas, dan biji tanpa perlakuan atau kontrol. Namun hasil pengamatan dari ketiga perlakuan tersebut sama yakni tanaman tidak bertumbuh dan berjamur 3. Pembahasan Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bahwa tidak semua biji dapat langsung tumbuh bila dikecambahkan, serta menduga kondisi dormansi dapat disebabkan oleh beberapa factor baik luar maupun dalam dan dormansi dapat dipecahkan dengan beberapa perlakuan. Menurut Dahlia(2010) dormansi dapat didefinisikan sebagai sesuatu keadaan pertumbuhan dan metabolism yang terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik ataupun oleh factor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan gagal tumbuh meskipun berada dalam keadaan yang ideal. Dormansi terjadi dalam berbagai bentuk. Dahlia(2010) juga mengatakan bahwa dormansi juga merupakan suatu mekanisme mempertahankan diri terhadap suhu yang sangat rendah atau kekeringan dimusim panas. Kurangkan air penting dalam memulai dormansi untuk mempertahakan hidup pada keadaan kering dan panas, selanjutnya berkurangnya nutrient terutama nitrogen, dapat mernjadi penyebab terjadinya dormansi pada beberapa tumbuhan. Pada perkecambahan tumbuhan tidak memulai kehidupan akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Biji yang bersifat dorman tidak akan berkecambah, meskipun disemaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai petunujuk lingkungan tertentu menyebabkan bij mengakhiri keadaan dormansi tersebut (Campbell, 2002). Dormansi yaitu keadaan terbungkusnya lembaga biji oleh lapisan kulit atau senyawa tertentu. Dormansi merupakan cara embrio mempertahankan diri dari keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, tetapi berakibat pada lambatnya proses perkecambahan. Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecamabah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa dekad atau bahkan lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan (Campbell, 2002). Salisbury dan Ross (1995) mengungkapkan bahwa dormansi merupakan ketidak berhasilan biji dalam melakukan perkecambahan dikarenakan faktor dalam, dan tidak disebabkan oleh faktor luar, seperti suhu, kelembaban dan atmsofer. Dormansi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air di dalam biji karena struktur biji (kulit biji) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam biji. b. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit biji yang terlalu keras, mengakibatkan pertukaran udara dalam biji menjadi terhambat dan menyebabkan menurunnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam biji. c. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, kulit biji yang cukup kuat dapat menghalangi pertumbuhan embrio. a) Biji cabai dan bawang Tanaman bawang merupakan tanaman berjenis fall buds dimana tanaman ini akan tumbuh saat musim gugur dan akan mengalami masa pertahanan keadaan dormansi oleh pendinginan selama musim dingin dan akan tumbuh dan berkecambah pada musim semi berikutnya(Hopkins, 2008). Menurut Farhana(2013) pada pematahan dormansi yang dipengaruhi oleh suhu tinggi akan menghambat radikula sehingga perkecambahan tumbuh tidak normal. Berdasarkan hasil pengamatan, bawang putih yang berada pada perlakuan normal pertumbuhannya lebih cepat daripada yang perlaukan dingin. Hal ini disebabkan oleh karena bawang putih yang disimpan pada perlakuan kontrol telah berada pada suhu yang optimum sehingga dapat pemecahan dormansi dan berkecambah. Hal ini sesuai dengan (Wilkins, 1969) yang menyatakan bahwa temperature yang paling efektif untuk mengatsi dormansi tampaknya ada dalam rentangan 1-10ο C, panjang periode pendinginan yang diperlukan bervariasi dari 260- sampai lebih 1000 jam. Suhu bawang yang dileakkan pada refrigator adalah 15ο sehingga kisaran harga tersebut sesuai dengan literature. Cara yang dipakai dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi), Karena terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Pada biji cabai tidak bertumbuh dengan sempurna, karena embrio belum matang sehingga memerlukan jangka waktu tertentu untuk dapat berkecambah. Jangka waktu ini dapat berbeda-beda. Umumnya ditempatkan pada kondisi temperature dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002). Untuk berkecambah biji juga harus mempunyai ketersediaan air yang cukup, jika kekurangan air maka pertumbuhannya terhambat. Seperti pada biji cabai yang akhirnya menjadi mati karena kekurangan air. Perkecambahan juga dipengaruhi oleh suhu, dan dipengaruhi oleh cahaya(Dwijoseputro, 1991). Berdasarkan hasil analisis diatas didapatkan bahwa biji cabai pada suhu dingin tidak mengalami pertumbuhan, hal ini juga dipengaruhi oleh suhu, sebab biji cabai memerlukan suhu yang optimum untuk dapat berkecambah dan bertumbuh. Apabila kondisi tempat biji berada tidak sesuai maka biji tidak akan mengalami perkecambahan. Tetapi apabila kondisi telah sesuai maka biji dapat melakukan perkecambahan dan menghasilkan tumbuhan muda atau kecambah. Berdasarkan data diatas berarti bawang putih dan cabai pada suhu kontrol telah berada pada kondisi yang cocok sehingga dapat bertumbuh menghasilkan tumbuhan muda atau kecambah. Banyaknya air yang memadai juga merupakan syarat utama terjadinya perkecambahan, air dapat menghilangkan masa dormansi dari biji sehingga biji dapat melakukan proses perkecambahan, jika air kurang maka tanaman tersebut tidak dapat berkecambah ataupun sudah berkecambah namun pada akhirnya mati karena tidak mendapatkan air yang cukup, hal ini seperti pada pengamatan yaitu pada biji cabai dan bawang(Kimball, 1983). Selain itu air juga berfungsi untuk melunakan kulit biji. Ketika air masuk secara imbibisi akan melunakan biji menyebabkan pembekakan embrio dan endosperm sehingga biji akan melunak dan pecah(Firdaus, dkk. 2006). Dalam proses perkecambahan juga memerlukan hormon yang dapat membantu pertumbuhan seperti hormone sitokinin yang dapat merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar. Biji juga memiliki beberapa factor untuk dapat tumbuh seperti pada fase biji berkecambah, jika kekurangan air misalnya biji tidak direndam seperti yang dilakukan pada praktikum kali ini, hal ini meningkatkan sintesis asam absitat, yaitu suatu hormone yang dapat menghambat pertumbuhan. Sedangkan sintesis hormone lain seperti auksin, giberelin, dan sitokinin dapat terhambat. Semakin air terpenuhi maka perkecambahan biji akan lebih baik.perkecambahan juga tidak dapat berlangsung pada suhu tinggi, karena tepatnya dapat berkecambah dengan cepat pada kondisi yang gelap(Kusfebriani, dkk. 2010). b) Biji salak dan kelengkeng Biji salak dan biji kelengkeng merupakan tipe biji yang keras. Pada hasil pengamatan, semua biji tidak mengalami pertumbuhan menjadi kecambah dan hampir semua berjamur. Hasil yang diperoleh ini bukan merupakan tujuan dari percobaan ini, dikarenakan kemungkinan kondisi lingkungan yang tidak mendukung atau terlalu lembab mengakibatkan tumbuhnya jamur. Padahal jika dikaji berdasarkan teori urutan pemecahan dormansi tercepat secara berurutan yaitu perlakuan secara fisika (diamplas), perlakuan secara kimia (pemberian asam sulfat) dan paling lambat perlakuan kontrol. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pada percobaan untuk biji salak dan kelengkeng, dilakukan 3 perlakuan yakni kontrol, diamplas sebagai pemecahan dormansi secara fisika, dan dicelupkan pada asam sulfat sebagai pemecahan dormansi secara kimia. Menurut Zulfia (2016), percobaan pemecahan dormansi dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia yang akan mengurangi produksi hormon asam absisat dan membantu perkecambahan pada biji. Cara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yang ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebagainya. Biji kelengkeng (Dimocarpus longan) maupun salak yang berkulit keras. Kulit biji kelengkeng yang keras menyebabkan air sulit masuk kedalam biji, padahal air merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung perkecambahan. Pada penelitian Zulfia (2016), penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi mekanik lebih baik dalam menghasilkan perkecambahan biji kelengkeng yang ditunjukkan oleh setiap perubahan yang diamati yaitu daya berkecambah, kecepatan berkecambah, serta keserempakan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skarifikasi mekanik menggunakan amplas memberikan pengaruh yang nyata pada semua perubahan yang diamati. Perkecambahan terjadi setelah biji diamplas disebabkan kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Justice & Bass, 1990) Apabila air telah masuk kedalam benih air tersebut dapat merangsang pertumbuhan embrio yang terdapat dalam benih setelah air masuk maka embrio akan membengkak, dengan membengkaknya embrio maka dapat menghancurkan dormancy dari dalam (Bewley & Black, 2006). Mekanisme dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Menurut Sutopo (2002), pencelupan benih dalam larutan asam sulfat akan mengakibatkan rusaknya kulit benih. Kerusakan kulit benih ini diikuti dengan membukanya lumen sel macrosclereid yang menyalurkan air ke dalam jaringan benih yang akan merangsang perkecamabahan benih lebih cepat. Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 – 10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Loveless, 1998). c) Biji Jeruk Pada biji jeruk, juga dilakukan percobaan untuk memecah dormansi secara fisika dan kimia. Perbedaanya biji jeruk tidak memiliki kulit sekeras biji kelengkeng ataupun biji salak, sehingga memerlukan perlakuan yang berbeda pula dalam pemecahan dormansinya. Secara fisik dilakukan dengan mengupas kulit biji dan secara kimia dilakukan dengan penambahan hormon giberelin. Namun pada hasil percoban tidak didapatkan data yang mendukug dikarenakan biji sama sekali tidak mengalami pertumbuhan serta ditumbuhi jamur. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan masih sama dengan yang terjadi pada pengamatan biji salak dan juga biji kelengkeng, yakni kondisi lingkungan yang tidak mendukung atau terlalu lembab mengakibatkan tumbuhnya jamur dan menghambat terjadinya perkecambahan. Pelepasan kulit ari (sarcotesta) pada perlakuan berperan melunakkan kulit biji dan memudahkan air terserap oleh biji sehingga proses-proses fisiologi dalam biji dapat berlangsung dan terjadi perkecambahan. Perlakuan ini sangat efektif untuk mempercepat proses perkecambahan (Fitriani dkk., 2013). Sesuai dengan pendapat Sumanto & Sriwahyuni dalam Ani (2006), menyatakan bahwa perlakuan benih memberikan kecepatan tumbuh yang paling baik karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat berkecambah. Dalam penelitian yang dilakukan Arda (2014), penelitian yang telah dilakukan tentang stratifikasi denganpemberian GA3 (giberelin) terhadap perkecambahan stroberi, stratifikasi (pemecahan dormansi) dapat dilakukan dengan merendam biji dalam larutan GA3 sebelum dikecambahkan. Pemberian GA3 mempercepat kemunculan kecambah, meningkatkan daya kecambah dan panjang kecambah, namun pemberian GA3 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan berkecambah. Weiss dan Ori (2007) menjelaskan bahwa salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas enzim-enzim hidrolitik pada proses perkecambahan. Selama proses perkecambahan, embrio yang sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperm dan menghidrolisis pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio. Wilkins (1978) menjelaskan bahwa biji yang membutuhkan perlakuan dingin untuk memulai perkecambahannya dapat digantikan dengan hanya memberikan sedikit hormon pertumbuhan. Saptadi dan Budi (2005) menerangkan bahwa proses fisiologis yang terjadi selama biji didinginkan sama dengan proses fisiologis yang terjadi jika GA3 eksogenus diberikan langsung pada biji sebelum dikecambahkan. Selama pendinginan, zat penghambat (inhibitor) seperti ABA, dan asam elegat yang ada dalam biji berkurang dan aktifasi zat pendorong pertumbuhan seperti giberelin mulai meningkat. Jika biji diberi GA3 tanpa perlakuan pendinginan maka proses fisiologis tersebut juga akan terjadi. 4. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa factor yang berpengaruh terhadap masa dormansi pada biji yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal berupa kebutuhan akan cahaya untuk terjadinya perkecambahan, suhu, serta air yang jjika kurang dapat menghambat perkecambahan. Sedangkan faktor internal yaitu seperti kulit biji terlalu tebal, adanya zat penghambat, embrio belum matang sempurna. DAFTAR RUJUKAN Ani, M. 2006. Pengaruh Perendaman Benih Dalam Air Panas Terhadap Daya Kecamabah Dan Pertumbuihan Bibit Lamtoro. Jurnal Fisiologi Tumbuhan, 4(1) Arda, M., Suwirmen & Noli, Z.A. 2014. Pengurangan Masa Stratifikasi dengan Penambahan Hormon GA3 Pada Perkecambahan Benih Stroberi (Fragaria x annanassa (Weston) Duchesne). Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.), 3(4): 296-302. Bewley, J.D. & Black, M.. 2006. Seeds, Physiology of Development and Germination. New York: Plenum Press. Campbell. 2002. Biolologi jilid 2. Jakarta: Erlangga. Dahlia & Betty Lukiati. 2010. Petunjuk praktikum Fisiologi Tumbuhan. Malang: UM. Farhana & Belladina. 2013. Pematahan Benih Kelapa Sawit dengan Perendaman dalam Air panas dan Variasi konsentrasi ethephon. Bogor. Firdaus L.N., Sri Wulandari, Yusnida Bey. 2006. Fisiologi Tumbuhan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru. Fitriyani, S.A., Rahayu, E.S., Habibah, N.A. (2013). Pengaruh Skarifikasi dan Suhu Terhadap Pemecahan Dormansi Biji Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Jurnal Pendidikan,2(2). Hopkins, W.G., & Hüner, N.P.A. 2008. Introduction to Plant Physiology: Fourth Edition. London: John Wiley & Sons, Inc. Justice, O. L. & Bass, L.N.. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali Press. Kusfebriani, N. A. Saputri, N.A. Lisan, V. Wuryaningrum, dan R. Rachmadini. 2010. Fisiologi tumbuhan Perkecambahan dan dormansi. Makalah. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam. Universitas Negeri. Jakarta. Jakarta. 28 p. A. R. Loveles. 1998. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta: Gramedia. Salisburry, F. B. dan Ross,W. C. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press. Saptadi, D., dan Budi, W. 2005. Studi Perkecambahan Biji Stroberi Hasil Persilangan. Indonesian. (online) (http://www.pdii.lipi.go.id//), diakses pada 27 November 2018. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Weiss, D. & N. Ori. 2007. Mechanisms of cross talk beetween gibberellin and other hormones. Journal of Plant Physiology, 14(4):1240 - 1246. Wilkins, B Malcomn Alih bahasa Sutedjo Mul Mulyadi & Kartasaputro, 1969. Fisiologi Tanaman.Bina Aksaea. Jakarta. Zulfia, F. A. 2016. Pengaruh Teknik Pemecahan Dormansi Secara Fisika dan Kimia Terhadap Kemampuan Berkecambah Biji Kelengkeng (Dimocarpus longan). Prosiding Seminar Nasional Biologi, 11(9): 245-250. LAMPIRAN
Gambar 1: Tanaman cabai+IAA Gambar 2: Biji cabai suhu dingin
Gambar 3: Tanaman cabai kontrol Gambar 4: Biji cabai kontrol
Gambar 5: Biji cabai berkecambah Gambar 6: Biji cabai berkecambah&mati