Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.


Latar Belakang .................................................... Error! Bookmark not defined.
Rumusan Masalah ............................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian ......................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined.
Konsep Dasar Sectio Caesaria ............................ Error! Bookmark not defined.
Konsep dasar nyeri.............................................. Error! Bookmark not defined.
ANALISA JURNAL .............................................. Error! Bookmark not defined.
Identifikasi Jurnal ............................................... Error! Bookmark not defined.
Masalah, Topik Penelitian Dalam Jurnal ............ Error! Bookmark not defined.
Analisis Metodelogi Penelitian Dalam Jurnal .... Error! Bookmark not defined.
Analisis Hasil Penelitian ..................................... Error! Bookmark not defined.
Aplikasi Hasil Penelitian .................................... Error! Bookmark not defined.
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. Error! Bookmark not defined.
HASI ................................................................... Error! Bookmark not defined.
PEMBAHASAN .................................................... Error! Bookmark not defined.
SUMPULAN DAN SARAN.................................. Error! Bookmark not defined.
5.1 KESIMPULAN ............................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 SARAN ......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu hal yang dinanti oleh ibu hamil untuk dapat
merasakan kebahagiaan.Persalinan yang dialami oleh seorang calon ibu berupa
pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia
luar.Namun bagi beberapa wanita, persalinan kadang diliputi oleh rasa takut dan
cemas terhadap rasa nyeri saat persalinan (Arwani dkk, 2012; Rasjidi, 2009; Abasi,
2015).
Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persalinan secara normal
atau spontan (lahir melalui vagina) dan persalinan abnormal atau persalinan dengan
bantuan suatu prosedur seperti sectio caesarea (SC). Pada proses SC dilakukan
tindakan pembedahan, berupa irisan di perut ibu (laparatomi) dan rahim
(histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Batubara dkk, 2008; Abasi, 2015). Baik
direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat), kehilangan pengalaman
melahirkan anak secara tradisional dapat memberikan efek negatif pada konsep diri
wanita.Suatu upaya dilakukan untuk mempertahankan fokus pada kelahiran
seorang anak lebih utama daripada prosedur operasi.Yaitu ibu melahirkan melalui
abdomen, bukan pervaginam (Arwani, 2012; Batubara dkk, 2008; Manurung, S.
2013).
Data Word Health Organitation (WHO) tahun 2015 selama hampir 30 tahun
tingkat persalinan dengan SC menjadi 10% sampai 15% dari semua proses
persalinan di Negaranegara berkembang. Berdasarkan hasil data RISKESDAS
tahun 2013, angka ibu melahirkan dengan SC di Indonesia 9,8% dengan proporsi
tertinggi di DKI Jakarta 19,9% dan terendah di Sulawesi Tenggara 3,3%.
Persalinan SC memberikan dampak positif dan juga negatif pada
ibu.Dampak positif tindakan SC dapat membantu persalinan ibu, apabila ibu tidak
dapat melakukan persalinan secara pervaginam.Tetapi tindakan operasi SC
mempunyai efek negatif pada ibu baik secara fisik maupun psikologis (Arwani dkk,
2012; Batubara, 2008; Manurung, 2013).
Secara fisik tindakan SC menyebabkan nyeri pada abdomen.Nyeri yang
berasal dari luka operasi (Arwani dkk, 2012; Gondo, 2011). Persalinan SC memiliki
nyeri lebih tinggi sekitar 27,3% dibandingkan dengan persalinan normal yang
hanya sekitar 9%. Umumnya, nyeri yang dirasakan selama beberapa hari. Rasa
nyeri meningkat pada hari pertama post operasi SC. Secara psikologis tindakan SC
berdampak terhadap rasa takut dan cemas terhadap nyeri yang dirasakan setelah
analgetik hilang (Akbar dkk, 2014; Manurung, 2013; Pratiwi, 2013).
Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan terapi farmakologis dan
nonfarmakologis.Beberapa terapi farmakologi yang digunakan sebagai manajemen
nyeri seperti analgesia sistemik, senyawa analgesik narkotik, agen pembangkit efek
analgesik.Efek samping dari terapi tersebut mual, muntah, pusing. Sedangkan terapi
non farmakologis yang sering diterapkan antara lain teknik pernafasan,
audionalgesia, akupuntur, transcutaneus electric nerve stimulations (TENS),
kompres dengan suhu dingin panas, sentuhan pijatan dan aromaterapi (Gondo dkk,
2011).
Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri pada ibu post sectio caesarea yaitu
dengan aromaterapi. Penggunaan aromaterapi secara inhalasi dapat merangsang
pengeluaran endorphin sehingga dapat mengurangi nyeri (Akbar dkk, 2011;
Sharipifour, 2015).Aromaterapi bitter orange (Citrus Aurantium) merupakan
sebuah terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu melahirkan
kala 1 (Wiji dkk, 2015).
Bitter orange dalam sediaan minyak biasa digunakan sebagau
aromaterapi.Minyak bitter orange memiliki efek menjadi resif, antiseptik, anti-
spasmodik, dan obat penenang ringan. Limonele adalah salah satu komponen dari
bitter orange dapat mengurangi rasa sakit (Astuti dkk, 2015; Suza, 2007). Maka
perlu dikembangkan menjadi terapi menggunakan aromaterapi bitter orange untuk
mengurangi nyeri post sectio caesarea. Pemilihan bitter orange karena tidak
mempunyai efek samping serta mudah digunakan untuk ibu post sectio caesarea.
Seperti yang kita ketaui selama ini di ruang Seruni sangat banyak ibu yang
melairkan secara SC sehingga kami ingin selain menggunakan terapi farmakologi
untuk menurunkan nyeri, kami ingin mnggunkan terapi non farmakologi yaitu
berupa pemberian aromaterapi Bitter Orange pada ibu post partum SC untuk
menurunkan nyerinya, karena pemberian aromaterapi untuk penurun nyeri jarang
di lakukan diruangan. Sehingga kami mengambil efektivitas aromaterapi Bitter
Orange terhadap nyeri Post Partum Sectio Caesarea.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh pemberian efektivitas aromaterapi Bitter Orange terhadap nyeri Post
Partum Sectio Caesareadi Ruang Seruni RSUD Abdoer Rahem Situbondo Tahun 2019?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian efektivitas aromaterapi Bitter Orange
terhadap nyeri Post Partum Sectio Caesarea di Ruang Seruni RSUD Abdoer Rahem
Situbondo Tahun 2019
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien sebelum diberikan terapiaromaterapi
pemberianBitter Orange terhadap nyeri Post Partum Sectio Caesareadi Ruang Seruni
b. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien sesudah diberikan terapiaromaterapi
pemberian Bitter Orange terhadap nyeri Post Partum Sectio Caesareadi Ruang Seruni
c. Menganalisa pengaruh terapi pemberian efektivitas aromaterapi Bitter Orange terhadap
nyeri Post Partum Sectio Caesareadi Ruang Seruni

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Perawat Ruangan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat di ruangan Seruni maupun diruangan
lainnya sebagai terapi non farmakologi di RSUD Abdoer Rahem Situbondo Tahun 2019.
1.4.2 Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau acuan untuk
dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini bisa menjadi sumber informasi dan pengetahuan
teoritismengenai terapi non farmakologi nyeri Post Op. SC dan acuan bagi
pengembanganpenelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Responden
Hasil penelitian ini bisa di jadikan sumber pengetahuan dan di aplikasikan sebagai
terapi non farmakologi yag aman dan terjangkau.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Sectio Caesaria


2.1.1. Definisi
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi per abdominal
dengan melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus interior, biasanya
yang sering dilakukan insisi segmen bawah tranversal (Farrer, 2001).
Persalinan sectio saecaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Persalinan sectio cesaria dipengaruhi
oleh beberapa indikasi diantaranya indikasi ibu dan indikasi janin. Indikasi ibu
antara lain : disproporsi kepala panggul/CPD/FDP, disfungsi uterus, distosia
jaringan lunak dan plasenta previa. Sedangkan indikasi jain antara lain : janin
besar, gawat janin, letak lintang (Kasdu, 2003).
2.1.2. Tipe-tipe
Menurut Farrer (2001), tipe-tipe sectio caesaria adalah:
1. Segmen Bawah: insisi melintang Pada bagian segemen bawah uterus
dibuat insisi melintang yang kecil, luka ini dilebarkan ke samping dengan
jari-jari tangan dan berhenti didekat daerah pembuluh-pembuluh darah
uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi
diekstraksikan atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan
kemudian plasenta serta selaput ketuban.
2. Segemen Bawah: insisi membujur Cara membuka abdomen dan
menyingkapi uterus sama seperti pada insisi melintang. Insisi membujur
dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cidera pada bayi.
3. Sectio Caesaria klasik Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan
skapel ke dalam dinding uterus anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta
ke bawah dengan gunting berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang
lebar karena bayi dilahirkan dengan presentasi bokong dahulu, janin atau
plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.
4. Sectio Caesaria Ekstra Peritonial Pembedahan ekstra peritonial dikerjakan
untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang
mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisasi yang
sering bersifat fatal.
2.1.3. Indikasi Sectio Caesaria
Terdapat beberapa indikasi seorang ibu harus menjalani persalinan dengan
metode pembedahan Sectio Caesarea (Cunningham, et al., 2006) sebagai berikut:
1. Disproporsi Kepala
Panggul Keadaan dimana ibu memiliki panggul sempit, sehingga bayi
dengan ukuran yang tidak proporsional dengan ukuran panggul ibunya
mengalami kesulitan untuk melewati jalan lahir atau persalinan
pervaginam.
2. Kasus Gawat Janin
Keadaan dimana terjadi suatu kondisi gawat janin, yaitu pada kondisi
terinfeksi, Ketuban Pecah Dini (KPD) yang merupakan kejadian bayi
yang terendam air ketuban sehingga bayi menderita demam tinggi
karena ibu mengalami eklampsia (keracunan kehamilan).
3. Plasenta Previa
Keadaan dimana plasenta terletak dibawah sehingga menutupi jalan
lahir atau liang rahim sehingga bayi tidak dapat keluar melalui
persalinan pervaginam.
4. Letak Lintang Keadaan dimana posisi janin dalam kandungan yang
letaknya melintang, sehingga tidak dimungkinkan jika bayi dilahirkan
pervaginam.
5. Incoordinate Uterine Action Keadaan dimana adanya suatu kontraksi
rahim yang tidak adekuat dan tidak mampu terkoordinasi sehingga tidak
mampu mendorong bayi untuk keluar dari rahim.
6. Preeklampsia
Keadaan dimana muncul gejala seperti tekanan darah tinggi, penglihatan
kabur, protein dalam urin (proteinuria) atau muncul gejala yang lebih
berat seperti eklampsia yang terjadi pada ibu selama kehamilan
berlangsung.
7. Ibu meninggal, sedangkan bayi didalam kandungan masih hidup.
8. Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya Pada kondisi ibu yang pernah
melakukan Sectio Caesarea pada persalinan sebelumnya, maka pada
persalinan selanjutnya dilakukan Sectio Caesarea untuk menghindari
sobekan jalan lahir.
2.1.4. Kontraindikasi Sectio Caesarea
Dalam praktik obstetric modern sebenarnya tidak ada kontraindikasi untuk
persalinan Sectio Caesarea. Namun tindakan persalinan Sectio Caesarea jarang
diperlukan jika janin sudah mati atau terlalu premature untuk bisa hidup dan ketika
mekanisme pembekuan darah ibu mengalami gangguan serius, yaitu dilakukan
persalinan dengan insisi yang seminimal mungkin dengan melakukan tindakan
persalinan pervaginam yang lebih disukai untuk sebagian besar keadaan. Karena
pada saat ibu melakukan persalinan Sectio Caesarea, ibu kehilangan sejumlah 500
ml darah bahkan lebih (Cunningham, et al., 2006).
2.1.5. Komplikasi Sectio Caesaria
1. Nyeri pada daerah insisi.
2. Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostatis karena
insisi rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan
masa persalinan.
3. Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dan komplikasi ini lebih besar bila
sectio caesaria dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi
dalam rahim.
4. Cidera pada sekeliling usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter.
5. Infeksi akibat luka pasca operasi.
6. Bengkak pada ekstremitas bawah.
7. Gangguan laktasi.
8. Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul. 9. Potensi
terjadinta penurunan kemampuan fungsional.

2.2. Konsep dasar nyeri


2.2.1. Definisi nyeri
Pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam
istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari enam bulan (Wilkinson, 2011). Menurut Potter dan Perry (2006),
orang yang merasakan nyeri yang dapat mengukur tingkatan nyeri yang
dialaminya.
Menurut McCaffery (1980), menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu
yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat
seseorang mengatakan merasakan nyeri. Suatu sensasi yang tidak menyenangkan
baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita
yang akhirnya akan mengganggu aktifitas sehari-hari (Asmadi, 2008).
Suatu konsep / nilai yang berkaitan dengan nyeri :
1. Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat oleh
individu yang mengalami nyeri itu sendiri.
2. Apabila seorang pasien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar
merasakan nyeri
3. Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif, sosiokultural dan
spiritual.
4. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual
maupun potensial
2.2.2. Etiologi
Menurut Asmadi (2008), penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan
dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma
mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), peradangan, gangguan sirkulasi
darah. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis.
Nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri. Serabut saraf reseptor nyeri ini terletak dan tersebar pada
lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam.
Sedangkan nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis
dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2008).
2.2.3. Manifestasi klinis
Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen yang
harus diperhatikan:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri Dalam melakukan pengkajian terhadap
nyeri, harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri,
walaupun dalam observasi tidak ditemukan adanya cedera atau luka.
2. Karakteristik nyeri ( Metode P, Q, R, S, T)
a) Faktor pencetus ( P : Provocate) Mengakji tentang penyebab nyeri
pada klien, dalam hal ini juga dapat melakukan observai bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera. Menanyakan pada klien
perasaanperasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q : Quality) Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang
subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien
mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk,
disayatsayat dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region ) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka meminta
klien untuk menunjukkan semua bagian / daerah dirasakan tidak
nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka
perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dan titik
yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri
yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Severe) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri
merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini
klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai
nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. Skala nyeri numerik
(Numerical Rating Scale, NRS) : Skala nyeri numerik digunakan
untuk menilai intensitas atau derajat keparahan nyeri yang
memberi kesempatan pada klien untuk mengindentifikasi
keparahan nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006). Angka 0
diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10
mengindikasikan nyeri paling berat yang di rasakan klien.
2.2.4. Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena pemasangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul akan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
c) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit,
lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
4. Nyeri berdasarkan waktu lamamnya serangan :
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas.
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.
Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.

2.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurur Sigit (2010), terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi dan reaksi masing-masing individu terhadapa nyeri, diantaranya:
1. Usia: Usia merupakan variabel yang paling penting dalam mempengaruhi
nyeri pada individu.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
berespon terhadapa nyeri. Hanya beberapa budaya yang mengganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan
nyeri.
3. Kebudayaan
Banyak yang berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu dalam
masalah nyeri adalah sama, sehingga mencoba mengira bagaimana pasien
berespon terhadap nyeri.
4. Makna nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhui pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi
merupakan nyeri yang berat.
6. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi
nyeri.
7. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi
nyeri juga akan menimbulkan ansietas.
8. Keletihan
Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan
menurunkan kemampuan koping individu.
9. Pengalaman sebelumnya
Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman
tentang nyeri.
2.2.6. Nyeri pada Ibu Post Operasi Secsio Cesaria
Pada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada
saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar dan efek
anastesi habis bereaksi, pasien akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang
mengalami pembedahan. Banyak ibu yang mengeluhkan rasa nyeri pada bagian
dibekas jahitan, keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh mengalami luka dan
penyembuhan tidak bisa sempurna apalagi jika luka tersebut tegolong panjang dan
dalam. Pada operasi SC ada 7 lapisan tersebut dijahit satu demi menggunakan
beberapa macam benang jahit. Rasa nyeri di daerah sayatan yang membuat sangat
terganggu dan pasien merasa tidak nyaman (Kasdu, 2003).
Nyeri post operasi berpengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri
sangat penting dilakukan sesudah pembedahan. Nyeri yang dibebaskan dapat
mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dapat mentoleransi
mobilisasi yang cepat. Pengakajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus
digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien post operasi dapat dibebaskan
(Potter & Perry, 2006).
BAB 3
ANALISA JURNAL
3.1. Identifikasi Jurnal
3.1.1 Judul
Efektivitas Aromaterapi Bitter Orange Terhadap Nyeri Post Partum Sectio Caesarea
3.1.2 Pengarang
Sri Utami, Prodi Ilmu Keperawatan, Universitas Riau, Indonesia.
3.1.3 Nama dan Edisi Jurnal
Unnes Journal of Public Health, 5 (4) (2016), pISSN 2252-6781, eISSN 2548-7604.
3.2. Masalah, Topik Penelitian Dalam Jurnal
3.2.1. Topik
Bagaimanaefektivitas pemberianaromaterapi Bitter Orangeterhadap nyeri Post
Partum Sectio Caesarea?
3.2.2. Latar Belakang Masalah
Persalinan merupakan suatu hal yang dinanti oleh ibu hamil untuk dapat
merasakan kebahagiaan. Persalinan yang dialami oleh seorang calon ibu berupa
pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Namun bagi beberapa wanita, persalinan kadang diliputi oleh rasa takut dan cemas
terhadap rasa nyeri saat persalinan (Arwani dkk, 2012; Rasjidi, 2009; Abasi, 2015).
Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persalinan secara normal atau
spontan (lahir melalui vagina) dan persalinan abnormal atau persalinan dengan
bantuan suatu prosedur seperti sectio caesarea (SC). Pada proses SC dilakukan
tindakan pembedahan, berupa irisan di perut ibu (laparatomi) dan rahim
(histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Batubara dkk, 2008; Abasi, 2015).
Data Word Health Organitation (WHO) tahun 2015 selama hampir 30 tahun
tingkat persalinan dengan SC menjadi 10% sampai 15% dari semua proses
persalinan di Negaranegara berkembang. Berdasarkan hasil data RISKESDAS tahun
2013, angka ibu melahirkan dengan SC di Indonesia 9,8% dengan proporsi tertinggi
di DKI Jakarta 19,9% dan terendah di Sulawesi Tenggara 3,3%. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Provinsi Riau terjadi peningkatan persalinan dengan SC dari tahun
2013 sekitar 422 kasus menjadi 3.949 kasus pada tahun 2014.
Secara fisik tindakan SC menyebabkan nyeri pada abdomen. Nyeri yang berasal
dari luka operasi (Arwani dkk, 2012; Gondo, 2011). Persalinan SC memiliki nyeri
lebih tinggi sekitar 27,3% dibandingkan dengan persalinan normal yang hanya
sekitar 9%. Umumnya, nyeri yang dirasakan selama beberapa hari. Rasa nyeri
meningkat pada hari pertama post operasi SC.Nyeri dapat diatasi dengan
penatalaksanaan nyeri. Adapun dua cara penatalaksanaan nyeri yaitu dengan cara
farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologis dapat diatasi dengan
menggunakan obat-obatan analgetik misalnya, morphine sublimaze, stadol, demerol
dan lain lain (Akhlagi dkk, 2011; Abasi, 2015).Sedangkan terapi non farmakologis
yang sering diterapkan antara lain teknik pernafasan, audionalgesia, akupuntur,
transcutaneus electric nerve stimulations (TENS), kompres dengan suhu dingin
panas, sentuhan pijatan dan aromaterapi (Gondo dkk, 2011)
Pada penelitian akan menggunakan aromaterapi bitter orange utuk mengurangi
nyeri postpartum SC. Bitter orange dalam sediaan minyak biasa digunakan sebagau
aromaterapi. Minyak bitter orange memiliki efek menjadi resif, antiseptik, anti-
spasmodik, dan obat penenang ringan.Tindakan pemberian aromaterapi bitter orange
(Citrus Aurantium) merupakan sebuah terapi non farmakologis yang merupakan
salah satu alternatif teknik non farmakologis, yang dapat diberikan pada pasien untuk
mengurangi nyeri. Untuk itu perlu diketahui pengaruh aromaterapi bitter orange
pada pasca partum dengan sectio-caesarea, sehingga dapat menurunkan nyeri post
sectio caesarea.

3.2.3. Tujuan :
Untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi Bitter Orangeterhadap
nyeri Post Partum Sectio Caesarea.

3.3. Analisis Metodelogi Penelitian Dalam Jurnal


3.3.1 Metode Penelitian
Desain penelitian menggunakan Quasy Eksperimen dengan rancangan
penelitian NonEquivalent Control Group yang melibatkan dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3.3.2 Sampling dan Sampel


Sampel pada penelitian ini adalah 34 responden yang mengalami nyeri post
partum sectio caesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive samplingsebanyak 34 responden.
3.4. Analisis Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji Mann
Whitney diperoleh hasil p value (0,000) < α (0,05), hal ini berarti terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata intensitas nyeri Post partum SC kelompok eksperimen sehingga
dapat disimpulkan bahwa pemberian aromaterapi bitter orange efektif terhadap penurunan
nyeri post partum SC.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Namazi dkk (2014) membuktikan bahwa
aromaterapi dengan menggunakan minyak esensial bunga citrus aurantium dapat
mengurangi kecemasan pada kala 1 persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Akbar dkk, 2014; Abasi, 2015) bahwa penggunaan aromaterapi secara
inhalasi dapat merangsang pengeluaran endorphin efektif menurunkan nyeri ibu post
partum dengan p value 0,000 < α 0,05. Peneliti menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
pada terapi yang menggunakan aromaterapi berupa bitter orange terhadap nyeri ibu post
partum.

3.5. Aplikasi Hasil Penelitian


Pemberian aromaterapi Bitter Orange efektif diberikn untuk pasien post partum SC
karena pasien yang diberikan terapi menggunakan aromaterapi bitter orange tubunya akan
merangsang untuk melepaskan senyawa endorphin sehingga merangsang otot-otot pada
bagian tubuh. Tubuh menjadi rileks, yang merupakan pereda nyeri dengan seolah-olah
seperti beristirahat beberapa jam.
Bitter orange sediaan minyak biasa digunakan dalam aromaterapi. Minyak ini
memiliki efek menjadi resive, antiseptik, antispasmodik dan obat penenang ringan.
Limonele adalah salah satu komponen dari bitter orange dapat mengurangi rasa sakit
(Astuti, Heni & Kartika, 2015; Fadla dkk, 2015).

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASI
4.1.1. Data Umum
Tabel 5.1. Distribusi FrekuensiBerdasarkan Usia Pada Ibu Post SC di ruang
Seruni RSUD dr.Abdoer Rahem Situbondo
No Karakteristik umur Frekuensi (f) Persentase (%)
1. 20-25 tahun 4 40%
2. 26-30 tahun 3 30%
3. >31 tahun 3 30%
Jumlah 10 100%
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan bahwa responden yang 20-25 tahun
sejumlah 40 %, usia 26-30 tahun sejumlah 30%, usia >31 tahun 30%.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tingkat pendidikan pada


ibu post SC di ruang seruni RSUD dr. Abdoer Rahem situbondo
Tingkat Persentase (%)
No Frekuensi (f)
Pendidikan
1. SD 0 0%
2. SMP 1 10%
3. SMA 9 90%
Jumlah 10 100%
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan sebagian besar berpendidikan Terakhir
SMA sebanyak 9 orang atau 90%.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Obat anti nyeri yang
di berikan pada ibu post SC di ruang seruni RSUD dr. Abdoer Rahem situbondo
Jenis Obat Persentase (%)
No Frekuensi (f)
(IV)
1. Ketorolac 10 100%
2. Asam Mefenamat 1 10%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.3 Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Obat anti nyeri yang di berikan pada ibu post SC di ruang seruni
RSUD dr. Abdoer Rahem situbondo.

4.1.2. Data khusus


Perbandingan Skala Nyeri Pre dan Post pemberian Aroma Terapi Bitter Orange.
Tabel. 5.4. Distribusi Frekuensi responden sebelum dan sesudah diberikan aroma
terapi bitter orange (n=10)
No. Kategori Sebelum (pre) Sesudah (post)
skala nyeri frekuensi presentase Frekuensi presentase
1. Nyeri Ringan 0 0% 8 80%
(skala 1-3)
2. Nyeri sedang 6 60% 2 20%
(skala 4-6)
3. Nyeri berat 4 40% 0 0%
(skala 7-9)
Total 10 100% 10 100%

Sumber : Data primer 2019


Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.4 menunjukan bahwa sebelum
pemberian aromaterapi bitter orange dalam mayoritas responden sebanyak 6 orang
(60%) mengalami nyeri sedang (skala 4-6) dan 4 orang mengalami nyeri berat
(skala 7-9). Sedangkan setelah pemberian aromaterapi bitter orange mayoritas
sebanyak 8 orang atau 80 % mengalami penurunan nyeri ringan (skala 1-3) dan
sebanyak 2 orang mengalami nyeri sedang (4-6).

4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Tingkat Nyeri Sebelum diberikan Aroma Bitter Orange
Derajat dan kualitas nyeri yang dirasakan oleh setiap responden sangat subjektif
dan berbeda, hal ini disebabkan karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks dan
banyak faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri seseorang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat persepsi dan reaksi individu terhadap nyeri seperti yang
nyatakan oleh Smeltzer & Bare (2002), diantaranya adalah usia, jenis kelamin, ansietas,
pengalaman nyeri masa lalu, perhatian dan dukungan keluarga.
Berdasarkan karakteristik responden seperti pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari
10 responden terdapat 4 orang (40%) yang berusia 20-25 tahun, 3 orang (30%) yang
berusia 26-30 tahun, dan 3 orang (30%) yang berusia >31 tahun. Sesuai pengamatan
yang telah dilakukan bahwa rentang usia tersebut rata-rata mempersepsikan nyeri
lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berusia lanjut. Selanjutnya pada
tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan Terakhir SMA sebanyak
9 orang atau 90%.Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.3 Frekuensi
Responden Berdasarkan Jenis Obat anti nyeri yang di berikan pada ibu post SC di
ruang seruni RSUD dr. Abdoer Rahem situbondo dan Berdasarkan hasil penelitian di
ruang Seruni RSUD dr. Abdoer rahe Situbondo didapatkan hasil Distribusi Frekuensi
responden sesudah diberikan aroma terapi bitter orange (n=10). Berdasarkan hasil
penelitian seperti pada tabel 5.4 menunjukan bahwa sebelum pemberian aromaterapi
bitter orange dalam mayoritas responden sebanyak 6 orang (60%) mengalami nyeri
sedang (skala 4-6) dan 4 orang mengalami nyeri berat (skala 7-9). Sedangkan setelah
pemberian aromaterapi bitter orange mayoritas sebanyak 8 orang atau 80 %
mengalami penurunan nyeri ringan (skala 1-3) dan sebanyak 2 orang mengalami
nyeri sedang (4-6).
Sesuai pengamatan yang telah dilakukan bahwa rentang usia tersebut rata-rata
mempersepsikan nyeri lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berusia lanjut.
4.2.1. Efektivitas aromaterapi bitter orange terhadap nyeri post partum SC.
Berdasarkan hasil penelitian di ruang Seruni RSUD dr. Abdoer rahe
Situbondo didapatkan hasil Distribusi Frekuensi responden sesudah diberikan aroma
terapi bitter orange (n=10). Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.4
menunjukan bahwa sebelum pemberian aromaterapi bitter orange dalam mayoritas
responden sebanyak 6 orang (60%) mengalami nyeri sedang (skala 4-6) dan 4 orang
mengalami nyeri berat (skala 7-9). Sedangkan setelah pemberian aromaterapi bitter
orange mayoritas sebanyak 8 orang atau 80 % mengalami penurunan nyeri ringan
(skala 1-3) dan sebanyak 2 orang mengalami nyeri sedang (4-6).
Peneliti menunjukkan ada pengaruh yang signifikan pada terapi yang
menggunakan aromaterapi berupa bitter orange terhadap nyeri ibu post partum.
Pasien yang diberikan terapi menggunakan aromaterapi bitter orange merangsang
tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin sehingga merangsang otot-otot pada
bagian tubuh. Tubuh menjadi rileks, yang merupakan pereda nyeri dengan seolah-
olah seperti beristirahat beberapa jam.
Bitter orange sediaan minyak biasa digunakan dalam aromaterapi. Minyak
ini memiliki efek menjadi resive, antiseptik, anti-spasmodik dan obat penenang
ringan. Limonele adalah salah satu komponen dari bitter orange dapat mengurangi
rasa sakit (Astuti, Heni & Kartika, 2015; Fadla dkk, 2015).
Aromaterapi mempengaruhi sistem limbik di otak yang merupakan pusat
emosi, suasana hati dan mood dan menghasilkan hormon endorphin dan encephalin,
yang bersifat sebagai penghilang rasa sakit dan serotonin yang berfungsi
menghilangkan ketegangan atau stres serta kecemasan saat menghadapi persalinan
(Perez, 2003). Dan minyak esensial jeruk diyakini menimbulkan efek mental
relaksasi (Sugano dan Sato, 1991).
Beberapa studi menunjukkan bahwa aromaterapi bitter orange
mempengaruhi neurotransmisi pusat (Komiya et al., 2006). Sebuah hubungan antara
persepsi bau dan respon perilaku emosional telah disarankan, menunjukkan korelasi
neuroanatomical antara emosi dan bau (Pollatos et al., 2007). Studi klinis menunjukkan
bahwa paparan inhalasi berbagai macam minyak esensial efektif dalam mengurangi
stres psikologis, keadaan cemas, serta kadar kortisol pada pasien hipertensi (Hwang,
2006).
Efek positif dari minyak esensialbitter orange pada kecemasan dan
depresi gejala telah membangkitkan minat, karena mereka mungkin menjadi
alternatif untuk bahan sintetis yang menyebabkan berbagai efek samping seperti
sedasi, perubahan memori dan interaksi dengan obat lain (Gumnick dan Nemeroff,
2000). Di antara tanaman aromatik, Citrus aurantium L. (Rutaceae) diindikasikan
dalam pengobatan populer sebagai alternatif dalam pengobatan kecemasan, yang
menunjukkan tindakan sentral mungkin (Pultrini et al., 2006).
Aromaterapi bitter orange menunjukkan aktivitas depresan pada sistem
saraf pusat (SSP) setelah pemberian intraperitoneal pada tikus (Carvalho-Freitas dan
Costa, 2002). Tanggapan tersebut dapat dikaitkan dengan efek tertentu atau sinergis
dari banyak komponen yang ada dalam aromaterapi bitter orange, antara yang kita
harus menyebutkan limonene dan mircene, yang memiliki tindakan dibuktikan pada
SSP (Pultrini et al., 2006). Studi yang dilakukan dievaluasi dalam model depresi,
memberikan bukti bahwa esensial bitter orange tindakan dengan memperkuat respon
imun serta potentiating efek anti-depresan dari imipramine yang (Komori et al.,
1995), yang juga diamati dalam studi klinis dengan pasien dengan depresi (Komori et
al., 1995).
BAB 5
SUMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pada analisis hasil dan pembahasan tersebut maka dapat
diambil kesimpulan tentang penurunan tingkat nyeri pada ibu nifas post secto sesarea
sebagai berikut :
1. Tingkat nyeri ibu nifs post Sc sebelum diberi aromaterapi bitter orange adalah nyeri
sedang. Sedangkan tingkat nyeri setelah diberi aromaterapi bitter orange pada kelompok
intervensi adalah nyeri ringan. Terdapat perbedaan penurunan nyeri antara sebelum dan
setelah diberikan aromaterapi bitter orange pada ibu post Sc.
2. Tingkat Nyeri post Sc Sesuai pengamatan yang telah dilakukan bahwa rentang usia
tersebut rata-rata mempersepsikan nyeri lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang
berusia lanjut.
3. Terdapat perbedaan nyeri post Sc sebelum dan sesudah diberikan olesan minyak
aromaterapi Bitter Orange.

5.2 SARAN
Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian dapat disusun saran-saran sebagai
berikut :
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan, dapat dijadikan sebagai masukan bagi RSUD dr.
Abdoer rahem situbondo bahwa pemberian aromaterapi bitter orange dapat dijadikan
SOP dalam asuhan keperawatan secara komperehensif untuk menurunkan nyeri pada
ibu nifas post SC.
2. Bagi institusi pendidikan kesehatan, dapat dipublikasikan secara luas kepada pihak
akademis, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan dapat
dijadikan sebagai terapi komplementer untuk mengembangkan pengetahuan tentang
memberikan asuhan keperawatan pada pasien inpartu di dalam institusi pendidikan.
Dan untuk motivasi supaya lebih giat dalam melakukan penelitian-penelitian mutakhir
dibidang kesehatan.
3. Bagi profesi keperawatan, diharapkan untuk dapat mengaplikasikan tindakan ini dalam
menangani masalah nyeri pada ibu nifas Post SC.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian dengan design true
experimen dengan memperhitungkan konsentrasi aromaterapi. Waktu pemberian
aromaterapi supaya lebih efektif. Pada penelitian selanjutnya peneliti dapat
mempertimbangkan faktor lain yang memungkinkan bisa menurunkan nyeri dan
kecemasan seperti dukungan suami dan keluarga. Selain itu peneliti selanjutnya jangan
melakukan kesalahan yang sama
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. (2007) Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Jakarta : Salemba
Medika.

Azizah, I.N., Widyawati, M.N., Anggraini, N.N., 2011. Pengaruh Endorphin Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Kala 1 Persalinan Normal Ibu Primipara Di BPS S Dan B
Demak Tahun 2011 . Demak: Jurnal .Unimus.ac.id.

Azizah I. 2011. Pengaruh Endhorphin Massage Terhadap Intensitas Nyeri Kala 1 Persalinan
Normal Ibu Primipara, Di BPS S Dan B Demak, Semarang.

Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan & Gangguan Kehamilan. Yogyakarta: Yuha


Medika.

Bobak, Lowdermik, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3. Jakarta:
EGC.

Datak, G. (2008). Perbedaan Rileksasi Benson Terhadap Nyeri Pasca Bedah Pada Pasien
Transurethral Resection Of The Prostate Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
[Thesis]. Indonesian University.

Department of Health. 2007. Pain Management. Productivity Western Australia.

Diana, Sukandar H., Handono, B. 2012. Analisis Faktor-Faktor Berhubungan Dengan


Komplikasi Obstetri Ibu Dan Bayi Di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung
Barat. Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas edisi 2. Jakarta : EGC.

Hidayat, A., Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.

JNPK-KR. 2008. APN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo.

Koensoemardiyah.(2009) A-Z Aromaterapi untuk Kesehatan, Kebugaran, dan kecantikan.


Yogyakarta:ANDI.

Kumalasari, E.P., 2012. Studi Tentang Manfaat Aromaterapi ( Aroma Lavender ) Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Ibu Pada Persalinan Kala I Fase Aktif Di Bidan Praktek
Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Ngletih Kecamatan Pesantren. Penelitian. Kediri:
Sekolah Tinggi Ilmu KesehatanSurya Mitra Husada.

Llewllyn, D. 2001. Dasar-Dasar Obsetri & Ginekologi. Edisi 66. Jakarta: Hipokratis.
Maifrisco, O., (2008). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Stress Mahasiswa. Available
From URL: www.indoskripsi.com. [Acessed 10 Agustus 2013].

Manurung, S. 2013. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap PerubahanSkala Nyeri


Persalinan Pada Klien Primigravida. Jurnal Health Quality. Vol 4 No 1.

Namazi, et al. 2014. Effects of Citrus Aurantium (Bitter Orange) on the Severity of First-
Stage Labor Pain. di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran.

Namazi, et al. 2014. Aromatherapy With Citrus Aurantium Oil and Anxiety During the First
Stage of Labor. di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Perez, C., (2003). Clinical Aromatherapy Part I: An Introduction Into Nursing Practice.
Clinical Journal Of Oncology Nursing. Volume 7, Number 5. [accessed 16 November
2013].

Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Edisi 4. Alih Bahasa Renata Komalasari. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A. (2006).Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Alih Bahasa Renata Komalasari. Jakarta : EGC.

Rahmi P. 2002. Aromaterapi Perawatan Alami Untuk Sehat Dan Cantik. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

Reeder, Martin, Griffin, K., 2011. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Rohani, Et Al. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai