A. LATAR BELAKANG
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun
2007 menyebutkan bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian
hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian,
yaitu berupa tes, observasi, penugasan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembangan siswa. Sementara itu dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
disebutkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, penilaian merupakan salah satu
unsur penting yang wajib dikuasai oleh seorang pendidik dalam melaksanakan
tugasnya di sekolah.
Keberhasilan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari
suatu upaya guru dalam berusaha membelajarkan peserta didik, sedangkan peserta
didik berupaya menguasai kompetensi yang telah dibelajarkan. Upaya pendidik dan
peserta didik ini akan diketahui dari kondisi keberhasilan pembelajaran, sehingga
akan diperoleh informasi seberapa efektif dan efisien kegiatan pembelajaran telah
dilakukan bersama antara pendidik dengan peserta didik. Kemampuan dan daya
serap peserta didik merupakan suatu kondisi yang dimiliki peserta didik dalam
menguasai seperangkat materi atau seperangkat kompetensi yang sengaja
dibelajarkan. Kondisi ini dapat diketahui dari evaluasi terhadap upaya
pembelajaran yang sedang atau telah dilakukan guru. Evaluasi yang dianjurkan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006
tentang Standar Isi adalah penilaian autentik (authentic asessment).
Salah satu kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah evaluasi pembelajaran.
Kegiatan ini dilakukan seorang guru paling tidak untuk mengetahui
(1) keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan; (2) kemampuan dan daya
serap peserta didik terhadap materi yang telah dibelajarkan; dan (3) informasi yang
sangat berharga sebagai balikan (feedback) bagi guru dalam memperbaiki kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal
pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting
pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk
memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Po-pham,
1995:3). Penilaian otentik adalah proses asesmen yang melibatkan beberapa bentuk
pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi, dan sikap
yang sesuai dengan materi pembelajaran (Suurtamm, 2004: 497-513).
Penilaian autentik mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang
kondisi seseorang yang telah belajar, sehingga metode atau teknik evaluasi harus
mampu memeriksa perkembangan kemampuannya. Penilaian autentik harus dapat
menyajikan tantangan dunia nyata, sehingga peserta didik dituntut menggunakan
kompetensi dan pengetahuan yang relevan. Penilaian autentik dilakukan oleh guru
dalam bentuk penilaian kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa pada kompetensi yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan
merupakan bagian dari pembelajaran. Penilaian autentik juga sebagai bahan untuk
peningkatan mutu hasil belajar. Penilaian ini dilakukan dengan berorientasi pada
kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan melalui
berbagai cara. Penilaian autentik dapat dilakukan melalui penilaian kinerja (hasil
karya), portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), performansi (unjuk
kerja), dan penilaian diri.
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan
dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran.
Pemilihan metode asesmen harus didasarkan pada target informasi yang ingin
dicapai. Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins
(1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan
dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar.
Kelima hasil belajar tersebut antara lain:
a. Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi
pengetahuan suatu mata pelajaran.
b. Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam
menggunakan pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan
memecahkan suatu masalah.
c. Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang
berhubungan dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan
pengetahuan.
d. Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang
didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
e. Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari dan
mengaplikasikan pengetahuan.
Untuk lima kategori hasil belajar di atas, Stiggins (1994: 83) menawarkan empat
jenis metode asesmen dasar. Keempat metode tersebut adalah:
a. Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda (multiple
choice items), benar-salah (true-false items), menjodohkan atau mencocokkan
(matching exercises), dan isian singkat (short answer fill-in items)
b. Essay Assessment, dalam asesmen ini siswa diberikan beberapa persoalan
kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap
persoalan tersebut.
c. Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap prestasi
yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran. Asesmen ini terutama
didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses dimana suatu
keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa.
d. Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah per-
tanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawancara,
perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan
siswa dalam mengemukakan jawaban maupun gagasan.