• Foto barisan belakang, anak-anak Dr. Christiaan Snouck Hurgronje dari isteri
keduanya yang bernama Sangkana, berdiri dari kiri: Ibrahim, Aminah, Salmah
Emah, dan Umar
• Foto barisan depan, duduk dari kiri: Raden Aju Lasmitakusumah yang merawat
keempat anak Snouck Hurgronje setelah ibunya, Sangkana, meninggal dunia.
Kemudian, Siti Sadijah (isteri ketiga Snouck) yang memangku anak tunggal Snouck
yang bernama Raden Joesoef, satu-satunya anak laki-laki Snouck yang masih hidup
hingga foto ini dipublikasikan.
• Isteri pertama Snouck Hurgronje dinikahi di Jeddah sekitar tahun 1884-85 ketika
dia memata-matai jama'ah haji Hindia Belanda. Isteri keduanya adalah Sangkana
yang dinikahi pada tahun 1890, yaitu puteri dari Raden Haji Mohammad Ta'ib
penghulu Ciamis. Sangkana meninggal pada tahun 1896 ketika melahirkan anak
kelima Snouck. Isteri ketiganya adalah Siti Sadijah yang dinikahinya tahun 1898,
yaitu puteri wakil penghulu Bandung.
Keluarganya di Tatar Sunda (2)
• Raden Joesoef adalah satu-satunya anak laki-laki Snouck yang
hidup dan memiliki 11 anak. Anak pertamanya Eddy Joesoef
menjadi atlit terkenal yang tergabung dalam tim bulu tangkis
Indonesia 🇩🇮tahun 1958 yang pertama kali memenangi Piala
Thomas di Singapura.
• 1 & 2. Sebut saja Raden Aboe Bakar Djajadiningrat (1854-1914) dan dr. Abdul
Ghaffar ibn Abdurrahman al-Baghdadi yang banyak membantunya selama di
Jeddah dan Makkah.
• 3 & 4. Juga, Muhammad Rusjdi sebagai Penghulu (Hoofd) Aceh dan Teungku
Muhammad Nurdin sebagai sekretarisnya selama penugasan di Aceh.
Orang Kepercayaan Snouck (2)
• Setelah Snouck Hurgronje kembali ke Belanda pada tahun 1906, Hasan Mustapa terus
menjalin komunikasi via surat hingga 9 Agustus 1923 beberapa tahun sebelum beliau
meninggal tahun 1930. ⚠️ Snouck memanfaatkan kedekatan tersebut untuk terus
memantau perkembangan kebijakan pemerintah Hindia Belanda atas Ummat Islam;
khususnya tentang Islam dalam praktik lokal serta dunia Tarekat. Menurut Dr. Jajang
Rohmana, informasi tentang tarekat yang disampaikan oleh Haji Hasan Mustapa "cukup
melembutkan" pandangan Snouck atas "bahaya tarekat" pasca Pemberontakan Cilegon
1888.
• Snouck Hurgronje (lahir 1857) yang pernah menyatakan dibaiat dalam Tarekat Syattariyah
itu mati pada tahun 1936 di Belanda. Apakah Hasan Mustapa dimanfaatkan oleh Snouck
Hurgronje tanpa beliau sadari atau sebaliknya, masih perlu direnungkan kembali.
Koneksi Snouck di Jeddah (1)
• Kitab Muhimmat an-Nafais, Tak Lekang oleh Waktu
• Michael Laffan dalam artikelnya "Raden Aboe Bakar - Sebuah Catatan Pengenalan
terhadap Informan Snouck Hurgronje di Jeddah (1884-1912)" mencatat beberapa
hal penting terkait keterhubungan antara ulama lokal di Nusantara dan ulama
Nusantara di Makkah:
• Para hujaj asal Nusantara selama berada di Makkah berinteraksi tidak hanya
dengan komunitas muslim dari berbagai belahan Dunia Islam, tetapi juga dengan
komunitas musilm dari Hindia Belanda. Khususnya, berinteraksi dengan para ulama
yang mukim di Makkah.
Koneksi Snouck di Jeddah (2)
• Para ulama asal Hindia Belanda yang mukim di Makkah berperan penting sebagai
pakar rujukan bagi berbagai masalah Islam yang berkembang di Hindia Belanda.
Ketika ulama lokal tidak dapat memecahkan masalah maka mereka menyurati
ulama yang mukim di Makkah untuk mencari keputusan. Posisi ulama yang mukim
di Makkah itu strategis karena memiliki akses terhadap khasanah keilmuan dari
berbagai ulama mancanegara.
• Surat menyurat antara ulama di Nusantara dengan ulama Nusantara yang mukim di
Makkah tidak hanya mengenai masalah perjuangan melawan penjajah Belanda
serta seruan jihad, namun juga masalah fiqih yang menjadi polemik di Hindia
Belanda. Korespondensi yang intensif ini menghasilkan sebuah karya kompendium
fatawa berjudul Muhimmat an-Nafais.
• Kitab bilingual khas Bilad al-Jawa tersebut baru diterbitkan tahun 1892. Bahkan,
kompendium fatawa itu terus dipakai hingga 1920-30an (Kaptein 1997). Bahwa
kitab itu terus lama dipakai memberi sebuah gambaran bahwa pemikiran yang
dicurahkan para ulama era 1870-80 cukup berwawasan ke depan serta meliputi
berbagai aspek yang terus relevan.
Enam Instruksi Pelemahan &
Penghambat Kemerdekaan (1)
• Ketika Indonesia masih dijajah Belanda, keberadaan Het
Kantoor voor Inlandsche Zeken (HKvIZ) memang identik dengan
otak Islamophobe* di belakangnya yaitu Dr. Christiaan Snouck
Hurgronje.
• 6. Instruksi keenam tahun 1939 turun ketika kepala penasihat sudah beralih kepada Dr.
G.F. Pijper sebagai pejabat terakhir sebelum Hindia Belanda dikuasai Jepang.
• ⚠️ Instruksi kelima 1934 dan keenam 1939 keduanya fokus pada hak pengangkatan,
skorsing, dan pemberhentian pegawainya, hak untuk mekenaikan gaji berkala serta
pemberian cuti, serta memerintahkan pegawai Dinas Purbakala untuk perjalanan dinas
dengan berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan dan Agama, Departemen Jawatan
Pengawasan, serta Departemen Pemeriksa Keuangan. ➡️ Terjadi upaya serius untuk
melibatkan peran birokrat pribumi dalam mencegah kebangkitan kemerdekaan yang
dipelopori oleh Ummat Islam di Hindia Belanda.
• Husnul Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, Jakarta: 1985, pp.102-106.
• *Islamophobe adalah prasangka dan diskriminasi atas Islam dan Muslim.
Jangan Mudah Tertipu (1)
• Tertipu Peci, Jubah, dan Seolah (dekat) Ulama
• Pakai peci juga, pakai jubah juga, tapi ini bukan sembarang orang, dia Christiaan
Snouck Hurgronje..
• Bahkan dia ubah nama Londo-nya menjadi Abdul Ghaffar dan belajar Islam serta
bahasa Arab demi menyusup ke Makkah dari posnya di Konsulat Hindia Belanda di
Jeddah. Alhamdulillah, samaran ini hanya bertahan delapan bulan.
• Untuk apa?
• Untuk mengamati dari dekat apa saja kegiatan jama'ah hajji Hindia Belanda selama
di Makkah. Setelah samaran Snouck terbongkar oleh pihak keamanan, ia diusir keluar
Haram oleh petugas hajji Kekhilafahan Turki Utsmani. Ya betul, kedua tanah suci
masih di bawah pengelolaan kekhilafahan; bahkan termasuk kota suci ketiga Masjidil
Aqsha. Snouck kemudahan balik ke Jeddah, apakah misinya selesai?
• Belum!
• Setelah itu, Snouck naik jabatan menjadi penasihat bagi Kantor Urusan Agama Islam
dan Keturunan Arab di Hindia Belanda. Snouck juga memata-matai keturunan Arab di
Hindia Belanda yang dicurigai menyebarkan paham "radikal" yaitu memberontak
kepada penjajah Belanda. Iya betul, Ummat Islam yang mau merdeka dari
kolonialisme disebut radikal. Snouck juga mencurigai Konsulat Jenderal Turki
Utsmani yang dulu berkedudukan di Tanah Abang, Batavia.
Jangan Mudah Tertipu (2)
• Salah satu rekomendasi kebijakan yang Abdul Ghaffar keluarkan adalah:
• Ketika menyisiri halaman pada buku Batavia saya terhenti pada halaman gedung
Gymnasium Willem III yang sekarang menjadi bagian dari kompleks Gedung
Perpustakaan Nasional, Salemba. Seingat saya Agoes Salim pernah sekolah di sini.
🌏 Lalu, saya terbawa mundur ke waktu yang lalu.
• Agus Salim yang lulus dari KW III School, nama lain Gymnasium Willem, sebagai
siswa terbaik mendapatkan perhatian dari HCC Clockener Brousson. Brousson
adalah rekan Rivai yang bekerja di Batavia. Brousson pernah menulis satu kolom
khusus tentang Agus Salim pada Bintang Hindia dengan pujian: "Seorang pemuda
yang periang dengan cita-cita hidup yanh tinggi dengan bakat yang nampak
sebagai pembelajar cepat" Bintang Hindia vol. 1, no. 20, terbit 3 Oktober 1903.
⚠️ Hati-hati terhadap pujian!
• Dengan segudang prestasi serta keternamaan, Agus Salim muda belum juga
mendapatkan peluang sekolah ke Belanda yang ia idamkan. Atas saran dari Snouck
Hurgronje untuk masuk ke Kantor Kolonial, Agus Salim diarahkannya untuk bekerja
sebagai pegawai Belanda. Keluarganya merasa senang, ketika Agus Salim
mendapatkan rekomendasi dari Snouck untuk magang sebagai trainee penerjemah
(dragoman) di kantor Konsulat Hindia Belanda di Jeddah.
Rencana & Makar Allah (4)
• Pada awalnya, pejabat Residence Sumatera Barat, keberatan dengan rekomendasi
Snouck Hurgronje ini. Hal itu disebabkan karena khawatir Agus Salim muda
bertemu dengan kerabatnya, ⚠️ Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ulama
Sumatera Barat yang mukim di Makkah, yang tekenal anti Belanda. Khusus untuk
menjawab kekhawatiran ini, Prof. Dr. Snouck Hurgronje mewawancari Agus Salim
muda. ⚠️ Hasil beberapa kali wawancara khusus keislaman oleh profesor
Orientalis yang juga Islamophobe tersebut menyimpulkan bahwa "Agus Salim tidak
cukup Islami untuk terpengaruh oleh pamannya." Betapa kelirunya assessment
Snouck Hurgronje kali ini!
• Sebenarnya Agus Salim muda ragu-ragu untuk berangkat karena ia tahu betapa
kecilnya gaji seorang trainee di Jeddah. Namun doa dan dukungan ibunya yang
mendorongnya berangkat melalui Singapura. ❤️ Betapa berkahnya doa seorang
ibu yang shalihah. Interaksi Agus Salim dengan Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi inilah yang kelak mengembalikan beliau dari pemikiran sekuler ala
Belanda menuju nasionalis relijius yang kita lebih kenal atas beliau.
• Sumber:
• * Laffan, Between Batavia and Mecca - Images of Agoes Salim from the Leiden
University Library, 2003
• * Merrilees, Batavia in Ninteenth Century Photographs, 2004
• * Suminto, Politik İslam Hindia Belanda, 1985
Rencana Besar Mereka (1)
• Persahabatan antara Snouck dan Abendanon
• Dua Orang yang Energetik di Hindia Belanda
• Kebijakan kolonial Belanda dalam meredam kebangkitan kaum pribumi yang mayoritas Ummat
Islam adalah melarang menerjemahkan al-Qur'an ke dalam bahasa Jawa maupun Latin. Ancaman
atas pelanggaran ini cukup berat dan buku terjemah itu dibakar (1).
• 📖 Belanda tentu memiliki cukup banyak orientalis di universitasnya, termasuk Prof. Dr. FK Holle
dan Prof. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, yang memahami bahwa jika penduduk pribumi
mengerti kandungan al-Qur'an maka cengkraman mereka akan Hindia Belanda akan segera lepas.
• Mengingat RA Kartini tidak mampu membaca Bahasa Arab maka menurut Taufiq Hakim (2016:170)
muncul sikap sinis terhadap Islam. Sehingga, ketika beliau belajar al-Qur'an yang dirasakan
hanyalah kehampaan karena hanya belajar mengeja dan membaca (2).
• Hal lain yang membuat RA Kartini menjadi frustrasi adalah ketika ia meminta gurunya
mengartikan ayat al-Qur'an, sang guru memarahinya, demikian menurut Taufiq Hakim (2016:171).
Kegelisahan sebagai muslimah yang merasa kurang memahami Islam dituangkan beliau dalam
suratnya kepada Stella EH Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899:
Kyai Sholeh Darat (2)
• "Qur'an terlalu sutji, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa mana djuapun."
• 📖 Sayang sekali kita tidak memiliki cukup informasi siapa guru ngaji RA Kartini yang
memarahinya itu. Akan menarik jika dapat memetakan seperti apa pengaruh Belanda dalam
memaksa kaum terdidik Islam agar patuh pada kebijakan pelarangan menerjemah al-Qur'an
• Ketidakmampuan RA Kartini dalam memahami Bahasa Arab tak lantas membuatnya meninggalkan
Islam, melainkan membuatnya penasaran.
• 📖 Tentu ini adalah ciri mulia seorang RA Kartini yang fitrahnya sebagai muslimah ingin
mengetahui hakikat ad-Din al-Islam secara utuh, bukan sebatas ritual yang "diinginkan" Belanda
serta guru ngajinya tadi.
• Qadarullah, Kiai Haji Sholeh Darat (1820-1903) diundang memberi pengajian di pendopo rumah
Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat, pamannya RA Kartini. Pengajian tahun 1901 M (dua
tahun sebelum beliau menikah) itu mengupas tafsir Surah al-Fatihah dengan Bahasa Jawa yang
dapat dipahami beliau. Mendengar pengajian KH Sholeh Darat, RA Kartini pun terkesima karena
sekarang dia bisa memahaminya lebih daripada sekadar membacanya (3).
Kyai Sholeh Darat (3)
• Seusai pengajian, RA Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui KH Sholeh Darat.
Dalam pertemuan itu beliau menyatakan:
• "Saya perlu menyampaikan rasa berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Romo Kiai. Saya
bersyukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas keberanian Romo Kiai menerjemahkan
Surah Al-Fatihah ke dalam Bahasa Jawa sehingga mudah dipahami dan dihayati oleh masyarakat
awam, seperti saya. Kiai lain tidak berani (melawan kebijakan Belanda) seperti itu, sebab kata
mereka al-Qur'an tidak boleh diterjemahkan (mengikuti kebijakan pembodohan Belanda) ke
bahasa lain, atau Bahasa Jawa" (4).
• 📖 Adalah sebuah kemuliaan akhlaq seorang muslimah yang ditampilkan oleh RA Kartini ketika
meminta pamannya untuk menemui KH Sholeh Darat. Kontras dengan Kartini masa kini yang bebas
khalwat, bercampur baur dengan yang bukan mahramnya.
• Dari pertemuan tersebut, RA Kartini selanjutnya mengikuti beberapa pengajian KH Sholeh Darat.
Dalam beberapa pertemuan tersebut, beliau secara halus meminta agar bersedia menerjemahkan
al-Qur'an ke dalam Bahasa Jawa (Taufiq Hakim, 2016:176). Menurut Ensiklopedia Nahdlatul Ulama
permintaan itulah yang menjadi salah satu alasan KH Sholeh Darat mempercepat penulisan kitab
Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik ad-Dayyan pada tahun 1321 H/1894 M. Namun,
menurut penelitian Taufiq Hakim (2016:176) hal ini agak janggal karena ketika tafsir itu dimulai
tahun 1890 usia RA Kartini (lahir 1879) baru 15 tahun (5). Disamping itu tafsir KH Sholeh Darat ada
juga yang berjudul Hidayat ar-Rahman yang selesai tahun 1893 dan dicetak 1896 oleh Maktab min
Daril Kitab, Semarang pada 1896.
Kyai Sholeh Darat (4)
• Kitab tafsirnya yang mana yang dihadiahkan KH Sholeh Darat kepada RA Kartini pada pernikahannya dengan
Bupati Rembang, RM Joyodiningrat, masih perlu peneliti lebih lanjut menurut Taufiq Hakim (2016:177). Namun
yang jelas, melalui perjuampaannya dengan KH Sholeh Darat, RA Kartini menjadi lebih mencintai Islam. Namun
sayangnya tafsir itu baru sampai Juz-6 sebelum KH Sholeh Darat wafat tahun 1903. Jelas bahwa kitab tafsir
tersebut sangat memengaruhi tulisan-tulisan akhir RA Kartini yang semakin sering menyebut "tjahaja" sebagai
bentuk kebangkitan.
• Baik kumpulan surat RA Kartini yang diterbitkan Balai Pustaka maupun Djembatan tidak ditemukan secara
eksplisit kata-kata "dari gelap menuju terang" kecuali "habis malam datanglah siang." Beliau menyebut "orang
tua, karena kami jang tersesat telah balik kepada dijalan yang benar" dan "menjerahkan naskah bahasa Djawa,
banjak pula jang ditulis dengan huruf Arab" seperti mengisyaratkan tentang peran besar KH Sholeh Darat.
WalLaahu a'lam.
• Sumber induk: Hakim, Taufiq. 2016. Kiai Sholeh Darat dan Dinamika Politik di Nusantara Abad 19-20 Masehi.
Indes: Yogyakarta.
• 1. Anonim, 2016. "Biografi KH Sholeh Darat" dalam Syarah al-Hikam: KH Sholeh Darat, Maha Guru Para Ulama
Besar Nusantara 1820-1903, (terj.) Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, Depok: Penerbit Shaifa, hlm. xxxix.
• 2. Chamami, M. Rizka, Fakta Jawaban KH Sholeh Darat atas Kegelisahan Kartini, www.nu.or,id 2016.
• 3. Anonim, 2016. hlm. xxxviii-xxxix.
• 4. Anonim, 2016. hlm. xxxviii.
• 5. Pengakuan Ki Musa al-Machfud dalam Taufiq Hakim, 2016, hlm. 176.
Jawa Dipisahkan dari Islam? (1)