Anda di halaman 1dari 2

Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan finansial dan sebuah

mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence.

Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pengetahuan tentang hokum: kemampuan untuk
memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).

Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang
prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan
untuk memenuhi standar hukum yurisdiksi di mana kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang
memenuhi kriteria pengadilan.

Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia


Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk
menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank
mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu
beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia
menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban
sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank
swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan
besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah
kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software khususnya
mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari
(sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini
tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the
money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan
kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan
kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan
menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain
dengan metode yang sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian
Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai menghasilkan angka
fantastis tersebut.

Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik


Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di
pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan
langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji
hipotesis dan terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah garapan” atau probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva
tetap dan barang berwujud lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus dikolaborasi dengan sumber lain
(substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas perbandingan yang dihadapi dengan apa
yang layaknya harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the auditee) hal tersebut penting untuk
pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi,
tambah, kurang dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor apakah terdapat hal-hal lain yang
disembunyikan.

Dalam penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan kasus
Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana
yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.
Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit seorang
auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat
diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum, karena dapat berakibat
ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena itu, Prosedur audit harus sesuai dengan standar profesi,
sekaligus hukum pidana, perdata, atau produk hukum lainnya. Beban pembuktian dalam kasus fraud
haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui keraguan yang layak.
Seorang auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, seorang auditor forensik
yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak
memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Teknik
wawancara, pengujian laporan keuangan, pengumpulan bukti, pemahaman peraturan dan perundang-
undangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang diperlukan selama tidak melanggar kode etik
auditor dan undang-undang. Inilah yang disebut kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki
kemampuan investigatif layaknya detektif ataupun penyidik, tentu saja harus tetap dalam koridor keuangan
dan laporan keuangan. Auditor forensik adalah gabungan kemampuan antara pengacara, akuntan,
kriminolog, dan investigator.

Peran Penting Audit Forensik


Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus pembuktian
penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk
pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan
negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau
jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan
memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh
salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada
siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan
konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.

Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat
digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus
dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum,
penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti
dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai