Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU BEDAH JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

OSTEOARTRITIS GENU

ULASAN PILIHAN TATALAKSANA

DISUSUN OLEH:

ARSYIL ARDIMAN MIRWAN C111 11 144

Supervisor Pembimbing
dr. Arman Bausat, Sp.B, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL JURNAL :

OSTEOARTRITIS GENU: ULASAN PILIHAN TATALAKSANA

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Arsyil Ardiman Mirwan C111 11 144

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2019

Supervisor Pembimbing,

dr. Arman Bausat, Sp.B, Sp.OT

2
3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi ................................................................................................ 2

2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 2

2.3 Anatomi dan Fisiologi .......................................................................... 2

2.4 Etiopatogenesis ................................................................................... 6

2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................... 8

2.6 Diagnosis Banding ............................................................................... 10

2.7 Penatalaksanaan ................................................................................... 11

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Otosklerosis merupakan penyakit remodeling tulang lokal yang


mempengaruhi kapsul tulang pada telinga tengah dan dalam secara selektif,
biasanya area predileksi terkait dengan globuli interossei atau yang biasa disebut
sisa embrionik. Lokasi predileksi yang paling umum pada otosklerosis adalah
fissula ante fenestram/celah koklear yang berada di anterior footplate stapes.1
Penyakit ini ditandai dengan deposit tulang berlebihan, yang mengelilingi dan
berlekatan pada osikula sehingga mengganggu transmisi mekanik gelombang
suara dan menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Beberapa pasien
dengan penyakit yang lanjut, lesi osteosklerosis dapat meluas hingga ke labirin
tulang telinga bagian dalam, mempengaruhi koklea dan mengakibatkan gangguan
pendengaran campuran.

Otosklerosis merupakan penyakit yang terjadi saat remodeling tulang.


Biasanya terkena pada rentang usia 10-48 tahun, rata-rata usia munculnya
penyakit ini pada usia 30 tahun. Penelitian yang dilakukan Dejuan melaporkan
otosklerosis secara klinis 28% antara usia 18 dan 21 tahun, 40% antara 21-30
tahun, dan 22% antara 31-40 tahun.

Insiden secara tepat belum diketahui secara pasti dan sulit untuk ditentukan.
Salah satu laporan kasus otopsi oleh Konigsark dan Gorlin revealed insiden
sekitar 5-18 % dari populasi umum.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Otosklerosis merupakan penyakit remodeling tulang lokal yang
mempengaruhi kapsul tulang pada telinga tengah dan dalam secara selektif,
biasanya area predileksi terkait dengan globuli interossei atau yang biasa disebut
sisa embrionik. Lokasi predileksi yang paling umum pada otosklerosis adalah
fissula ante fenestram/celah koklear yang berada di anterior footplate stapes.1
Penyakit ini ditandai dengan deposit tulang berlebihan, yang mengelilingi dan
berlekatan pada osikula sehingga mengganggu transmisi mekanik gelombang
suara dan menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Beberapa pasien
dengan penyakit yang lanjut, lesi osteosklerosis dapat meluas hingga ke labirin
tulang telinga bagian dalam, mempengaruhi koklea dan mengakibatkan gangguan
pendengaran campuran.2
Dalam mendeskripsikan otosklerosis, penting untuk membedakan antara
bentuk histologis dan klinis. Otosklerosis klinis / radiologis mengacu pada adanya
fokus otosklerotik terlokalisir yang menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif dengan mengganggu gerakan stapes maupun membran fenestra
rotundum. Otosklerosis histologis mengacu pada proses penyakit tanpa gejala
klinis, ditemukan hanya pada pembedahan tulang temporal dengan tiga bentuk
lesi, yaitu: otospongiosis (fase awal), fase transisi dan otosklerosis (fase akhir).3

2.2 Epidemiologi

Otosklerosis merupakan penyakit yang terjadi saat remodeling tulang.


Biasanya terkena pada rentang usia 10-48 tahun, rata-rata usia munculnya
penyakit ini pada usia 30 tahun. Penelitian yang dilakukan Dejuan melaporkan
otosklerosis secara klinis 28% antara usia 18 dan 21 tahun, 40% antara 21-30
tahun, dan 22% antara 31-40 tahun.5

6
Insiden secara tepat belum diketahui secara pasti dan sulit untuk ditentukan.
Salah satu laporan kasus otopsi oleh Konigsark dan Gorlin revealed insiden
sekitar 5-18 % dari populasi umum. Ras Kaukasia lebih banyak predisposisi
dibandingka Afrika. Asia sangat kurang yang terkena diabnding kaukasia, dan
prevalensi di Amerika India sangat rendah.5,3

Secara jenis kelamin, otosklerosis bukanlah suatu penyakit genetik. Hingga


kini, rasio perbandingan laki-laki dan perempuan 1:1. Hueb dkk melaporkan
insiden tertinggi otosklerosis bilateral pada perempuan dibandingkan laki-laki, hal
ini diasusmsikan karena perempuan lebih sering melakukan pemeriksaan
kesehatan dibandingkan laki-laki. 5,3

2.3 Anatomi dan Fisiologi

2.3.1 Anatomi
Tulang temporal terdiri dari tulang timpani, skuamosa, mastoid, dan
petrosa, serta proses styloid. Struktur anatomi tulang temporal biasanya dibagi
menjadi telinga eksternal, tengah, dan dalam. Telinga luar terdiri dari pinnae,
saluran pendengaran eksternal, dan membran timpani. Telinga tengah
didefinisikan sebagai ruang yang berisi udara antara permukaan medial membran
timpani dan tengkuk (lantai telinga tengah), yang dilalui oleh rantai tulang
pendengaran. Telinga bagian dalam adalah tulang padat yang membungkus
struktur labirin membran dari cochlea, vestibule, utrikulus, sakulus, dan tiga
kanalis semisirkularis.

Telinga Luar
Daun telinga, atau pinna, merupakan struktur seperti lipatan yang
membantu mengarahkan gelombang suara ke meatus akustik eksternal
(pendengaran) dan membantu untuk melokalisasi suara. Struktur ini terdiri atas
jaringan fibrokartilago yang ditutupi oleh kulit dan melekat pada tulang temporal
dengan bantuan beberapa otot ekstrinsik dan ligamen. Ligamen internal dan otot
bergabung dengan struktur aurikularis. Kanalis akustikus eksternal, atau saluran

7
telinga, adalah tabung berbentuk lonjong, berukuran sekitar 25 hingga 35 mm dan
berdiameter sekitar 6 hingga 8 mm. Sepertiga lateral adalah tulang rawan dan
berlanjut dengan kartilago dari daun telinga. Dua pertiganya adalah tulang,
mengandung silia dan kelenjar yang menghasilkan serumen (kelenjar ceruminous)
dan minyak (kelenjar sebaceous), berfungsi untuk menjaga meatus akustik
eksternal bersih dan lentur. Gendang telinga adalah membran yang sangat tipis
dan elastis yang bergetar sebagai respons terhadap energi akustik. Membran
timpani (misalnya, selama pemeriksaan visual dengan otoskop) yang normal
memiliki tampilan cekung, halus, dan tembus pandang. Penanda penting berupa,
"proyeksi cahaya," biasanya terlihat memancar dari depresi sentral yang disebut
umbo, yang dibentuk oleh perlekatan manubrium dari malleus (ossicle telinga
tengah).

Gambar 1.1 (A) Telinga dan bagiannya. (B) Elevasi dan depresi pada permukaan
lateral pinna. (C) Kartilago aurikularis.

Telinga Tengah
Telinga tengah meluas dari membran timpani yang membentuk batas
lateral dan kadang-kadang dibagi menjadi: (i) mesotimpanum (berlawanan dengan
pars tensa), (ii) epitimpanum atau atap ( di atas pars tensa tetapi medial ke
Membran Shrapnell dan dinding attic lateral tulang) dan (iii) hipotimpanum

8
(berada di bawah pars tensa) (Gambar 1.8). Bagian telinga tengah di sekitar
ostium tuba biasanya disebut protympanum. 4,10
Telinga tengah serupa dengan kotak enam sisi yang memiliki atap,
lantai, medial, lateral, anterior dan dinding posterior.

Gambar 2 : Dinding telinga tengah dan struktur yang terkait : (1) Kanal yang dilalui tensor
timpani, (2) ostium tuba eustachian (3) Fenestra Oval (4) Fenestra Rotundum, (5) Processus
cochleariformis (6) Kanalis horisontal (7) Saraf wajah (8) Piramida (9)Aditus (10) Chorda
tympani , (11) Arteri karotis, (12) Bulbus Jugularis

a. Atap dibentuk oleh lempengan tipis tulang yang disebut tegmen timpani.
b. Lantai dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis, yang memisahkan
kavum timpani dari bulbus jugularis.
c. Dinding anterior memiliki lempengan tulang yang tipis, yang memisahkan
kavum dari arteri karotid internal, dan memiliki dua bukaan; inferior untuk
tabung eustachian dan bagian superior untuk kanalis otot tensor tympani.
d. Dinding posterior terletak dekat dengan sel-sel udara mastoid. Pada
struktur ini terdapat proyeksi tulang yang disebut piramida melalui puncak
dimana tendon otot stapedius berinsersi pada leher stapes. Aditus, suatu
pembukaan pada atap yang berhubungan dengan antrum, terletak di atas
piramida.
e. Dinding medial dibentuk oleh labirin, terdapat tonjolan yang disebut
promontorium yang sebagai proyeksi gulungan basal koklea; fenestra oval
berhubungan dengan footplate stapes; fenestra rotundum ditutupi oleh

9
membran timpani sekunder, bagian superior dari fenestra oval adalah
kanalis untuk nervus facialis.
f. Dinding lateral terbentuk sebagian besar oleh membran timpani dan pada
tingkat lebih rendah oleh dinding lotus luar tulang yang disebut scutum.
4,10

Rongga timpani diisi oleh osikula auditoris dan ligamen serta otot
penyokong. Struktur ini mentransmisikan getaran akustik dari membran timpani
ke telinga bagian dalam. Sambungan sinovial kartilago menghubungkan ketiga
ossikus termasuk malleolus, incus dan stapes. 4,10

Gambar 3 : Osikulus telinga dan bagian-bagiannya

Muskulus tensor tympani adalah otot yang berada dalam kanalis tulang
superior dan berjalan sepanjang tabung faringotimpanik. Tendonnya memasuki
rongga timpani dan menempel ke manubrium malleus dekat membran timpani.
Muskulus stapedius adalah otot lurik terkecil di tubuh. Tendonnya muncul dari
eminensia piramidal untuk berinsersi pada permukaan posterior leher stapes. 4,10
Kontraksi otot meningkatkan tengangan rantai osikular. Aktivasi refleks
dapat memberikan beberapa manfaat perlindunganerhadap suara yang intens dan
berfrekuensi rendah (di bawah 1 hingga 2 kHz). Perlindungan terhadap suara
onset cepat, minimal dikarenakan penundaan refleks (sekitar 60 hingga 120 ms).

10
Aktivasi dapat mengurangi kepekaan terhadap vokalisasi yang dihasilkan sendiri
yang dikirimkan ke koklea melalui konduksi tulang. 4,10

Telinga Dalam
Telinga bagian dalam atau labirin merupakan organ pendengaran dan
keseimbangan yang penting, terdiri dari labirin tulang dan membran. Labirin
membran dipenuhi dengan cairan bening yang disebut endolimfe, sementara ruang
antara labirin dan labirin tulang diisi dengan perilimfe. Telinga bagian dalam
terdiri dari organ-organ pendengaran dan ekuilibrium, terdapat dua sistem labirin
("mazelike"): (1) labirin luar tulang (osseous) dan (2) labirin membran internal.

Gambar 4 : A) labirin tulang kiri. (B) labirin membran kiri. (C) Potong bagian labirin bertulang

A. Labirin Tulang
Terdiri dari tiga bagian yaitu : vestibulum, kanalis semisirkuler dan koklea.
 Vestibulum merupakan ruang utama labirin. Di dinding lateral terdapar
fenestra oval. Bagian dalam dinding medial terdapat dua recessus, recessus
spherical, yang berada dalam sakulus, dan recessus elips, yang berada di
utrikulus.
 Kanalis semisirkularis berjumlah tiga yaitu : lateral, posterior dan superior,
dan berbaring dalam bidang dengan sudut yang tepat satu sama lain. Setiap

11
kanal memiliki ujung terpotong yang terbuka secara independen ke
vestibulum.
 Koklea merupakan tulang yang berbentuk tabung melingkar dengan
putaran 2,5-2,75 di sekitar pusat piramida tulang yang disebut modiolus.
Basis modiolus mengarah ke meatus akustik internal, meneruskan
pembuluh dan saraf ke koklea. Struktur yang berliku secara spiral seperti
ulir sekrup merupakan lempengan tipis tulang yang disebut osseous spiral
lamina yang membagi koklea secara parsial dan terikat pada membran
basilar. Koklea tulang berisi tiga kompartemen: (a) Skala vestibuli, (b)
Skala tympani, (c) Skala media atau membran koklea. Skala vestibuli dan
skala tympani berisi perilimfe dan berkomunikasi satu sama lain di apeks
koklea melalui pembukaan yang disebut helikotrema. Scala vestibuli
tertutupi oleh footplate stapes yang memisahkannya dari telinga tengah
yang berisi udara. 4,10

Gambar 5 : (A) Bagian melalui koklea untuk menunjukkan media scala (saluran koklea), scala
vestibuli dan scala tympani. (B) representasi Diagram dari sistem perilymphatic.

B. Labirin Membran
Terdiri dari duktus koklea, utrikulus dan sakulus, tiga duktus
semisirkularis, dan duktus endolymphatic dan sacculus.
 Koklea juga disebut mebrana koklea atau skala media merupakan tabung
tergulung yang tidak memiliki ujung. Tampak segitiga pada penampang
melintang dan tiga dindingnya dibentuk oleh: membran basilar, yang

12
menopang organ Corti; membran Reissner, yang memisahkannya dari
skala vestibulum; dan stria vaskular, yang mengandung epitel vaskular dan
berkaitan dengan sekresi endolimfe. 4,10
 Utrikulus dan Sakulus. Utrikulus terletak di bagian posterior dari tulang
vestibulum dan menerima lima bukaan dari tiga duktus semisirkuler.
Struktur ini juga terhubung ke sakulus melalui duktus utrikulosakular.
Epitel sensoris utrikulus disebut juga dengan makula berfungsi dalam
akselerasi linear dan deselerasi. 4,10
 Duktus semisirkuler berjumlah tiga, berhubungan persis dengan tiga
saluran tulang dan membuka di utrikulus. Ujung yang terpotong dari setiap
duktus mengandung tonjolan neuroepithelium yang menebal yang disebut
crista ampullaris. 4,10
 Duktus dan kantung endolimfatik dibentuk oleh penyatuan dua duktus,
masing-masing dari sakulus dan utrikulus yang melewati saluran air
vestibular. 4,10
2.3.2 Fisiologi
Sinyal suara di lingkungan dikumpulkan oleh pinna, melewati kanalis
auditori eksternal dan menggetarkan membran timpani. Getaran membran timpani
ditransmisikan ke footplate stapes melalui rantai osikulus auditoris yang melekat
ke membran timpani. Pergerakan footplate stapes menyebabkan perubahan
tekanan pada cairan labirin, yang menggerakkan membran basilar sehingga
merangsang sel-sel rambut pada organ Corti. Sel-sel rambut bertindak sebagai
transduser dan mengubah energi mekanik menjadi impuls listrik, yang berjalan di
sepanjang saraf pendengaran, dengan demikian, mekanisme pendengaran dapat
dibagi menjadi: (1) konduksi mekanis suara (penghantaran konduktif); (2)
transduksi energi mekanik ke impuls listrik (sistem aferen sensorik dari koklea),
(3) konduksi impuls listrik ke otak (jalur saraf).1,4

Konduksi Suara
Seseorang yang berada di bawah air tidak dapat mendengar suara apa
pun yang ada di udara karena 99,9% energi suara terpantul dari permukaan air

13
karena impedansi. Situasi serupa juga terjadi di telinga ketika udara yang berisi
suara harus melakukan perjalanan ke cairan koklea. Alam telah
mengkompensasikan hilangnya energi bunyi ini dengan menempatkan telinga
tengah yang mengubah suara dari amplitudo yang lebih besar dengan kekuatan
yang lebih kecil, menjadi amplitudo yang lebih kecil tetapi dengan kekuatan yang
lebih besar. Fungsi telinga tengah ini disebut mekanisme pencocokan impedansi
atau aksi transformasi, yang terjadi karena beberapa hal, yaitu: 1,4
(A) Tuas osikulus. Manubrium malleus 1,3 kali panjang dari prosessus inkus,
memberikan keuntungan mekanis 1,3 kali lipat.4
(B) Aktivitas hidraulik membran timpani. Daerah membran timpani jauh lebih
besar dibanding footplate stapes, rasio rata-rata antara keduanya menjadi 21: 1.
Karena daerah vibrasi membran timpani yang efektif hanya dua pertiga, rasio area
efektif dikurangi menjadi 14: 1, dan ini adalah keuntungan mekanis yang
disediakan oleh membran timpani. Menurut beberapa peneliti (Wever dan
Lawrence) dari total 90 mm2 daerah membran timpani manusia, hanya 55 mm2
yang berfungsi dan diberi luas tapak kaki (3,2 mm2), rasio areal adalah 17: 1 dan
rasio trafo total (17 × 1.3) adalah 22.1. 4
(C) Efek lengkungan membran. Pergerakan membran timpani lebih banyak di
perifer daripada di pusat di mana manubrium malleus melekat yang juga
memberikan beberapa pengaruh. 4

Transduksi energi mekanik menjadi impuls elektrik


Pergerakan footplate stapes, ditransmisikan ke cairan koklea,
menggerakkan membran basilar dan mengatur kekuatan gesekan antara membran
tektorial dan sel-sel rambut. Distorsi sel-sel rambut menimbulkan mikrofonik
koklea, yang memicu impuls saraf. Gelombang suara, tergantung pada
frekuensinya, mencapai amplitudo maksimum pada tempat tertentu pada
membran basilar dan menstimulasi segmen tersebut (teori gelombang perjalanan
von Bekesy). Frekuensi yang lebih tinggi diwakili pada basal dari koklea dan
yang semakin rendah menuju puncak. 1,4

14
Perjalanan impuls saraf
Sel-sel rambut mendapatkan persarafan dari sel-sel bipolar ganglion spiral. Akson
sentral dari sel-sel ini berkumpul untuk membentuk saraf koklea yang menuju ke
inti ventral dan dorsal koklea. Dari sana, serat-serat yang bersilangan dan tidak
bersilangan bergerak ke nukleus olivari superior, lemniscus lateral, kolikulus
inferior, corpus geniculate medial dan akhirnya mencapai korteks pendengaran
dari lobus temporal. 1,4

2.4 ETIOPATOGENESIS

Sistem OPG/RANK/RANK-L
Hipotesis menganggap bahwa osteosklerosis terbentuk sebagai
tanggapan terhadap berbagai cacat gen, penghambatan fisiologis pada
perombakan tulang di kapsul otik karena kerentanan yang lebih besar terhadap
faktor lingkungan, sehingga menghasilkan displasia tulang lokal. Kapsul otik
merupakan predileksi utama, menunjukkan dua fitur utama yang tidak ditemukan
di tulang lain pada kerangka manusia:
1. Tingkat remodeling tulang yang sangat rendah karena sistem OPG / RANK /
RANK-L yang khusus.
2. Mengandung daerah kecil jaringan kartilago yang belum matang yang disebut
Globuli Interossei. 1,4,9
Kedua fitur unik ini dapat menjelaskan fakta bahwa otosklerosis
eksklusif padak kapsul otik. Pada orang dewasa, remodelling berlangsung sekitar
10% per tahun. Sebaliknya, remodeling tulang biasanya sangat terbatas pada
kapsul otik hingga kurang dari 0,15% per tahun. Mekanisme lokal yang
bertanggung jawab dalam penghambatan aktivitas remodeling kapsuler ini adalah
sistem pensinyalan OPG / RANK / RANKL telinga bagian dalam. 1,4,9
Osteoprotegerin (OPG), juga dikenal sebagai osteoclastogenesis
inhibitory factor (OCIF), adalah sitokin anti-resorptif yang dinamai dari
kemampuannya untuk "melindungi" tulang terhadap resorpsi. Berikatan dengan

15
RANKL, OPG mencegah aktivasi faktor nuklir kappa B (NF-kB) yang merupakan
pusat aktivasi osteoklas dan resorpsi tulang. OPG diekspresikan dalam tingkat
tinggi (> 1000 × tingkat tulang normal) oleh struktur telinga bagian dalam untuk
menghambat remodeling tulang kapsul otis. Infeksi virus campak, pada pasien
yang memiliki kecenderungan genetik, dapat memicu proses otosklerosis melalui
aktivasi limfosit-T dan menghasilkan peningkatan sekresi RANKL. Kehamilan
dan laktasi menginduksi status hiperprolaktinemia yang diketahui menurunkan
regulasi OPG, menjelaskan peningkatan risiko dan percepatan otosklerosis selama
kehamilan. Faktor genetik dan ras mempengaruhi tingkat OPG dan pengaturan
sistem pensinyalan OPG / RANKL / RANK dan akibatnya kerentanan tulang
kapsul otik menjadi otosklerosis. 1,4,9

Gambar 5 : Sistem OPG / RANK / RANK-L dapat disregulasi pada individu yang memiliki
kecenderungan genetik

Globulus Interossei
Kapsul otis muncul selama perkembangan janin melalui osifikasi
endokondral, proses pembentukan tulang di mana pertama model kartilago dibuat,
yang kemudian digantikan menjadi tulang. Selama proses ini, sisa-sisa tulang

16
rawan sering tidak dihilangkan ketika lakuna sel tulang rawan yang mengalami
degenerasi digantikan oleh tulang primer. Sisa-sisa ini disebut globuli interossei
dan terletak di lapisan endokondral intermediate. "Globuli Interossei" membentuk
lapisan yang menunjukkan sisa tulang rawan embrio yang belum matang. Kapsul
otis adalah satu-satunya kerangka manusia yang mengandung lapisan seperti ini.
Diasumsikan bahwa "gumpalan interoseus" ini bisa menjadi tempat fokus
otosklerotik yabf paling awal setelah terinfeksi oleh virus campak dan
menjelaskan mengapa otosklerosis terbatas hanya pada kapsul otis. 1,4,9

Genetik
Sekitar 60% pasien dengan otosklerosis klinis melaporkan riwayat penyakit yang
sama dalam keluarga, sehingga otosklerosis dianggap sebagai penyakit dominan
autosomal dengan penetrasi tidak lengkap. Data dari studi asosiasi genetik dan
dari analisis ekspresi gen untuk otosklerosis menunjukkan peran penting pada
jalur TGF-β1. Studi asosiasi menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas TGF-β1
mencegah terbentuknya otosklerosis, sedangkan studi ekspresi gen menunjukkan
bukti penurunan pensinyalan TGF β1 pada tulang otosklerotik. Ini berarti bahwa
TGF-β1 dan gen yang terlibat dalam pensinyalan TGF-β1 penting dalam
patogenesis otosklerosis. 3,9

Virus
Beberapa penulis mendukung etiologi inflamasi untuk otosklerosis yang
disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten pada kapsul otik. Dalam
sebuah penelitian dari 116 pasien dengan stapedektomi, Karosi dkk. mengamati
virus RNA campak di semua footplates dengan fokus otosklerotik histologis.
Demikian pula, ekspresi reseptor pengikatan virus (CD46) meningkat secara
substansial di footplates dengan fokus histologis. Laporan epidemiologis dari
penurunan kejadian otosklerosis setelah program vaksinasi campak juga
mendukung etiologi virus. Temuan ini diduga menunjukkan reaksi kekebalan
spesifik yang berasal dari kantung endolymphatic, yang ditimbulkan oleh antigen
campak di dekat ruang perilimfatik. 3,9

17
Endokrin
Kehamilan merupakan faktor predisposisi yang jelas untuk menyebabkan onset
atau perkembangan otosklerosis. Shambaugh dkk menemukan bahwa 50% dari
475 pasien wanita yang menderita otosklerosis, menunjukkan terjadinya gangguan
pendengaran selama kehamilan. Gejala tampaknya progresif pada beberapa wanita
setelah kehamilan kedua atau ketiga. 3,9
Studi menunjukkan bahwa ekspresi dan fungsi reseptor PTH pada footplate
otosklerotik lebih rendah daripada di tulang di saluran telinga eksternal. PTH
mungkin bukan faktor pemicu dalam patogenesis, tetapi konsekuensi dari regulasi
abnormal metabolisme protein matriks tulang yang disebabkan oleh faktor lain. 3,9

Autoimun
Otosklerosis dihipotesiskan menjadi penyakit autoimun karena peningkatan kadar
autoantibodi kolagen II terdeteksi pada pasien otosklerotik dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Karena otosklerosis dapat dianggap sebagai gangguan
remodeling tulang autoimun, terapi imunosupresif, anti-inflamasi termasuk
NSAID, kortikosteroid atau anti-TNF telah digunakan untuk mengendalikan
penyakit, tetapi tanpa hasil positif. Selain itu, agen anti-osteoporosis termasuk
vitamin D, bifosfonat, kalsitonin dan fluorida gagal mengontrol proses tulang
yang patologis. 3,9

Perjalanan Penyakit
Perkembangan otosklerosis dapat dibagi menjadi 4 tahap. Pada tahap
pertama, resorptif atau fase inflamasi aktif, tulang endokondral dari kapsul otik
diresorpsi oleh osteoklas dimulai oleh stimulus patologis yang tidak diketahui dan
mempengaruhi situs anatomis tertentu seperti fenestram ante fissula dan globuli
interossei dekat jendela oval. Tulang kemudian digantikan dengan jaringan seluler
dan fibrosa yang kaya akan vaskular. Selanjutnya, tulang baru terbentuk. Fase
kedua ini ditandai dengan produksi tulang basofilik yang displastik, belum matang
dan pengisian ruang vaskular dengan jaringan ikat dan sintesis fibril kolagen. Fase

18
ketiga adalah fase remodeling di mana tulang basofilik diremodel menjadi tulang
asidofilik yang lebih vaskular dan matang dengan matriks laminasi. Pada fase
keempat dan terakhir, fase matang atau otosklerotik, mineralisasi tulang displastik
menghasilkan tulang padat baru dengan pola tenunan yang khas. 3,9

Gambar 7: Bagian histopatologi tulang temporal manusia menunjukkan otosklerosis koklea. O =


fokus otosklerotik; C = koklea dideformasi oleh otosklerosis; V = ruang depan; 2 = saccule; 1 =
utrikulus; SF = stapes footplate; FN = saraf wajah.

Secara klasik, dua fase histologis dijelaskan dalam otosklerosis: (1) Fase
aktif: ditandai dengan resorpsi tulang (spongiosis), (2) fase stabil: ditandai dengan
deposisi tulang (sklerosis) Selama fase aktif, lesi hipervaskularisasi biasanya
menunjukkan pewarnaan biru gelap pada pewarnaan hematoksilin eosin. Fitur
penting dari fokus otosklerotik aktif adalah pola tenunan fibril kolagen, yang
berjalan dalam mode silang sepenuhnya tidak teratur melalui fokus otosklerotik.
Batas yang berbeda antara tulang normal dan distrofik dijelaskan. Dalam fase
remisi otosklerosis, osteoklas menghilang, sementara osteoblas atau osteosit
masih ada di area yang terkena (Gambar 1.6). Ruang vaskular menjadi sempit atau
dilenyapkan oleh aposisi tulang pipih dan tampak merah muda atau merah pada
pewarnaan hematoksieosilin. Secara histologi, situs predileksi otosklerosis adalah
daerah jendela OW (80-95%), RW (40%), dan daerah pericochlear (35%).3,9

19
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinik

1. Penurunan pendengaran
Pada peederita otosklerosis didapatkan adanya pendengaran menurun
secara progresif yang biasanya bilateral dan asimetris.pada awalnya berupa
tuli konduktif dan ada tahp selanjutnya bias menjadi tuli sensorineural
jika proses otosklerosis sudah mengenai koklea. Penderita biasanya datang
pada awal penyakit dimana ketulian telah mencapai 30-40db (tuli
konduksi pada frekuensi rendah). Penurunan pendengaran pada
orosklerosis tanpa disertai adanya riwayat infeksi telinga atay riwayat
trauma.4,5,7
2. Tinnitus
Sekitar 50% pasien juga mengalami tinnitus. Digambarkan oleh penderita
sebagai suara berdenging atau bergerumuh, dapat juga berupa suara
bernada tinggi yang dapat muncul berulang-ulang. Makin lama tinitusnya
memberat sejalan dengan memberatnya ketulian. 4,5,7
3. Paracusis Willisii
Pasien dengan otosklerosis datang dengan keluhan penurunan
pendengaran progresif yang lebih buruk pada nada/frekuensi yang rendah.
4,5,7

4. Vertigo
Hanya 10% pasien melaporkan adanya vertigo dimana tidak muncul keuali
otosklerosis telah sampai ke telinga dalam mempengaruhi kanalis
semisirkularis yang bertanggungjawab untuk keseimbangan. Vertigo
biasanya timbul dalam bentuk ringan dan tidak menetap yaitu bila
penderita menggerakkan kepala. Penyebab pasti dari vertigo ini belum
diketahui secara pasti. 4,5,7
5. Bilateral

20
Otosklerosis ditemukan bilateral pada 80% pasien, namun pada awal
penyakit ditemukan unilateral.
6. Adanya riwayat keluarga. 4,5,7

Pemeriksaan Otoskopi

Pada penderita otosklerosis pemeriksaan otoskopi pada umumnya


didapatkan gambaran membrane timpani intak dalam batas normal. Pada kondisi
tertentu pada fase otospongiosis bisa didapatkan gambaran Schwartze sign. Pada
membrane timpani tampak warna kemerahan did ekat promontorium yang
disebabkan vaskularisasi yang meningkat pada fase aktif. Tanda ini ditemukan
oleh Schwartze tahun 1873 dan dipatkan pada 10% penderita otosklerosis. 5,7

Pemeriksaan Garpu Tala

Dengan pemeriksaan garpu tala akan didapatkan hasil yang mendukung


adanya tuli konduksi. Rinne test negative yang menggambarkan hantaran tulang
lebih baik dari hantaran udara. Tes weber didapatkan lateralisasi ke sisi telingan
yang lebih berat derajat tuli konduksinya. Pada kasus dengan tuli campuran
mungkin sangat sulit untuk dilakukan pemeriksaan garpu tala. 5,7

Pemeriksaan Audiometri

Pada tahap awal otosklerosis pemeriksaan audiogram nada murni


didapatkan air bone gap yang melebar pada frekuensi rendahdan ada cirri khas
dimana pada frekuensi 2000 Hz didapatkan hantar tulang lebih dari20 db yang
dikenal dengan istilah Carhart Notch. Gambaran ini akan hilang setelah dilakukan
operasi stapedektomi. 5,7

Pada pemeriksaan audiometri nada tutur didapatkan hasil dalam batas


normal. Impedance audiometri juga didapatkan hasil yang pada umumnya normal
yaitu gambaran timpanometri tipe A atau kadang-kadang disertai dengan
penurunan compliance membrane timpani (tipe As). Pemeriksaan reflex stapedius
bisa positif atau negative tergantung derajat fiksasi yang dikenal dengan istilah
on-0ff efek reflex stapedius. 5,7

21
Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan CT Scan juga bisa digunakan sebagai sarana konfirmasi


untuk membantu diagnosis otosklerosis. Pada Ct-scan didapatkan gambaran
kondisi rantai osikule sampai tulang labirin. Pada fase awal terlihat gambaran
radiolusen di dalam dan di sekitar koklea yang disebut halo sign. Pada stadium
lanjut didapatkan gambaran sklerotik yang difuse. 5,7

2.6 Diagnosis Banding

Untuk mendapatkan diagnosis dan memberikan terapi yang tepat diperlukan


evaluasi anamnesis dan pemeriksaan fisis. Otosklerosis merupakan suatu jenis tuli
konduktif dimana melibatkan telinga tengah. Beberapa penyakit dengan tuli
konduktf beserta petunjuk dalam mendiagnosis akan diterangkan pada tabel
dibawah ini. 1,8

Anamnesis Pemeriksaan fisis Penyebab tuli konduktif


Penurunan Serumen Complete canal occlusion
pendengaran tiba-
tiba tanpa rasa
sakit
Penurunan Kanal sempit dengan debris Otitis externa
pendengaran tiba- Liang kanal normal, kemerahan, Otitis media kronik
tiba dengan rasa membrane timpani tidak
sakit bergerak
Penurunan Membrane timpani tidak Middle ear effusion
pendengan bergerak
bertahap tanpa Membrane timpani normal Otosklerosis
rasa sakit Reddish-blue pulsating mass di Glomus tumor or vascular

22
belakang membrane timpani anomaly
yangintak
Membrane timpani retraksi atau Cholesteatoma
perforasi dengan drainase kronik

2.7 Penatalaksanaan

Medikamentosa
Sejauh ini, obat-obatan telah diarahkan untuk mencegah prigresifitas lesi
otosklerotik. Lebih khusus lagi, obat-obat yang mencegah gangguan pendengaran
sensorineural telah dilaporkan. Tidak ada laporan tentang perawatan medis yang
menghilangkan lesi otosklerotik. Penatalaksanaan medis dari otosklerosis
diarahkan pada fase aktif dari otosklerosis fenestral, suspek otosklerosis koklea,
dan juga telah dilaporkan diberikan poststapedektomi untuk mencegah fokus
otosklerotik kembali aktif. Dan berfungsi untuk menstabilkan pendengaran setelah
stapedektomi. 5,9
Daniel membandingkan kejadian fiksasi stapedial di daerah dengan konsentrasi
fluoride rendah dengan yang di daerah konsentrasi fluoride tinggi dalam air
minum dan menemukan bahwa fiksasi stapedial empat kali lebih tinggi pada
konsentrasi fluoride rendah daripada konsentrasi fluoride tinggi. Fluoride
menyebabkan fokus otosklerotik aktif menjadi tidak aktif namun tidak
menghilangkan atau menghapus fokus otosklerotik. Sodium fluoride mengurangi
penyerapan tulang osteoklastik dan pada saat yang sama mendorong pembentukan
tulang osteoblastik. Dalam tulang baru, ion fluoride menggantikan hidroksil
dalam hidroksiapatit; fluorapatit yang dihasilkan lebih keras, kualitasnya lebih
baik, dan lebih tahan terhadap resorpsi tulang daripada hidroksiapatit. 5,9
Sodium fluoride meningkatkan pematangan otosklerosis aktif dengan mengurangi
vaskularisasi dan aktivitas resorpsi tulang dan meningkatkan pembentukan tulang
baru untuk akhirnya menghasilkan otosklerosis yang tidak aktif. Dalam
otosklerosis fenestral ketika lesi dianggap aktif, dosis harian 50 mg natrium
fluorida dapat diberikan. Ketika tanda Schwartz positif dan kehilangan

23
pendengaran sensorineural hadir maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 75 mg
setiap hari. Ketika pendengaran stabil, tanda Schwartz memudar, dan ada bukti
radiologis rekalsifikasi, maka dosis pemeliharaan 25 mg dapat diberikan untuk
sisa hidup pasien. Dosis tunggal besar 5.000 mg bisa berakibat fatal. 5,9

Pembedahan

Stapedotomi adalah operasi paling menarik di bidang otologi. Meskipun masih


menjadi teknik unggulan otologi, pembedahan stapes tidak lagi dilakukan dengan
luas; "Era keemasan" operasi otologi telah berlalu. Selama 50 tahun terakhir, telah
terjadi penurunan jumlah operasi stapes yang dilakukan, sejalan dengan
menipisnya pasien otosklerotik tua. Lenyapnya jumlah pembedahan ini telah
menyebabkan hilangnya kemampuan teknis yang dinikmati oleh mereka yang
dilatih selama era sebelumnya. 4,5,9

Gambar 8: (A) Telinga dengan otosklerosis; (B) Paska stapedotomy dengan Teflon-wire
prostesis

Stapedektomi pertama kali diperkenalkan sebagai tatalaksana


otosklerosis pada akhir 1800-an oleh Blake dan Jack di Boston dan tak lama
kemudian oleh DeRossi di Italia. Meskipun hasil awal menggembirakan namun,
terdapat kasus infeksi yang mengakibatkan meningitis dan kematian serta
menyebabkan ditolaknnya semua prosedur pembedahan stapes. Belakangan,
prosedur ini mengembangkan dua hal, yaitu fenestrasi dari jendela oval dan
pengenalan prostesis. Fenestrasi jendela oval berevolusi dari teknik stapedektomi
total dengan penghilangan footplate staoes dengan mikropicks, ke stapedektomi
parsial, ke teknik fenestra kecil, awalnya menggunakan micro-drills, dan akhirnya

24
dengan pengenalan laser otologik. Demikian pula, telah ada evolusi dalam
pengembangan protesa dari tabung polietilen menjadi kawat lemak dan gel sampai
akhirnya ke prostesis piston dengan berbagai ukuran dan bahan. 4,5,9
Ketika stapedektomi masih dalam masa pengembangan, stapedektomi
total dianggap sebagai prosedur pilihan. Seiring berjalannya waktu ditemukan
bahwa total stapedektomi menyebabkan banyak komplikasi, terutama, dari fistula
perilimfe yang menyebabkan kehilangan pendengaran sensorineural. Hal ini
mengarah pada pengembangan stapedektomi parsial, yang kemudian berevolusi
menjadi teknik stapedotomi. Peningkatan skor diskriminasi bicara, waktu uji hasil
pendengaran stabil, dan lebih sedikit komplikasi menjadi alasan mengapafenestra
kecil menjadi teknik pilihan. 4,5,9

Gambar 9: Stapedectomydengan menggunakan laser.

Setelah berbagai perdebatan yang panjang, saat ini stapedotomi adalah


prosedur konsensus dikarenakan trauma yang kurang pada telinga bagian dalam.
Stapedotomi menawarkan risiko migrasi yang lebih rendah dari prosthesis dan
fistula perilimfatik pasca operasi sekunder. Stapedotomi memberikan keuntungan
lebih baik dari skor diskriminasi bicara pasca-frekuensi tinggi. Stapedektomi,
pada gilirannya, dapat memberikan keuntungan yang lebih baik pada frekuensi
yang lebih rendah. Namun, sebagian besar penelitian telah menunjukkan hasil

25
pendengaran baik pada jangka pendek dan / atau panjang, tanpa perbedaan yang
signifikan secara statistik antara kedua prosedur. 4,5,9
Laser diperkenalkan pada operasi telinga tengah oleh Escudero et al.,
Pada tahun 1979, ketika laser argon digunakan dalam operasi tympanoplasty.
Pada tahun yang sama, Palva adalah ahli bedah pertama yang menggunakan Laser
untuk perforasi footplate. Perkins kemudian melaporkan 11 stapedektomi laser
argon dengan hasil klinis yang baik. Saat ini Laser digunakan dalam operasi
stapes untuk membagi tendon stapedius, membagi crura anterior dan posterior,
dan melubangi footplate. 4,5,9
Indikasi pembedahan stapes:
a. Pasien harus dicurigai memiliki otosklerosis dan tingkat konduksi tulang 0
hingga 25 dB dalam jangkauan bicara dan kehilangan konduksi udara 45
dB hingga 65 dB. Celah udara-tulang harus setidaknya 15 dB. Jika celah
udara-tulang kurang dari 20 dB, penyakit dapat menjadi awal dan aktif
tumbuh dan pendengaran pasien tidak terganggu secara signifikan. Dokter
bedah kemungkinan akan menemukan footplate mengambang jika operasi
dilakukan. 5,9
b. Pada otosklerosis yang jauh lebih maju, pasien dengan gangguan
pendengaran dalam kisaran 90 hingga 100 dB mungkin cocok untuk
stapedektomi; operasi mungkin memungkinkan mereka untuk
menggunakan alat bantu dengar. 5,9

Kontraindikasi pembedahan stapes:


a. Kontraindikasi absolut:
 Satu-satunya telinga dengan pendengaran baik.
 Telinga tengah yang aktif atau infeksi telinga eksternal.
 Ketika pasien otosklerotik datang dengan gejala hidrops dan memiliki
vertigo dan tinnitus. Ini harus dikontrol sepenuhnya. Hanya ketika pasien
bebas gejala untuk jangka waktu minimal 6 bulan, pasien dapat dianggap
sebagai kandidat yang cocok untuk stapedektomi.

26
 Stapedektomi merupakan kontraindikasi pada atelektasis telinga tengah,
terutama jika atelektasis parah.

27
BAB 3
PENUTUP
1. Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus
dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes.
2. Gejala klinis dari penyakit otosklerosis adalah penurunan pendengaran secara
progresif, biasanya tipe konduktif dan bilateral, paracusis willisii, tinnitus.

3. Diagnosis otosklerosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, audiometri


dan radiologi. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.

4. Penatalaksanaan otosklerosis secara medikamentosa dengan sodium floride


dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun, operasi dengan stapedektomi maupun
stapedotomi dan alat bantu dengar.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Pensak, Myles L., and Daniel I. Choo. Clinical Otology. 4th ed. New
York: Thieme, 2015.
2. Batson, Lora, and Denise Rizzolo. "Otosclerosis : An update on diagnosis
and treatment." Journal of the American Academy of Physician
Assistants 30, no. 2 (2017): 17-22. Accessed November 12, 2018.
doi:10.1097/01.jaa.0000511784.21936.1b.
3. Rudic, M., et al., The pathophysiology of otosclerosis: Review of current
research, Hearing Research (2015),
http://dx.doi.org/10.1016/j.hearese.2015.07.014
4. Dhingra, P. and Dhingra, S. Anatomy of ear in Diseases of ear, nose and
throat & head and neck surgery.6th edition. New Delhi : Elsevier (2017)
5. Souza, et all. Otosclerosis (Diagnosis, Evaluation, Pathology, Surgical
Techniques, and Outcomes). San Diego: Plural Publishing Inc. 2014
6. Lora Batson, MPAS, PA-C; Denise Rizzolo, PA-C, PhD. Otosclerosis: An
Update on Diagnosis and Treatment. Journal of the American Academy of
PhysicianAssistants. 2017
7. Irawati, HMS Wiyadi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otosklerosis.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUDA Dr. Soetomo
Surabaya. 2010
8. Jone E. Iasaacson, M.D and Neil M.Vora, M.D. Differential Diagnosis and
Treatment of Hearing Loss. American Family Physician vol 68 num 6.
Pennsylvania. 2003
9. Mansour, Salah. Middle Ear Diseases: Advances in Diagnosis and
Management. Cham: Springer, 2018.
10. McFarland, David H., and Frank H. Netter. Netters Atlas of Anatomy for Speech,
Swallowing, and Hearing. St. Louis: Elsevier/Mosby, 2015.

29

Anda mungkin juga menyukai