LP Anemia Hemolitik
LP Anemia Hemolitik
PENDAHULUAN
kadar hematokrit dalam darah tepi di bawah nilai normal sesuai umur dan jenis
oleh sumsum tulang, perdarahan dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sampai ringan dan dapat berlangsung cepat, tetapi dapat juga berlangsung secara
anemia hemolitik yang paling sering dijumpai, angka kejadiannya mencapai 1/5000
prevalensi eliptositosis kira-kira 3-5 per 10.000 kasus dan di Afrika eliptositosis
terjadi sekitar 20,6% dari populasi. Bentuk lain penyakit ini juga terjadi di Asia
1
Tenggara, ditemukan sekitar 30% dari populasi yang diturunkan secara dominan
autosomal.4
banyak pada laki-laki. Diperkirakan sekitar ± 400 juta manusia di seluruh dunia
menderita kelainan atau defisiensi enzim ini. Frekuensi tertinggi didapatkan pada
daerah tropis dan menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
2
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang meningkat dari normalnya. Pada
anemia hemolitik, terjadi kerusakan sel eritrosit yang lebih awal dari umur eritrosit
penghancuran sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang
Namun jika penghancuran eritrosit telah melebihi usaha pembentukannya dan masa
hidup eritrosit menurun menjadi 15 hari atau kurang, maka akan terjadi anemia
hemolitik. Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia hemolitik
tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoesis inefektif seperti pada anemia
B. Epidemiologi
perempuan memiliki jumlah yang sama. Angka kejadian tahunan anemia hemolitik
Sferositosis herediter (SH) merupakan anemia hemolitik yang paling sering dijumpai,
3
angka kejadiannya mencapai 1/5000 orang di negara Eropa, di Indonesia belum
diketahui dengan pasti. Hingga saat ini belum tersedia data epidemiologi SH di
Indonesia. Rekam medis Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM belum
prevalensi eliptositosis kira-kira 3-5 per 10.000 kasus dan di Afrika eliptositosis
terjadi sekitar 20,6% dari populasi. Bentuk lain penyakit ini juga terjadi di Asia
Tenggara, ditemukan sekitar 30% dari populasi yang diturunkan secara dominan
autosomal.5,6
14%, prevalensi defisiensi G6PD di Jawa Tengah sebesar 15%, di Indonesia bagian
C. Etiologi
a. Gangguan intrakorpuskular
menjadi 3, yaitu:2,3,8
4
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit, terbagi menjadi:
a. Sferositosis
b. Ovalositosis (eliptositosis)
c. A-beta lipoproteinemia
eritrosit.
c. Defisiensi Glutation
d. Defisiensi Piruvatkinase
g. Defisiensi Heksokinase
3. Hemoglobinopati
yaitu:
talasemia.
5
b. Gangguan ekstrakorpuskuler
1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin
D. Patofisiologi
6
Gambar 1: patomekanisme hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler2
a. Hemolisis Ekstravaskuler
karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Hemolisis terjadi karena
lien dengan diameter yang relatif kecil dan suasana relatif hipoksik akan
fragmentasi.2,3,10
7
empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan
b. Hemolisis Intravaskuler
bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin
oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel
8
E. Diagnosis
golongan yaitu secara umum dan khusus berdasarkan etiologinya yang sering
mikrosferosit
Hemoglobinemia
Hemosiderinuri
Haptoglobin menurun
a. Darah tepi
b. Sumsum tulang
9
Hiperplasia eritroid
c. Eritropoesis ekstramedular
b) Pemeriksaan fisis1
c) Pemeriksaan penunjang
analisis Hb, Coomb’s test, tes fragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin,
pemeriksaan enzim-enzim.1
dijumpai. Gejala klinik SH dapat berupa anemia ringan sampai berat disertai
empedu sering dijumpai pada anak yang lebih besar. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan kadar hemoglobin (Hb) masih normal atau turun mencapai
10
Coomb’s negatif, dan tes fragilitas osmotik juga negatif. Gmbaran darah tepi
Pada thalasemia keluhan yang sering timbul berupa pucat, gangguan nafsu
limpa dan hati. Pemeriksaan fisis ditemukan bentuk muka mongoloid (Facies
11
Gambar 3: Sel target7 gambar 4: Gambaran darah tepi saat
krisis: sel krenasi, sel fragmen, sel
gigitan atau bite, dan sel lepuh atau
blister. Heinz Bodies atau hemoglobin
teroksidasi terdenaturasi tampak pada
retikulosit, terutama pada saat
splenektomi2
Gejala utama malaria berupa demam yang bersifat serangan dan berulang,
anemia, dan pembesaran limpa. Gejala tambahan yaitu sakit kepala, kejang, lemah,
lesu, nyeri otot-otot dan tulang, anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan diare,
F. Komplikasi
ginjal akut (GGA). Pada malaria yang berat dapat menimbulkan komplikasi seperti:
G. Penatalaksanaan
12
c) Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.
Pada hemolisis akut dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut, maka
dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi syok berat maka
koloid/kristaloid.
secara periodik.
membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak berespon terhadap
13
kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat menekan
krisis megaloblastik.1,7,12
sudah mencapai 1000 mg/l secara subkutan dalam waktu 8-12 jam dalam
elektrolit sesuai kebutuhan per hari, transfusi PRC bila kadar Hb < 6 gr/dl,
bila terjadi renjatan ditangani sesuai protokol renjatan, bila terjadi kejang
bentuk tablet difosfat dan sulfat, kina dalam bentuk tablet berlapis gula berisi
2. Operatif
tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah
untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini, transplantasi ini mengganti stem
sel yang rusak dengan stem sel yang sehat dari pendonor.8
14
1. Prognosis
Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada etiologi dan deteksi dini.
Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik. Splenektomi dapat
mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya. Pada anemia hemolitik
besar memiliki perjalanan penyakit yang kronik. Sebagai contoh penderita dengan
hemolisis autoimun akut biasanya datang dengan keadaan yang buruk dan dapat
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang meningkat dari normalnya. Pada
anemia hemolitik, terjadi kerusakan sel eritrosit yang lebih awal dari umur eritrosit
normal rata-rata 110-120 hari. Sehingga pada umumnya ditemukan gejala anemia,
Anemia hemolitik dapat ditegakkan dengan anamnesis yang tepat dan dari
hasil laboratorium, sehingga dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Apabila tidak
cepat ditangani maka dapat timbul komplikasi yang berat berupa gagal ginjal akut
(GGA), dan syok (seperti: sesak napas, hipotensi, hiperkalemia). Anemia hemolitk
merupakan anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi apabila dijumpai perlu
pendekatan diagnostik yang tepat dan harus segera ditangani sesuai penyebab
16