Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENGGUNAAN LIDOKAIN SEBAGAI OBAT DISRITMIA

Pembimbing:
dr. Taufik E.N, Sp.An

Oleh:
Kelvin Pangestu 406181016

KEPANITERAAN STASE ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.M.R.T KETILENG
PERIODE 20 MEI s/d 30 JUNI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Disusun oleh :
Kelvin Pangestu (406181016)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anestesi di RSUD K.M.R.T. Ketileng
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ketileng, 20 Juni 2019

dr. Taufik E.N, Sp.An


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
dr. Taufik E. N, Sp.An
Yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan
Anestesi RSUD K.M.R.T. Ketileng sejak tanggal 20 Mei s/d 30 Juni 2019.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Ketileng, 20 Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................................2
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................3
DAFTAR ISI...................................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...…………………5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................6
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..………………23
BAB 1
PENDAHULUAN

Lidokain (Xylocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Tiap ml mengandung : 2 – (Dietilamino) – N – (2,6 –
dimetilfenil) asetamida hidroklorida. Obat Lidokain termasuk ke dalam anestesi lokal yang
sekarang ini semakin berkembang dan semakin meluas pemakaiannya dengan keuntungannya
yang relative murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesik kuat dan
kemampuan mencegah respon stress yang lebih baik.1,2,3
Obat anestesi lokal sintetis yang pertama adalah derivat ester, yaitu prokain,
diperkenalkan oleh Einhorn pada tahun 1904. Lidokain disintesa sebagai obat anestesi lokal
amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih
kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain
merupakan aminoetilamid. Tidak seperti prokain, lidokain efektif digunakan secara topikal dan
merupakan obat antidisritmik jantung dengan kemanjuran yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain
merupakan standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain.1,2,3
Pada pembahasan tinjauan pustaka nanti, akan dibahas tentang lidokain dan penggunaan
lidokain sebagai obat antidisritmik jantung, efek yang dapat ditimbulkan hingga komplikasi yang
dapat ditimbulkan oleh lidokain beserta penanganannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembahasan Umum Lidokain6


Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida, selain sebagai obat anestesi lokal
lidokain juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IB karena mampu mencegah depolarisasi
pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium.6,11

Pemakaian lidokain di klinik antara lain sebagai: anestesi lokal, terapi aritmia ventrikuler,
mengurangi fasikulasi suksinilkolin dan untuk mengurangi gejolak kardiovaskuler serta menekan
batuk pada tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea.6,11
Dosis yang diberikan pada terapi aritmia ventrikuler (takikardi ventrikel) adalah 1-1,5
mg/kgBB bolus intravena kemudian diikuti infus 1-4 mg/kgBB/menit. Cara ini biasanya
menghasilkan kadar dalam plasma 2-6 mg/L, bila tidak diikuti dengan infus, kadar dalam plasma
akan menurun dalam 30 menit setelah dosis bolus. Hal ini memerlukan bolus lanjutan 0,5
mg/kgBB. Untuk mengurangi gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi biasanya
diberikan dosis 1-2 mg/kgBB bolus intravena sebelum tindakan. Efek ini sebagian disebabkan
oleh efek analgesik dan efek anestesi lokal dari lidokain.6
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila
ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan
tekanan intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan
resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak.6
Sifat analgesik intravena (IV) lidokain pertama kali dilaporkan pada pasien kanker dan pasien
pasca operasi. Kemudian, lidokain terbukti memberikan analgesia, dengan memblokir saluran
natrium bergantung voltase pada saraf perifer dan sentral. Dalam rute pemberian IV, lidokain
dapat meringankan nyeri baik deaferentasi maupun sentral. Sifat antinosiseptif lidokain
tampaknya berasal dari proses yang lebih beraneka ragam, bukan hanya penghambatan
sederhana dari pelepasan neuronal ektopik.6
Lidokain intravena digunakan secara luas dalam pengelolaan nyeri neuropatik, nyeri pasca
operasi, neuralgia post herpetik, nyeri yang dimediasi saraf sentral, sakit kepala dan lesi
neurologis ganas infiltratif. Lidokain adalah obat yang relatif aman, yang dapat digunakan pada
dosis rendah tanpa masalah keamanan penting. Sensitivitas terhadap lidokain merupakan
komplikasi berbahaya namun sangat jarang terjadi, yang dapat ditandai dengan dispnea dan
peningkatan kejadian detak jantung yang tak beraturan (disritmia). Komplikasi yang paling
sering dilaporkan adalah mati rasa periorbital, pusing, vertigo dan disartria yang disebabkan
karena akumulasi lidokain dalam tubuh. Efek samping yang lebih jarang terjadi seperti
takikardia, reaksi alergi, mulut kering, insomnia, tremor, dan rasa logam, kadang-kadang
dilaporkan. Lidokain mempunyai harga yang murah dan mudah untuk diakses.Komplikasi ketika
menggunakan lidokain jauh lebih jarang ditemui dibandingkan ketika menggunkan opioid dan
analgesik lainnya. Lebih jauh lagi, efek samping lidokain intravena dapat diprediksi sehingga
memberikan margin keamanan yang luas. Lidokain mempunyai waktu paruh yang pendek
sehingga gejala toksisitasnya bersifat sementara dan reversibel cepat. Hal tersebut menambah
popularitasnya di antara dokter yang bekerja di departemen gawat darurat dan rumah sakit.
Seperti dijelaskan sebelumnya, lidokain memiliki berbagai aplikasi dalam pengelolaan nyeri
neuropatik, nyeri pasca operasi, neuralgia post herpetik, nyeri yang dimediasi saraf sentral, sakit
kepala dan lesi neurologis ganas infiltratif.6
2.2 Struktur Lidokain6

Gambar 2 : Rumus bangun lidokain

Sampai saat ini lidokain masih merupakan obat terpilih untuk berbagai tindakan dalam
bidang kedokteran gigi, karena lidokain mempunyai potensi anestesi yang cukup kuat, mula
kerja cepat, masa kerja cukup panjang dan batas keamanan yang lebar. Obat ini ter- masuk
golongan amino asilamid yang jarang menimbulkan alergi. Rumus kimianya terdiri dari tiga
komponen dasar yaitu: gugus amin hidrofil, gugus residu aromatik dan gugus intermedier.6
Lidokain mempunyai rumus dasar yang terdiri dari gugus amin hidrofil, gugus residu
aromatik dan gugus intermedier yang menghubungkan kedua gugus tersebut. Gugus amin
merupakan amin tarsier atau sekunder, antara gugus residu aromatik dan gugus intermedier
dihubungkan dengan ikatan amid. Bersifat basa lemah dengan pKa antara 7,5 9,0 dan sulit
larut dalam air, kemampuan berdifusi ke jaringan rendah dan tidak stabil dalam larutan. Oleh
karena itu preparat anestetik lokal untuk injeksi terdapat dalam bentuk garam asam dengan
penambahan asam klorida. Dalam sediaan demikian, anestetik lokal mempunyai kelarutan
dalam air tinggi, kemampuan berdifusi ke jaringan besar dan stabil dalam larutan. Lidocaine
dapat dibuat dalam dua langkah oleh reaksi 2,6-xylidine dengan klorida chloroacetyl, diikuti
oleh reaksi dengan dietilamina.6
2.3 Mekanisme Kerja Lidokain6
Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH
7,4 menghasilkan basa bebas (B) dan kation bermuatan positif (BH). Proporsi basa bebas dan
kation bermuatan positif tergantung pada pKa larutan anestetik lokal dan pH jaringan.
Hubungan kedua faktor tersebut dinyatakan dengan rumus: pH = pKa log (BH/B) yang
dikenal sebagai persamaan Henderson Hasselbach. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan
inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih
lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang
diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Dari kedua bentuk di atas yaitu B dan BH,
bentuk yang berperan dalam menimbulkan efek blok anestesi masih banyak dipertanyakan.
Dikatakan baik basa bebas (B) maupun kationnya (BH) ikut berperan dalam proses blok
anesteri. Bentuk basa bebas (B) penting untuk penetrasi optimal melalui selubung saraf, dan
kation (BH) akan berikatan dengan reseptor pada sel membran. Cara kerja anestetik lokal
secara molekular (teori ikatan reseptor spesifik) adalah sebagai berikut : molekul anestetik
lokal mencegah konduksi saraf dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik pada celah
natrium. Seperti diketahui bahwa untuk konduksi impuls saraf diperlukan ion natrium untuk
menghasilkan potensial aksi saraf.6

2.4 Farmakokinetik Lidokain6


Walaupun lidokain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini mengalami
metabolisme yang ekstensif sewaktu melewati hati, dan hanya sepertiga yang dapat mencapai
sirkulasi sistemik. Banyak penderita yang mengalami mual, muntah dan gangguan perut setelah
pemberian peroral, sehingga cara ini tidak digunakan. Obat ini hampir sempurna diserap setelah
pemberian intra muskuler.6,8
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Sekitar
70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya dengan α 1 – acid
glycoprotein. Kadar protein ini dapat meningkat pada karsinoma, trauma, infark miokard,
merokok dan uremia, ataupun dapat menurun pada penggunaan pil kontrasepsi. Perubahan kadar
protein ini dapat mengakibatkan perubahan jumlah lidokain yang dibawa ke hepar untuk
dimetabolisme, sehingga akan mempengaruhi toksisitas sistemiknya. Distribusi berlangsung
cepat, volume distribusi adalah 1 liter per kilogram; volume ini menurun pada penderita gagal
jantung. Tidak ada lidokain yang diekskresi secara utuh dalam urin.6
Jalur metabolik utama lidokain di dalam hepar (retikulum endoplasma), mengalami dealkilasi
oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid
dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan
xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki
efek anestetik lokal. Monoetilglisin xilidid mempunyai kira-kira 80% aktifitas lidokain dalam
melindungi dari disritmia jantung pada percobaan binatang. Metabolit ini mempunyai waktu paro
eliminasi panjang yang menerangkan kemanjurannya dalam mengontrol disritmia jantung
sesudah infus lidokain dihentikan. Xilidid hanya mempunyai kira-kira 10% aktifitas anti
disritmia jantung pada lidokain. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin
dalam bentuk metabolit akhir 4 hidroksi – 2 – 6 – dimetil – anilin.6
Penyakit hepar yang berat atau perfusi yang menurun ke hepar yang dapat terjadi selama
anestesi, menurunkan kecepatan metabolisme lidokain. Bersihan lidokain mendekati kecepatan
aliran darah di hepar, sehingga perubahan aliran darah hepar akan mengubah kecepatan
metabolisme. Bersihan lidokain dapat menurun bila infus berlangsung lama. Waktu paro
eliminasi adalah sekitar 100 menit. Sebagai contoh, waktu paro eliminasi lidokain meningkat
lebih dari lima kali pada penderita dengan disfungsi hepar dibanding dengan penderita normal.
Cimetidin dan propranolol menurunkan aliran darah hepar dan bersihan lidokain. Penurunan
metabolisme hepatik terjadi pada penderita yang dianestesi dengan obat anestesi volatil.
Klirens maternal lidokain diperpanjang pada kehamilan toksemia dan pemberian ulangan
lidokain dapat menyebabkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada penderita dengan
normotensif.6
Pengaruh kerja lidokain sebagai obat antiaritmia mempnyai mekanisme kerja sebagai berikut:
 Mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut purkinye -> penurunan arus pacu
dan peningkatan arus ion K+ keluar sel
 Menekan automatisirtas
 Meniadakan triggered activity pada delayed after depolarization
 Meningkatkan konduktansi K+ tanpa mengubah nilai Vm atau potensial ambang
 Umumnya tidak mempengaruhi keceptan konduksi ( dapat meningkat dapat menurunkan )
 Menurunkan potensial aksi di serabut purkinye dan otot ventrikel

2.5 Farmakodinamik dan Efek Samping Pemberian Lidokain2-5,6


Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, lidokain juga mempunyai efek penting pada
sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf – otot dan semua jenis serabut otot.
 Sistem saraf pusat.
o Semua anestesi lokal merangsang sistem saraf pusat, menyebabkan kegelisahan
dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara umum, makin
kuat suatu anestetik, makin mudah menimbulkan kejang. Perangsangan ini akan
diikuti depresi, dan kematian biasanya terjadi karena kelumpuhan napas.
 Sambungan saraf – otot dan ganglion.
o Lidokain dapat mempengaruhi transmisi di sambungan saraf-otot, yaitu
menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf atau suntikan
asetilkolin intra-arteri; sedangkan perangsangan listrik langsung pada otot masih
menyebabkan kontraksi.
 Sistem kardiovaskuler.
o Pengaruh utama lidokain pada miokard ialah menyebabkan penurunan
eksitabilitas, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi. Lidokain juga
menyebabkan vasodilatasi arteriol. Efek terhadap sistem kardiovaskuler biasanya
baru terlihat sesudah dicapai kadar obat sistemik yang tinggi, dan sesudah
menimbulkan efek pada sistem saraf pusat.
 Otot polos.
o In vitro maupun in vivo, anestetik lokal berefek spasmolitik yang tidak
berhubungan dengan efek anestetik. Efek spasmolitik ini mungkin disebabkan
oleh depresi langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik, sehingga
menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat.
Reaksi yang tidak diinginkan yang serius jarang dijumpai, tapi dapat terjadi akibat
dosis lebih relatif atau mutlak (toksisitas sistemik) dan reaksi alergi. Pada penggunaan
sebagai obat antiaritmia, lidokain jarang menyebabkan efek proaritmia berat dan jarang
menimbulkan gagal jantung. Efek samping utama dari lidokain terutama pada SSP seperti
Disosiasi, parestesia, mengantuk dan agitasi, hingga dalam dosis besar dapat
menimbulkan pendengaran berkurang, disorientasi, kedutan otot, kejang dan henti napas.6

2.6 Interaksi Pemakaian Lidokain6


Klirens lidokain dapat berkurang oleh propranolol dan simetidin. Efek depresi jantung
lidokain bersifat aditif dengan beberapa beta bloker dan antiaritmia. Efek aditif kardiak dapat
terjadi ketika lidokain diberikan dengan fenitoin IV. Bagaimanapun penggunaan jangka panjang
fenitoin dan penginduksi enzim lainnya dapat meningkatkan pemberian dosis lidokain.
Hipokalemia terjadi pada penggunaan lidokain dengan asetazolamid, diuretik loop, dan antagonis
tiazid.6

Antiaritmia
Toksisitas lidokain muncul pada penggunaan sediaan oral mengandung lidokain pada pasien
yang mendapatkan mexiletin.6

Antiepilepsi
Studi pada subjek sehat dan pasien epilepsi menunjukkan bahwa penggunaan lama dari obat
fenitoin atau barbiturat dapat meningkatkan pemberian dosis lidokain karena induksi enzim
mikrosomal. Fenitoin juga dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari α1-acid glycoprotein dan
hal tersebut mengurangi konsentrasi obat bebas lidokain dalam plasma. Efek depresi kardiak
lidokain sangat berbahaya dengan adanya fenitoin IV.6
Beta blockers
Peningkatan signifikan konsentrasi lidokain dalam plasma terjadi dengan propranolol,karena
mengurangi klirens lidokain dari plasma. Interaksi sama terjadi pada nadolol dan metoprolol
meskipun pada beberapa studi metoprolol tidak mempengaruhi farmakokinetik lidokain.6

Antagonis H2
Simetidine mengurangi metabolisme hepatik lidokain. Juga dapat mengurangi klirens lidokain
karena penurunan aliran darah hepatik. Peningkatan signifikan dari konsentrasi lidokain dalam
plasma telah dilaporkan.6

Anestesi Lokal
Bupivacin dapat mengurangi jumlah lidokain yang berikatan pada α1-acid glycoprotein

2.7 Pengertian Disritmia


Disritmia merupakan kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekwensi atau
irama atau keduanya. Dengan kata lain disritmia merupakan perubahan pada pembentukan
dan/ atau penyebaran eksitasi yang menyebabkan perubahan urutan eksitasi atrium atau
ventrikel atau transmisi atrioventrikular. Gangguan ini dapat mengenai frekwensi,
keteraturan, atau tempat pembentukan potensial aksi. Disritmia dapat di identifikasi dengan
menganalisa gelombang EKG. Disritmia di namakan berdasarkan pada tempat dan asal
impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus
sinus (nodus SA) dan frekwensinya lambat dinamakan sinus bradikardia. Gangguan
mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi meliputi bradikardi, takikardi, flutter,
fibrilasi, denyut premature, dan penyekat jantung.

2.7.1 Patofisiologi6,8-10
1. Disritmia Nodus Sinus
a. Bradikardi sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulus vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan
tekanan intracranial/ infark miokard. Bradikardi sinus juga dijumpai pada
olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan/ orang yang mendapat pengobatan,
pada hipotermia.
Karakteristik:
1) Frekwensi: 40-60 denyut/ menit
2) Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
3) Kompleks QRS: biasanya normal
4) Hantaran: biasanya normal
5) Hantaran: biasanya normal
6) Irama: regular
b. Takikardi sinus
Takikardi sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan
darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, kecemasan,
simpatomimetika/ pengobatan parasimpatoliktik.
Karakteristik:
1) Frekuensi: 100-180 denyut/ menit
2) Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam
gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal
3) Kompleks QRS: biasanya mempunyai durasi normal
4) Hantaran: biasanya normal
5) Irama: regular
2. Disritmia Atrium
Kontraksi premature atrium
Kontraksi premature atrium dapat disebabkan oleh iritabilitas otot atrium
karena kafein, alcohol, nikotin, miokardium atrium yang teregang seperti pada
gagal jantung kongestif, stress atau kecemasan, cedera, infark, atau keadaan
hipermetabolik.
3. Abnormalitas Hantaran
a. Penyekat AV derajat-satu
Biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan
oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pada pasien dengan infark miokard
dinding inferior jantung.
b. Penyekat AV derajat-dua
Ini juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, IM, atau intoksikasi digitalis.
Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekuensi jantung dan bisanya
penurunan curah jantung (curah jantung = volume sekuncup X frekuensi jantung).
c. Penyekat AV derajat-tiga
Juga berhubungan dengan penyakit jantung organik, intoksikasi digitalis, dan MI.
frekuensi jantung berkurang drastis, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital.
Seperti otak, jantung, paru, dan kulit.
4. Asistole Ventrikel
Tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan
pernafasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.

A. Sifat Otot Jantung


Sifat otot jantung memiliki sifat fisioligis yang mencakup:
1. Eksitabilitas adalah kemampuan sel miokardium untuk merespon stimulus.
2. Otomatisitas memungkinkan sel mencapai potensial ambang dan
membangkitkan impuls tanpa adanya stimulus dari sumber lain.
3. Konduktifitas mengacu pada kemampuan otot untuk menghantarkan impuls dari
satu sel ke sel lain.
4. Kontraktilitas memungkinkan otot untuk memendek pada saat terjadi stimulasi.
Apabila semua sifat tersebut utuh, otot jantung distimulasi oleh impuls yang
berasal dari nodus sinus; dalam hal ini nodus sinus dianggap sebagai pemacu jantung.
Disritmia dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan pada salah satu sifat
dasar jantung. Ketidakseimbangan jantung dapat disebabkan oleh aktifitas normal
seperti latihan atau oleh kondisi patologis seperti infark miokard. Pada infark miokard,
terjadi peningkatan respon miokardium terhadap stimulus akibat penurunan oksigenasi
ke miokardium, yang menyebabkan eksabillitas. Hal ini merupakan salah satu contoh
yang paling sering menyebabkan DISRITMIA.
Jantung bekerja di bawah kendali system saraf otonom, yang terdiri dari serat
simpatis dan parasimpatis. System simpatis juga dikenal sebagai adrenergic. Jadi,
stimulus system simpatis akan mempercepat frekuensi jantung, meningkatkan tekanan
darah, dan memperkuat kontraksi miokard. Sebaliknya, stimulus parasimpatis akan
memperlambat frekuensi jantung, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi frekuensi
kontraksi.

Berikut merupakan gambaran dari bentuk potensial aksi elektrofisiologi jantung


 Fase 4 : resting potential membran & b’btk mendatar (slope) p’lambatan lintasan ion K
melewati membranm potensial (-) & m’hasilkan automatisitas spontan
 Fase 0:depol cepat akibat masuknya ion Na
 Fase 1:repol cepat akibat keluarnya ion K + inaktivasi masuknya ion Na
 Fase 2:aktivasi the slow channel ion Ca
 Fase 3:repol cepat akibat t’ttpnya kanal Na & Ca, sdkn ion K t’buka

Gambar 3: Potensial aksi eletrofisiologi jantung


2.7.2 Klasifikasi Disritmia
Pada umumnya disritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:
1. Gangguan pembentukan impuls, terdiri dari:
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
1) Takikardia sinus
2) Bradikardia sinus
3) Aritmia sinus
4) Henti sinus
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial)
1) Ekstrastistol atrial
2) Takikardia atrial
3) Fibrilasi atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung)
1) Ekstrasistol penghubung AV
2) Takikardia penghubung AV
3) Irama lolos penghubung AV
d. Pembentukan impuls di ventrikuler (aritmia ventrikuler)
1) Ekstrasisitol ventrikuler
2) Takikardia ventrikuler
3) Fibrilasi ventrikuler
4) Henti ventrikuler
2. Gangguan hantaran impuls
a. Blok sinus atrial
b. Blok atrio ventrikuler
c. Blok intraventrikuler

2.7.3 Penyebab Disritmia


Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut
ini dalam system irama-konduksi jantung, yaitu:
1. Irama abnormal dari pacu jantung
2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung
3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewaktu menghantarkan impuls melalui
jantung
4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung
5. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian
jantung.
Adapun factor-faktor yang dapat mencetuskan disritmia yaitu:
1. obat-obatan, terutama obat-obat kelas IA (quinidin, disopiramid, prokaninamid)
dan IC (flekanid, profapenon), digitalis, antidepresan trisiklik, teofilin.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit dan dan gas darah terutama hipo dan
hiperkalemia, asidosi.
3. Payah jantung kongestif akibat terjadinya aktifasi neurohumoral
4. Kelainan jantung dan aritmogenik
5. Gangguan ventilasi, infeksi, anemia, hipotensi dan renjatan: bisa terjadi takikardia
superventrikuler.
6. Tirotoksitosis menimbulkan fibrilasi dan flutter atrium.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan disritmia adalah:
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis
karena infeksi).
2. Gangguan sirkulasi koroner , misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hippokalemia).
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja dan
irama jantung.
6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat
7. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
11. Gsngguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi
jantung).
Prosedur diagnostic
1. EKG: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidak seimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor holder: gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
3. Foto dada: dapat menunjukan pembesaran bayang jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.
4. Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukan area iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding
dan kemampuan pompa.
5. Tes stress latihan: dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit: peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat: dapat menyebabkan toksisitas abat jantung, adanya obat
jalanan, atau dugaan obat intraksi, contoh digitalis, quinidin, dll.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan/meningkatkan disritmia
9. Laju sedimentasi: peninggian dapat menunjukan proses inflamasi akut/aktif,
contoh endokarditis sebagai factor pencetus untuk disritmia.
10. oksimetri: hipoksemia dapat menyebabkan/ mengeksasernasi disritmia.

2.7.4 Penatalaksanaan Medik6,11


Pada prinsipnya tujuan terapi disritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung
yang normal, (2) menurunkan frekwensi denyut jantung , (3) mencegah terbentuknya
bekuan darah. Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Selain itu dapat juga
dilakukan dengan:
1) Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 5 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
Anti Aritmia kelas 5 (lain lain)
Digitalis, magnesium
2) Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan
sadar dan diminta persetujuannya.
3) Defibrilasi
Defibrilasi adalah cardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada
irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara
lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus
memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.
4) Terapai Pacemaker
Merupakan alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang otot
jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini akan memulai dan
mempertahankan frekwensi jantung ketika pacemaker aritmia jantung tak
mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya di gunakan bila pasien
mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang
mengakibatkan kegagalan curah jantung.
5) Pembedahan Hantaran Jantung
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespon terhadap pengobatan dan
tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat di tangani dengan metode selain
obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, resepsi
endokardial, krioglasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio. Isolasi
endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium,
memisahkannya dari area endokardium tempat di mana terjadi disritmia. Batas
irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulakn akan
mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung pada reseksi endokardial,
sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas.
Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan. Krioblasi dilakukan dengan
meletakkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60°C (-76°F), pada
endokardiumdi tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku
akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan. Pada
ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau sumber disritmia dan 1-5 syok
sebesar 100-300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan
jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut,
sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio dilakukan
dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang
suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk
menghancurkan jaringan disritmia kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih
spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmia saja disertai trauma kecil pada
jaringan sekitarnya dan bukan trauma luar seperti pada krioblasi atau ablasi
listrik.
BAB 3

KESIMPULAN

Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida yang digunakan sebagai


obat anestesi lokal lidokain maupun sebagai sebagai obat antiaritmia kelas IB karena
mampu mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya
ion natrium pada kanal natrium. Pemakaian lidokain di klinik antara lain sebagai:
anestesi lokal, terapi aritmia ventrikuler, mengurangi fasikulasi suksinilkolin dan
untuk mengurangi gejolak kardiovaskuler serta menekan batuk pada tindakan
laringoskopi dan intubasi endotrakhea.
Disritmia merupakan kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan
frekwensi atau irama atau keduanya. Dengan kata lain disritmia merupakan
perubahan pada pembentukan dan/ atau penyebaran eksitasi yang menyebabkan
perubahan urutan eksitasi atrium atau ventrikel atau transmisi atrioventrikular.
Gangguan ini dapat mengenai frekuensi, keteraturan, atau tempat pembentukan
potensial aksi. Disritmia dapat di identifikasi dengan menganalisa gelombang EKG.
Disritmia di namakan berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme
hantaran yang terlibat. Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA)
dan frekwensinya lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada 4 kemungkinan tempat
asal disritmia, seperti nodus sinus, atria, nodus AV, Berkas His dan Serat Purkinye.
Gangguan mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi meliputi bradikardi,
takikardi, flutter, fibrilasi, denyut premature, dan penyekat jantung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray ML. Local Anesthetics. In : Clinical Anesthesiology
4th ed. New York: Mc Graw Hill Lange Medical Books; 2006, 151-52, 263-75
2. Snow JC. Manual of Anesthesia. Boston: Little Brown & CO; 1979; 149-65.
3. Brown DL. Local Anesthetics Toxicity. In: Finucane BT. Complications of Refional
Anesthesia. New York: Churchill Livingstone; 2000, 94-102.
4. Stoelting RK. Local Anesthetics. In: Stoelting RK. Pharmacology and Physiology in
Anaesthetic practice. Philadelphia: JB Lippincott Company 1987: 148-66
5. Berde CB, Strichartz GR. Ocal Aanesthetics. In: Miller RD Anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 2000, 491-517
6. Sulistia GG. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta. Departemen Farmakologi Dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 314-330.
7. Rahimi Mitra, Elmi Mahboubeh, Shadnia Shahin. Acute Lidocaine Toxicity a case
series. Iran. Department of Clinical Toxicology Iran. 2018; 6(1): E38.
8. Bruchim Yaron, Itay Srugo, Shira BN et al. Evaluation of lidocaine treatment on
frequency ofcardiac arrhythmias. Sweden. Journal of Veterinary Emergency and Critical
Care. 2013; 22(4).
9. Suzuki Makoto, Nagahori Wataru, Mizukami Akira et al. A multicenter observational
study of the effectiveness of antiarrhythmic agents in ventricular arrhythmias: a
prospensity score adjusted analysis. Japan. Departement of Cardiology Kameda Medical
Center. 2016; 32(3): 186-190.
10. Mittal, Saurabh, Mohan, Anant, et al. Ventricular tachycardia and cardiovascular
Collapse following flexible Bronschoscopy: Lidocaine Cardiotoxicity. Sweden. Journal
of Bronchology and interventional Pulmonology. 2018; 25(2): pe024-e026.
11. Panchal AR, Berg KM, Kudenchuk PJ, et al. 2018 Focused Update on ACLS Use of
Antiarrhythmic Drugs. Americal College of Cardiology. 2018.

Anda mungkin juga menyukai