Disusun oleh :
Julius Santoso
04102781923006
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas MKDU periode Juli 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha esa atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Penggunaan Klinis
Dexmedetomidine dalam anestesi sedasi”
Referat ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan studi Mata Kuliah
Dasar Umum bidang farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. HMT Kamaludin,
SpFK, DAFK selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
penulis. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dexmedetomidine
2.1.1 Mekanisme Kerja......................................................................2
2.1.2 Farmakokinetik .........................................................................3
2.1.3 Farmakodinamik .......................................................................4
2.1.4 Dosis .........................................................................................6
2.1.5 Efek Samping dan Interaksi Obat .............................................6
2.2 Sedasi
2.2.1 Definisi .....................................................................................7
2.2.2 Pengukuran Sedasi....................................................................9
2.2.3 Dexmedetomidine sebagai adjuvan Sedasi .............................11
BAB III Kesimpulan ..............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dexmedetomidine
Dexmedetomidine merupakan agonis α-2 adrenoreseptor yang memiliki
efek simpatolitik, sedatif, hemat obat anestesia dan bersifat menstabilkan
hemodinamik tanpa penurunan fungsi respiratori yang signifikan.
2
2.1.2. Farmakokinetik
A. Absorpsi
Dexmedetomidine memiliki variasi rute pemberian obat, dengan berbagai
bioavailabilitas yang ditunjukan sebagai berikut :
1. Per oral : 16% bioavailabilitas
2. Per Nasal : 65% bioavailabilitas
3. Per buccal : 82% bioavailabilitas
Dexmedetomidine terikat oleh protein plasma sebesar 94% dengan free drug tidak
terikat secara bebas melewati blood-brain barrier untuk memberikan efek sentral.
B. Distribusi
Dexmedetomidine akan mengalami distribusi dalam waktu 6 jam dari saat
pemberian, tergantung dari biovailabilitas dari absorpsi obat ini.
C. Metabolisme
Dexmedetomidine mengalami glukoronidasi, hidroksilasi, dan N-Metilasi
di hepar menjadi metabolit inaktif.
D. Eksresi
Metabolit infaktif dari dexmedetomidine selanjutnya akan dieksresikan ginjal
melalui urine.
3
2.1.3. Farmakodinamik
Berbagai efek dexmedetomidine terhadap sistem-sistem organ pada tubuh
manusia di gambarkan pada gambar berikut ini :
4
C. Kardiovaskular
Efek kardivaskular dexmedetomidine adalah bifasik, dimana pada dosis
infus cepat, misalnya loading dose, efek predominan adalah hipotensi sebagai
akibat dari aktivasi reseptor alfa-2b yang terletak pada otot polos vaskuler. Hal ini
diperantarai juga oleh mediasi sentral dimana efek simpatis dilemahkan. Laporan
kasus bradikardi sebelum asistol setelah loading dose diikuti dengan pemberian
obat anestesi lain dapat dijumpai di beberapa literatur. Efek samping pada
kardiovaskular lebih menonjol pada pasien dengan status hipovolemia, diabetes
mellitus, hipertensi kronis, pada pasien geriatri, dan pada pasien-pasien yang
memiliki respon vagal yang tinggi.
D. Respirasi
Dexmedetomidine memiliki efek yang minimal terhadap ventilasi,
meskipun diberikan dosis sepuluh kali lebih besar daripada dosis yang
direkomendasikan. Dipastikan dengan pemeriksaan MRI yang menunjukkan
saluran nafas tetap paten selama sedasi dexmedetomidine.
E. Kelenjar dan Gastrointestinal
Efek alfa-2 adrenoseptor di perifer, dexmedetomidine juga berefek
decongestant dan antisiaologog. Dexmedetomidine juga berefek pada penurunan
motilitas usus, tetapi sampai saat ini tidak ada laporan komplikasi yang
berhubungan dengan pemberian dexmedetomidine sebagai obat sedasi.
F. Muskuloskeletal
Dexmedetomidine menekan shivering, kemungkinan karena agonis
reseptor alfa-2 di hipotalamus
G. Ginjal dan Hormon
Dexmedetomidine menunjukan efek diuresis, sebagai akibat dari inhibisi
ADH di ductus collectivus, sehingga tidak terjadi retensi air dan natrium di
tubulus ginjal.
Meskipun dexmedetomidine mempunyai cincin imidazole, obat ini tidak
menimbulkan efek supresi adrenal yang signifikan
5
2.1.4. Dosis
Dosis rekomendasi sebagai dosis inisial loading dose adalah sebesar 1
mcg/kg Intravena selama 10 menit dan dilanjutkan dengan maintenance infusion
rate 0,2-0,7 mcg/kg/jam.
Dexmedetomidine memiliki onset of action yang cepat, dan durasi of
action sekitar 2jam. Obat ini dimetabolisme di hepar dan metabolitnya
diekskresikan melalui ginjal, sehingga dosis harus disesuaikan pada pasien dengan
insufisiensi renal atau gangguan hepar.
6
2.2. Sedasi
Organisasi-organisasi anestesi, seperti American Academy of Pediatrics
(AAP), American Society of Anesthesiologist (ASA), JCAHO, dan American
Academy of Pediatrics Dentistry (AAPD) telah sepakat tentang pernyataan status
sedasi dan analgesia sebagai suatu kesatuan kompleks berlanjut untuk prosedur
medis.
1. Sedasi minimal (anxiolisis)
2. Sedasi moderate
3. Sedasi dalam
4. Anestesia Umum (General Anesthesia)
2.2.1. Definisi
A. Sedasi Minimal (Anxiolisis)
Didefinisikan sebagai obat induksi status mental dimana pasien masih
dapat respon terhadap perintah verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi
terganggu, fungsi kardiorespirasi tidak terganggu.
B. Sedasi Moderate (sedasi/analgesia)
Didefinisikan sebagai obat induksi depresi kesadaran dimana respon
pasien hanya terbatas pada gerakan yang bertujuan terhadap perintah verbal saja
atau dengan rangsangan taktil halus.
Kondisi ini tidak membutuhkan intervensi saluran nafas untuk menjaga
patensi airway, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular
biasanya tetap baik.
C. Sedasi Dalam
Didefinisikan sebagai obat induksi depresi kesadaran dimana respon
pasien terhadap gerakan bertujuan pada sedasi moderate hilang setelah pemberian
rangsangan berulang atau rangsangan nyeri (catatan : refleks penarikan dari
stimulus nyeri tidak dianggap sebagai respon bertujuan).
Kemampuan untuk mempertahankan homeostasis respirasi secara mandiri
terganggu, pasien membutuhkan bantuan dalam mempertahankan saluran nafas
7
yang paten dan ventilasi spontan tidak adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya
masih bertahan.
D. Anestesi Umum (General Anesthesia)
Didefinisikan sebagai obat induksi kehilangan kesadaran dimana pasien
tidak ada respon, meskipun diberikan rangsangan nyeri.
Keadaan dimana homeostasis respirasi hampir selalu terganggu, pasien
membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi saluran nafas, dan ventilasi
tekanan positif dibutuhkan karena ventilasi spontan terdepresi atau fungsi
neuromuskular tidak compromise. Fungsi kardiovaskular terganggu.
8
2.2.2 Pengukuran Sedasi
Pengetahuan mengenai sedasi ada beberapa penilaian yang dapat
dilakukan untuk menilai kedalaman sedasi pasien.
Berikut adalah algoritma penilaian respon anak, sehingga dapat menentukan
kedalaman sedasi :
9
Pengukurannya juga dapat dilakukan menggunakan skala Ramsay berikut:
10
2.2.3. Dexmedetomidine sebagai adjuvan sedasi
Pada penelitian Hwoe-Gyeong Ok, dkk dimana pasien dikelompokkan menjadi
grup A, mendapat loading dose dan maintenance dengan normal saline, grup B,
mendapat loading dose dan maintenance dengan 0,2 mcg/kg/jam, dan terakhir
grup C, mendapat loading dose dan maintenance dengan dosis 0,4 mcg/kg/jam,
didapatkan hasil yang tidak berbeda signifikan antara grup A, grup B, dan grup C
selama 60 menit pertama. Tetapi berbeda signifikan pada menit ke-70 dan ke-80
antara grup A dengan grup B dan grup C. Sedangkan untuk grup A dan grup B
dibandingkan dengan grup C terdapat perbedaan yang signifikan saat menit ke-
120. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada anestesi spinal, tanpa maintenance
setelah loading dose dexmedetomidine 1 mcg/kg adekuasi sedative bertahan
sekitar 60 menit, sedangkan yang di-maintenance dengan 0,2 mcg/kg/jam
bertahan sekitar 80 menit, dan dengan 0,4 mcg/kg/jam efek sedatif akan bertahan
sekitar 120 menit.
11
BAB III
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth JF., Mackey DC., Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5th edition: p.288; 2013.
Ok Hwoe-Gyeong., Baek Seung-Hoon, et al. Optimal dose of dexmedetomidine
for sedation during spinal anesthesia: Clinical Research article. Korean J
Anesthesiology, (5):426-431; 2013.
Warren VL-Scott., Sebastian J. Dexmedetomidine : its use in intensive care
medicine and anesthesia. Oxford. British Journal Anesthesia Education
16(7): 242-246; 2016
Barends CRM., Ablasom A., Van Minnen B., Vissink A, Visser A.
Dexmedetomidine versus midazolam in procedural sedation. A systematic
Review of Efficacy and Safety. PLoS One 12 (1): e0169525; 2016.
Wang C., Zhang H., Fu Q. Effective dose of dexmedetomidine as an adjuvant
sedative to peripheral nerve blockade in elderly patients. Acta
Anaesthesiologica Scandinavica; 2018.
Cravero JP., Kaplan RF., Ossar ML.,Cote CJ. Sedation for Diagnostic and
Therapeutic Procedures Outside the Operating Room. A practice of
Anesthesia for infants and Children. 1109-1128.e7; 2006
13