PALEMBANG
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayahNya buku Kamus Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat diselesaikan dengan baik.
Buku kamus indikator ini disusun agar tersedianya panduan bagi masing-masing unit
dalam melaksanakan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung jawaban
penyelanggaraan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit
khususnya terkait Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Penyusunan kamus indikator ini bertujuan untuk
menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, periode analisa, cara perhitungan,
standar pencapaian kinerja, serta sumber data untuk masing-masing indikator.
Buku Kamus Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang ini dapat dipergunakan oleh pimpinan dan pelaksana rumah
sakit sebagai acuan dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
rumah sakit disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan-kekurangan pada buku kamus indikator
ini, oleh karenanya saran dan kritik guna penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.
Palembang,
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
BAB 2 DAFTAR INDIKATOR TREND DAN KEJADIAN YANG TIDAK DIINGINKAN..... 3
BAB 3 KAMUS INDIKATOR.......................................................................................... 5
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara
wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum,
dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
(1)
masyarakat konsumen . Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan
masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efekif dalam
keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman
dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (2).
Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam organisasi pelayanan
kesehatan. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pelayanan
kesehatan mendorong setiap organisasi pelayanan kesehatan untuk sadar mutu dalam
(1)
memberikan pelayanan kepada pengguna jasa organisasi pelayanan kesehatan . Rumah
sakit sebagai salah satu jenis sarana pelayanan kesehatan harus mampu menyediakan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk terus
melakukan peningkatan terutama pada mutu pelayanan dan keselamatan pasiennya.
Peningkatan mutu rumah sakit juga menjadi tuntutan dalam Undang-Undang RI
Tentang Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit berkewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. Dalam
Undang-Undang RI Tentang Rumah Sakit tersebut juga disebutkan bahwa pasien berhak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional (3).
Upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit dilakukan
di semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
ataupun pada unit pelayanan administrasi dan manajemen. Salah satu bentuk upaya
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit berdasarkan Buku
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 bab Peningkatan Mutu dan Keselamatan
(4)
Pasien Elemen 9 serta berdasarkan buku Joint Commission International Accreditation
(5)
Standards for Hospitals 6th edition bab Quality Improvement and Patient Safety Elemen 8
adalah bahwa rumah sakit harus mengumpulkan data dari berbagai area perawatan pasien
yang berbeda-beda secara periodik, yakni meliputi hal-hal yang dapat menyebabkan risiko
1
untuk keselamatan pasien agar dapat mendeteksi pola dan tren serta mungkin akan
bervariasi berdasarkan frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap pasien.
Upaya untuk mendeteksi pola dan tren serta mungkin akan bervariasi berdasarkan
frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap pasien dilakukan melalui pemantauan Indikator
Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan yang tercantum dalam Keputusan Direktur Utama
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Nomor: YR.01.01/XVII.2/138/2019 Tanggal 22
Januari 2019 Tentang Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Supaya keseluruhan indikator prioritas rumah sakit tersebut
dapat dipahami dengan mudah, maka perlu dibuat suatu kamus indikator yang menjelaskan
tentang pelaksanaan pemantauan indikator tersebut.
3. Landasan Hukum
Landasan hukum yang digunakan yakni:
a. UU Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. UU Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Permenkes RI No. 011 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
d. Permenkes RI No. 034 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
e. Keputusan Direktur Utama RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Nomor:
YR.01.01/XVII.2/138/2019 Tanggal 22 Januari 2019 Tentang Indikator Trend dan
Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2
BAB II
DAFTAR INDIKATOR TREND DAN KEJADIAN YANG TIDAK DIINGINKAN
Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang merupakan indikator spesifik yang dipilih dari berbagai area perawatan pasien
yang dapat menyebabkan risiko untuk keselamatan pasien sehingga harus diidentifikasi dan
dipantau.
Setiap unit kerja terkait wajib melakukan pemantauan terhadap indikator tersebut.
Pengumpulan data harus memadai agar dapat mendeteksi pola dan tren serta mungkin akan
bervariasi berdasarkan frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap pasien.
Secara khusus, unit kerja terkait wajib melakukan analisis mendalam jika tingkat, pola,
atau tren yang tidak diinginkan bervariasi secara signifikan dari:
a. apa yang diharapkan;
b. apa yang ada di rumah sakit; dan
c. standar-standar yang diakui.
Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang adalah sebagai berikut:
3
Kejadian Healthcare Associated Pneumonia
9 ≤1‰ Sub Komite PPI
(HAP)
10 Kejadian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) ≤15‰ Sub Komite PPI
4
BAB III
KAMUS INDIKATOR
Kamus Indikator Trend dan Kejadian Yang Tidak Diinginkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang adalah sebagai berikut:
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
5
tranfusi dimulai atau pada akhir tranfusi.
Bersifat ringan. Pengobatan yang diberikan
adalah antipiretik, antihistamin, atau
kortikosteroid dan tranfusi dengan tetesan
diperlambat
c) Reaksi alergi oleh karena anti protein antibodi,
berupa urtikaria sampai terjadi anafilaktik.
Pengobatannya dengan antihistamin. Sangat
jarang menimbulkan syok anafilaksi, hipotensi,
wheezing, dan kasus seperti ini diberikan
steroid, adrenalin dan terapi suportif lainnya.
d) Tranfusion related acute lung injury (TRALI)
terjadi bila plasma donorv mengandungantibodi
leukosit (Leuko-agglutinin) yang tidak cocok
dengan leukosit resepien. TRALI dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif.
2) Non Imunologik
a) Infeksi bakteri terjadi akibat kontaminasi darah
atau kesalahan dalam penyimpanan darah.
b) Akibat tindakan kateterisasi intravena dapat
terjadi tromboplebitis, kelebihan cairan pada
sirkulasi dll
c) Hemolisis dapat timbul karena menggunakan
jarum yang terlalu kecil, kesalahan pada
penghangatan atau pendinginan darah
d) Hipotermi bila darah terlalu dingin, mudah
menyebabkan DIC pada bayi-bayi kecil.
e) Emboli bekuan darah atau agregasi
f) Hiperkalemia, terjadi pada darah hemolisis
selama penyimpanan
g) Hipokalsemia,
h) Kelainan metaboloik, sering terjadi pada
perdarahan masif.
b. Komplikasi tipe lambat (terjadi beberapa hari, minggu,
bulan, setelah tranfusi)
1) Imunologik
a) Delayed hemolitic tranfusion reaction (DHTR).
Kerusakan eritrosit ekstravaskular yang
disebabkan oleh adanya Ig G alloantibodi sel
eritrosit yang tidak bisa dideteksi tranfusi.
Ditandai dengan adanya penurunan Hb dan
peningkatan serum bilirubin
b) Aloimunisasi terhadap antigen dari sel eritrsoit
atau sel leukosit (HLA)
c) Purpura pasca tranfusi, sangat jarang terjadi.
Terjadi pda keadaan antibodi trombosit
membentuk respon sekunder dan merusak
6
trombosit yang ditranfusikan
d) Tranfusion associated graft versus host disease
(GVHD)
2) Non Imunologik
a) Iron overload
b) Infeksi (Hepatitis B, C, A (jarang), non A non B,
HIV, CMV, malaria, sifilis, bruselosis,
triponosomiasis, parvovirus.
13 Standar ≤0,01%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
7
X Bulanan Tahunan
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
8
2. Kejadian Serius Akibat Efek Samping Obat
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
9 Kriteria eksklusi -
10 Numerator (A) Jumlah seluruh kejadian serius akibat efek samping obat
9
13 Standar 0%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Koordinator Mutu dan Keselamatan Instalasi Farmasi
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
10
3. Kejadian Kesalahan Pengobatan yang Signifikan
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
9 Kriteria eksklusi -
11
obat dikali 100%
13 Standar 0%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Koordinator Mutu dan Keselamatan Instalasi Farmasi
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
12
4. Kejadian Perbedaan Besar Antara Diagnosis Pra Operasi dan Diagnosis Pasca
Operasi
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
9 Kriteria eksklusi -
13
Jumlah seluruh pasien yang dioperasi dikali 100%
13 Standar 0%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
14
5. Kejadian Tidak Diharapkan atau Pola Kejadian Tidak Diharapkan Selama Sedasi
Prosedural Tanpa Memandang Cara Pemberian
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
15
d. Aspirasi
Aspirasi pulmonal adalah masuknya material dari
orofaring atau saluran gasterointestinal ke orofaring
dan jalan nafas bawah.
Aspirasi dapat menyebabkan pneumonitis atau
pneumonia.
Pneumonitis aspirasi akut ditandai dengan distres
pernafasan, bronkospasme, sianosis, takikardi dan
dyspnea.
e. Obstruksi jalan nafas
Penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien
yang tidak sadar adalah jatuhnya lidah ke laring
posterior. Penyebab lain, diantaranya laringospasme,
edema glotis, sketer, muntah, pack yang tertinggal,
darah, atau penekanan eksternal pada trakea.
Sumbatan parsial menimbulkan suara snoring/gurgling.
Sumbatan total menyebabkan terhentinya aliran udara
dan hilangnya suara nafas dan dapat disertai
pergerakan dinding dada yang paradoksikal.
f. Cedera saraf
Cedera saraf dapat terjadi akibat anestesi regional
atau memposisikan pasien (terjadi penekanan, tarikan,
iskemia pada saraf).
Gejala berupa palsy (kelemahan, berkurang/hilangnya
sensasi).
g. Depresi Nafas
Golongan obat-obatan sedasi seperti benzodiazepine
dan obat sedasi lain dapat menyebabkan depresi
nafas hingga apneu. Tingkat beratnya depresi nafas
yang terjadi tergantung dosis, semakin besar dosis
yang diberikan maka semakin besar resiko depresi
nafas. Resiko depresi nafas juga dipengaruhi oleh rute
pemberian obat, pemberian obat intravena dapat
menyebabkan respiratorik arrest
9 Kriteria eksklusi -
16
Jumlah seluruh kejadian tidak diharapkan atau pola
10 Numerator (A) kejadian tidak diharapkan selama sedasi prosedural tanpa
memandang cara pemberian
13 Standar 0%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Koordinator Mutu dan Keselamatan Departemen Anestesi
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
17
6. Kejadian Tidak Diharapkan atau Pola Kejadian Tidak Diharapkan Selama Anestesi
Tanpa Memandang Cara Pemberian
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
18
d. Aspirasi
Aspirasi pulmonal adalah masuknya material dari
orofaring atau saluran gasterointestinal ke orofaring
dan jalan nafas bawah.
Aspirasi dapat menyebabkan pneumonitis atau
pneumonia.
Pneumonitis aspirasi akut ditandai dengan distres
pernafasan, bronkospasme, sianosis, takikardi dan
dyspnea.
e. Hipertemi maligna
Hipertemi maligna merupakan kelainan genetik
hipermetabolik pada otot yang timbul setelah terpapar
anestesi inhalasi atau suksinilkolin (agen pencetus).
Manifestasi klinis berupa rigiditas otot masseter atau
otot lain, demam, hiperkarbia, overaktivitas simpatis
(takikardi, aritmia, hipertensi).
f. Trauma jalan nafas
Trauma jalan nafas dapat terjadi akibat instrumentasi
seperti pemasangan pipa endotrakea, laryngeal mask
airway (LMA), transesophageal echocardiogram probe,
dan emergency airway.
Trauma gigi (tanggal, goyah, patah) merupakan
komplikasi yang paling sering. Gejala lain dapat
berupa nyeri tenggorokan, suara serak, dan sesak.
g. Obstruksi jalan nafas
Penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien
yang tidak sadar adalah jatuhnya lidah ke laring
posterior. Penyebab lain, diantaranya laringospasme,
edema glotis, sketer, muntah, pack yang tertinggal,
darah, atau penekanan eksternal pada trakea.
Sumbatan parsial menimbulkan suara snoring/gurgling.
Sumbatan total menyebabkan terhentinya aliran udara
dan hilangnya suara nafas dan dapat disertai
pergerakan dinding dada yang paradoksikal.
h. Cedera saraf
Cedera saraf dapat terjadi akibat anestesi regional
atau memposisikan pasien (terjadi penekanan, tarikan,
iskemia pada saraf).
Gejala berupa palsy (kelemahan, berkurang/hilangnya
sensasi).
19
literatur / dasar Joint Commission International Accreditation Standards for
hukum Hospitals 6th edition
9 Kriteria eksklusi -
13 Standar 0%
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Koordinator Mutu dan Keselamatan Departemen Anestesi
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
20
Data dilaporkan kepada Direksi dan kepada Komite Mutu
dan Keselamatan melalui laporan bulanan. Data juga akan
Communication
23 disampaikan kepada staf melalui rapat rutin setiap bulan
plan
dan melalui penempelan grafik capaian di papan
pengumuman
21
7. Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
8 Kriteria inklusi Kriteria inklusi Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah sebagai
berikut:
1) Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis :
Demam ( > 38 ° C )
Urgensi
Frekuensi
Disuria
Nyeri supra publik
2) Tanda dan gejala ISK anak ≤ 1 tahun :
Demam > 38 ° C rektal
22
Hipotermi < 37 ° C rektal
Apnea
Bradikardia
Letargia
Muntah - muntah
3) Tes Diagnostik :
Tes carik celup (dipstick) positif untuk lekosit
esterase dan / atau nitrit
Piuri ( terdapat ± 10 lekosit per ml atau terdapat 3
lekosit per LPB ( mikroskop kekuatan tinggi/1000x )
dari urin tanpa dilakukan sentrifugasi )
Ditemukan kuman dengan perwarnaan gram dari
urin yang tidak di sentrifugasi
Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan
uropatogen yang sama( bakteri gram negatif atau S.
Sapro phyticus ) dengan jumlah ≥ 102 koloni per ml
dari ut=rin yang tidak di kemihkan ( kateter atau
aspirasi suprapubik )
Kultur ditemukan ≤ 10.5 koloni / ml kuman patogen
tunggal ( bakteri gram negatif atau S.
Saprophyticus ) pada pasien yang dalam
pengobatan antimikroba efektif untuk ISK
Dokter mendiagnosis sebagai ISK
Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK
13 Standar ≤4,7‰
23
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
24
8. Kejadian Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
25
Pasien dengan pneumonia sebelum pemasangan ventilasi
9 Kriteria eksklusi
mekanik
13 Standar ≤5,8‰
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
26
9. Kejadian Healthcare Associated Pneumonia (HAP)
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
27
Jumlah seluruh kejadian Healthcare Associated
10 Numerator (A)
Pneumonia (HAP)
13 Standar ≤1‰
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
28
10. Kejadian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
8 Kriteria inklusi Kriteria inklusi Infeksi Aliran Darah (IAD) adalah sebagai
berikut:
1) Ditemukan patogen dari biakan spesimen darah dari
kateter intravaskuler dan darah perifer tidak berkaitan
dengan infeksi di tempat lain
2) Pasien dengan minimal satu gejala atau tanda sebagai
berikut : Demam > 38 ° C, menggigil atau hipotensi
tanpa penyebab lainnya dan diperoleh hasil
laboratorium hasil yang positif yang tidak berhubungan
dengan infeksi di tempat lain
3) Dugaan infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter
intravaskuler pada anak berusia < 1 tahun : memiliki
minimal satu dari tanda tanda berikut :
Demam ( suhu tubuh > 380 ° C per rektal )
29
Hipotermia ( < 370 C per rektal ), apnea, atau
bradikardia
Tidak ditemukan sumber infeksi selain pemasangan
kateter vaskuler
Terdapat bakteri pathogen dalam biakan kuman
13 Standar ≤15‰
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
30
pengumuman
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
31
berikut : terdapat drainase purulen dari tempat insisi
dalam biakan positif dari specimen berupa cairan
yang keluar dari luka atau jaringan insisi dalam yang
di ambil dengan cara aseptic.insisi superficial yang di
sengaja dibuka oleh dokter dan memberikan hasil
kultur dan terdapat setidaknya satu gejala atau tanda
seperti bengkak, kemerahan, nyeri, demam dengan
suhu 38 ° C dokter yang merawat menyatakan
infeksi
Infeksi luka operasi organ / rongga adalah infeksi
yanf terjadi 30 hari sampai 90 hari pasca tindakan
operasi menyangkut bagian tubuh kecuali insisi kulit,
fasia, lapisan otot yang di buka atau di manipulasi
selama tindakan operasi dan terdapat edikit satu
keadaan berikut : terdapat paling drainase purulen
yang berasal dari drain yang di tempatkan pada
organ / rongga terkait, biarkan positif dari spesimen
berupa cairan yang keluar dari luka atau jaringan
organ / rongga terkait, abses atau tanda infeksi yang
melibatkan organ / rongga yang dibuktikan dengan
pemeriksaan langsung, prosedur infasif,
pemeriksaan histologi atau pemeriksaan radiologi
dan dokter yang menangani manyatakan terjadi IDO
2) Jenis operasi
Bersih
Dilakukan pada daerah / kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak
membuka traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, orofaring, traktus uranarius, atau
traktus bilier, operasi berencana dengan penutupan
kulit primer, dengan atau tanpa pemakaian drain
tertutup
Bersih tercemar
Luka operasi yang membuka traktus digestivus,
traktus bilier, traktus uranarius, traktus respiratorius
sampai dengan orofaring atau traktus reproduksi
kecuali ovarium
13 Standar ≤2%
32
Sensus harian X Lainnya:
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
33
12. Kejadian Phlebitis
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
13 Standar ≤1,5‰
34
worksheet
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
35
13. Kejadian Wabah Penyakit Menular
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
9 Kriteria eksklusi -
13 Standar 0%
36
Sensus harian X Lainnya:
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite PPI
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
37
14. Kejadian pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan
rumah sakit yang tidak meninggal/tidak cedera serius
Kemanjuran X Keselamatan
Kelayakan Efisiensi
Ketersediaan Kesinambungan
4 Dimensi mutu
Efektivitas Kompetensi
Kenyamanan
9 Kriteria eksklusi -
13 Standar 0%
38
Rekam medis Hasil survey
Wilayah
16 Rumah sakit
pengamatan
Metodologi
17 Retrospektif X Concurrent
pengumpulan data
Harian Triwulan
Frekuensi
19
pengumpulan data
X Bulanan Tahunan
Pelaksana analisis
20 Sekretaris Sub Komite Keselamatan Pasien
data
Rencana analisis
21 Menggunakan line chart
data
Bulanan Semester
Periode analisis
22
data dan pelaporan
X Triwulan Tahunan
39
DAFTAR PUSTAKA
40