Oleh:
Andi Dinda Lady S. Fitri, S.Ked
712021020
Pembimbing:
dr. Susi Handyani, Sp.An, M.Sc., MARS
Referat Berjudul
712021020
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
II
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah swt, zat Yang Maha Kuasa dengan segala keindahan-
Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala
sifat lemah semua makhluk.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan
maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Susi
Handayani, Sp.An., M.Sc., MARS selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanya
milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Penulis
III
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH...........................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
IV
BAB I
PENDAHULUAN
sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia.2 Data kelahiran melalui sectio
caesaria sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran di Indonesia. Data
dihimpun sepanjang 2010-2013.3,4
Anestesi regional telah menjadi teknik pilihan karena anestesi umum
dikaitkan dengan risiko morbiditas dan mortalitas ibu yang lebih besar,
fluktuasi hemodinamik yang lebih besar selama induksi anestesi, dan
kebutuhan analgesia tambahan selama pemulihan anestesi. Kematian yang
terkait dengan anestesi umum umumnya terkait dengan masalah jalan napas,
seperti ketidakmampuan untuk intubasi, ketidakmampuan untuk ventilasi,
atau pneumonitis aspirasi. Namun, sebagian besar penelitian yang
menunjukkan risiko anestesi umum yang lebih besar dilakukan sebelum
kedatangan laringoskopi video dan teknik saluran napas lanjutan lainnya.
Kematian yang terkait dengan anestesi regional umumnya terkait dengan
penyebaran blokade dermatomal yang berlebihan atau toksisitas anestesi
lokal.1
Keuntungan tambahan anestesi regional termasuk lebih sedikit paparan
neonatus terhadap obat yang berpotensi depresan, penurunan risiko aspirasi
paru ibu dan pilihan menggunakan opioid spinal untuk menghilangkan nyeri
pasca operasi.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Spinal
Pasien biasanya ditempatkan dalam posisi lateral dekubitus atau
duduk, dan larutan hiperbarik lidokain intratekal (50 sampai 60 mg)
2
atau bupivakain (10 sampai 15 mg) disuntikkan. Bupivacaine harus
dipilih jika dokter kandungan kemungkinan tidak akan menyelesaikan
operasi dalam 45 menit atau lebih. Bupivacaine merupakan salah satu
jenis obat anestesi lokal. Anestesi lokal bekerja dengan mengikat dan
menghambat daerah spesifik dari subunit α, sehingga mencegah aktivasi
saluran dan masuknya natrium (Na) yang berhubungan dengan
depolariasi membran. Saluran natrium merupakan protein membran
yang terdiri dari satu subunit besar α yang akan dilalui ion Na + dan satu
atau dua subunit ß yang lebih kecil.1
Penggunaan jarum spinal berukuran 22-gauge atau lebih kecil
(Whitacre, Sprotte, atau Gertie Marx) menurunkan insidensi PDPH.
Menambahkan fentanil, 10 sampai 25 mcg, atau sufentanil, 5 sampai 10
mcg, ke dalam larutan anestesi lokal intratekal meningkatkan intensitas
blok spinal dan memperpanjang durasinya tanpa mempengaruhi hasil
neonatal. Penambahan morfin bebas pengawet, 0,1 sampai 0,3 mg,
dapat memperpanjang analgesia pasca operasi hingga 24 jam, tetapi
memerlukan pemantauan untuk depresi pernapasan pasca pemberian
yang tertunda. Terlepas dari agen anestesi yang digunakan. Pada pasien
obesitas, standar 3,5-in. (9 cm) jarum spinal mungkin tidak cukup
panjang untuk mencapai ruang subarachnoid. Dalam kasus seperti itu,
jarum spinal yang lebih panjang dari 4,75 inci (12 cm) hingga 6 inci
(15,2 cm) mungkin diperlukan. Untuk mencegah agar jarum yang lebih
panjang ini tidak tertekuk, beberapa ahli anestesi lebih memilih jarum
berdiameter lebih besar, seperti jarum Sprotte ukuran 22. Atau, 2.5-in.
(6,3-cm) 20-gauge Quincke type spinal needle dapat digunakan sebagai
pengantar panjang dan panduan untuk 25-gauge titik pensil jarum
spinal.5
Anestesi spinal terus menerus juga merupakan pilihan yang
masuk akal, terutama untuk pasien obesitas. Setelah kateter dimajukan
3 sampai 5 cm ke dalam ruang subarachnoid lumbal dan difiksasi, dapat
digunakan untuk menyuntikkan agen anestesi; selain itu, ini
memungkinkan suplementasi anestesi nanti jika perlu.5
3
Anestesi Epidural
Anestesi epidural untuk sectio caesarea biasanya dilakukan
dengan menggunakan kateter, yang memungkinkan penambahan
anestesi, jika perlu, dan menyediakan rute yang sangat baik untuk
pemberian opioid pascaoperasi. Setelah aspirasi negatif dan dosis uji
negatif, total volume 15 sampai 35 mL anestesi lokal disuntikkan
perlahan dalam peningkatan 5 mL untuk meminimalkan risiko
toksisitas anestesi lokal sistemik. Lidokain 2% (biasanya dengan
1:200.000 epinefrin) atau kloroprokain 3% paling sering digunakan di
Amerika Serikat. Penambahan fentanil, 50 sampai 100 mcg, atau
sufentanil, 10 sampai 20 mcg, sangat meningkatkan intensitas analgesik
dan memperpanjang durasinya tanpa mempengaruhi hasil neonatal.
Beberapa praktisi juga menambahkan natrium bikarbonat (larutan 7,5%
atau 8,4%) ke dalam larutan anestesi lokal (1 mEq natrium
bikarbonat/10 mL lidokain) untuk meningkatkan konsentrasi basa bebas
yang tidak terionisasi dan menghasilkan onset yang lebih cepat dan
penyebaran anestesi epidural yang lebih cepat. Jika nyeri berkembang
saat tingkat sensorik berkurang, anestesi lokal tambahan diberikan
secara bertahap 5 mL untuk mempertahankan tingkat sensorik T4.
Anestesi “tambal sulam” sebelum melahirkan bayi dapat diobati dengan
10 sampai 20 mg ketamin intravena dalam kombinasi dengan 1 sampai
2 mg midazolam atau 30% nitrous oxide. Setelah melahirkan, suplemen
opioid intravena juga dapat digunakan, asalkan sedasi berlebihan dan
hilangnya kesadaran dapat dihindari. Nyeri yang tetap tidak dapat
ditoleransi meskipun tingkat sensorik yang tampaknya memadai dan
yang terbukti tidak responsif terhadap tindakan ini memerlukan anestesi
umum dengan intubasi endotrakeal. Mual dapat diobati secara intravena
dengan 5-HT3-antagonis reseptor, seperti ondansetron, 4 mg. Morfin
epidural, 5 mg, pada akhir pembedahan memberikan pereda nyeri yang
baik hingga sangat baik pascaoperasi selama 6 hingga 24 jam.
Peningkatan insiden (3,5-30%) dari infeksi herpes simpleks labialis
berulang 2 sampai 5 hari setelah pemberian morfin epidural telah
4
dilaporkan. Analgesia pascaoperasi juga dapat diberikan dengan infus
epidural kontinu fentanil, 25 hingga 75 mcg/jam, atau sufentanil, 5
hingga 10 mcg/jam, dengan kecepatan pengiriman volume sekitar 10
mL/jam. Butorphanol epidural, 2 mg, juga dapat memberikan pereda
nyeri pascaoperasi yang efektif, tetapi rasa kantuk yang nyata sering
merupakan efek samping. 5
5
Gambar 2.2. Kolumna Vertebralis1
Spinal Cord
Kanalis spinalis berisi sumsum tulang belakang dengan penutupnya
(meninges), jaringan lemak, dan pleksus vena. Meninges terdiri dari tiga
lapisan: pia mater, arachnoid mater, dan dura mater. Pia mater melekat pada
medula spinalis, sedangkan arachnoid biasanya melekat pada dura mater
yang lebih tebal dan lebih padat. Cairan serebrospinal (CSF) terdapat di
antara pia mater dan arachnoid di ruang subarachnoid. Ruang subdural pada
tulang belakang umumnya memiliki batas yang kurang jelas, sedangkan
ruang epidural adalah ruang potensial yang lebih jelas di dalam kanal tulang
belakang yang dibatasi oleh dura dan ligamentum flavum.1
6
Suplai darah ke tulang belakang berasal dari satu arteri spinal anterior
dan pasangan arteri spinal posterior. Arteri spinal anterior terbentuk dari
arteri vertebralis di dasar tengkorak dan turun sepanjang permukaan anterior
medula spinalis. Arteri spinalis anterior mensuplai dua pertiga anterior dari
medula spinalis, sedangkan dua arteri spinal posterior mensuplai sepertiga
posterior. Arteri spinalis posterior berasal dari arteri cerebellar posterior
inferior dan bergerak ke bawah sepanjang permukaan saraf dorsal. Arteri
spinalis anterior dan posterior menerima aliran darah tambahan dari arteri
interkostal di toraks dan arteri lumbal di perut.1
7
rektum-perineum, serta bedah obstetri-ginekologi. Pembedahan lumbal
spinal juga dapat digunakan dibawah spinal anestesia. Prosedur abdomen
bagian atas (seperti gastrektomi) dapat menggunakan anestesi spinal atau
epidural, tetapi karena sulit untuk mencapai keamaan level sensoris yang
adekuat bagi kenyamanan pasien, teknik ini jarang digunakan.1
Kontraindikasi
Kontrainikasi utama pada anestesi spinal yaitu kurangnya persetujuan,
abnormalitas koagulasi, hipovolemia berat, peningkatan tekanan intrakranial
(khususnya dengan masa intrakranial), dan infeksi pada tempat injeksi.
Kontraindikasi relatif lainnya seperti stenosis mitral atau aorta yang berat
dan obstruksi aliran ventrikel kiri yang berat (obstruksi kardiomiopati
hipertrofi); akan tetapi, dengan monitor yang baik dan kontrol pada level
anestesi, anestesi spinal dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan
penyakit katup jantung stenosis, khusunya jika anaestesi yang menyebar
pada daerah dermatom yang tidak dibolehkan (contohnya “saddle” anestesi
spinal).5
Anestesi regional dibutuhkan juga kooperasi dari pasiennya. Pada
pasien dengan demensia, psikosis, atau keadaan emosional yang tidak stabil,
anestesi ini sulit untuk dilakukan. Pertimbangan ini harus dilakukan secara
individual. Pasien anak mungkin tidak cocok dengan teknik anestesi
regional; akan tetapi, regional anestesi sering digunakan beramaan dengan
anestesi umum pada pasien anak.1
Pertimbangan Teknis
Spinal anestesi dapat dilakukan hanya pada fasilitas yang terdapat
semua alat dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk intubasi, resusitasi, dan
anestesi umum. Anestesi regional sangat difasilitasi oleh premedikasi pasien
yang adekuat. Persiapan nonfarmakologis pasien juga sangat membantu.
Pasien harus diberi tahu apa yang diharapkan untuk meminimalkan
kecemasan. Ini sangat penting dalam situasi di mana premedikasi tidak
digunakan, seperti yang biasanya terjadi pada anestesi kebidanan. Oksigen
tambahan melalui masker wajah atau nasal kanul mungkin diperlukan untuk
8
menghindari hipoksemia saat obat penenang digunakan. Persyaratan
pemantauan minimum yaitu tekanan darah dan pulse oksimetri untuk
analgesia pada persalinan. Pemantauan pembedahan pada anestesi regional
sama dengan anestesi umum.1
Surface Anatomy
Prosesus spinosus biasanya dapat diraba dan membantu untuk
menentukan garis tengah. Ultrasonografi dapat digunakan jika landmark
tidak teraba. Proses spinosus tulang belakang leher dan lumbal hampir
horizontal, sedangkan pada tulang belakang thoraks miring ke arah caudal
dan dapat tumpang tindih secara signifikan. Oleh karena itu, saat melakukan
blok epidural lumbar atau serviks (dengan fleksi tulang belakang
maksimum), jarum diarahkan dengan hanya sedikit sudut cephalad, jika
ada, sedangkan untuk blok toraks, jarum harus miring secara signifikan
lebih ke arah kepala untuk masuk ke toraks ruang epidural. Pada orang yang
kurus, sakrum mudah diraba, dan hiatus sakralis dirasakan sebagai depresi
tepat di atas atau di antara celah gluteal dan di atas tulang ekor, menentukan
titik masuk untuk blok caudal.1
Posisi Pasien
1. Duduk
Garis tengah anatomi seringkali lebih mudah diidentifikasi saat pasien
duduk daripada saat pasien dalam posisi dekubitus lateral. Hal ini
terutama terjadi pada pasien obesitas. Pasien duduk dengan siku
bertumpu di paha atau meja samping tempat tidur, atau mereka dapat
memeluk bantal. Fleksi tulang belakang memaksimalkan area "target"
antara prosesus spinosus yang berdekatan dan membawa tulang
belakang lebih dekat ke permukaan kulit.1
2. Lateral Dekubitus
Banyak dokter lebih memilih posisi lateral untuk blok neuraksial.
Pasien berbaring miring dengan lutut tertekuk dan ditarik tinggi ke
perut atau dada, dengan asumsi "fetal position". Seorang asisten dapat
membantu pasien membuat dan mempertahankan posisi ini.1
9
3. Posisi Buie’s (Jackknife)
Posisi ini dapat digunakan untuk prosedur anorektal menggunakan
cairan anestesi isobarik atau hipobarik. Keuntungannya, penyumbatan
dilakukan dengan posisi yang sama dengan prosedur operasi, sehingga
pasien tidak perlu digerakkan mengikuti pemblokiran. Kerugiannya
adalah CSF tidak akan mengalir bebas melalui jarum, sehingga
penempatan ujung jarum subarachnoid yang benar perlu dikonfirmasi
dengan aspirasi CSF. Posisi tengkurap biasanya digunakan saat
panduan fluoroskopik diperlukan.1
10
Yang pertama adalah penetrasi ligamentum flavum, dan yang kedua adalah
penetrasi membran dura-arachnoid. Tusukan dural yang dikatakan berhasil
dipastikan dengan menarik stylet untuk memverifikasi aliran bebas CSF.
Dengan jarum ukuran kecil (ukuran <25), aspirasi mungkin diperlukan
untuk mendeteksi CSF. Parestesia persisten atau nyeri dengan suntikan obat
mengharuskan dokter untuk menarik dan mengarahkan jarum.1
11
Gambar 2.5. Dosis, penggunaan, dan durasi anestesi spinal yang umum
digunakan1
Bupivacaine merupakan salah satu jenis obat anestesi lokal. Anestesi
lokal bekerja dengan mengikat dan menghambat daerah spesifik dari subunit
α, sehingga mencegah aktivasi saluran dan masuknya natrium (Na) yang
12
berhubungan dengan depolariasi membran. Saluran natrium merupakan
protein membran yang terdiri dari satu subunit besar α yang akan dilalui ion
Na+ dan satu atau dua subunit ß yang lebih kecil.1
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Anestesi regional telah menjadi teknik pilihan karena anestesi umum
dikaitkan dengan risiko morbiditas dan mortalitas ibu yang lebih besar,
fluktuasi hemodinamik yang lebih besar selama induksi anestesi, dan
kebutuhan analgesia tambahan selama pemulihan anestesi.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
5. Chestnut D, Wong C, Tsen L, NganKee, Warwick D, Beilin Y, Mhyre J.
Ut’s Obstetric Anesthesia: Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia;
2014.
15