Anda di halaman 1dari 25

SMF/Bagian Ilmu Anestesi REFERAT

RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang Februari 2022

Fakultas Kedokteran

Universitas Nusa Cendana

Farmakologi Bupivacain dan Levobupivacain

Disusun Oleh :

Natasya Detami Sheline Ballo, S.Ked

1021010016

Pembimbing :

dr. Budi Yulianto Sarim, Sp. An (K)

DIBAWAKAN DALAM KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KOTA KUPANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya saya

dapat menyelesaikan tugas referat pada Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesi berjudul

“Farmakologi Bupivacain dan Levobupivacain” sesuai dengan waktu yang

direncanakan. Referat ini dibuat untuk memenuhi persyaratan ujian kepanitraan klinik

di bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Saya

menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan tercapai tanpa

bantuan pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu,

penulis ingin menyampaikan limpah terima kasih kepada :

1. dr. Budi Yulianto Sarim, Sp. An (K) selaku kepala SMF bagian Ilmu Anestesi

RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes yang telah memberikan waktu, bimbingan serta

membagikan ilmu dan pengetahuan dalam proses belajar di SMF bagian Ilmu

Anestesi RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes.

2. dr. Intin, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,

membagikan ilmu dan pengetahuan dalam proses belajar di SMF bagian Ilmu

Anestesi RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes serta meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran dalam penyusunan referat ini.

3. dr. I Made Artawan, M.Biomed, Sp.An yang telah membimbing penulis selama

proses belajar di SMF bagian Ilmu Anestesi RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes.

2
4. dr. Harry Sp.An yang telah membimbing penulis selama proses belajar di SMF

bagian Ilmu Anestesi RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes.

5. dr. Frans Hommalesy, Sp.An yang telah membimbing penulis selama proses

belajar di SMF bagian Ilmu Anestesi RSUD. Prof. dr. W. Z. Johannes.

6. Seluruh staf dan karyawan Instalasi bagian Ilmu Anestesi RSUD. Prof. dr. W.Z.

Johannes yang telah membantu dalam proses belajar di di SMF/Bagian Ilmu Anestesi

RSUD. Prof. dr. W.Z. Johannes.

7. Teman-teman dokter muda di SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD. Prof. dr. W.Z.

Johannes, Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.

8. Seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya pembuatan referat.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, semua saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk

perbaikan selanjutnya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan menjadi

sumber inspirasi untuk pembuatan referat selanjutnya.

Kupang, Maret 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3

2.1 Anestesi Lokal.........................................................................................................3

2.1.1 Definisi..........................................................................................................3

2.1.3 Klasifikasi Anestesi Lokal...........................................................................4

2.2 Bupivakain...............................................................................................................5

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Bupivacaine.................................6

2.2.2 Farmakodinamik............................................................................................6

2.2.3 Farmakokinetik..............................................................................................8

2.2.4 Kerja Obat dan Lama Kerja Obat................................................................11

2.2.5 Dosis dan Penggunaan................................................................................12

2.2.6 Efek Samping dan Toksisitas......................................................................12

2.3 Levobupivakain.....................................................................................................14

2.3.1 Farmakodinamik..........................................................................................14

2.3.2 Farmakokinetik............................................................................................14

2.3.3 Efek Toksik.................................................................................................15

2.3.4 Dosis dan Penggunaan................................................................................15

2.3.5 Efek Samping..............................................................................................15

BAB 3 KESIMPULAN..............................................................................................16

i
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

Tindakan anestesi merupakan prosedur yang dibutuhkan pada hampir semua

tindakan pembedahan. Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa

sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan

rasa sakit dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi

optimal bagi pelaksanaan pembedahan. (1) Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke

dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri

tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi

analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan

seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi

menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya

menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.(1)

Secara umum anestesi terbagi menjadi anestesi umum/general anestesi,

regional anestesi dan lokal anestesi. Sedangkan obat – obatan anestesi terdiri dari obat

premedikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena,

obat anestesi local/regional, obat pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia

nonopioid(2)

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal standar yang paling sering

digunakan pada anestesi spinal. Bupivakain termasuk obat lokal anestetik golongan

aminoamida, yang mempunyai potensi kuat dengan lama kerja yang panjang sehingga

1
sering digunakan untuk anestesi spinal. (3) Penggunaan bupivakain selama bertahun-

tahun sering dipakai pada anestesi spinal oleh karena mula kerja yang relatif cepat 5-8

menit, serta durasi kerja yang lama yaitu 90-150 menit serta memberikan efek blok

sensorik dan motorik yang baik, tetapi penggunaannya cenderung lebih menyebabkan

cardiotoxic, ketika secara tiba- tiba masuk ke dalam pembuluh darah.(4)(5)

Saat ini dikenal levobupivakain yaitu obat anestesi lokal golongan amida juga

yang memiliki S(-) enantiomer menyebabkan efek toksik pada kardiovakular dan

sistim saraf pusat lebih rendah dibandingkan bupivakain serta memiliki efek poten

yang sama dengan bupivakain.(6) Keuntungan levobupivakain dibandingkan

bupivakain yaitu: ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan

perubahan kardiovaskular, toksisitas kardiak dan susunan saraf pusat yang lebih

rendah, potensiasi terhadap hambatan sensorik dan motorik baik, toksisitas yang

dicetuskan levobupivakain bersifat reversible, perubahan kontraktilitas kardiak dan

interval QTc pada elektrokardiogram yang kecil dan efek depresan yang rendah pada

elektroensefalogram.(7)

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi Lokal

2.1.1 Definisi
Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada daerah tubuh

tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi pada ujung saraf atau adanya

penghambatan proses konduksi dalam saraf perifer. Sifat penting dari anestesi lokal

yaitu bahwa obat ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa menghilangkan

kesadaran.(8)

Anestesi lokal secara luas digunakan untuk mencegah dan mengurangi rasa

nyeri, mengurangi reaksi inflamasi seperti pada kanker dan nyeri kronis, dan untuk

tujuan diagnostik dan prognostik. Bahan anestesi lokal bekerja secara reversibel

dengan memblokir potensial aksi di akson sehingga mencegah masuknya ion sodium

untuk menghasilkan reaksi, juga berfungsi sebagai anti inflamasi karena berinteraksi

dengan reseptor G-protein, dan juga berfungsi untuk mengurangi dan mengobati rasa

sakit.(9) Anestesi lokal harus memiliki dua kriteria utama yaitu tidak mengiritasi

jaringan lunak dan bersifat reversibel. Sangat penting diketahui yaitu adanya

hubungan penggunaan anestesi lokal dengan toksisitas sistemik, karena semua

anestesi lokal yang diinjeksikan ke tubuh terutama topikal anestesi lokal langsung

terabsorbsi dan diteruskan ke sistem kardiovaskular. Potensi toksisitas dari

anestetikum merupakan faktor penting dalam pertimbangan untuk digunakan sebagai

anestesi lokal. Toksisitas anastesi lokal sangat bevariasi sesuai dengan dosis

3
penggunaanya. Meskipun banyak bahan anestesi lokal yang sesuai kriteria, tetapi

tidak semua bersifat efektif pada saat digunakan, baik yang diinjeksikan maupun

secara topical.(8)

Menurut Bennett, sifat anestesi lokal yang ideal yaitu: (8)

a) Memiliki potensi efek anastetik yang baik tanpa penambahan bahan konsentrasi

b) Bebas dari reaksi alergi

c) Stabil dan biotransformasi dengan tubuh

d) Steril dan dapat disterilkan

2.1.3 Klasifikasi Anestesi Lokal

Tabel 1. Klasifikasi Anestesi Lokal (8)

4
2.2 Bupivakain

Bupivakain adalah anestesi golongan amida yang paling efektif dan paling

toksik. Efektifitas bupivakain empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan

lidokain, mepivakain, prilokain, dan tiga kali lebih besar jika dibandingkan dengan

artikain. Potensi toksik bupivakain empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan

lidokain, mepivakain, artikain, dan enam kali lebih toksik jika dibandingkan dengan

prilokain. Secara farmakologi, bupivakain hampir sama dengan mepivakain kecuali

gugus metalnya diganti dengan gugus butil. Subtitusi ini memungkinkan terjadi

peningkatan potensi sebanyak empat kali lipat serta meningkatkan resiko toksisitas.

Bupivakain merupakan satu-satunya anestesi yang memiliki durasi kerja yang

panjang meskipun vasodilatasinya masih dua kali dibawah dari prokain tetapi lebih

tinggi dari lidokain. Bupivakain dikombinasikan dengan epinefrin 1:200.000 untuk

meningkatkan efek vasodilatasinya. Bupivakain mudah larut dalam lemak dan

mengikat kuat dengan reseptor protein di saluran sodium. Sehingga durasi kerja

bupivakain pada anestesi pulpa yaitu 1,5-3 jam dan 4-9 jam untuk anestesi jaringan

lunak. Ketika dosis yang diberikan berlebihan, bupivakain memberikan efek terhadap

sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. 14 Bupivakain memerlukan waktu 2,7

jam untuk menurunkan kadarnya dalam darah sehingga hal ini menyebabkan

peningkatkan resiko terjadinya toksisitas dalam darah.(10)

Kerugian dari anestesi lokal ini adalah toksisitasnya sangat hebat, bahkan

mungkin sampai fatal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa obat ini dapat menimbulkan

5
toksisitas pada jantung. Manifestasi utamanya adalah fibrilasi jantung. Oleh karena

itu pada pemakaian jenis obat ini untuk anestesi regional diperlukan pengawasan

yang sangat ketat.(11)

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Bupivacaine

Bupivakain diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf,

epidural, dan intratekal anestesi. Bupivakain sering diberikan melalui suntikan

epidural sebelum artroplasti pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan atau

diinjeksikan pada luka bekas operasi, untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat

mencapai 20 jam setelah operasi. Bupivakain dapat diberikan bersamaan dengan obat

lain untuk memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan

fentanil untuk analgesi epidural.(12)(13)

Pada pasien dengan alergi terhadap obat golongan amino-amida dan anestesi

regional IV (IVRA) karena potensi risiko dari kesalahan tourniket dan adanya

absorpsi sistemik dari obat tersebut, hati-hati terhadap pasien dengan gangguan hati,

jantung, ginjal, hipovolemik, hipotensi, dan pasien usia lanjut.(13)

2.2.2 Farmakodinamik

Bupivakain adalah obat yang digunakan untuk anastesi lokal (bagian pinggul

ke bawah), biasanya akan diinjeksikan di spinal pada tulang belakang. Bupivakain

bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk

natrium ke dalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Hal ini

6
menyebabkan terjadinya hambatan konduksi implus (otonom, sensorik,

somatomotorik) sepanjang jalur saraf otonom, sensorik-somatik, dan motorik-

somatik. Impuls akan diputus sehingga menghasilkan hambatan sistem saraf otonom,

anestesi sensorik, dan paralisis otot skelet pada daerah yang diinervasi oleh saraf yang

dihambatnya. Hilangnya efek bupivakain akan terjadi apabila telah terjadi proses

pulihnya konduksi saraf yang tidak disertai dengan kerusakan struktur serabut saraf.
(14)

Bupivakain mempunyai lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan

obat anastesi lokal yang lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat

menyebabkan toxic pada jantung dan system saraf pusat. Pada jantung dapat menekan

konduksi jantung dan rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular,

aritmia ventrikel dan henti jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu

kontraktilitas miokard dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, sehingga dapat

menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP

mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup, kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor,

pusing, penglihatan kabur, kejang) diikuti oleh mengantuk, hilangnya kesadaran,

depresi pernafasan dan apnea.(15) Secara umum mekanisme anestesi tersebut dapat

berupa alogoritma sebagai berikut(16) :

7
2.2.3 Farmakokinetik

Bupivakain merupakan basa lemah dengan pH sedikit di atas pH fisiologis.

Keadaan ini mengakibatkan kurang dari 50 % bupivakain berada dalam bentuk non

ion yang larut dalam lemak pada pH fisiologis. Asidosis pada tempat bupivakain

disuntikan akan meningkatkan fraksi ion sehingga akan menurunkan kualitasnya.

Bupivakain dengan pKa yang lebih tinggi dari pH fisiologis memiliki mula kerja

yang lebih lama. Hal ini menggambarkan adanya rasio optimal fraksi obat yang

terionisasi dan tidak terionisasi.(17)

A. Absorpsi

Sebagian besar membran mukosa memiliki barier yang lemah terhadap

penetrasi anestesi lokal, sehingga menyebabkan onset kerja yang cepat. Kulit yang

8
utuh membutuhkan anestesi lokal larut – lemak dengan konsentrasi tinggi untuk

menghasilkan efek analgesia. Absorpsi sitemik dari anestesi yang diinjeksi

bergantung pada aliran darah, yang ditentukan dari beberapa faktor di bawah ini

yaitu(15) :

1. Lokasi injeksi

Laju absorpsi sistemik proporsional dengan vaskularisasi lokasi injeksi :

intravena > trakeal > intercostal > caudal > paraservikal > epidural > pleksus

brakhialis > ischiadikus > subkutaneus.

2. Adanya vasokonstriksi

Penambahan epinefrin atau yang lebih jarang fenilefrin menyebabkan

vasokonstriksi pada tempat pemberian anestesi. Menyebabkan penurunan absorpsi

dan peningkatan pengambilan neuronal, sehingga meningkatkan kualitas analgesia,

memperpanjang durasi, dan meminimalkan efek toksik. Efek vasokonstriksi yang

digunakan biasanya dari obat yang memiliki masa kerja pendek. Epinefrin juga dapat

meningkatkan kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap

resptor adrenergik α2.

3. Agen anestesi lokal

Anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih lambat terjadi absorpsi.

Dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik yang dimilikinya.

9
B. Distribusi

Distribusi tergantung dari ambilan organ, yang ditentukan oleh faktor-faktor

di bawah ini yaitu(15) :

1. Perfusi jaringan

Organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar, ginjal, dan

jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat (fase α), yang diikuti

redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi jaringan moderat (otot dan

saluran cerna)

2. Koefisien partisipasi jaringan/darah

Ikatan protein plasma yang kuat cenderung mempertahankan obat anestesi di

dalam darah, dimana kelarutan lemak yang tinggi memfasilitasi ambilan jaringan.

3. Massa jaringan

Otot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal karena massa dari

otot yang besar.

C. Metabolisme dan Ekskresi

Metabolisme dan ekskresi dari lokal anestesi dibedakan berdasarkan

strukturnya yaitu(15) :

1. Ester

Anestesi lokal ester dominan dimetabolisme oleh pseudokolinesterase

(kolinesterase palsma atau butyrylcholinesterase). Hidrolisa ester sangat cepat, dan

metabolitnya yang larut-air diekskresikan ke dalam urin. Procaine dan benzocaine

dimetabolisme menjadi asam paminobenzoiz (PABA), yang dikaitkan dengan reaksi

10
alergi. Pasien yang secara genetik memiliki pseudokolinesterase yang abnormal

memiliki resiko intoksikasi, karena metabolisme dari ester yang menjadi lambat.

2. Amida

Anestesi lokal amida dimetabolisme (N-dealkilasi dan hidroksilasi) oleh

enzim mikrosomal P-450 di hepar. Laju metabolisme amida tergantung dari agent

yang spesifik (prilocine > lidocaine > mepivacaine > ropivacaine > bupivakain),

namun secara keseluruhan jauh lebih lambat dari hidrolisis ester. Penurunan fungsi

hepar (misalnya pada sirosis hepatis) atau gangguan aliran darah ke hepar (misalnya

gagal jantung kongestif, vasopresor, atau blokade reseptor H2) akan menurunkan laju

metabolisme dan merupakan predisposisi terjadi intoksikasi sistemik. Sangat sedikit

obat yang diekskresikan tetap oleh ginjal, walaupun metabolitnya bergantung pada

bersihan ginjal.

2.2.4 Kerja Obat dan Lama Kerja Obat

Anestesi lokal seperti bupivakain memblok generasi dan konduksi impuls

saraf, mungkin dengan meningkatkan ambang eksitasi untuk listrik pada saraf,

dengan memperlambat penyebaran impuls saraf, dan dengan mengurangi laju

kenaikan dari potensial aksi. Bupivakain mengikat bagian saluran intraseluler natrium

dan memblok masuknya natrium ke dalam sel saraf, sehingga mencegah depolarisasi.

Lama kerja bupivakain adalah 2-4 jam Namun durasi tindakan ini juga dipengaruhi

oleh konsentrasi volume suntikan bupivakain yang digunakan (12)(15)

11
2.2.5 Dosis dan Penggunaan

Bentuk sediaan: 0,25%, 0,5%, 0,75% injeksi. Dosis Maksimal 2 mg/kgBB

atau 175 mg/dosis, atau 150 – 225 mg/3 jam atau 400 mg/24 jam.(12)

2.2.6 Efek Samping dan Toksisitas

Bupivakain mempunyai ikatan dengan protein tinggi dan kelarutan dalam

lemak yang tinggi, menyebabkan tingginya durasi dan potensi kardiotoksisitasnya

Pada konsentrasi tinggi obat anestesi lokal akan menghambat respirasi mitokondria

pada sel yang mempunyai metabolisme cepat, sehingga akan menurunkan

pembentukan ATP, efek ini tergantung pada lipofilisitas obat anestasi local, dan

bupivakain mempunyai lipofilisitas yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan

kardiotoksisitasnya tinggi.(18)

Ikatan bupivakain pada chanel Na pada sistem konduksi jantung 100% lebih

lama dibandingkan dengan lidokain, hal ini karena bupivakain bersifat fast-in, slow-

out terhadap chanel Na sedangkan lidokain bersifat fast-in, fast-out. Hal ini

menyebabkan bupivakain 9 kali lebih kardiotoksik dibandingkan lidokain. (18) Pada

saat bupivakain masuk ke sistemik, bupivakain akan berikatan dengan protein. Tetapi

bila tempat pengikatan protein sudah jenuh terikat dengan bupivakain, penambahan

dosis bupivakain secara cepat akan menimbulkan toksisitas. Sehingga toksisitas

bupivakain sering muncul sebagai neurotoksisitas stimulaneus (kejang) Terlebih

dahulu sebelum akhirnya muncul kardiotoksisitas. Kardiotoksisitas yang muncul

berupa fibrilasi ventrikel dan high-grade conduction block. Resusitasi sangat sulit

12
untuk berhasil (sekitar 70% mortalitas, separuh dari yang selamat dengan disabilitas

jangka panjang.(18)

Efek samping pada kardiovaskuler dapat berupa efek toksik konsentrasi

bupivakain plasma yang tinggi, sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa

hipotensi kerena relaksasi otot polos arteriol dan depresi langsung pada miokard,

sehingga menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan cardiac output(19)

Berikut gejala – gejala dari efek samping bupivakain:

- Kecemasan, gelisah

– Penglihatan kabur

- Kesulitan bernapas

- Pusing, mengantuk

- Detak jantung tidak teratur (palpitasi)

- Mual, muntah

- Kejang (konvulsi)

- Ruam kulit, gatal-gatal

- Pembengkakan pada wajah atau mulut

- Tremor

13
2.3 Levobupivakain

Levobupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan durasi yang lama

(sekitar 8 jam). Obat anestesi lokal ini termasuk golongan amid ( CONH-) yang

memiliki atom karbon asimetrik dan isomir Levo(-). Levobupivakain memiliki pKa

8,1. Peningkatan pH akan meningkatkan molekul basa bebas, molekul bebas

melintasi membran akson dengan mudah dan beraksi lebih cepat. Ikatan dengan

protein lebih dari 97% terutama pada asam α 1 glikoprotein dibandingkan pada

albumin. Pada pasien hipoproteinemi, sindrom nefrotik, kurang kalori protein, bayi

baru lahir dengan sedikit kadar protein, menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma

tinggi sehingga efek toksik terlihat pada dosis rendah.(20)

2.3.1 Farmakodinamik

Mekanisme aksi sama dengan bupivakain atau obat anestesi lokal lain.

Apabila MLAC ( Minimum Local Analgesic Concentration ) tercapai, obat akan

melingkupi membran akson sehingga memblok kanal natrium dan akan

menghentikan transmisi impuls saraf. Konsentrasi untuk menimbulkan efek toksik

pada jantung dan saraf lebih besar pada levobupivakain dari pada bupivakain. Batas

keamanan 1,3 mempunyai arti efek toksik tidak akan terlihat sampai konsentrasi 30%.
(20)

2.3.2 Farmakokinetik

Metabolisme obat terjadi di hepar oleh enzim sitokrom P 450 terutama

CYPIA2 dan CYP3A4 isoforms. Cara pemberian melalui epidural , spinal, blok saraf

14
perifer dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena beresiko toksik.

Bersihan obat dalam plasma akan menurun bila terjadi gangguan fungsi hepar(20)

2.3.3 Efek Toksik

Levobupivakain menimbulkan depresi kardiak lebih sedikit dibandingkan

bupivakain dan ropivakain. Gejala toksisitas sistem saraf pusat pada bupivakain lebih

tinggi rata-rata 56,1 mg dibandingkan levobupikacain 47,1 mg.(21)

2.3.4 Dosis dan Penggunaan

Levobupivakain dapat digunakan untuk epidural, subaraknoid , blok pleksus

brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan interskalen, blok saraf

perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal, analgesi obstetri, pengelolaan

nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut dan kronis. Dosis tunggal maksimum

yang digunakan 2 mg /kg bb dan 5,7 mg/kg bb ( 400 mg ) dalam 24 jam. (20)(21)

Penggunaan intravena sangat terbatas karena beresiko toksik.

2.3.5 Efek Samping

Sama dengan efek samping obat anestesi lainnya, diantaranya hipotensi, bradikardi,

mual, muntah, gatal, nyeri kepala, pusing, telinga berdenging, gangguan buang air

besar dan kejang(21)

15
BAB 3
KESIMPULAN

Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada daerah tubuh

tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi pada ujung saraf atau adanya

penghambatan proses konduksi dalam saraf perifer. Sifat penting dari anestesi lokal

yaitu bahwa obat ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa menghilangkan

kesadaran. Bahan anestesi lokal bekerja secara reversibel dengan memblokir potensial

aksi di akson sehingga mencegah masuknya ion sodium untuk menghasilkan reaksi,

juga berfungsi sebagai anti inflamasi karena berinteraksi dengan reseptor G-protein,

dan juga berfungsi untuk mengurangi dan mengobati rasa sakit. Anestesi lokal harus

memiliki dua kriteria utama yaitu tidak mengiritasi jaringan lunak dan bersifat

reversibel.

Bupivakain adalah obat anestetik golongan amino amida yang memiliki masa

kerja panjang (long-acting) yang sering digunakan untuk blok saraf, persalinan,

anestesi epidural dan anastesi subdural. Anestesi lokal seperti bupivakain memblok

generasi dan konduksi impuls saraf, mungkin dengan meningkatkan ambang eksitasi

untuk listrik pada saraf, dengan memperlambat penyebaran impuls saraf, dan dengan

mengurangi laju kenaikan dari potensial aksi. Indikasi pemberian bupivakain adalah

untuk anestesi regional termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural, dan intratekal

anestesi. Bupivakain sering diberikan melalui suntikan epidural sebelum artroplasti

pinggul. Bupivakain juga biasa digunakan atau diinjeksikan pada luka bekas operasi,

16
untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.

Bentuk sediaan dari bupivakain ini ada beberapa macam mulai dari 0,25%, 0,5%,

0,75% injeksi. Dosis Maksimal dari bupivakain adalah 2 mg/kgBB atau 175

mg/dosis, atau 150 – 225 mg/3 jam atau 400 mg/24 jam. Durasi atau lama kerja dari

bupivakain ini adalah sekitar 2 – 4 jam bergantung juga dari dosis pemberian

bupivakain itu sendiri.

Levobupivakain adalah obat anestesi lokal yang termasuk golongan amida

(CONH-) yang memiliki atom karbon asimetrik dan isomer Levo (-).25

Levobupivakain merupakan alternatif menarik selain bupivacaine untuk anestesi

spinal oleh karena obat ini menghasilkan subarachnoid blok dengan karakteristik

sensorik dan motorik yang lebih lama serta recovery seperti bupivacaine. Dalam

sediaan komersil levobupivakain tersedia dalam konsentrasi 0,5% 5 mg/ml, untuk

levobupivakain 0,5% plain memiliki mula kerja yang cepat yaitu 4- 8 menit dengan

durasi kerja anestesi 135-170 menit. Cara pemberian melalui spinal, epidural, blok

saraf perifer, dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena beresiko

toksik. Levobupivakain dapat digunakan untuk subarachnoid, epidural, blok pleksus

brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan interskalen, blok saraf

perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal, analgesi obstetri, pengelolaan

nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut dan kronis.25,26 Dosis tunggal

maksimum yang digunakan 2 mg/kgbb dan 5,7 mg/kgbb (400mg) dalam 24 jam.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S.A, Suryadi, K.A, Dachlan, M.R. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Edisi

Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h 97-127

2. Tranquilli WJ et. al. Veterinary Anesthesia and Analgesia. 2009;4.

3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. Clinical Anesthesiology.

4thedition. New York: Mc Graw Hill Lange Medical Books: 2006, 151-52, 263-75

4. Udelsmann A, Silvia WA, Dreyer E. Hemodynamic Effect of Ropivacaine and

Levobupivacaine Intravenous Injection in Swines. Acta Cirugica Brasileria. 2009;

24(4):296-302

5. Krikava I, Jarkovsky J, Stourac P, Novakova M, Sevcik P. The Effects of

Lidocaine on Bupivacaine-Induced Cardiotoxicity in the Isolated Rate Heart. Physiol.

Res. 2010; 59 (Suppl. 1):65-9

6. McClellan, KJ., Spencer, CM. 1998. Levobupivacaine. Drugs 56: 355-62 40.

7. Gristwood, R.W. 2002. Cardiac and CNS toxicity of Levobupivacaine: Strength of

evidence for advantage over bupivacaine. Drug 25(3): 153-63

8. Malamed SF. Handbook of local anaesthesia 6th ed. St. Louis: Mosby; 2014. Pp.

16-7, 59-64, 89-90.

9. Heavner JE. Local anesthetic. Current opinion in anesthesiology. 2007; 20(3): 336-

42.

18
10. Logothetis DD. Local anesthetic agents: a review of the current options for dental

hygienist. CDHA Journal. 2011; 27(2):

11. Miller R, Pardo MC. Basic of Anesthesia. 6th Ed. Philadelphia. Elseiver.

2007:111- 4

12. Charles R, Bert N. Bupivacaine. Anesth Prog. 1978.

13. Alam J, Oktaliansah E, Boom CE. Perbandingan Penambahan Neostigmin 2

mg/kgBB dengan Fentanil 1 µg/kgBB dalam Bupivakain 0, 125% sebagai Anestesi

Kaudal terhadap Lama Analgesia. Anestesi Perioper. 2013;1(3):135– 43.

14. Stoelting R. Opioid Agonist and Antagonist. Pharmacol Phisiology Anesth Pract.

2006;4:87–122.

15. Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal.

Anestesiol Indones. 2011;III.

16. Guido Di Gregorio MD, Joseph M Neal MD, Richard W. Rosenquist MD, Guy L

Weinberg MD. Clinical Presentation of Local Anesthetic Systemic Toxicity, A

Review Of Published Cases 1979-2009. Am Sociey Reg Anesth Pain Med. 2010;

17. Hodgson E, Levi P. A Textbook of Modern Toxicology. New York: McGrawHill

Companies; 2001. 10-207 p.

18. Rathmell J, Lair TR, Nauman B. The Role of Intrathecal Drugs in The

Threathment of Acute Pain. Anesth Analg. 2005;30–45.

19
19. Barash P, Cullen BF, Cahalan MK, RK S. Acute Pain Management. Clin Anesth.

2013;7:44–1611.

20. Galindo M A, Levobupivacain, a long acting local anaesthetic, with less cardiac

and neurotoxicity. Available from: URL:

http://www.ndaa.ox.ac.uk/wfsa/html/u14/u1407-01.html

21. Hollmann , Markus W, Durieux E, Local anesthetics and the inflammatory

responsse: A new therapeutic indication ?, Anesthesiology, September 2000; 93 :

858-75.

20

Anda mungkin juga menyukai