Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

ABORTUS

Oleh:

Dina Aprilianti, dr.

Pembimbing:

Iwan Santoso, dr.

Dina Retnaningtyas, dr.

RS PALANG BIRU KUTOARJO

2019
BAB 1. LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A (RS-052891)

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 29 tahun

Status : Sudah menikah

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Pituruh

Pekerjaan : Guru

Tanggal MRS : 22 Maret 2019, jam 08.50 WIB

1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : keluar darah dari jalan lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa hamil 2 bulan. Dan mengalami perdarahan sejak 4
hari yang lalu saat sedang istirahat menonton televisi pukul 23.00, dan
keluar darah dari jalan lahir disertai nyeri perut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal memiliki penyakit saluran reproduksi (infeksi/


keganasan),HT (-) DM (-) Asma (-).

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

2
e. Riwayat Sosial

Pasien adalah seorang guru. Pola makan sehari-hari pasien baik


dan teratur. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol dan
merokok. Hubungan pasien dengan keluarga serta lingkungan sekitar
baik.

f. Riwayat Menstruasi

Pasien menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari

1.3 Pemeriksaan Fisik


a) Status Generalis
Kesan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : GCS 4-5-6
Status gizi : Baik
Vital sign :
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Nadi : 100 x/menit, regular, kuat angkat
- Respiratory rate : 20 x/menit
- Temp : 37,0 º C
b) Kepala :
- Konjungtiva anemis : (-)
- Sclera icterus : (-)
- Cyanosis : (-)

c) Leher:
- Pembesaran thyroid : (-)
- Pembesaran KGB : (-)
- Deviasi Trakea : (-)

d) Thorax:
- Pulmo
I : Bentuk simetris, gerak nafas simetris, retraksi sela
iga (-)

P : Pergerakan simetris, fremitus raba simetris

3
P : Sonor disemua lapang paru

A : Vesikuler/Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

- Cor

I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak teraba

P : Batas jantung kanan: garis parasternal kanan ICS 4

Batas jantung kiri: mid clavicula sinistra ICS 5

A : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

e) Abdomen :
I : Flat, simetris

A : Bising usus (+) normal

P : Soepel

Hepar dan Lien: tidak teraba

Renal: tidak teraba

P : Tympani (+)

Shifting dullnes –

a) Ekstrimitas : Akral hangat + + Edem - -

+ + - -

Kering, Merah, CRT<2 detik

1.4 Pemeriksaan Penunjang

4
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Hematologi Lengkap
(HLT)
12,8 12,0 – 16,0
Hb
8 4,5 -11,0
Leukosit
38,2 36 – 46
Hematokrit
280 150 - 450
Trombosit
Serologi – Imunologi

BHCG Urin Positif Negatif

USG
Bacaan :

VU terisi minimal

Uterus antefleksi

GS intra uterin 4 minggu

1.5 Diagnosis

G2P1A0 uk 8 minggu dengan Abortus

3.6 Penatalaksanaan

Diagnostik :-

Terapi : Inf RL 20 tpm

Inj. Asam traneksamat 3x500mg

Utrogestan 3x1

5
Nifedipin 3x10mg bila mulas

Bedrest total

Monitoring : TTV, Keluhan subjektif pasien

Edukasi : KIE pasien dan keluarga tentang kondisi pasien saat ini,
prosedur tindakan medis yang akan dilakukan beserta risiko
yang akan terjadi dan prognosis.

1.7 Lembar Follow Up

Tanggal Catatan Observasi


S/ keluar darah sedikit dari jalan lahir

23/03/2019 O/

15.00 TD 130/80 mmHg RR 20x/mt

N 76x/mt Tax 36,5oC

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Tho : c/p dbn

Abd : TFU tidak teraba

Gen : v/v Fluxus (+) 1 pembalut

Ext : AH (+) OE (-)

A/

G2P1A0 uk 4 minggu dengan Abortus Imminens

P/

Inf RL 20 tpm

6
Inj. Asam traneksamat 3x500mg

Utrogestan 3x1

Nifedipin 3x10mg bila mulas

Bedrest total
S/ keluar darah dari jalan lahir

24/03/2019 O/

10.00 TD 120/80 mmHg RR 20x/mt

N 80x/mt Tax 36,5oC

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Tho : c/p dbn

Abd : TFU tidak teraba

Gen : v/v Fluxus (+) 1 pembalut

Ext : AH (+) OE (-)

A/

G2P1A0 uk 4 minggu dengan Abortus Imminens

P/

Inf RL 20 tpm

Inj. Asam traneksamat 3x500mg

Utrogestan 3x1

Nifedipin 3x10mg bila mulas

Bedrest total
S/ keluar darah dari jalan lahir

25/03/2019 O/

7
11.00 TD 130/80 mmHg RR 20x/mt

N 80x/mt Tax 36,5oC

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Tho : c/p dbn

Abd : TFU tidak teraba

Gen : v/v Fluxus (+) 1 pembalut

Ext : AH (+) OE (-)

A/

G2P1A0 uk 4 minggu dengan Abortus Imminens

P/

Inf RL 20 tpm

Inj. Asam traneksamat 3x500mg

Utrogestan 3x1

Nifedipin 3x10mg bila mulas

Bedrest total

Pro usg
S/ keluar darah dari jalan lahir

26/03/2019 O/

10.00 TD 130/80 mmHg RR 20x/mt

N 76x/mt Tax 36,5oC

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Tho : c/p dbn

Abd : TFU tidak teraba

8
Gen : v/v Fluxus (+) 1 pembalut

Ext : AH (+) OE (-)

A/

G2P1A0 uk 4 minggu dengan Abortus Imminens

P/

Pro kuretase

LAPORAN Setelah tindakan septik dan antiseptik di daerah vulva


KURETASE dan sekitarnya di samping spekulum bawah yang
dipegang oleh asisten dengan pertolongan spekulum
atas bibir depan portio dijepit dengan Kogeltang
26/03/2019 Sonde masuk sedalam 9 cm, corpus uteri antefleksi.

12.00 Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-


hati sampai cavum uteri bersih dengan curet No.2 dan
No. 3.

Berhasil dikeluarkan sisa konsepsi 1,9x2,1 cm

. Jumlah perdarahan selama kuretase 125 cc.

. Tidak dilakukan pemasangan IUD.

. Lama kuretase 15 menit.

Diagnose pra kuretase: Abortus inkomplit

Diagnose pasca kuretase: Abortus inkomplit

27/03/2019 S/ Post kuretase

11.00 O/

9
Ku : cukup TD : 110/70 RR : 20x/menit

Kes : CM N : 88x/menit Tax: 36,5

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Tho : c/p dbn

Abd : flat, soepel, BU (+), TFU tidak teraba

Gen : v/v Fluxus (-)

Ext : AH (+) OE (-)

A/

Post kuretase dengan GA – TIVA hari ke 1 a/i Abortus


Incomplete

P/

KRS

Tx oral :

- Cefadroxil 3 x 500mg
- Asam mefenamat 3 x 500mg
- Nonemi 1x1

10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus didefinisikan sebagai ancaman/pengeluaran hasil konsepsi atau


terminasi kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai
batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu1,2 (beberapa sumber lain memberi
batasan 22 minggu3,4 atau 24minggu5) atau berat janin kurang dari 500 gram.

2.2 Etiologi

Pada masa awal kehamilan, ekspulsi spontan dari ovum yang sudah
dibuahi umumnya terjadi akibat terhentinya proses biologis pada embrio atau
janin. Penyebab terhentinya proses biologis tersebut merupakan penyebab abortus
pada kehamilan muda. Hal yang sebaliknya terjadi pada kehamilan lanjut, di mana
pengeluaran bayi lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal
sehingga saat dikeluarkan bayi-bayi tersebut masih dalam keadaan hidup.

Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal,


penyebab maternal dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua
(paternal) ini walaupun berhubungan tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap
kejadian abortus spontan

1. Faktor fetal

Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia


kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom.
Sembilan puluh lima persen kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan
oleh kegagalan gametogenesis maternal dan sisanya adalah kegagalan

11
gametogenesis paternal. Abnormalitas dapaat dimulai dari pembelahan meiosis
dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini mitosis.
Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid,
misalnya trisomi autosom atau monosomi.

Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan perkembangan zigot,


embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan yang
diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut
blighted ovum. Kelainan morfologi pertumbuhan terjadi pada 40% abortus
spontan sebelum usia gestasi 20 minggu. Setelah trimester pertama, tingkat
abortus dan kelainan kromosom berkurang.2

2. Faktor Maternal

Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat
adanya gangguan kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.

Sumber : Griebel, Halvorsen, Golemon, et.al. 2005.Management of Spontaneous


Abortion. Illinois : American Family Physician 72:7

12
a. Infeksi

Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada


manusia, tetapi hal ini tidak umum terjadi. Dari hasil penelitian, infeksi
yang diduga memiliki kaitan dengan abortus spontan adalah Mycoplasma
hominis, ureaplasma urealyticum, dan bakterial vaginosis.

b. Gangguan nutrisi yang berat

Defisiensi salah satu komponen nutrisi atau defisiensi sedang dari


semua komponen nutrisi bukan merupakan penyebab penting pada
abortus.

c. Pacandu berat alkohol atau rokok

Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko


abortus meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok
yang dikonsumsi setiap hari. Abortus spontan berkaitan juga dengan
konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi
spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu
dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap
hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat
1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari. Sementara
itu, kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan
tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi
setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. Pada
yang mengkonsumsi lebih dari 5 cangkir setiap hari, risiko berhubungan
dengan jumlah kopi yang dikonsumsi setiap hari.

Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup.


Akan tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia
tidak diketahui secara pasti. Ketika alat kontrasepsi dalam rahim gagal
mencegah kehamilan, risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
Sementara itu, kontrasepsi oral atau zat spermisidal tidak berkaitan dengan
peningkatan risiko abortus.

13
d. Penyakit kronis atau menahun

Diabetes mellitus. Tingkat aborsi spontan dan malformasi


kongenital major meningkat pada wanita dengan diabetes bergantung
insulin. Risiko berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester
pertama

Selain itu pada seliac prue juga dapat menyebabkan infertilitas pada suami
atau istri dan abortus rekuren.

e. Gangguan hormonal

Terdapat hubungan antara defisiensi progesteron dan terjadinya


abortus. Hormon progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua.
Gangguan pembentukan desiuda akan menganggu proses nutrisi embrio
yang menyebabkan terhentinya proses biologiss sehingga terjadi abortus.

Selain trofoblas, kelenjar tiroid berperan dalam memelihara kehamilan.


Gangguan pada tiroid dapat mengakibatkan gangguan kehamilan normal.

f. Gangguan imunologis

Antibodi terhadap sperma pada segolongan wanita dapat


mengakibatkan terjadinya gangguan kehamilan. Apabila kehamilan dapat
terjadi maka risiko abortus sangat tinggi. Ketidaksesuaian golongan darah
dapat menjadi penyebab abortus spontan.

g. Trauma fisis

Trauma mayor abdomen dapat menyebabkan abortus.

h. Anomali uterus dan serviks

Pada mioma yang besar dan multipel biasanya tidak menyebabkan


abortus. Jika dihubungkan dengan abortus, yang menentukan bukanlah

14
ukurannya tetapi lokasinya. Mioma submukosa lebih sering menyebabkan
abortus daripada mioma intramural maupun mioma subserosa.

Kelainan serviks yang berperan pada terjadinya abortus adalah


inkompetensi serviks.

2.3 Patogenesis

Sebelum terjadi ekspulsi embrio yang mati terlebih dahulu terjadi


perdarahan ke desidua basalis dan nekrosis pada jaringan di lapisan atas
perdarahan. Perlahan-lahan embrio akan dilepaskan dari tempat implantasinya
sehingga material ini dianggap sebagai benda asing dalam uterus. Uterus akan
berkontraksi untuk mengeluarkan embrio yang mati tersebut dari dalam kavum
uteri.

2.4 Klasifikasi Abortus Spontan

Tipe abortus antara lain:

1. Abortus spontan (keguguran atau spontaneus abortion/misscarriage)

Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari


luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Derajat abortus
spontan meliputi:

a. Abortus iminens (threatened abortion)

b. Abortus insipiens (inevitable abortion)

15
c. Abortus inkomplit (incomplete abortion
d.

e. bortus komplit (complete abortion)

Retensi embrio mati (missed abortion)

16
Istilah ini digunakan pada kegagalan uterus untuk mengeluarkan
embrio lebih dari 8 minggu dihitung sejak kematian embrio tersebut. Karena
sulit mengetahui saat pasti tentang matinya embrio, maka umumnya diambil
patokan dari ketidaksesuaian ukuran uterus dengan usia kehamilan (dengan
adanya selisih 8 minggu). Pada beberapa kasus, missed abortion dapat
diekspulsi secara spontan. Bila usia kehamilan telah memasuki trimester
kedua dan terjadi retensi janin mati, maka sering terjadi gangguan pembekuan
darah, seperti perdarah dari gusi, hidung atau tempat terjadinya trauma.
Gangguan pembekuan darah tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif

akibat retensi embrio mati dalam jangka waktu cukup lama.1-3,5

Abortus habitualis (recurrent abortus)

Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi 3 kali atau lebih


berturut-turut. Penyebab abortus harus dapat dikenali segera agar dapat
dilakukan pengobatan yang sesuai. Bila akibat cacat kromosom, lakukan
upaya-upaya investigasi genetika dan upayakan perbaikan dengan metode
yang tersedia. Bila disebabkan defisiensi hormonal, maka cari penyebab
defisiensi dan pilih hormon substitusi yang sesuai. Bila hal ini disebabkan
inkompetensi servikal, maka lakukan prosedur ligasi serviks dengan cara

Shirodkar atau Mc Donald sebelum kehamilan berusia 12-14 minggu.1-3

2. Abortus buatan/diinduksi (induced abortion)1,2,3

Abortus yang terjadi akibat upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri


proses kehamilan.

Abortus buatan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Abortus buatan terapeutik (abortus provokatus medisinalis)

17
Aborsi yang dilakukan pada wanita hamil atas indikasi terapeutik
atau medis. Umumnya indikasi tersebut berkaitan dengan ancaman
keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu
(dekompensatio kordis, tuberkulosis paru berat, status asmatikus, diabetes
mellitus tidak terkontrol, penyakit hati menahun, dan sebagainya). Pada
beberapa negara, indikasi untuk melakukan abortus provokatus berkaitan
dengan adanya kecatatan pada janin (misalnya talassemia, kelainan
kromosom, sindrom Down, penyakit retardasi mental) atau dari cara
terjadinya suatu kehamilan (akibat perkosaan, hubungan sedarah/incest).

Pada beberapa badan peradilan di luar negeri atau negara modern


dikenal pula istilah terminasi kehamilan atas permintaan pasien (voluntary
termination), yaitu abortus yang dilakukan atas permintaan pasien, baik
akibat adanya risiko terhadap kesehatan ibu atau tekanan mental berat
yang dialami ibu tersebut (misalnya kehamilan yang baru saja diketahui
setelah terjadinya perceraian, sulit menentukan ayah dari janin yang
dikandungnya, hamil bukan dengan pasangan yang sebenarnya atau
pasangan tersebut tidak terikat dalam ikatan pernikahan yang sah). .

b. Abortus kriminalis (abortus provokatus kriminalis)

Aborsi yang dilakukan secara sengaja (melalui kesepakatan antara


pasien dan pelaku aborsi) dan bukan atas indikasi untuk menyelamatkan
jiwa ibu, adanya kecacatan pada janin atau gangguan mental yang berat.

3. Abortus dengan risiko/abortus tidak aman (unsafe abortion)1,2,3

Terminasi kehamilan yang tidak diinginkan oleh wanita atau


pasangannya melalui cara yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan
jiwa wanita tersebut karena dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai

18
pengetahuan dan keterampilan cukup serta menggunakan peralatan yang tidak
memenuhi persyaratan minimal bagi suatu tindakan medis.

Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran


bahan berbahaya, baik mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif.
Bila pasien selamat dari kematian, maka dapat terjadi cacat yang menetap atau
gangguan organ serius. Bahan-bahan tradisional yang digunakan di antaranya
batang kayu, akar pohon, tangkai pohon yang memiliki getah iritatif, batang
plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Beberapa upaya lainnya yaitu
dengan melakukan pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar
pada dinding perut, kandung kemih, adneksa atau usus.

Hal ini merupakan tragedi fatal yang tersembunyi. Dalam periode 1


tahun, hampir 70.000 ibu meninggal akibat abortus yang tidak aman atau
berisiko. Risiko ini amat dipengaruhi oleh ada tidaknya fasilitas kesehatan
yang mampu memberikan pelayanan kesehatan maternal secara memadai.
Beberapa kondisi (kemiskinan, keterbelakangan, dan sikap kurang peduli)
menambah angka kejadian abortus yang tidak aman. WHO memperkirakan
angka kematian yang berkaitan dengan abortus yang tidak aman cukup tinggi,
paling tidak 20 juta per tahun. Hampir 90% abortus dengan risiko dilakukan
di negara berkembang. Kematian akibat abortus dengan risiko di negara
berkembang 15 kali lebih banyak daripada negara industri. Jika dibandingkan
dengan negara yang sangat maju, angka tersebut meningkat menjadi 50 kali
lebih banyak.

4. Abortus septik

Abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi


mikroorganisme dari saluran genital bawah setelah abortus spontan atau aborsi
yang tidak aman. Sepsis biasanya terjadi bila hasil konsepsi masih tertinggal dan
evakuasi ditunda. Sepsis merupakan komplikasi tersering dari abortus tidak aman
yang berhubungan dengan instrumentasi

19
2.5 DIAGNOSIS

Beberapa diagnosis banding obstetrik yang sering dipikirkan pada kasus


perdarahan pada kehamilan muda ialah abortus, kehamilan ektopik terganggu
(KET), dan kehamilan mola (mola hidatidosa).

Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus3

Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala Lain


Abortus Sedikit hingga Tertutup Sesuai dengan Tes kehamilan (+), kram,
iminens Sedang usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedang hingga Terbuka Sesuai atau lebih Kram, uterus lunak
insipiens Banyak kecil
Abortus Sedikit hingga Terbuka Lebih kecil dari Kram, keluar jaringan,
inkomplit Banyak (lunak) usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedikit atau Lunak (terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tidak ada kram,
komplit tidak ada atau tertutup) usia kehamilan keluar massa kehamilan,
uterus kenyal

2.6 TATA LAKSANA

Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah


penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya
diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini,
dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien
seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen.
Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi komplikasi.
Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah menjadi
ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera
dilaksanakan. Oleh karena itu, penting seklai untuk membuat penilaian awal

20
secara akurat (yang kemudian segera diikuti dengan tindakan pengobatan) atau

(apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi pasien.3,4

Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi
prosedur medikal dan surgikal.2,5

1. Abortus iminens

Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa. 4 Beberapa


sumber masih ada yang mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain
menyebutkan tidak perlu sampai tirah baring 1,3 (ibu hanya dianjurkan untuk
menghindari aktivitas fisik yang berat4,5). Pasien sebaiknya tidak melakukan
hubungan seksual untuk sementara. Bila perdarahan berhenti, pemantauan
dilanjutkan saat perawatan antenatal guna menilai kembali jika terjadi perdarahan
lagi. Bila perdarahan tidak berhenti, nilai kembali viabilitas fetal (tes kehamilan
atau USG). Perdarahan persisten dengan ukuran uterus lebih besar dari perkiraan
usia kehamilan mengindikasikan kehamilan kembar atau mola hidatidosa. Tidak
dianjurkan untuk memberikan terapi hormon (seperti estrogen atau progestin) atau
agen tokolitik (salbutamol atau indometasin) karena tidak dapat mencegah
terjadinya keguguran.4

2. Abortus insipiens

Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi


isi uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan:

a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu)


atau misoprostol 400 µg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila
perlu).
b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin.
Bila usia kehamilan > 16 minggu:

21
a. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus
untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal.
b. Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena
(salin normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit
guna membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca
tindakan.4

3. Abortus inkomplit

Bila perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan


pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring
(sponge) forcep.

Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan


evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan:

a. Aspirasi vakum manual merupakan metode yang lebih dianjurkan.

Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus insipien atau
inkomplit <

16 minggu4 (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan < 12-14


minggu3) Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum menunjukkan
risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi)
yang lebih rendah dibandingkan kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini
tidak memerlukan anestesi umum dan

memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-


rata >98%).3 Metode kuretase tajam (dilatasi dan kuretase) hanya
dilakukan bila aspirasi vakum manual tidak tersedia.4

22
b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan)
atau misoprostol 400 µg oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan).
c. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau
Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil
konsepsi terjadi.
d. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 µg per vaginam tiap 4 jam
hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 µg.
e. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.
f. Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca
tindakan.4

4. Abortus komplit

Evakuasi hasil konsepsi dari uterus umumnya tidak diperlukan. Lakukan

pemantauan pada perdarahan yang berat.4

23
Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit

1. Kuretase Digital

2. Kuretase Tajam (Dilatasi dan Kuretase)

24
3. Aspirasi Vakum Manual (Manual Vacum Aspiration atau AVM)

25
Langkah Evakuasi dan Penatalaksanaan Pasien dengan Abortus Inkomplit 3

Penampilan Langkah Awal Bila ditemukan tanda


Wanita usia reproduksi: Nilai tanda syok syok, seera dilakukan
- Terlambat haid - Nadi cepat lemah stabilisasi
- Perdarahan - Hipotensi (penatalaksanaan
- Kram dan nyeri - Pucat, berkeringat syok)
perut bawah - Gelisah, apatis,
- Keluar massa tidak sadar Setelah syok teratasi,
kehamilan - Temperatur > 38 oC
Evaluasi Klinis lanjutkan evaluasi
- Demam, menggigil klinis

Riwayat Medik:
Lamanya tidak datang haid (HPHT dan dugaan usia kehamilan), perdarahan per
vaginam (lama dan jumlahnya), spasme atau kram (lama dan intensitasnya) lama
dan intensitas kram, kontrasepsi yang digunakan (AKDR, implant, pil, suntik),
nyeri perut/punggung (dugaan trauma intraabdomen), jaringan yang keluar (massa
kehamilan), alergi obat, gangguan pembekuan darah/perdarahan, minum jamu atau
bahan berbahaya lainnya, kondisi kesehatan lain

Pemeriksaan Fisik: Tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah suhu), keadaan
umum (kedaan gizi, anemia, kelemahan), pemeriksaan jantung, paru, abdomen
(cembung, tegang, nyeri tekan/peritonitis lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri
lepas, timor, bising usus), ekstremitas, tanda-tanda gangguan sistemik (sepsis,
perdarahan intraabdomen)

Pemeriksaan panggul: Bersihkan bekuan darah dan massa kehamilan dari lumen
vagina dan ostium serviks, perhatikan adanya sekret yang berbau, sifat dan jumlah
perdarahan, pembukaan serviks (derajat abortus), trauma vagina/serviks, pus, nyeri
goyang serviks, besar (disesuaikan dengan HPHT)/arah/konsistensi uterus, nyeri
Penatalaksanaan

26
Perdarahan Perdarahan Trauma Infeksi/Sepsis
ringan hingga hebat Intraabdomen - Demam,
sedang - Jumlah - Perut menggigil
- Kain banyak kembung - Sekret
pembalut - Darah segar - Bising usus berbau
tidak basah dengan atau melemah - Riwayat
setelah 5 tanpa bekuan - Dinding abortus
menit - Handuk atau perut tegang provokatus
- Darah segar pakaian - Nyeri lepas - Nyeri perut
tanpa segera basah - Mual, - Perdarahan
bekuan oleh darah muntah lama
- Darah - Pucat - Nyeri - Gejala
campur Bila komplikasi punggung seperti
lendir teratasi dan pasien - Demam infuenza
Lakukan stabil, lakukan - Nyeri perut, Pertimbangkan
AVM/kuretase AVM/kuretase kram untuk tindakan
tajam tajam Pertimbangkan atau dirujuk

27
BAB 4. KESIMPULAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.4

Prevalensi abortus meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada


wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita yang berusia di atas 45
tahun ialah 50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama
kehamilan.7 Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian
abortus sangat tinggi. Data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) 2010 menyatakan bahwa setiap tahun jumlah
aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Kasus aborsi di Indonesia terjadi 22,6
juta per tahun atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan.8

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan


Pasca Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2002. Hal. 2-1
s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-13.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams


Obstetrics, 23rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].
3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In:
Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York:
McGraw-Hill, 2003. [e-book].
4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi
Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal.
460-74.

5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th


Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].
6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy.
In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for
Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007. p. S-7 s.d S-17.
7. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003
8. Wulandari W dan Zulkifli Abdullah. 2011. Faktor Resiko Kejadian
Abortus Spontan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tahun
2011. Jurnal MKMI, VIII (4), 234

29

Anda mungkin juga menyukai