Anda di halaman 1dari 16

Tugas Filsafat

TELAAH KONSRUKSI TEORI

di susun oleh :

Saleh : stb . K 202 13 0

Nurrahmah : stb K. 202 13 026

Dewi : stb

1
Bab I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Pada dasarnya teori dirumuskan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena yang ada.

Teori dibangun berdasarkan bahasa abstrak dari sejumlah konsep yang disepakati dan dalam

definisi-definisi akan mengalami perkembangan. Perkembangan terjadi apabila teori sudah

tidak relevan dan kurang berfungsi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Suatu teori

dapat diakui sebagai ilmiah dan mempunyai hubungan dengan teori-teori lain yang telah

diakui sebelumnya. Setiap teori selalu dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian dan

menggunakan metode bahasa dari ilmuwan yang merumuskannya. Kemampuan suatu teori

untuk memprediksi apa yang akan terjadi merupakan kriteria bagi validitas teori tersebut.

Semakin prediksi bahasa dari teori dapat dibuktikan, semakin besar pula teori tersebut akan

diterima di dalam komunitas ilmiah. Ketika suatu bentuk teori telah dianggap valid di dalam,

komunitas ilmiah, maka hampir semua ilmuwan dalam komunitas ilmiah menggunakan teori

yang mapan itu didalam penelitian mereka. Teori yang mapan dan dominan itu disebut oleh

kuhn sebagai paradigma. Paradigma adalah cara pandang atau kerangka berfikir yang

berdasarkannya fakta atau gejala dapat diinterpretasikan dan dipahami. Para ilmuwan bekerja

dalam kerangka seperangkat aturan yang sudah dirumuskan secara jelas berdasarkan

paradigma (Syahuddin : 2009). Maraknya diskusi dan kajian tentang pendekatan

pembelajaran konstruktivistik biasanya lebih diarahkan pada apa dan bagaimana

pembelajaran konstruktivistik itu diterapkan. Kajian tentang apa pembelajaran

konstruktivistik biasanya dilakukan dengan mengkontraskan antara pendekatan pembelajaran

konstruktivistik dengan pendekatan pembelajaran lainnya (behavioristik). Makalah ini

2
mendeskripsikan alasan mengapa perlu mempelajari konstruksi teori dan mendeskripsikan

beberapa teori yang melandasi pembelajaran konstruktivistik.

B. Tujuan

makalah ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Alasan mempelajari konstruk teori

2. Pengertian konstruk teori

3. Konstruk teori dalam pendidikan

3
Bab II

pembahasan

A. Alasan mempelajari konstruk teori.

Ada 2 alasan kenapa seseorang harus mempelajari konstruk teori, yaitu alasan pragmatis dan

alasan fundamental.

1. Pragmatis

Konstruksi teori merupakan suatu pokok bahasan yang sangat langka dan tak banyak

dibicarakan atau di tulis di indonesia. Dalam buku konstruksi teori oleh John J.O.I. Ihalauw

yang dipublikasikan merupakan salah satu upaya untuk membagi beberapa kemampuan

tentang berbagai aspek dari membangun sebuah teori. Upaya untuk membuat publikasi ini

didorong oleh beberapa alasan pragmatis, yaitu:

a. Pengalaman belajar dan menunjukkan bahwa untuk mendefinisikan teori dan

membangun sendiri sebuah teori sederhana, seorang mahasiswa tidak memiliki rasa

percaya diri dan merasakan kesulitan yang besar. Timbul kesan bahwa teori merupakan

suatu hasil karya ilmuan kenamaan saja. Kesan semacam ini timbul dan berkembang

karena kemahiran membangun sendiri sebuah teori bahkan yang paling sederhana

sekalipun sangat jarang di gumuli dilingkungan perguruan tinggi.

b. Teori yang selama ini dijumpai dalam berbagai disiplin ilmu biasanya dipelajari sebagai

sebuah produk yang telah siap, sudah rampung dibuat tanpa mengetahui sendiri apa

komponen-komponen pembentuknya dan langkah-langkah untuk membangun teori

tersebut. Akibat dari ketidakmampuan ini dapat diduga karena teori dipandang sebagai

sesuatu yang sulit dan menakutkan, momok dan dihadapi dengan sikap tak berdaya.

4
Tidak banyak yang memiliki kemahiran menyanggah teori dan karena teori diterima

sebagaimana adanya atau dimodifikasi seperlunya.

c. Tuntutan supaya negara-negara berkembang berusaha menkonstruksi teori-teori yang

relevan dengan situasi dan kondisinya sendiri serta kemampuan untuk membentuk sendiri

sebuah teori.

Upaya ini di dorong pula oleh kenyataan bahwa sejak awal dekade 1970-an begitu banyak

penelitian eksploratif-deskriptif yang dilakukan di Indonesia. Namun tanpa menguasai

kemampuan dan memiliki kemahiran membangun teori, hasil-hasil penelitian empirik itu

akan membuahkan kerangka teoritis baru yang relevan untuk Indonesia.

2. Alasan fundamental

Penjelajahan manusia dalam kehidupannya setiap hari dipicu antara lain oleh keinginan

untuk mencari kebenaran. Ada beberapa alternatif cara manusia mencari kebenaran. Wallace

(1971) mengemukakan empat cara untuk memperoleh dan menguji kebenaran dari suatu

pernyataan empirik. Ia membedakan kedalam cara-cara authoritarian, mystical, logico

rational, dan cara scientific. Selanjutnya Wallace (1971 :11-16) menyatakan bahwa

perbedaan antara cara yang satu dan cara yang lain dapat di lihat dari : (1) Produser, yaitu

siapa yang mengatakan bahwa pernyataan empirik itu benar. (2) prosedur, yaitu bagaimana

seseorang mengetahui bahwa pernyataan empirik itu benar. (3) effect yaitu apa akibat yang

ditimbulkan oleh pernyataan empirik yang diterima sebagai suatu kebenaran.

Cara memperoleh dan menguji kebenaran dari suatu pernyataan empirik oleh Wallace (1971)

melalui cara :

a. Cara authoritarian, melalui cara authoritarian pengetahuan dicari dan diuji dengan

mengacu kepada orang yang secara sosial dipandang memenuhi persyaratan sebagai

5
sumber pengetahuan. Sebagai contoh seorang professor, tetua atau para pemimpin yang

karena kedudukan sosial dipandang sebagai sumber kebenaran. Apa yang dikatakan

mereka diterima oleh pihak lain sebagai suatu kebenaran. Dalam prosedurnya melalui

cara ini mengandalkan pada posisi sosial dari orang yang bersangkutan. Jadi, posisi sosial

merupakan jalan supaya sesuatu pernyataan empirik tertentu menjadi pengetahuan yang

benar. Karena orang yang membuat pernyataan empirik tersebut menduduki posisi sosial

yang terpandang, maka diperlukan bukti-bukti yang cukup banyak dan kuat jika ingin

menyanggah kebenaran semacam ini.

b. Cara mystical bersumber pada orang yang mempunyai otoritas supranatural antara lain

nabi dan paranormal. Prosedur untuk memperoleh pengetahuan semacam ini bergantung

pada karunia pribadi yang dimiliki oleh seseorang. salah satu langkah dalam prosedur ini

mengisyaratkan penyucian ritualistik. Kebenaran melalui cara mystical dapat

memberikan dampak besar bagi mereka yang meyakininya.

c. Pengetahuan yang benar melalui cara logico rational mengandalkan pada logika nalar

atau logika formal. Itu berarti siapapun dapat menjadi sumber pengetahuan yang benar

asalkan didasarkan pada penalaran yang benar. Pernyataan empirik yang dibuatnya

masuk akal dan bernalar. Prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang benar

mengandalkan pada rules of formal logic. Untuk menyanggah kebenaran dari suatu

pernyataan empirik diperlukan bukti-bukti yang masuk akal pula.

d. Untuk memperoleh kebenaran secara ilmiah (scientific) bersumber pada siapapun asalkan

pernyataan yang dibuatnya didasarkan pada pengamatan empirik dan dengan

menggunakan metode tertentu. Metode tersebut memanfaatkan assessment kolektif dan

membuka peluang dilakukannya replikasi dari prosedur yang digunakan oleh orang yang

6
bersangkutan. cara ilmiah ini terbuka terhadap kritik ilmiah dan pengetahuan ilmiah yang

diperoleh secara akumulatif.

Uraian ini menunjukkan adanya dua macam kebenaran yaitu pengetahuan dan pengetahuan

ilmiah. pengetahuan diperoleh melalui tiga cara : authoritarian, mystical, logico rational.

Pengetahuan ilmiah mengandalkan pada cara ilmiah. walaupun diantara empat cara ini ada

perbedaan–perbedaan yang dilihat dari produser, prosedur, dan effect namun perbedaan

mendasar terletak pada prosedur. Pada tiga cara pertama, sangat sulit bagi pihak lain untuk

meniru, menguji dan melacak ketepatan dan kesesuaian langkah-langkah yang ditempuh

untuk mencari kebenaran. Prosedurnya merupakan langkah-langkah yang ditempuh dan

begitu lekat dan terikat dengan diri pribadi seseorang .

Prosedur untuk memperoleh pengetahuan ilmiah tidak lekat dengan diri pribadi seseorang.

Prosedur ini berada diluar diri pribadi langkah demi langkah terbuka untuk diketahui dan

dilacak oleh setiap orang, dapat diuji ketepatannya, dapat ditiru atau replikasi oleh siapapun.

Vercruysse (LPIS, 1973) bahkan menyatakan bahwa prosedur ilmiah dilandasi oleh nilai-

nilai ilmiah tertentu yang akan diuraikan lebih rinci dalam bagian tersendiri.

Konsekuensi-konsekuensi yang harus dipahami dalam memilih cara ilmiah :

a. Landasan filsafat

Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang secara khusus mempelajari

pengetahuan ilmiah dan ilmu tentang pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan telaah

secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan tentang hakikat ilmu dan

membagi kedalam tiga pokok bahasan (Suriasumantri, 1984) : (1) Landasan ontologi

yaitu mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud dari

objek tersebut, bagaimana hubungan objek dan daya tangkap manusia (seperti berpikir,

7
merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan/ mengungkapkan hakikat dari

apa yang dikaji. (2) Landasan epistemologi yaitu mempertanyakan proses yang

memungkinkan di timbanya pengetahuan berupa ilmu, bagaimana prosedurnya, hal-hal

apa yang harus diperhatikan sehingga didapat pengetahuan yang benar, apa yang disebut

kebenaran itu sendiri, apa kriterianya, cara apa yang membantu ilmuan dalam

mendapatkan pengetahuan berupa ilmu. Jadi, landasan epistemologi menguraikan tentang

cara mendapatkan pengetahuan yang benar. (3) Landasan aksiologi yaitu mempersoalkan

untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan, bagaimana kaitan antara cara

penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan objek yang ditelaah

berdasarkan pilihan-pilihan moral, bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang

merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral atau professional.

b. Arah pola pikir

Ada dua arah tentang pola pikir ilmiah yaitu abstrak dan empirik. Kedua arah ini pada

dasarnya tidak dapat dipisahkan hanya saja dapat dibedakan dalam proses berpikir.

Bahwa abstrak erat kaitannya dengan penalaran, sedangkan empirik berkaitan dengan

amatan, fakta atau peristiwa. Arah empirik sangat terikat dengan waktu dan ruang

tertentu dan amatan, fakta atau peristiwa terjadi pada waktu tertantu dan ditempat

tertentu. Namun ketika arah berpikir seseorang bergeser kerarah abstrak, keterikatan

dengan waktu dan ruang tertentu semakin menipis. Pemahaman yang benar tentang arah

berpikir adalah kesesuaian dalam komunikasi ilmiah. Seringkali terjadi kesalahpahaman

yang tak perlu karena adanya perbedaan dalam arah pikir mengenai permasalahan

tertentu.

c. Strategi dan metode ilmiah

8
Terdapat dua strategi ilmiah yaitu strategi induktif dan strategi deduktif. Strategi induktif

bergerak dari fakta, peristiwa atau amatan yang dilakukan manusia (dalam arah empirik)

mengarah ke pembentukan konsep, preposisi atau menata preposisi hingga terbentuk teori

yang kesemuanya itu berada pada arah abstrak. Strategi deduktif bertitik tolak dari telaah

teoritis, penalaran, perenungan dan pengalaman pada arah abstrak dengan tujuan

mengukur konsep, menguji preposisi, menguji teori atau model yang dilakukan pada arah

empirik. Strategi ilmiah terdiri atas 5 komponen , yaitu : teori, preposisi, amatan,

keputusan menerima atau menolak hipotesis dan kerapatan empirik. Sedangkan ada

enam metode ilmiah yaitu ; deduksi nalar, penafsiran, instrumentasi, perskalaan dan

pembentukan sampel, pengukuran, peringkasan sampel dan estimasi parameter, uji

hipotesis, inferensi nalar dan pembentukan konsep, pembentukan preposisi serta penataan

preposisi sehingga terbentuk teori. Menurut Wallace (1971 :18) menggambarkan

komponen informasi , perangkat metode dan transformasi informasi malalui peraga

d. Nilai-nilai ilmiah

cara ilmiah berpegang pada nilai-nilai ilmiah tertentu. Vercruysse (LPIS , 1973)

mengemukakan empat nilai yang harus dijadikan patokan dalam kegiatan ilmiah/kegiatan

penelitian, diantaranya :

- Netralitas emosional

Bahwa dalam setiap usaha ilmiah, pendekatan yang dilakukan haruslah tidak pribadi.

Kebenaran ilmiah tidak ditentukan oleh siapa yang diteliti atau siapa yang menjadi

peneliti.

- Universal. Nilai itu universal karena apa yang secara ilmiah benar disuatu tempat

tertentu, idealnya juga benar secara ilmiah disemua tempat yang lain.

9
- Orientasi persekutuan. Nilai menuntut adanya keterbukaan dari suatu usaha

ilmiahagar mendapatkan kritikan ilmiah dari komunitas ilmiah terkait.

- Individualism yang memperjuangkan kebebasan pribadi untuk berpikir secara ilmiah

dan bertindak secara ilmiah.

e. Bahasa ilmiah

Untuk mewujudkan berbagai kegiatan ilmiah diperlukan bahasa ilmiah. Terdapat empat

komponen utama dalam bahasa ilmiah :

- Konsep

Konsep ( construct) adalah simbol yang digunakan untuk memaknai fenomena.

Konsep dari sudut konstruksi teori merupakan unsure dasar pembentuk teori atau

model.

- Preposisi

Adalah kaitan antara dua konsep sehingga terwujud antara dua pernyataan tentang

sifat fenomena.

- Teori/model

Teori atau model merupakan suatu sistem preposisi-preposisi atau kaitan antara

preposisi-preposisi.

- Paradigma

Paradigma adalah seperangkat asumsi tersirat atau tersurat tentang fenomen atau

landasan tentang berbagai landasan ilmiah. (ritzer , 1975 dan lin , 1976 dalam John

J.O.I. Ihalauw).

B. Pendekatan konstruksivisme dalam belajar

10
Teori kognitif seperti pemrosesan informasi memahami pikiran sebagai suatu sistem

pemrosesan simbol yang merubah informasi sensor ke dalam struktur simbol (misalnya,

kesan, skema) sehingga pengetahuan dapat disimpan dalam memory dan didapatkan kembali

apabila dibutuhkan. Belajar merupakan modifikasi dari struktur simbol internal. Dunia luar

merupakan suatu sumber informasi, tetapi belajar yang lebih penting terjadi “di dalam

kepala” dari setiap individual (Schunk, 1996a). Perspektif konstruktivis menentang telaah

belajar. Teori konstruktivis dilandaskan dalam filosofi pendidikan John Dewey dan

penelitian Piaget, Vygotsky, psikilog Gestalt Bartlett dan Brunner, dengan sebutan sebagai

beberapa pelopor intelektual. Pendekatan konstruktivis terdapat dalam pendidikan sains dan

matematika, dalam psikologi pendidikan dan antropologi, dan dalam pendidikan berbasis-

komputer (Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1991; Driscoll, 1999; Perkins,

1991; Wittrock, 1992).

1. Tipe-tipe Konstruktivisme

Menurut Moshman (1987, 1997) untuk membantu mengorganisasikan tiga pendekatan

berbeda, yang dikenal sebagai konstruktivisme rasional, radikal, dan dialektis (rational,

radical, and dialectical constructivism).

a. Konstruktivisme Rasional

Konstruktivisme rasional membangun representasi mental akurat menggunakan skema

dan aturan kondisi-tindakan. Sehingga belajar adalah membangun struktur mental akurat

yang merefleksikan “sesuatu cara secara real” dalam dunia eksternal. Banyak aspek

pemrosesan informasi konsisten dengan telaah konstruktivisme ini; kenyataannya,

beberapa sarjana memperlakukan jenis konstruktivisme ini sebagai bagian dari suatu

perspektif kognitif, misalnya, suatu telaah kognitif/rasional (Greeno, Collins, dan

11
Resnick, 1996). konstruktivisme rasional memperlihatkan konstruksi sebagai suatu proses

rasional yang menyebabkan hasil yang dijamin secara meningkat.

b. Konstruktivisme Radikal

Pengetahuan dikonstruk secara luas oleh interaksi antar personal dan pembatas kultur dan

ideologi. Tidak ada basis untuk mengevaluasi atau menginterpretasi setiap keyakinan

seperti setiap yang baik atau yang lebih jelek daripada setiap yang lainnya.

c. Konstruktivisme Dialektis

Konstruktivisme dialektis adalah cara pengetahuan tumbuh melalui interaksi dari faktor

internal (kognitif) dan eksternal (lingkunganan sosial). Pada satu pihak, konstruktivuisme

dialektis sedikit berbagi dengan telaah radikal kecuali perspektif bahwa pengetahuan

terkonstruk dan faktor sosial mempengaruhi konstruksi ini. Konstruktivisme dialektis

adalah suatu perspektif pluralis dan rasional yang mengabaikan relativisme ekstrem dari

konstruktivisme radikal tanpa memasukan diri sendiri kepada universalisme yang

berhubungan dengan konstruktivisme rasional (Moshman, 1997).

C. Teori Belajar Konstruktivisme

1. Teori Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld dalam Suparno (1997) Kontruktivisme adalah salah satu filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita konstruksi (bentukan) sendiri.

Hal ini berarti bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan yang ada. Tetapi

pengetahuan merupakan akibat dari suatu kunstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan

seseorang. Dalam kontruktivis menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh

adalah konstruksi kita sendiri, maka mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan

dari seseorang kepada yang lain bahkan secara prinsipil. Menurut Slavin (2000:256)

12
contructivist theories of learning, theories that state that state that learners must

individually discover and transform complekkx information, cheking new information

against old rules and revising rules when they no longer work. Jadi teori konstruktivis

adalah teori yang menyatakan bahwa perolehan pengetahuan atas bentukan sendiri dari

pebelajar untuk menjadi miliknya dan mentransfer informasi secara komplek menjadi

sederhana bermakna, agar menjadi miliknya sendiri.

2. Prinsip dan karakteristik Belajar Konstruktivis

Dalam teori belajar konstruktivistik (Brooks, 1990. Slavin,2000) ciri khas belajar

kontruktivis adalah pebelajar harus secara individual menemukan dan mengubah

informasi yang kompleks menjadi sederhana bermakna, agar menjadi miliknya sendiri.

Teori ini berpendapat bahwa pebelajar selalu membandingkan informasi yang satu

dengan informasi yang lain jika tidak cocok ia berupaya untuk mengubahnya agar sesuai

dengan skemanya. Jadi pebelajar bersifat konstruktif, artinya membangun makna,

pemahaman dari bermacam-macam informasi pengertian konstruktif dapat digambarkan

sebagai proses berpikir pada saat terjadinya penemuan ilmiah, pemecahan masalah,

menciptakan sesuatu, kegiatan tersebut melibatkan eksplorasi, eksperimentasi, kreatifitas,

ketekunan, kesabaran, rasa ingin tahu, dan kerjasama.

D. Paradigma konstruktivisme

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak

menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas

tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu

melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009:107). Paradigma

13
konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil

konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif.

BAB III

Kesimpulan

1. konstruksi teori memaparkan bukan hanya bentuk tatanan dari sebuah teori melainkan juga

proses untuk membuat sendiri komponen-komponen dari sebuah teori, dan proses

membangun teori itu sendiri.

2. memicu untuk mempelajari konstruksi teori bukan hanya alasan pragmatis malainkan juga

alasan fundamental yaitu penjelajahan manusia mencari kebenaran.

3. konsekuensi dari pilihan untuk mencari kebenaran ilmiah adalah seseorang harus memahami

bukan hanya landasan filsafat dari cara ilmiah melainkan harus mahir memanfaatkan pula

14
arah kiblat pikir, strategi/metode ilmiah, nilai-nilai ilmiah dan mampu membuat serta

menggunakan setiap komponen dari bahasa ilmiah secara benar.

4. konstruksi teori terdiri atas konsep dan preposisi. apabila setiap komponen tersebut dibuat

sendiri dengan mahir maka dengan sendirinya seseorang akan mampu membangun sebuah

teori (model) dengan memanfaatkan paradigma tertentu.

5. Tipe-tipe konstruktivisme dalam pendidikan terdiri atas tiga, yaitu : konstruktivisme rasional,

radikal, dan dialektis (rational, radical, and dialectical constructivism).

6. Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan

kita konstruksi (bentukan) sendiri. Hal ini berarti bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan

dari kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan merupakan akibat dari suatu kunstruksi kognitif

kenyataan melalui kegiatan seseorang.

7. Belajar bersifat konstruktif, artinya membangun makna, pemahaman dari bermacam-macam

informasi pengertian konstruktif dapat digambarkan sebagai proses berpikir pada saat

terjadinya penemuan ilmiah, pemecahan masalah, menciptakan sesuatu, kegiatan tersebut

melibatkan eksplorasi, eksperimentasi, kreatifitas, ketekunan, kesabaran, rasa ingin tahu, dan

kerjasama.

15
DAFTAR PUSTAKA

John.J.O.I Ihalauw. ebook : Konstruksi Teori (Komponen Dan Proses). PT Grasindo.

http://books.google.co.id/books?id=zfujc7tpJHwC&pg=PA6&lpg=PA6&dq=filsafat+konstruksi+teori&

source=bl&ots=HIPFBksMOU&sig=NG5SOwFKcLGkMt0CjvMeolowH54&hl=en&sa=X&ei=DChqUu25M

5DMrQfN9oGwDA&redir_esc=y#v=onepage&q=filsafat%20konstruksi%20teori&f=false. di unduh

tanggal 25 Oktober 2013.

Syaekhuddin. 2009. Skripsi : Konstruk Teori (Konstruksi Teoritis) dan Paradigma.

http://translate.google.com/translate?hl=en&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Fjaringskripsi.

wordpress.com%2F2009%2F09%2F22%2Fkonstruk-teori-theoritical-construction-dan-

paradigma-paradigm%2F. diunduh tanggal 25 Oktober 2013

Nurul. H.B. Teori Belajar Konstruktivisme. Komunitas blogger universitas sriwijaya.

file:///C:/Documents%20and%20Settings/Owner/My%20Documents/doc-

29373%20teori%20kustruksi%20dalam%20pendikan.htm. di unduh 25 Oktober 2013

16

Anda mungkin juga menyukai