Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi Personal Adjustment


Personal Adjustment (Penyesuaian diri) merupakan kemampuan untuk
mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi, dan kemampuan untuk mengembangkan
mekanisme psikologi yang tepat (Schneiders, 1964).
Menurut Firman (Santrock, 2006) Personal Adjustment adalah kemampuan
seseorang untuk mereaksi kenyataan-kenyataan, situasi-situasi, dan hubungan-
hubungan sosial dalam lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku.
Mu’tadin (2015) juga mengemukakan bahwa Personal Adjustment adalah
salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam melakukan Personal Adjustment,
baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan dalam masyarakat pada
umumnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Personal
Adjustment merupakan kemampuan individu untuk dapat menyikapi perubahan
dalam hidupnya. Baik dari dalam dirinya maupun lingkungannya. Individu
Personal Adjustment baik akan bersikap realistic dan objektif, sehingga tidak ada
menunjukkan adanya kesenggangan antara dirinya dengan lingkungan.

B. Kaitan antara Kesehatan Mental dengan Personal Adjustment


Ada tiga kaitan kesehatan mental dengan personal adjustment, yakni:
kesehatan mental merupakan kunci penyesuaian diri yang sehat, kesehatan mental
merupakan bagian integral dari proses adjustment secara keseluruhan, dan kualitas
mental yang sehat merupakan fundamental yang penting bagi “good adjustment”
(Santrock, 2006).

1
C. Bentuk Personal Adjustment
Menurut Schneiders (1964) ada dua macam bentuk personal adjustment
yang dilakukan individu, yaitu:
1. Personal adjustment pribadi
Adalah bentuk personal adjustment yang diarahkan kepada diri sendiri,
seperti personal adjustment fisik dan emosi, personal adjustment seksual, dan
personal adjustment moral dan religius.
2. Personal adjustment sosial
Adalah bentuk personal adjustment terhadap lingkungan, seperti
rumah, sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok
sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang ada
dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya.

Sementara itu, menurut Gunarsa (Sobur, 2010) bentuk personal adjustment


ada dua, yakni :
1. Adaptive
Merupakan bentuk personal adjustment bersifat fisik, artinya
perubahanperubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan
diri terhadap lingkungan.
2. Adjustive
Merupakan bentuk personal adjustment bersifat psikis, artinya
personal adjustment, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang
memiliki norma sosial.

D. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Personal Adjustment


Dalam melakukan personal adjustment, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi dalam kemampuan seorang individu dalam melakukan personal
adjustment di kehidupannya. Menurut Schneiders (1964) faktor-faktor yang
mempengaruhi personal adjustment adalah :

2
1. Kondisi fisik
Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
personal adjustment adalah :
a) Hereditas dan Konstitusi fisik
Temperamen merupakan komponen utama karena temperamen itu
muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam
memandang hubungan emosi dengan personal adjustment.
b) Sistem utama tubuh
Sistem utama tubuh seperti sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk
ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap personal
adjustment.
c) Kesehatan fisik
Personal adjustment individu akan lebih mudah dilakukan dan
dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi
fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri,
dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi
proses personal adjustment.
2. Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk personal adjustment individu berbeda pada setiap tahap
perkembangan sejalan dengan perkembangannya individu meninggalkan
tingkah laku dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses
pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang.
Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi
mempengaruhi bagaimana individu melakukan personal adjustment.
3. Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya
personal adjustment yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya
hambatan dalam personal adjustment. Keadaan mental yang baik akan
mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan
internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam

3
keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri,
dan keyakinan diri.
4. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada
anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses
personal adjustment. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang
tidak tenteram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan
mengalami gangguan dalam melakukan proses personal adjustment. Keadaan
lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah
bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi intelektual,
tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan,
sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar personal adjustment yang baik
(Schneiders, 1964).
5. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis
yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan
psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu
memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi
tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1964).
Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk
watak dan tingkah laku individu untuk melalukan personal adjustment dengan
baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

E. Pengembangan Personal Adjustment


Berbagai bidang yang mempengaruhi pengembangan personal adjustment,
yakni:
1. Bidang Industri
Miner (Munandar, 2001) mengemukakan bahwa pembelajaran terlibat
dalam mengembangkan 4 macam keterampilan, yaitu :

4
- Knowledge Based Skill ( keterampilan didasarkan pada pengetahuan yang
dikuasai ) dikembangkan berdasarkan pengetahuan yang diperlukan dimiliki
untuk dapat melakukan tugas pekerjaannya secara baik.
- Singular Behaviour Skill ( keterampilan perilaku sederhana ) seperti datang
bekerja tepat waktu, menetapkan sasaran untuk dirinya sendiri,
mengoperasikan suatu mesin
- Limited interpersonal skills ( keterampilan antar pribadi terbatas ) terlibat
dalm aktivitas seperti memberi arahan kepada karyawan baru,
mendelegasikan tanggung jawab dan memberikan balikan kepada seseorang
tentang unjuk kerjanya.
- Sosial interactive skills ( keterampilan interaktif sosial ) berlangsung pada
taraf manajerial mencakup memanejemeni konflik. Menggunakan daya
kekuasaan secara efektif.
2. Bidang Klinis
Coleman dan Broen (Wiramihardja, 2012) telah mengidentifikasi 7 ciri
gangguan atau kekurangan, dengan dasar pemikiran 7 ciri perkembangan
kepribadian sebagai berikut:
a) Dari tergantung kepengaturan diri. Jika seorang anak atau bayi yang baru
lahir tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan sendiri tetapi kalau sudah
dewasa ia dapat menentukan sendiri arah tingkah laku dan kehidupannya.
b) Dari kesenangan kerealitas atau pengendalian diri seperti saat masih kecil
orang hanya mementingkan kesenangannya sendiri tetapi makin
bertambahnya umur orang harus lebih mempertimbangkan realitas atau
tuntutan kenyataan.
c) Tidak tahu ketahu. Pada saat bayi, orang dapat dikatakan tidak tahu apa-apa
sama sekali. Tetapi sejalan dengan pertambahan usia pengetahuan dan
pengalamannya bertambah, sehingga bisa menjadi seorang segala tahu dan
segala bisa.
d) Tak mampu ke mampu. Dalam perjalanan hidupnya, seseorang akan
bertambah dalam kemampuan atau kompetensinya, baik yang bersifat
intelektual, emosional, social, dan kompetensi lainnya.

5
e) Seksualitas yang kabur ke heteroseksualitas. Semakin dewasa anak semakin
tahu beda antara laki-laki dan perempuan serta fungsi dan bagaimana harus
menyikapi perbedaan seksualitas itu.
f) Amoral ke moral. Semakin mudah manusia semakin kurang memperhatikan
moralitas.
g) Berpusat pada diri sendiri kepada orang lain. Seperti kehidupan social
dimana pada awalnya manusia lebih menjadikan kebutuhan diri sebagai
patokan pikiran, sikap, dan tindakannya. Berikutnya seolah-olah membagi
rata antara kebutuhan diri dan kebutuhan orang lain.
3. Bidang Pendidikan
Dalam bidang Pendidikan, terdapat empat teori perkembangan
manusia, yaitu : (Suryabrata, 2002)
a) Pendekatan perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif berasumsi bahwa tingkah laku individu diperoleh
melalui pengkondisian dan prinsip-prinsip dasar.
b) Pendekatan belajar atau lingkungan
Pendekatan ini berasumsi bahwa tingkah laku individu diperoleh melalui
pengkondisian dan prinsip dasar
c) Pendekatan etologi
Pendekatan ini merupakan studi perkembangan dari perspektif evolusioner
yang didasarkan pada prinsip-prinsip evolusi yang diajukan oleh Charles
Darwin dengan merujuk kepada asal-usul biologis tentang tingkah laku
social.
d) Pendekatan Imam Al-Ghazali
Pendekatan ini berpendapat bahwa individu dilahirkan dalam kondisi
membawa fitrah yang sehat dan seimbang, yang selanjutnya kedua orang
tua dan lingkungan yang memberikan Pendidikan.

6
4. Bidang perkembangan
Masa bayi (0-18 bulan), sebagai tahap terbentuknya kepercayaan dasar
vs ketidak kepercayaan dengan karakteristik berupa adanya kebutuhan dasar
bayi yang harus dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka agar terbentuk
rasa kepercayaan yang akan menimbulkan rasa aman (Mashar, 2015).
Masa toddlers (18 bulan-3 tahun), sebagai tahap terbentuknya otonomi
vs rasa malu dan ragu-ragu dengan karakteristi berupa adanya kemauan yang
berasal dari diri anak sendiri, sehingga bayi mulai mengembangkan rasa
otonomi dan kemandirian (Mashar, 2015).
Rasa awal anak-anak (tahun prasekolah usia 3-6 tahun), sebagai tahap
terbentuknya inisiatif vs rasa bersalah dengan karateristik anak yang mulai
mengembangkan berbagai aktvitas dan perilaku yang lebih bertujuan
(Sarwono, 2015).
Tahap masa formal operasional (11-dewasa), masa remaja dianggap
sebagai masa yang labil yaitu dimana individu berusaha mencari jati dirinya
tanpa ada pemikiran lebih lanjut (Hurlock, 2001).

7
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. B. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Rentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Mashar R. (2015). Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Mu’tadin, Z. (2015). Penyesuaian Diri Remaja. Jurnal Psikologi. Vol. 2, No. 1.
Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Pui-Press.
Santrock, J. W. (2006). Human Adjustment. New York: McGraw-Hill.
Sarwono, Sarlito W. (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment dan Mental Health. New York: Holt
Renehart and Winston. Jurnal Psikologi. Vol. 2, No. 1. Sumatra Utara:
Universitas Sumatra Utara.
Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment dan Mental Health. New York: Holt
Renehart and Winston. Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 4, No. 2. Denpasar Bali:
IKIP PGRI.
Sobur, Alex. (2010). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
Suryabrata, S. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Wiramihardja, A. S. (2012). Pengantar Psikologi Klinis. Edisi Revisi. Bandung: PT
Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai