Dalam keempat batasan atau definisi di atas, terlihat bahwa tidak satupun dari pengertian mengenai
kontrak fixed lump sum price yang menyatakan bahwa dalam kontrak bentuk ini, volume pekerjaan asli
dalam kontrak boleh diukur kembali dan nilai kontrak tidak boleh berubah seperti pengertian sebagian
orang.
Dalam uraian di atas terlihat pula bahwa dalam kontrak bentuk ini penyedia jasa memikul resiko cukup
besar misalnya volume pekerjaan yang sesungguhnya (setelah diukur ulang) ternyata lebih besar daripada
yang tercantum dalam kontrak. Apabila hal ini terjadi, maka yang dibayarkan kepada penyedia jasa
adalah berdasarkan volume kontrak. Apabila terjadi hal sebaliknya, maka penyedia jasa mendapatkan
keuntungan.
Contoh:
Volume pekerjaan beton yang tercantum dalam kontrak adalah 1000 m3 (bila diukur ulang ternyata
volumenya 989 m3). Dengan demikian, diperintahkan pengurangan volume sebesar 100 m3, maka yang
dibayarkan kepada penyedia jasa adalah 1000-100=900 m3 dan bukan 989-100=889 m3.
Dapat terjadi bahwa, berdasarkan pengalaman pada waktu menangani kasus dari salah satu client.
Pengguna jasa tidak mau menambah nilai kontrak fixed lump sum price tapi memerintahkan pekerjaan
tambah dan mengurangi pekerjaan lain agar nilai kontrak tidak berubah. Ini pekerjaan sulit karena
pekerjaan yang ditambahkan dan dikurangkan adalah dua pekerjaan yang berbeda baik sifat, jenis,
volume, maupun harga satuannya.
2. UNIT PRICE
a. Secara umum, kontrak unit price adalah kontrak dimana volume pekerjaan yang tecantum
dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume
pekerjaan yang benar-benar dulaksanakan.
b. Peraturan Pemerintah (PP) NO 29/ 2000 pasal 21 ayat (2) menyatakan :
“kontrak kerja konstruksi dalam bentuk imbalan harga satuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 20 ayat (3) merupakan kontrak jasa atau penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsure
pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil
pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan penyedia
jasa.
c. Robert D. Gilbreath dalam buku managing contruction contracts pada halaman 44-45,
menulis tentang kontrak unit price sebagai berikut:
“kontrak harga satuan menggambarkan variasi dari kontrak lump sum. Mengingat lump sum
meliputi satu harga pasti atau tetap untuk semua atau beberapa bagian pekerjaanm harga
satuan hanya mengatur harga satuan. Total nilai kontrak ditetapkan dengan mengalikan harga
satuan dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan.
Sebagai contoh, pengecoran beton dengan harga satuan US$ 60 per m3 sudah terpasang. Jika
1000 m3 yang dicor, total harga kontrak menjadi US$ 60.000. resiko pengguna jasa dengan
distem harga satuan termasuk sebagian besar yang terdapat dalam kontrak lump sum.
d. Mc. Neil Stokes dalam buku contruction law in contractor’s language pada halaman 34-35,
meulis mengenai kontrak unit price sebagai berikut:
“dalam kontrak harga satua tidak mengandung resiko pengguna jasa membayar lebih lama
karena volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan
sesungguhnya sehingga penyedia jasa mendapat keuntungan tidak terduga. Barangkali inilah
satu pertimbangan mengapa pengguna jasa, baik pemerintah maupun sector swasta, lebih
suka memilih bentuk pekerjaan fixed lump sum price. Namun mungkin saja kedua bentuk
kontrak ini digabungkan hal ini secara hokum dapat dibenarkan karena PP NO 29/2000 pasal
20 ayat (3) dab pasal 21 ayat (4) mengatur hal ini.