i
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT KRISTEN MOJOWARNO
NOMOR : 279/RSKM/PD/V/2016
TENTANG
iv
DAFTAR ISI
v
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Kristen Mojowarno
Nomor : 279/RSKM/PD/V/2016
Tanggal : 2 Mei 2016
BAB I
DEFINISI
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter umum dan dokter
spesialis THT KL mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif
untuk membuat keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien.
b. Kebutuhan perawatan.
c. Intervensi.
d. Evaluasi.
2. Asesmen Awal THT KL adalah pengumpulan informasi mengenai kebutuhan
pelayanan pasien terkait dengan kesehatan THT KL berupa data subyektif dan
obyektif untuk selanjutnya dianalisis serta menghasilkan rencana pelayanan
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan klinis yang diberikan kepada masing-
masing dokter umum dan dokter spesialis THT KL.
3. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter umum
dan/atau dokter spesialis THT KL mengevaluasi ulang data pasien atas adanya
perubahan yang signifikan atas kondisi klinisnya berdasarkan pelayanan klinis
yang telah diberikan sebelumnya.
4. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
5. DPJP adalah seorang dokter umum / dokter spesialis THT KL yang bertanggung
jawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung
jawab terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu
pengembalian dari rekam medis pasien tersebut.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. TUJUAN
Asesmen awal dari seorang pasien, khususnya pasien dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan THT KL, dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien dan untuk memulai proses pelayanan. Asesmen awal memberikan
informasi untuk:
1. Mengumpulkan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah
pasien.
2. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien.
3. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien.
4. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
5. Melakukan intervensi segera.
6. Menetapkan diagnosis awal.
7. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
C. KEWENANGAN PELAKSANA
1. Dokter Spesialis THT KL.
Dokter Spesialis THT KL adalah dokter atau dokter spesialis THT KL
lulusan fakultas atau Universitas yang terakreditasi. Dokter dapat melakukan
asesmen berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan permintaan pemeriksaan
penunjang berdasarkan kompetensinya, dan berdasarkan Panduan Praktik
Klinis.
2. Perawat.
Perawat adalah perawat dengan pendidikan keperawatan setara diploma tiga
yang telah mendapatkan pelatihan mengenai keperawatan dan mendapatkan
penugasan klinis di bidang kesehatan THT KL.
2
D. WAKTU PELAKSANAAN
1. Asesmen awal pasien dilakukan pada saat kontak pertama Pemberi Pelayanan
Kesehatan dengan pasien, di setiap unit pelayanan. Asesmen awal pasien
rawat inap harus sudah selesai dilakukan dan dicatat dalam berkas rekam
medis pasien selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
2. Asesmen yang sebagian atau seluruhnya dibuat di luar rumah sakit, maka
segera dilakukan penilaian ulang atau verifikasi pada saat masuk sebagai
pasien rawat inap, antara lain:
a. Temuan yang bersifat penting sesuai dengan kompleksitas pasien,
rencana pelayanan dan pengobatan
b. Kejelasan diagnosis,
c. Adanya foto radiologi yang diperlukan untuk operasi,
d. Adanya perubahan kondisi pasien, seperti pengendalian gula darah,
identifikasi hasil laboratorium yang penting dan perlu diperiksa ulang.
3. Asesmen yang dibuat di luar Rumah Sakit, apabila pasien masuk rumah sakit
melebihi 30 hari, maka asesmen tersebut harus dinilai ulang dan diverifikasi
pada saat pasien masuk rawat inap, untuk memperbarui atau mengulang
bagian-bagian dari asesmen yang sudah lebih dari 30 hari.
4. Asemen ulang dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit lewat rawat
jalan dan Instalasi Gawat Darurat, berdasarkan kebutuhan dan kondisinya.
3
F. ASESMEN ULANG
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subyektif, Obyektif,
Asesmen, Planning).
1. Bagian Subyektif (S): berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi
yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang penting, atau
yang merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
a. Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah sakit,
menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan utama).
b. Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala (riwayat
penyakit saat ini).
c. Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
d. Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari pasien,
bukan dari profil obat yang terkomputerisasi).
e. Alergi.
f. Riwayat sosial dan/atau keluarga.
g. Tinjauan/ulasan sistem organ.
2. Bagian Obyektif (O): berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes – tes
diagnostik dan laboratorium dan terapi obat.
3. Bagian Asesmen (A): menilai kondisi pasien untuk diterapi.
4. Bagian Plan (P): berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan,
rencana terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang
akan dilakukan untuk menili perkembangan kondisi pasien.
Dengan format dokumentasi yang sistematik, konsisten dan seragam tersebut
maka lembar SOAP akan menjadikan rencana berbagai asuhan pasien menjadi
lebih efisien. Catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada
keseluruhan tindakan medik, keperawatan dan gizi dalam rencana terapi/
terapeutik serta asuhan pasien.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa terkadang dibutuhkan konfirmasi pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dan radiodiagnostik. Semua catatan hasil
pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien.
4
BAB III
TATA LAKSANA
5
5) Pusing (dizziness) merupakan gejala lain terkait telinga.
b. Hidung.
1) Kebanyakan pasien datang dengan keluhan hidung buntu, tanyakan
unilateral atau bilateral; berlangsung terus menerus atau hilang
timbul; apakah keluhan tersebut disertai bersin, hidung gatal, hidung
berair.
2) Keluhan yang berkaitan dengan nyeri pada pipi atau dahi.
3) Epistaxis atau discharge hidung bercampur darah.
4) Gangguan penciuman, hilangnya penghiduan (anosmia), penghiduan
yang tidak nyaman (cachosmia).
c. Tenggorok
1) Suara serak.
2) Nyeri telan.
4. Riwayat Penyakit Lainnya
a. Riwayat alergi (alcohol, latex, dan lain-lain).
b. Konsumsi obat-obatan.
c. Riwayat penyakit yang dapat meningkatkan faktor risiko, seperti penyakit
kardiovaskular, kelainan pembekuan darah, penggunaan immuno-sup-
pressant, dan lain-lain).
d. Riwayat penyakit atau kondisi yang dapat meningkatkan risiko penyakit
THT KL, seperti diabetes, asma).
6. Riwayat Sosial.
a. Pekerjaan pasien.
6
2) Pemeriksaan Meatus Auricularis Externa dilakukan dengan menarik
spina ke atas dan ke belakang; pilihlah spekulum yang terbesar yang
sesuai dengan lubang telinga, setelah itu masukkan auroscope.
3) Amati kulit lubang telinga, pars tensa beserta processus malleus, pars
flaccida, dan refleks cahaya.
c. Pemeriksaan garpu tala (512-1024 Hz)
1) Tes Weber.
a) Getarkan garpu tala, tempelkan pada dahi pasien
b) Hasil normal apabila bunyi suara garpu tala ditangkap sama oleh
kedua telinga.
c) Bunyi suara garpu tala ditangkap salah satu telinga ipsilateral (tuli
konduksi) atau telinga kontra lateral (tuli sensoris).
2) Tes Rinne.
a) Getarkan garpu tala, tempelkan pada salah satu tulang mastoid
(pasien menutup telinga sisi berlawanan); pasien diminta memberi
tahu apabila bunyi suara garpu tala sudah tidak terdengar,
pindahkan garpu tala ke depan lubang telinga (tidak menyentuh
telinga).
b) Hasil normal apabila konduksi udara lebih baik daripada konduksi
tulang (tes positif).
c) Apabila konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara,
mengindikasikan adanya tuli konduksi (tes negatif).
2. Pemeriksaan Hidung.
a. Pemeriksaan hidung luar.
Periksa bentuk dan ukuran hidung, simetri dan adanya deformitas
kosmetik; adanya pembengkakan (inflamasi, kiste, tumor) atau ulserasi
(trauma, neoplasma, infeksi).
b. Rhinoscopy anterior.
1) Periksa saluran udara (airway) masing-masing lubang hidung, dengan
cara menutup salah satu lubang hidung menggunakan ibu jari (jangan
menekan hidung dari sisi luar) dan meminta pasien mengeluarkan
udara; cara lain dengan menempatkan permukaan logam mengkilap
yang dingin di bawah lubang hidung untuk melihat pola
pengembunan di permukaan logam tersebut ketika pasien bernapas.
7
2) Periksa lubang hidung menggunakan flash light/head lamp dan
spekulum hidung, untuk melihat septum, dinding bawah luabng
hidung, dan dinding lateral lubang hidung.
c. Rhinoscopy posterior.
1) Pegang cermin seperti memegang pensil dengan tangan kanan.
2) Hangatkan cermin.
3) Minta pasien membuka mulut
4) Pegang spatel lidah dengan tangan kiri, tekan dua pertiga bagian
anterior lidah.
5) Rasakan terlebih dahulu panas cermin dengan punggung tangan,
untuk mengetahui tingkat kepanasan cermin.
6) Masukkan cermin ke rongga mulut sampai bagian belakang uvula,
tanpa menyentuh dinding posterior laring untuk mencegah refleks
muntah.
7) Gerakkan cermin untuk melihat struktur nasopharynx.
3. Pemeriksaan Mulut dan Larynx.
a. Pemeriksaan rongga mulut.
1) Lidah.
a) Sensasi indera pengecap.
b) Ukuran lidah: macroglossia (pada acromegali Down sindrom).
c) Gerakan lidah: keterbatasan gerak (pada hypoglossal palsies) atau
infiltrasi tumor.
d) Fasikulasi: penyakit motor neuron.
e) Depapilasi: defisiensi vitamin.
f) Furrowing (gambaran geographic tounge).
2) Rongga mulut.
a) Mukosa buccal: liubang kelenjar parotis (di depan molar 2),
adanya bercak kemerahan/putih, ulkus.
b) Palatum durum: pembengkakan, ulkus.
c) Uvula: posisi, deviasi, ulkus.
d) Dasar rongga mulut: Wharton duct, ulkus.
e) Gigi dan oklusi rahang.
b. Oropharynx.
1) Palatum mole: pembengkakan, ulkus, gerakan, perforasi.
2) Tonsil: keberadaan, ukuran, kripta, ulkus.
8
3) Dinding pharynx posterior: folikel lymphoid, ulkus.
4. Pemeriksaan Fisik Kepala Leher.
a. Kelenjar Limfe servikal.
1) Kelenjar submental dan submandibular.
2) Kelenjar jugulogastric superior.
3) Kelenjar jugulogastric medial.
4) Kelenjar jugulogastric inferior.
5) Kelenjar posterior triangle.
6) Kelenjar anterior compartment.
b. Kelenjar thyroid dan parathyroid.
5. Pemeriksaan Kelenjar Liur.
a. Kelenjar sublingual.
b. Kelenjar submaksilaris.
c. Kelenjar parotis.
9
E. TATA LAKSANA ASESMEN RISIKO JATUH
1. Penilaian terhadap kondisi pasien yang menyebabkan pasien berisiko jatuh
selama perawatan di rumah sakit.
2. Pengukuran risiko jatuh menggunakan skala yang telah ditetapkan rumah
sakit.
Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
Instrinsik Ekstrinsik
(Berhubungan dengan (Berhubungan dengan
kondisi Pasien) lingkungan)
Dapat • Riwayat jatuh • Lantai basah/silau,
Diperkirakan sebelumnya. • Ruang berantakan,
• Inkontinesia. • Pencahayaan kurang,
• Gangguan kabel longgar/ lepas.
kognitif/psikologis. • Alas kaki tidak pas.
• Gangguan • Dudukanb toilet yang
keseimbangan rendah.
/mobilitas. • Kursi atau tempat tidur
• Usia > 65 tahun. beroda.
• Osteoporosis. • Rawat inap berkepan-
• Status kesehatan yang jangan.
buruk. • Peralatan yang tidak
aman.
• Peralatan rusak.
• Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi.
Tidak dapat • Kejang • Reaksi individu terhadap
diperkirakan • Aritmia jantung obat-obatan
• Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic
Attack-TIA)
• Pingsan.
• Serangan jatuh (Drop
Attack).
Etiologi jatuh:
a) Ketidaksengajaaan: 31%,
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%,
c) Vertigo: 13%,
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%,
e) Gangguan kognitif: 4%,
f) Hipotensi postural: 3% gr,
g) Gangguan visus: 3%,
h) Tidak diketahui: 18%.
10
3. Risiko Jatuh Pasien Anak (0 s/d 14 Tahun).
Asesmen risiko jatuh pada anak menggunakan Humpty Dumpty Score:
FAKTOR
SKALA POINT
RISIKO
<3 tahun. 4
Usia 3-7 tahun. 3
7-13 tahun. 2
Laki-laki. 2
Jenis kelamin
Perempuan. 1
Ada diagnosis neurologi. 4
Gangguan oksigenasi (respiratorik, dehidrasi, anemia,
3
Diagnosis anoreksia, sinkop).
Gangguan prilaku/psikiatri. 2
Diagnosis lainnya. 1
Tidak menyadari keterbatasan. 3
Gangguan Lupa akan adanya keterbatasan. 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri. 1
Riwayat jatuh/bayi diletakkan ditempat tidur Dewasa. 4
Pasien menggunakan alat bantu/bayi diletakkan.
3
Faktor Lingkungan dalam tempat tidur bayi/perabot rumah
Pasien diletakkan ditempat tidur. 2
Area diluar rumah sakit. 1
Dalam 24 jam. 3
Respon terhadap :
1.Pembedahan Dalam 48 jam. 2
sedasi/Anestesi 48 jam atau tidak menjalani pembedahan/ sedasi/
1
anestesi.
Penggunaan multiple: Sedatif, obat Hipnosis,
3
Barbiturat, anti pencahar, Diuretik, Narkose.
2.Penggunaan Medika/ Penggunaan salah satu obat diatas. 2
Mentosa
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi. 1
11
Tongkat / alat penopang
15
Tidak ada/kursi
0
roda/perawat/tirah baring
Ya 20
Terpasang infus Tidak 0
Terganggu 20
Lemah 10
Normal/Tirah
Gaya berjalan 0
Baring/Imobilisasi
Sering lupa akan
15
keterbatasan yang dimiliki
Status Mental
Sadar akan kemampuan diri
0
sendiri
Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 51
Risiko sedang = 25 – 50
Risiko rendah = 0 – 24
12
b) Intruksikan pada pasien untuk membuat tanda ( ) yang memotong
rentang garis dengan skala 0 – 10 cm tersebut.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
13
BAB IV
DOKUMENTASI
14