Ebn Laparotomi
Ebn Laparotomi
A. Latar Belakang
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 1997). Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang
mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien
post laparatomi adalah nyeri akut dan disfungsi motilitas gastrointestinal.
Disfunsi motilias gastrointestinal adalah peningkatan, penurunan,
ketidakefektifan atau kurang aktifitas peristaltic di dalam gastrointestinal.
Terapi komplementer yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian mobilisasi
dini. Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Pergerakan dini dapat ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi
otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga menstimulasi gerakan
peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar laparotomi
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan post
laparotomi
3. Untuk mengetahui hasil aplikasi mobilisasi dini pada pasien post
laparotomi
BAB II
KONSEP TEORI
I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik
sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan
tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi
adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan
operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,
radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
B. TUJUAN
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk
mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila
diindikasikan.
C. INDIKASI
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis
yaitu:
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi
total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat
pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus),
Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri
dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang
lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang
ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,
2008):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah
terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas,
hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain:
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen
dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan
sianosis. Anak yang lebih besardengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada.
Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dindingdada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensinafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas
melemah, dan ronkhi (Mansjoer, 2000).
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
parumeradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, dan40 kali permenit atau lebih pada anak
usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Padaanak dibawah usia 2 bulan,
tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia beratditandai dengan
adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak
ataupenarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2
bulan sampaikurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan
gejala batuk, kesukaran bernapasdisertai gejala sianosis sentral dan tidak
dapat minum.
3. Menurut Muttaqin (2008), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapiselanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulenkekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering
kali berbau busuk.Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan
nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas dan nyeri kepala.
H. KOMPLIKASI YANG MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi
dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus
aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Mansjoer, 2012).
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut
2. Disfungsi motilitas usus
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Risiko infeksi
5. Hambatan mobilitas fisik
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Pain Management
Indikator: Aktivitas:
a. Mengenal faktor penyebab a. Menkaji tingkat nyeri,meliputi:
b. Mengenal reaksi serangan lokasi, karakteristik, dan onset,
nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
c. Mengenali gejala nyeri intensitas/ beratnya nyeri,
d. Melaporkan nyeri terkontrol faktor-faktor presipitasi
b. Mengontrol faktor-faktor
Tingkat Nyeri lingkungan yang dapat
Indikator mempengaruhi respon pasien
a. Frekuensi nyeri terhadap ketidaknyamanan
b. Ekspresi akibat nyeri c. Memberikan informasi tentang
nyeri
d. Mengajarkan teknik relaksasi
e. Meningkatkan tidur/ istirahat
yang cukup
f. Menurunkan dan hilangkan
faktor yang dapat meningkatkan
nyeri
g. Melakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri
Analgetic Administration
Aktivitas:
a. Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
b. Memonitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik
c. Memberikan analgetik yang
tepat sesuai dengan resep
d. Mencatat reaksi analgetik dan
efek buruk yang ditimbulkan
e. Mengecek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi
2. Kerusakan Penyembuhan luka: Primer Perawatan luka
integritas Indikator: Aktivitas :
jaringan a. Purulent a. Buka balutan
b. Pembentuka bekas luka b. Monitor karakteristik luka
c. Bau busuk termasuk drainase, warna, dan
d. Kemerahan sekitar luka bau
c. Bersihkan luka dengan normal
saline
d. Berikan perawatan di tempat
insisi
e. Berikan balutan sesuai tipe luka
f. Pertahankan teknik steril selama
perawatan luka
g. Secara regular bandingkan dan
catat adanya perubahan pada
luka
h. Reposisi pasien minimal 2 jam
sekali, jika perlu
i. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang sesuai
j. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda gejala infeksi
3. Risiko Kontrol resiko Kontrol infeksi
infeksi Kriteria hasil: Aktivitas:
a. Klien bebas dari tanda- a. Mencuci tangan sebelum dan
tanda infeksi sesudah memberi perawatan dan
b. Klien mampu menjelaskan pengobatan
tanda dan gejala infeksi b. Menggunakan sarung tangan
c. Klien menunjukkan saat melakukan perawatan
kemampuan untuk c. Membatasi pengunjung bila
mencegah timbulnya perlu
infeksi. d. Mendorong klien untuk
meningkatkan intake nutrisi,
cairan dan istirahat
e. Menekankan memperbanyak
intake protein untuk
pembentukan sistem imun
f. Mengkaji suhu klien, dan
melaporkan jika suhu lebih dari
38° C
g. Mengkaji warna kulit, tekstur
dan turgor
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa//Indonesia
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kaliwungu, Kendal
Ditanggung oleh : Suami
D. Disability
Tingkat kesadaran klien : Composmentis
GCS : Eye :4
Motorik :6
Verbal :5
Total GCS : 15
Sensorik Pupil : isokor +/+
Keadaan ekstremitas : kemampuan motorik klien mengalami
Lemah
Refleks : normal
Adanya koordinasi gerak dan tidak ada kejang.
5. Tulang Belakang
Tidak ada kelainan pada tulang belakang, tidak ada perdarahan, lecet
maupun luka.
6. Psikososial
Klien gelisah merasakan nyeri pada abdomennya
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hasil pemeriksaan pada tanggal 20-06-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 9,9 11.0 – 15.0 g/dl
Lekosit 9,2 4.0 – 10.5 ribu /ul
Eritrosit 3,92 4.50 – 6.00 juta/ul
Hematokrit 31,7 40 – 50 vol%
Trombosit 576 150 – 350 ribu/ul
RDW-CV 19,8 11.5 – 14.7 %
3. Pengobatan
Pada tanggal 22-06-2019
- Infus RL
- Infus Nacl 0,9%
- Vascon 0,05 Micro /jam/syringe pump
- Fasorbid 2 mg/jam/syringe pump
- Morfin 0,5 mg/ j
- Ranitidin 50 mg/j
- Cefotaxim 1 g/j
- Asam tranexamat 500 mg/j
- Vit K 1 gr/j
- Ca gluconate 1 gr/j
V. ANALISA DATA
No Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah
1 DS: -Klien mengatakan nyeri pada Pembedahan Disfungsi
perut motilitas
- Klien mengatakan belum kentut gastrointestinal
setelah operasi
DO: - Bising usus 2x/menit
- TTV : TD : 100/63
mmhg, Nadi: 104 x/mnt,
Pernafasan: 22 x/mnt, Suhu:
370C, Saturasi O2: 100%
P: Intervensi dilanjutkan
- Monitor BAB
- Askultasi bising usus
- Pemberian intervensi
mobilisasi dini
P: Intervensi dilanjutkan
- Mengkaji pola istirahat
- Melakukan tehnik relaksasi
nyeri
- Mensupport pasien
- Memberikan analgetik
sesuai prosedur
BAB IV
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa//Indonesia
Bahasa : Indonesia
: SD
Pendidikan
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
: Kaliwungu, Kendal
Alamat
: Suami
Ditanggung oleh
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan
D. EVIDANCE BASED NURSING YANG DITERAPKAN
Mobilisasi dini dengan judul jurnal “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap
Waktu Pemulihan Peristaltik Usus Pada Pasien Pasca Operasi Abdomen Di Ruang
ICU BPRSUD Labuang Baji Makasar”
Pembedahan Abdomen
Mobilisasi dini
v
↑Tonus saluran
Stimulasi kontraksi
gastrointestinal
otot2 dinding abdomen
v
& otot polos usus
Stimulasi gerakan
perislaltik usus
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDANCE BASED
NURSING
Pencernaan atau digesti merupakan perombakan partikel besar dari makanan
tak larut menjadi partikel larut oleh kerja enzim. Sebelum diabsorbsi makanan ini
berlangsung di dalam saluran pencernaan. Sistem pencernaan pada manusia
meliputi sistem saluran yang menerima makanan, menyerap sari makanan, hingga
mengeluarkan sisa-sisa dari proses pencernaan tersebut (Darwis, 2012).
Sistem pencernaan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran
makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses
penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses
pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus. Proses pencernaan pada manusia
dibedakan menjadi 2 yaitu: pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Alat
pencernaan pada manusia terdiri dari: mulut – kerongkongan – lambung – hati –
kelenjar pankreas – usus halus – usus besar – anus (Aryulia,2007) dalam
(Handayana, 2011).
Pembedahan abdomen (laparotomi) akan mencederai jaringan yang dapat
menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan akan mempengaruhi organ tubuh
lainnya. Hal ini disebabkan oleh prosedur pemberdahan seperti anestesi/
pembiusan yang dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus,
immobilisasi, dan masukan oral yang dikurangi dapat mempengaruhi fungsi usus.
Setelah laparatomi terjadi ileus adinamik atau ileus paralitik yaitu suatu keadaan
di mana usus gagal atau tidak mampu melakukan konstraksi peristaltik untuk
mengeluarkan isinya (Corwin, 2009)
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Mobilisasi dini bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi
kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga fungsi
fisiologisnya dapat kembali secara penuh. Mobilisasi pasca operasi dapat
mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada struktur anatomi
kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke atas menuju
fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri bawah
menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus dan pasien akan lebih cepat
kentut atau flatus (Kiik, 2013).
BAB V
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di
tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara
bertahab. Mobilisasi dini bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal
serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga
fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh. Mobilisasi pasca operasi
dapat mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada struktur
anatomi kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke
atas menuju fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun
kebagian kiri bawah menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus
dan pasien akan lebih cepat kentut atau flatus.
Adapun pergerakan mobilisasi dini meliputi: menggerakkan tangan dan
kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk
juga menggerakkan badan lainnya, seperti miring ke kiri atau ke kanan setiap
2 jam sekali. Aplikasi mobilisasi dini pada pasien post laparatomi selama 2 hari
dapat mengembalikan funsgi peristaltic usus, sebelum dirikan bising usus
sekitar 3xm dan setelah diberikan intervensi menjadi 6x/m.
B. Saran
1. Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin setelah 4 jam post op
2. Pemberian intervensi selama 24-72 jam
DAFTAR PUSTAKA