Makalah Sperma
Makalah Sperma
Disusun oleh:
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Sholawat serta salam kita curahkan pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Berkat rahmat dan limpahannya, Penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik tentang “Sperma”.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumber
pemikiran kepada pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan
kami terima dengan senang hati guna penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga
dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat untuk penyusun maupun pembacanya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (flagellata).
Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini mengandung akrosom
yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan–lapisan sel telur pada
waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung mitokondria yang menghasilkan
ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai
alat gerak (Anonim, 2009).
1. Kepala
Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran panjang 5 mikron,
diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama dibentuk oleh nukleus berisi
bahan-bahan sifat penurunan ayah. Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian
ujung kepala atau pada bagian anterior kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu
struktur yang berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan
mengandung beberapa enzim hidrolitik antara lain: hyaluronidase, proakrosin,
akrosin, esterase, asam hidrolase dan Corona Penetrating Enzim (CPE) yang
semuanya penting untuk penembusan ovum (sel telur) pada proses fertilisasi
(Anonim, 2009).
Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang dikelilingi oleh membran
akrosom yang terdiri dari dua lapis, yaitu membran akrosom dalam (inner acrosomal
membran) dan membran akrosom luar (outer acrosomal membran). Secara molekuler
susunan kedua membran akrosom ini sangat berbeda, membran akrosom luar bersatu
dengan plasma membran (membran spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi
akrosom sedang membran akrosom dalam menghilang. Bagian ekuatorial akrosom
2
merupakan bagian penting pada spermatozoa, hal ini karena bagian anterior pada
akrosom ini yang mengawali penggabungan dengan membran oosit pada proses
fertilisasi berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa
(Anonim, 2009).
2. Ekor
Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Bagian tengah (midpiece)
b. Bagian utama (principle piece)
c. Bagian ujung (endpiece).
Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin ke ujung
makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1 mikron. Panjang bagian tengah: 5-7
mikron, tebal 1 mikron; bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5 mikron dan
bagian ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan
dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop electron (Anonim, 2009).
Spermatozoa
Sel tunggal yang terdiri atas kepala, leher dan ekor, panjang ± 50 µ, kepala
berbentuk oval (lonjong), berisi nukleus, lebar 2,5-3,5 µ dan panjang 4-5 µ.
Akrosom adalah suatu massa yang terdapat pada bagian anterior spermatozoa yang
merupakan struktur berupa selubung yang menutupi 2/3 daerah kepala
spermatozoa. Mengandung enzim-enzim : akrosin, hyaluronidase, CPE (corona
penetrating enzyme). Akrosin adalah enzim proteolitik untuk menembus zona
pellusida, hyaluronidase untuk menembus cumulus ooforus dan CPE untuk
menembus corona radiata.
Spermatozoa Abnormal
Terdapat pada orang yang fertil maupun pada orang yang infertil. Terjadi karena
gangguan pada waktu spermatogenesis dan spermiogenesis. Sebab-sebab : faktor
hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, penyakit.
3
Hasil sekresi dari kelenjar Cowper / Bulbo urethra dan kelenjar Littre. Sekret ini
dikeluarkan dari penis jauh sebelum ejakulasi, volume ± 0,2 ml. Diduga berfungsi
untuk melicinkan urethra dan melicinkan vagina waktu coitus.
2. Fraksi Awal
Hasil sekresi dari kelenjar Prostat, sekretnya berupa lendir, volume 0,5 ml. lendir
mengandung berbagai zat untuk memelihara spermatozoa ketika berada di luar tubuh.
3. Fraksi Utama
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan spermatozoa yang berasal
dari epididimis. Volume ± 2 ml.
4. Fraksi Akhir
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan sedikit sekali spermatozoa
(yang non motil). Volume ± 0,5 ml.
2. Asam sitrat
a. Dihasilkan oleh kelenjar prostat
b. Menjaga keseimbangan osmotik semen
c. Bila zat ni tidak ditemukan dalam semen berarti ada kelainan pada kelenjar prostat.
d. Mencegah terjadinya kalkuli konkresi prostat dengan cara mengikat ion Ca.
3. Spermin
a. Dihasilkan oleh kelenjar prostat
b. Menyebabkan bau yang khas pada semen seperti bau bunga akasia
c. Suatu bakteriostatik.
4. Seminin
a. Dihasilkan oleh kelenjar prostat
b. Mengencerkan lendir servix.
6. Prostaglandin
a. Dihasilkan oleh kelenjar vesicula seminalis dan kelenjar prostat.
b. Merangsang kontraksi otot polos saluran genitalia wanita sewaktu ejakulasi dan
untuk vasodilatasi pembuluh darah.
4
c. Melancarkan spermatozoa saat bermigrasi dari vagina ke tuba fallopi dengan
mengurangi gerakan uterus.
7. Na, K, Zn, Mg
a. Dihasilkan oleh kelenjar prostat dan vesicula seminalis
b. Memelihara pH plasma semen agar tetap pada pH normal 7,2-7,8.
5
BAB III
PERSIAPAN DAN SAMPLING
6
menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di vagina
sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak lengkap,
sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk
menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat pada
permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat spermicidal yang
mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh spermatozoa, biarpun kondom
sudah dicuci dan dikeringkan. Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya
sperma sewaktu pelepasan kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada
beberapa kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma,
karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah dengan vibrator.
Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik dengan permukaan halus,
dapat digerakkan dengan baterai yang menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau
ditempelkan pada glans penis, akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan
fibrasi yang cukup lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan karena
dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma tercampur dengan sekret
vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak mencerminkan keadaan
sesungguhnya.
7
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa.
Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak boleh didinginkan
dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40OC, oleh karena kedua hal ini dapat
mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.
8
BAB IV
METODE PEMERIKSAAN
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
2. Vitalitas Spermatozoa
3. Jumlah Spermatozoa
4. Morfologi Spermatozoa
5. Aglutinasi spermatozoa (khusus)
6. Benda-benda khusus sperma (khusus)
Makna Klinis :
9
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi berarti terjadi
gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim seminin.
Prosedur Kerja :
Sperma diisap dengan pipet Elliason sampai menunjukkan volume 0,1 ml.
Kemudian tekanan dilepaskan.
Tetesan pertama diukur dengan stopwatch.
Makna klinis :
Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka enzim likuefaksi dari
prostat kurang berfungsi.
Jika terlalu encer (panjang benang ≥ 8 maka radang akut pada kelenjar genitalia
tambahan atau epiddiymitis. Sedang pada pH ≥ 6 ml
Hyperspermia disebabkan oleh abstinensi yang terlalu lama dan kelenjar genitalia
tambahan terlalu aktif
10
4.3 Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah sperma mengalami liquefaction. Jadi kira-
kira 20 menit setelah dikeluarkan. Adapun pemeriksaan mikroskopis yang umum
dilakukan meliputi :
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
a. Mekanisme pergerakan
Spermatozoa bergerak (Motil), dengan maksud agar sampai dialat reproduksi
wanita untuk pembuahan. Energi untuk motilitas bersumber pada bagian tengah
spermatozoa. Dibagian tengah itu dapat diibaratkan generator spermatozoa.
Energi dari bagian tengah disalurkan kebagian distal, yaitu ke ekor, kemudian
ekor bergerak. Jadi ekor dapat diibaratkan sebagai kemudi juga sebagai
pendorong spermatozoa.
Maka dari itu dapat dibayangkan bahwa hanya spermatozoa yang normal saja
yang dapat bergerak normal pula. Sebab andaikata bentuk kepala spematozoa tak
normal katakanlah bentuk terato maka arah gerakan tak mungkin lurus ke depan
sebab bagian depan sedemikian tak ideal untuk memperoleh gerak lurus .
Demikian pula andaikata terdapat bagian tengah yang bengkok, bagian ekor yang
melingkar, bagian kepala yang masih tertempel oleh sisa sitoplasma (imatur)
kesemuanya mengakibatkan terganggunya gerak lurus ke depan dan lincah.
11
1) Motilitas bergetar atau berputar
Spermatozoa hanya bergetar dalam satu bidang saja dan kadang-kadang
berhenti. Ekor hanya bergetar kekiri atau ke kanan tak bergetar rotasi
meskipun frekuensi getarnya dapat tinggi. Karena terdapat kelainan
morfologis atau kelainan pengantaran energi gerak melingkar maka
spermatozoa dapat menempuh gerakkan kurva, spematozoa motilitasnya
berputar-putar saja.
2) Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau rendah.
Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan adanya bentuk
spermatozoa abnormal maupun distribusi dan pengantaran energi tak
normal pada spermatozoa.
3) Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi spermatozoa
sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar baik searah maupun
berlawanan dengan jarum jam. Kalau morfologi ekor spermatozoa asimetri,
amplitudo getaran juga tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada
atau tak teratur sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah
melingkar.
4) Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin pula tidak
normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma maka arah gerak
kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran energi belum masak pula
dapat terjadi motilitas yang bemacam-macam “rocking” melingkar dan
gerak tak teratur. Demikian pula andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian
tengah atau ekor spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-
macam.
5) Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat satu dengan
yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada benda lain (sel bulat,
kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat aglutinasi palsu. Tergantung
macam aglutinasi (kepala-kepala, ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas
yang terjadi akan berlainan pula.
6) Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang belum
mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas normal waktu
likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma diperiksa motilitas berurutan
yaitu langsung setelah ejakulasi dan setiap setengah jam setelah ejakulasi.
7) Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah, meskipun
arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak lincah. Hal ini dapat
disebabkan karena sperma telah lama tak diperiksa, sehingga energi untuk
motilias berkurang. Dalam hal ini fruktosa telah banyak dipecah
12
(fruktolisis). Penyebab lain ialah memang cadangan energi berkurang sejak
awal misalnya pada kelainan vesika seminalis.
Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam ditempat.
13
- Periksa dibawah mikroskop perbesaran objektif 40-45x.
- Periksa adanya spermatozoa yang :
Bergerak aktif (%)
Bergerak tidak aktif (%)
Tidak bergerak (%)
14
Dalam pemeriksaan rutin tidak banyak gunanya mengikuti penyusutan
motilitas dari jam ke jam, berkurangnya motilitas banyak dipengaruhi oleh
cara menyimpan sampel.
15
Untuk membuat pengecatan vitalitas yang baik, zat warna harus baru, jangan
terlalu kental dan jangan banyak endapan.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida yang mematikan
spermatozoa, serta merupakan garam fisiologis. Dengan demikian spermatozoa yang
terdapat didalam kamar hitung dapat lebih cermat dihitung.
Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara :
a. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
b. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat.
Tujuan : Untuk mengetahui jumlah sperma yang terdapat dalam sampel sperma
yang diperiksa.
Prinsip : Sampel sperma diencerkan dalam pipet lekosit dengan larutan
pengencer tertentu, diperiksa dalam bilik hitung.
Alat :
- Kamar hitung Improved Neubauer atau Burker
- Pipet Thoma leukosit atau eryhtrosit
- Kertas saring / tissue
Reagensia :
Larutan Pengencer Sperma :
- NaHCO3 ...............................5 gram
- Formalin 5%,..............................1 ml
- Larutan Eosin 2%.......................5 ml
- Aquadest add.........................100 ml
Prosedur :
Cara Pipet Thoma :
- Isap sperma dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5 tepat.
- Isap larutan Pengencer Sperma sampai tanda 11 tepat.
- Kocok selama 2 menit, buang cairan 3-4 tetes, masukkan dalam kamar
hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung pipet ditepi kaca
penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
16
Cara Tabung dengan Clinipette :
- Masukkan 400 ul cairan pengencer sperma kedalam tabung reaksi dengan
clinipette.
- Buang 20 ul dengan clinipette cairan tadi.
- Pipet 20 ul sperma yang telah dihomogenkan dan campur dengan larutan
pengencer.
- Kocok beberapa kali tabung atau letakkan diatas pengocok khusus
(vibrator).
- Masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan
ujung clinipette ditepi kaca penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Perhitungan :
Misal jumlah didapat : 200 spermatozoa
200 x 50 = 10.000/mm3
= 10.000 x 1000 = 10 juta/ml
Nilai Normal : 20 – 70 juta / ml
Catatan :
- Untuk mempermudah penghitungan didalam bilik hitung dapat digunakan
pipet eryhtrosit sebagai pipet pengencer dan sperma diisap sampai 0,5
tepat dan pengencer 101. pengenceran pipet 200x dikalikan untuk
perhitungan.
- Untuk pengenceran yang lebih teliti sebaiknya menggunakan pengenceran
menggunakan Clinipette dalam tabung. Pengenceran dapat diubah sesuai
dengan keinginan.
- Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan pengencer Natrium
bikarbonat maka dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer.
17
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan morfologi sperma dalam
sampel yang diperiksa.
Prinsip : Sperma dibuat hapusan diwarnai dengan giemsa, dicuci, dikeringkan dan
diperiksa morfologi sperma dibawah mikroskop dengan anisol perbesaran 10 x
100.
Alat – alat :
- Pipet tetes
- Objek glass
- Rak dan Bak pewarnaan
- Mikroskop
- Botol semprot
- Lampu spritus
Reagensia : Karbol Fuchsin 0,25 %
Cara Kerja :
a. Cara Karbol Fuchsin
- Setetes sperma dibuat hapusan diatas objek glass.
- Difiksasi dengan nyala api 2 – 5 kali
- Diwarnai dengan carbol fuchsin 0,25% selama 5 Menit, dicuci dengan air.
- Dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam
100 spermatozoa
b. Cara Giemsa
- Sediaan hapus difiksasi dengan metanol selama 10 menit.
- Sisa metanol dibuang, sediaan dibiarkan kering di udara.
- Sediaan dicat dengan larutan Giemsa (17 tetes giemsa dicampur dengan 5
ml aquades) selama 20 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan. diperiksa dibawah
mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
c. Cara Hematoxilin Meyer
- Sediaan hapus ditetesi larutan formalin 10% selama 1 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest.
- Sediaan dicat dengan hematoksilin menurut Meyer selama 2 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa
dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
d. Cara O.Steeno
- Sediaan hapus dimasukkan ke dalam larutan metanol selama 5 menit dan
dikeringkan diudara.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan safranin 0,1% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dalam air buffer dua kali.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan kristal violet 0,25% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa
dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
18
e. Cara lain dengan Fast Green, Wright, Bryan/leishman, Papanicolou,
Romanowsky dan lainnya.
Morfologi spermatozoa :
Spermatozoa Normal :
Spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval, reguler, dengan bagian
tengah utuh dan mempunyai ekor tak melingkar dengan panjang 45 um.
Spermatozoa Abnormal :
Spermatozoa disebut abnormal bilamana terdapat satu atau lebih dari
bagian spermatozoa yang abnormal. Jadi meskipun kepala spermatozoa
oval, tetapi kalau bagian tengah menebal, maka dikatakan abnormal.
Abnormalitas kepala
- Kepala oval besar
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih besar dari normal.
Panjang kepala >5µ dan lebar >3 µ
- Kepala oval kecil
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih kecil dari normal.
Panjang kepala <3>2 µ.
- Kepala pipih (tapering head = lepto)
Kepala spermatozoa berbentuk seperti cerutu dengan kedua sisinya
sejajar, bentuk ramping dan agak panjang, akrosomnya dapat
berujung lancip atau tidak.
- Kepala berbentuk pir (piriform head)
Kepalanya nyata atau bahkan lebih menyolok berbentuk sebagai
tetesan air, bagian runcing berhubungan dengan bagian tengah.
- Kepala dua (duplicated head)
Spermatozoa dengan memiliki dua kepala.
- Kepala berbentuk amorfous (terato)
Bentuk kepala yang tak menentu atau sangat besar dengan struktur
yang aneh.
Abnormalitas bagian tengah
- Bagian tengah tebal
- Bagian tengah patah
- Tak mempunyai bagian tengah
Abnormalitas ekor
- Ekor sangat melingkar
- Ekor patah yang meninggalkan sisa ekor.
- Ekor lebih dari satu
- Ekor sebagai tali terpilin
Spermatozoa imatur
Spermatozoa yang masih mengandung sisa sitoplasma, yang paling
tidak besarnya separuh dari ukuran kepala dan masih terikat, baik pada
kepala, bagian tengah maupun pada ekor spermatozoa.
19
Leukosit dalam sperma :
Dalam sperma kecuali terdapat spermatozoa juga terdapat rundzellen /
round cell atau sel bundar yang terdiri dari leukosit dan sel-sel
spermiogenesis. Dalam keadaan biasa terdapat leukosit dalam sperma,
jumlahnya meningkat melebihi normal akan berpengaruh terhadap
gambaran spermiogenesis, sehingga perlu dilakukan penghitungan
leukosit.
Menghitung rundzellen (sel bundar) :
Karena terdiri dari dua sel yaitu sel muda sperma dan leukosit, maka
untuk membedakannya dapat dilakukan penghitungan sebagai berikut:
- 1 tetes sperma ditambah 1 tetes larutan Sedicolor (larutan
Methylen Blue) diaduk rata diobjek glass, dibiarkan beberapa
menit, diperiksa di mikroskop dengan pembesaran 400-600 kali.
- Dilakukan diferensiasi antara sel spermatozoa muda dan leukosit
yang dinyatakan dalam 100%.
- Ciri-ciri sel :
Sel spermiogenesis : Dinding sel tampak tebal dengan inti
yang kompak.
Leukosit : Dinding kelihatan tipis dengan inti yang khas untuk
leukosit.
- Dihitung 100-200 sel bundar dan cara ini dilakukan jika junlah sel
bundar per Lp lebih dari 6-10.
- Jika pada sediaan jelas terlihat adanya leukosit maka dapat dipakai
cara tanpa pengecatan, yaitu :
- 0,1 ml sperma diteteskan diatas objek glass lalu ditutup dengan
gelas penutup dan diperiksa dengan pembesaran 400-600 kali.
- Jika didapat sel leukosit 6-10/Lp atau lebih, kemungkinan
menunjukkan adanya infeksi pada traktus genitalis.
5. Aglutinasi Spermatozoa
Aglutinasi spermatozoa ialah penggumpalan atau perlekatan antara satu spermatozoa
dengan beberapa spermatozoa yang lain. Aglutinasi spermatozoa dapat disebabkan
oleh faktor imunologis dan non-imunologis. Cara membedakan keduanya dengan
mengukur titer antibodi yang terdapat pada pasangan suami isteri. Namun guna
informasi pendahuluan proses aglutinasi spermatozoa, dapat dilakukan cara :
Satu tetes sperma diberi garam fisiologis.
Kalau terjadi aglutinasi sejati, spermatozoa akan tetap melekat satu dengan yang
lain. Kalau dengan penambahan garam fisiologis spermatozoa lepas satu dengan
yang lain, maka aglutinasi tersebut adalah aglutinasi palsu.
Cara lain oleh Hellinga (1976)
Setetes sperma segar, setelah likuefaksi total, diletakkan pada objek glass, lalu
ditutup dengan gelas penutup. Sediaan dibiarkan tidak disentuh sedikitpun selama
paling tidak 1 jam. Pada sperma tertentu akan terjadi penggumpalan satu dengan
yang lain.
20
Macam-macam aglutinasi atau penggerombolan spermatozoa tersebut yaitu :
a. Aglutinasi ekor dan ekor
Pada keadaan ini ujung atau bagian ekor yang lebih proksimal bersentuhan atau
berlekatan satu dengan yang lain, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini
dinamakan tail to tail agglutination (TT).
b. Aglutinasi kepala dan kepala
Pada keadaan ini kepala spermatozoa saling berlekatan atau bergerombol,
sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan head to head agglutination
(HH).
c. Aglutinasi kepala dengan ekor
Pada keadaan ini kepala satu spermatozoa atau lebih berlekatan dengan ekor
sebuah spermatozoa atau lebih. Ini dinamakan head to tail agglutination (HT).
d. Spermatozoa saling menggerombol atau melekat pada suatu sel muda
spermatozoa, epitel atau lain-lain benda pada sperma.
e. Spermatozoa dapat menggerombol seperti benang pada pinggir daerah sperma
tertentu. Ini dinamakan aglutinasi rantai (string agglutination).
21
4.4 Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar fruktosa itu mempunyai
korelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh. Penetapan kadar fruktosa
memakai reaksi Selivanoff sebagai dasar, pada reaksi itu fruktosa bereaksi dengan
resorcinol dengan menyusun warna merah.
Parameter : Penetapan Fruktosa
Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa dalam semen yang
bertalian dengan kadar testosteron.
Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCl dan
pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi dengan resorsinol menyusun
senyawa yang berwarna merah.
Reagensia :
1. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g Ba(OH)2.8H2O dalam
1000 ml aqusdest.
2. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam 1000 ml aquadest.
3. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini bertahan 2 bulan
bila disimpan dalan lemari es.
4. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl pekat.
5. - Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml larutan asam
benzoat 0,2%.
- Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa stock diencerkan
dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara dicantumkan dibawah, larutan kerja
ini sesuai dengan 200 mg /dl fruktosa mani.
Prosedur Kerja :
1. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu
mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air. Kemudian tambah 0,5 ml larutan
Ba(OH)2, campur, tambahkan 0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan pusinglah
kuat-kuat.
2. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung T diisi 2 ml
cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml standard fruktosa larutan kerja dan
tabung B diisi 2 ml air/ aquadest.
Blanko Standar Sample
Aquadest 2ml - -
Standar - 2ml -
Sample - - 2ml
Resorsinol 2ml 2ml 2ml
HCL 6ml 6ml 6ml
3. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol dan 6 ml HCl.
4. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air 90OC selama 10
menit.
22
5. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
6. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl fruktosa mani.
Catatan :
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu
berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam
tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-proses
dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan radang
vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii kadar fruktosa
menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat kadar fruktosa dalam
mani menjadi nol.
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemeriksaan sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui
tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi
kesan, akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh keturunan. Seorang pria dengan
tingkat kesuburan yang rendah atau steril sulit baginya untuk memperoleh keturunan.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka seyogyanyalah seorang pria memeriksakan dirinya
untuk mengetahui tingkat kesuburannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Diktat Kimia Klinik Jilid I, Pusdiknakes, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989
25