Posisi
Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) ±
10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko
pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih
rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal
dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.
Prosedur
1. Cek semua peralatan sebelum mulai.
2. Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati.
3. Palpasi fossa subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis.
Bila jari ditempatkan
secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara
clavicula dan costa II.
Gerakkan jari ke arah medial menuju incisura sternalis dan jari akan terhambat
pada ujung
medial clavicula. Ini adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju
permukaan inferior
clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena
subcalvia.
4. Letakkan jari telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah
pertemuan antara
clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum 25-
gauge 2 cm lateral
ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula atau tepat di lateral dari insersi
m. subclavia
costa I.
5. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-
gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu
jari dan 0,5 cm
di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian
belakang incisura
sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
pneumothoraks, dan
bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter
masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara
cermat pada tepi bawah clavikula.
1. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-
gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu
jari dan 0,5 cm
di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian
belakang incisura
sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
pneumothoraks, dan
bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter
masuk ke arah leher.
Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah
clavikula.
2. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm
tarik pelan-pelan
sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila
masih belum berhasil
pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum
dilakukan untuk
melihat adanya pneumothoraks
3. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula
atau jarum
seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap
4. Susupkan kawat, pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan
kawat
5. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu
sebaiknya ujung
kateter tidak dibiarkan terbuka.
6. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan
lancar.
7. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks.
Keuntungan kateterisasi Vena Subclavia
1. Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena posisi kateter dapat
difikasasi dengan baik
sehingga tidak mudah bergerak dan tidak meng- ganggu pergerakan pasien.
2. Vena subclavia hampir selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap.
3. Relatif kurang infeksi dibanding pemasangan di tempat lain.
4. Kateter mudah masuk ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah
pada orang yang
obes..
Dari 250 vena di seluruh tubuh manusia, yang dianggap sebagai vena sentral adalah vena-
vena yang dekat dengan jantung sebagai pusat sirkulasi. Semakin dekat ke jantung, ukuran
vena semakin besar dan aliran darahnya semakin tinggi. Vena yang berdiameter besar dan
beraliran darah cepat seperti itu adalah vena kava superior, vena kava inferior, vena
brakiosefalika, vena subklavia, vena iliaka komunis dan vena iliaka eksternal.
Sejarah akses vena sentral tidak bisa dilepaskan dari peran seorang dokter pemenang
hadiah nobel kedokteran, Werner Forssmann. Pada tahun 1929, Forssmann menjadi pioner
sekaligus pasien pertama yang memasukkan kateter ureter ukuran Fr 4 sepanjang 35 cm
melalui vena lengan kirinya sendiri, meneruskannya sampai ke atrium kanan. Pada tahun
1953, Dr. Sven Ivar Seldinger (1921-1999), seorang ahli radiologi yang inovatif
memperkenalkan suatu teknik insersi kateter dengan bantuan kawat penuntun, yang
akhirnya dikenal sebagai teknik Seldinger. Sejak kateterisasi yang pertama oleh Forrsmann
dan revolusi insersi kateter dengan teknik Seldinger, alat akses vena sentral telah mencapai
kemajuan yang luar biasa.
Ada beberapa jenis alat akses vena sentral (central venous access device, CVAD) yang
telah diproduksi untuk kepentingan medis. Dengan tersedianya alat tersebut, akses vena
sentral bisa dilakukan dengan pemasangan kateter langsung ke vena sentral menggunakan
kateter CVC (Central Venous Catheter) atau melewatkan kateter ke vena sentral melalui
vena perifer dengan menggunakan PICC (Peripherally Inserted Central Catheter).
Kateter jenis Non-tunneled atau jenis tunneled[sunting | sunting
sumber]
Kateter jenis Non-tunneled difiksasi pada tempat insersinya. Jenis ini yang paling sering
dipakai. Contohnya adalah Quinton catheters. Kateter jenis Tunneled ditanam di bawah kulit
pada tempat insersi dan memiliki tempat keluar yang terpisah. Tempat keluar itu biasanya
terletak di dada. Contohnya adalah Hickman catheters dan Groshong catheters.
Akses implant[sunting | sunting sumber]
Implanted port
(1) Pengukuran tekanan vena sentral pada pada kegawatdaruratan guna mengetahui
kecukupan cairan. (2) Sebagai jalur infus (a) Bila akses vena perifer sulit dilakukan (b)
Pemberian obat yang bersifat kaustik atau sklerosan bagi vena perifer, seperti inotropic,
Amiodarone, cairan hipertonis, KCl, dan lain-lain. (c) Nutrisi parenteral baik jangka pendek,
jangka panjang maupun permanen (d) Pemberian antibiotika jangka panjang (e) Pemberian
anti nyeri jangka panjag (f) Pemberian kemoterapi (3) Dialisis (4) Plasmaferesis (5)
Pengambilan sampel darah berulang (6) Pengambilan sel induk darah perifer (7) Akses
intravena berulang lainnya (8) Kateterisasi jantung kanan dalam pemantauan hemodinamik
Pemasangan kateter vena sentral mengandung risiko komplikasi, baik mekanis, infeksi,
maupun komplikasi thrombosis.
1.Komplikasi Infeksi
Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat potensial
karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah. Angkanya cukup
mencemaskan. Komplikasi infeksi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26 %. Di Amerika
Serikat saja, dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU,
diperkirakan terjadi 80.000 kasus infeksi terkait CVC.
Karena itu, pada setiap penderita yang menggunakan CVC yang kemudian menunjukkan
tanda dan gejala infeksi tanpa sumber yang tidak jelas, anggap saja bahwa CVC tersebut
menjadi sumber infeksinya. Jika terdapat kecurigaan infeksi yang berkaitan dengan CVC
maka harus diambil dua contoh kultur darah untuk evaluasi terjadinya bakteremia.
Infeksi terkait kateter bisa dengan cara salah satu dari ketiga mekanisme berikut: (1)Infeksi
lokal dari tempat insersi, (2)kolonisasi kuman kateter dan (3)hematogen.
3. Komplikasi Thrombosis
Kanulasi vena sentral rentan dengan risiko thrombosis vena sentral, yang potensial memicu
tromboembolisme vena. Trombosis bisa terjadi pada hari pertama kanulasi. Risiko terendah
adalah pada kanulasi vena subklavia. Jika kateter tidak diperlukan lagi, lebih baik segera
dikeluarkan untuk mengurangi risiko thrombosis yang berkaitan dengan kateter.
a. Pengertian
Tindakan penanganan CVP adalah memasukkan kateter CVP, melalui pembuluh darah tepi
sehingga ujungnya berada di muara atrium kanan (vena cava superior dan inferior)
b. Tujuan
Untuk mengetahui tekanan vena sentral dan menilai jumlah cairan dalam tubuh.
c. Indikasi
1. Dehidrasi berat (diare berat, luka bakar grade II ke atas dengan luka bakar 50 %)
2. Hypovolemic shock
3. Hypervolemic
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat steril
- Manometer CVP
- Kateter CVP
- Three way stop cock
- Semprit 20 cc
(1) Bengkok
(2) Plester
c) Obat-obatan
(1) Novocain/lidocain
(2) Antiseptik
d) Cairan desinfektan
(1) Antiseptik
(2) Alkohol 70 %
2) Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
e. Pelaksanaan
2. Menempelkan manometer CVP pada standar infus dengan titik nol setinggi jantung
6. Menyambung slang CVP dengan kateter CVP yang telah dipasang oleh dokter
7. Memberi zat desinfektan pada lubang bekas tusukan CVP
10. Memasang plester lebar di atas kain kasa sampai tertutup seutuhnya
1. Observasi
5. Beri tanda tanggal pemasangan pada balutan CVP dan anti balutan 1 x sehari atau bila kotor
Pengukuran CVP
1. 1. Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus Kegiatan Belajar 1
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman III Setelah mempelajari dan mempraktikkan
Kegiatan Belajar 2 ini Anda dapat melakukan pengukuran CVP pada pasien dengan
sistem kardiovaskuler TUJUANPembelajaran Umum TUJUANPembelajaran Khusus
POKOKMateri Setelah mempelajari dan mempraktikkan Kegiatan Belajar 3 ini Anda
dapat melakukan: 1. Mempersiapkan pasien yang akan dilakukan CVP 2. Mengukur
CVP Pokok-pokok materi dalam kegiatan belajar ini meliputi: 1. Pengukuran CVP
Pengukuran CVP
2. 2. Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan 2
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Central Venous Pressure yang juga dikenal
dengan singkatan CVP atau kita sebut sebagai Tekanan Vena Sentral, pada
beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa,
mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi. Apa yang dimaksud dengan
CVP? CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral. CVP tersebut
dapat di pasang pada beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna, vena
subklavia, vena basilika, vena femoralis. Dimana masing‐masing lokasi tersebut
memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko
pemasangan, kenyamanan pasien, perawatan CVP, juga ketersediaan jenis CVP
yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
CentralVenousCatheterinimerupakansalahsatupemeriksaansecarainvasif. Sehingga
resiko‐resiko tindakan invasif secara umum, juga menjadi pertimbangan kita dalam
melakukan pemasangan ataupun insersi CVC ini. Seperti pada kasus luka bakar,
dimana area insersi terkena oleh luka bakar. Dimana insersi yang kita lakukan dapat
menambah resiko terjadinya bakterimia. Sehingga kita harus lebih cermat dalam
pemilihan lokasi insersi. Atau juga pada kasus dimana pasien sudah mengalami
suatu gangguan koagulasi. Tindakan ini dapat mencetuskan suatu edema dilokasi
insersi, serta perdarahan yang sulit diatasi. Tahukah Anda indikasi pemasangan
CVP? ya inilah indikasinya Indikasi pemasangan CVP meliputi : 1. Pasien dengan
trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan
syok. 2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart,
trepanasi. 3. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria). 4. Pasien dengan gagal
jantung. 5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin). 6. Pasien
yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif). Uraian
Materi
3. 3. 3 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Di manakah lokasi pemasangan CVP?
Lokasi pemasangan CVP adalah vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks
rendah pada kanan Komplikasi apa sajakah yang bisa terjadi akibat pemasangan
CVP? Sementara komplikasi pemasangan CVP adalah: a) Perdarahan. b)
Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis). c) Pneumothorak,
hematothorak, hidrothorak. d) Pericardial effusion. e) Aritmia f) Infeksi. g) Perubahan
posisi jalur. Di bawah ini adalah format penilaian prosedur pengukuran CVP. Format
3, Penilaian prosedur pengukuran CVP No ASPEK YANG DINILAI Skor 0 1 2 1
Persiapan alat untuk pengukuran : Skala pengukur Selang penghubung (manometer
line) Standar infus Three way stopcock Pipa U Set infus 2 Persiapan perawat dan
lingkungan 1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan. 2. Menyiapkan posisi
pasien sesuai kebutuhan. 3. Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman.
4. 4. 4 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman 3 Pelaksanaan prosedur a. Pengukuran
CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena
jugularis. b. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Memasang
kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik
pengukuran dpt menggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian
proksimal kateter arteri pulmonalis . Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem transduser. Cara pengukuran 1. Memberikan penjelasan
kepada pasien 2. Megatur posisi pasien 3. Lavelling, adalah mensejajarkan letak
jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur atau tansduser 4. Letak jantung dapat
ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat (ICS IV)
dengan garis pertengahan aksila 5. Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan
undulasi pada manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi 6. Membereskan
alat-alat 7. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai Setelah Pemasangan
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara: 1) Melakukan Zero Balance:
menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan
midaksila, 2) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang
tidak sesuai dg kondisi klien, 3) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi
monitor/ transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
5. 5. 5 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman 4 SIKAP 1. Disiplin 2. Kemandirian 3.
Penampilan NILAI AKHIR Keterangan : Skor 0 : bila prosedur belum mampu
dilakukan Skor 1 : bila prosedur dilakukan dengan bantuan Skor 2 : bila prosedur
dilakukan dengan mandiri
6. 6. Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan 6
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Kegiatan belajar ini membahas tentang
bagaimana pengukuran CVP, indikasi dan komplikasi apa saja yang dapat muncul
pada pasien yang terpasang CVP. Sebagai perawat, Anda harus mampu melakukan
pengukuran CVP pada pasien di rumah sakit. Dengan mempelajari dan
mempraktekkan kegiatan belajar ini Anda diharapkan mampu melakukan
pengukuran CVP.
CLABSI
Tujuan
Ikhtisar
Hais adalah infeksi bahwa pasien mendapatkan sementara menerima pengobatan untuk kondisi
medis atau bedah. Mereka adalah salah satu penyebab utama kematian yang dapat dicegah di
Amerika Serikat dan berkaitan dengan peningkatan yang substansial dalam perawatan kesehatan
biaya setiap year.1
Fasilitas perawatan jangka panjang (misalnya, panti jompo dan fasilitas rehabilitasi)
Di rumah sakit, Hais menyebabkan diperpanjang tinggal di rumah sakit, berkontribusi terhadap
peningkatan biaya medis, dan merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas.
Selain sumber-sumber Hais, beberapa sumber lain telah diidentifikasi sebagai kontributor utama
penyakit HAI-terkait dan kematian dalam Rencana Aksi Nasional untuk Mencegah Kesehatan-
Associated Infeksi: Peta Jalan Penghapusan. Hampir 3 dari setiap 4 Hais di rumah sakit perawatan
akut adalah hasil dari 1 dari 4 kategori berikut infeksi, tercantum dalam urutan prevalensi:
Pneumonia
Hais adalah komplikasi yang paling umum dari sakit care.2 Namun, studi terbaru menunjukkan
bahwa menerapkan praktek-praktek pencegahan yang ada dapat menyebabkan hingga pengurangan
70 persen di Hais tertentu. Manfaat keuangan menggunakan praktik pencegahan ini diperkirakan $
25,0 miliar menjadi $ 31500000000 biaya savings.3 medis
Kembali ke atas
Faktor risiko untuk Hais dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum:
Faktor organisasi
Characteristics4 pasien
Perilaku penyedia layanan kesehatan dan interaksi mereka dengan sistem perawatan kesehatan juga
mempengaruhi tingkat Hais.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pendidikan yang tepat dan pelatihan tenaga kesehatan
meningkat sesuai dengan dan adopsi praktik terbaik untuk mencegah HAIs.5 Contoh dari praktek
terbaik oleh penyedia perawatan kesehatan adalah penggunaan hati antibiotik atau obat
antimikroba, karena beberapa dapat meningkatkan risiko pasien dari Hais.
Orang sehat 2020 tujuan mengukur kemajuan ke arah mengurangi insiden CLABSI dan MRSA infeksi.
Namun, kemajuan harus dibuat dalam menangani jenis utama lainnya dari Hais, khususnya:
Ventilator-associated pneumonia
Infeksi Clostridium difficile Penelitian menunjukkan bahwa banyak dari infeksi ini dapat dicegah.
Upaya sedang dilakukan untuk memperluas pengawasan dan untuk mengidentifikasi dan
menerapkan program pencegahan yang efektif.
Banyak upaya untuk mencegah Hais telah berfokus pada pengaturan perawatan akut. Semakin,
penyediaan layanan kesehatan, termasuk prosedur kompleks, sedang bergeser ke pengaturan rawat
jalan, seperti pusat rawat bedah, stadium akhir penyakit ginjal fasilitas, dan fasilitas perawatan
jangka panjang. Pengaturan ini sering memiliki kapasitas terbatas untuk pengawasan dan
pengendalian infeksi dibandingkan dengan pengaturan berbasis rumah sakit. Banyak Hais dalam
pengaturan ini adalah hasil dari praktek pengendalian infeksi dasar miskin. Hais dalam pengaturan
rawat jalan terjadi karena:
Rencana Aksi Nasional untuk Mencegah Kesehatan-Associated Infeksi: Peta Jalan Penghapusan
mengandung strategi pencegahan Hais dalam pengaturan rumah sakit perawatan non-akut dan
mendukung penelitian lebih lanjut tentang cara untuk mengidentifikasi dan kontrol Hais dalam
pengaturan ini dan menerapkan pendekatan berbasis bukti untuk mengurangi Hais. Pengetahuan
yang diperoleh dari penelitian dan demonstrasi proyek-proyek diharapkan menyebabkan tujuan
nasional tambahan untuk Hais dalam versi masa depan dari Orang Sehat.
............................................
Practical Issues for the prevention of Healthcare Associated Infections Abstrak : Healthcare
associated infections (HAIs) yang dulu dikenal dengan sebutan infeksi nosokomial yaitu infeksi yang
didapat di rumah sakit > 48 jam sesudah masuk rumah sakit (MRS), sampai saat ini masih menjadi
problem di dunia. Setiap petugas medis harus faham mengenai kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi. Kewaspadaan berbasis transmisi terdiri
dari kewaspadaan kontak, droplet dan airborne. Kewaspadaan airborne merupakan hal yang sangat
penting terutama dalam memutus rantai penularan penyakit tuberkulosis yang menduduki
prevalensi tertinggi ketiga di dunia. Kebersihan tangan atau hand hygiene merupakan indikator
kualitas Patient Safety dan salah satu komponen kewaspadaan standar. Perlu difahami lima (5)
waktu/saat kebersihan tangan sesuai anjuran WHO. Terdapat empat (4) jenis HAIs utama yang
berkaitan dengan empat tempat lokasi yaitu di darah berupa central line-associated bloodstream
infection (CLA-BSI), di traktus respiratorius berupa ventilator-associated pneumonia (VAP), di tempat
operasi berupa surgical site infection (SSI), di traktus urinarius berupa catheter-associated urinary
tract infection (CA-UTI). Semua hal di atas erat kaitannya dengan timbulnya MDRO (Multiple drug
resistance organism) termasuk MRSA, VISA, ESBL dan sebagainya. Di samping hal di atas isyu terbaru
pencegahan HAIs yaitu dalam pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Healthcare Worker Safety (HCW) atau keamanan petugas kesehatan juga merupakan isyu penting
yang perlu diperhatikan dalam pencegahan HAIs. Keyword : HAI, kewaspadaan isolasi dan standar,
kewaspadaan airborne, kebersihan tangan
....................................