Anda di halaman 1dari 15

pemasangan CVC

Kanulasi Vena Sentral


INDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL
1. Untuk menginfus cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena
perifer.
2. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi
parenteral atau kemoterapi.
3. Penderita syok.
4. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam
situasi resusitasi.
5. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti
pada hipovolemia,
ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada orang gemuk atau tranfusi
cairan dibutuhkan
secara cepat.
6. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena
perifer telah
digunakan atau rusak.
7. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure)
8. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.

KONTRAINDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL


1. Kanulasi vena sentral harus dipertimbangkan pemasangannya pada penderita
dengan gangguan
pada faal pembekuan darah. Dapat terjadi hema- tom yang berbahaya pada
pemasangan
melalui vena subclavia dan jugularis, terutama bila mengenai pembuluh arteri.
2. Bila daerah pemasangan ada infeksi atau tanda-tanda radang harus dicari
tempat lain yang lebih
baik.
3. Kelainan anatomi dan taruma thoraks bagian atas misalnya fraktur clavicula,
meningkatkan
resiko via clavicula.
4. Penyakit paru yang kritis (COPD, asma) yang akan meningkatkan resiko
terjadinya
pneumotoraks pada pendekatan subclavia.
5. Penderita yang sementara di heparinisasi.
6. Trombosis da koagulopati
7. Penderita menolak atau tidak koperatif
8. Operator yang tidak berpengalaman yang tidak diawasi supervisor
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kateterisasi ke
vena sentral.
1. Sebaiknya pemasangan kateterisasi vena sentral dilakukan diruang tindakan
yang steril (bila ada) dan tidak dilakukan dilakukan di tengah bang- sal ruang
perawatan untuk menghindari kontaminasi dan saling mengganggu dengan pasien
lain
2. Buat informed konsen dan persetujuan keluarga.
3. Bila penderita masih sadar, sebelum pemasangan sebaiknya penderita
diberitahukan terlebih dahulu maksud dan tujuan serta prosedur kate- terisasi vena
sentral tersebut.
4. Kateterisasi vena sentral harus dilakukan se-asepsis mungkin mirip dengan
prosedur pembedahan.
5. Waspadalah akan masuknya udara, walaupun pasien dalam keadaan head-
down.
6. Selalu memikirkan dimana ujung jarum berada.
7. Darah harus dapat diaspirasi dengan mudah dari kateter intravena sebelum
cairan infus atau obat dimasukkan. Bila tidak dapat diaspirasi de- ngan mudah
berarti terjadi kesalahan penempatan sampai dibuktikan sebaliknya.
8. Jangan menarik kembali kateter yang telah/masih ada di dalam jarum logam
(misal venocath) karena bahaya terpotongnya kateter oleh ujung jarum. Bila sampai
terpotong maka pengambilannya hanya bisa dilakukan dengan cara pembedahan.
9. Kanulasi vena sentral dapat memakai kateter panjang untuk pemakaian jangka
lama atau dengan kateter vena yang pendek misalnya abbocath ukuran besar untuk
sementara pada keadaan darurat. Bila vena sudah terisi cairan dapat dilanjutkan
dengan kanulasi vena perifer.
10. Dipasaran telah tersedia kateter intra vena dengan berbagai ukuran, diameter
dan panjang yang bervariasi baik dengan single lumen atau multi lumen. Pilihlah
yang sesuai dengan kebutuhan. Sesuaikan dengan lokasi pemasangan, lama
pemasangan, indikasi pemasangan dan kemampuan ekonomi pasien.

TEMPAT KATETERISASI VENA SENTRAL


Kanulasi vena sentral dapat dipasang melalui beberapa tempat, masing-masing
letak mempunyai keuntungan-keuntungan dan kerugian-keru- gian tersendiri.
Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui :
1. Vena subclavia (pendekatan infraclavicular dan supraclavicular) .
2. Vena jugularis, pada vena jugularis interna (VJI) dan eksterna (VJE).
3. Vena femoralis
4. Vena antecubital, pada vena basilica atau cephalica.
5. Vena umbilikalis, pada bayi baru lahir.
Akan tetapi tempat yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subclavia
(pendekatan infraclavicular), vena jugularis interna, vena antecubital dan vena
femoralis.

KATETERISASI VENA SUBCLAVIA


Anatomi
Vena subclavia adalah kelanjutan dari vena axillaris. Dimulai pada tepi lateral kosta
I, terus melintas diatas costa dan berakhir saat bergabung dengan vena jugularis
interna di medial ujung klavicula. Ini mempunyai beberapa hubungan penting. Arteri
subclavia biasanya terletak di posterior dan superior (yakni chepalad) dari vena dan
dipisahkan oleh m. scalenus anterior pada tempat insersi otot ini ke kosta I. Arteri
dan vena keduanya membentuk sulcus pada permukaan atas kosta. Pleksus
brakhialis terletak di posterior arteri dan dengan demikian terletak di posterior vena
dengan jarak yang lebih dekat. Nervus phrenikus melintas di anterior dan dapat
melintas di bagian medial costa I. Nervus vagus juga berjalan di bagian anterior
subclavia tetapi agak sedikit di medial nervus phrenikus. Nervus laryngeus recurren
adalah cabang dari n. vegus. Cabang kanan terpisah dari vagus setinggi arteri
subclavia dan memutar di belakang arteri dan naik ke atas sehingga berdekatan
dengan trachea. Cabang kiri terpisah dari vagus setinggi arkus aorta, dan memutar
di belakang arkus, naik pada fissura antara oesophagus dan trakea. Saraf-saraf
tersebut juga jaraknya dekat dengan vena. Pleura dapat meluas hingga 1 inci diatas
bagian medial clavicula dan mencapai setinggi collum costa I dimana lebih tinggi
dibanding dengan artikulasio sternoclavikularis. Vena dengan demikian berada di
sebelah anterior pleura tetapi pleura meluas pada ke dua arah atas dan bawah dari
vena.

Teknik Kateterisasi Vena Subclavia


Persiapan peralatan :
1. Disinfektan (betadine,alkohol)
2. Handscoen, masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
3. Spoit 5 ml 2 buah,jarum ukuran 25-gauge.
4. Kateter dan dilator
5. IV tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
6. Jarum insersi 18-gauge (panjang 5 cm)
7. 0,035 j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,0

Posisi
Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) ±
10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko
pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih
rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal
dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.

Prosedur
1. Cek semua peralatan sebelum mulai.
2. Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati.
3. Palpasi fossa subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis.
Bila jari ditempatkan
secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara
clavicula dan costa II.
Gerakkan jari ke arah medial menuju incisura sternalis dan jari akan terhambat
pada ujung
medial clavicula. Ini adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju
permukaan inferior
clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena
subcalvia.
4. Letakkan jari telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah
pertemuan antara
clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum 25-
gauge 2 cm lateral
ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula atau tepat di lateral dari insersi
m. subclavia
costa I.
5. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-
gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu
jari dan 0,5 cm
di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian
belakang incisura
sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
pneumothoraks, dan
bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter
masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara
cermat pada tepi bawah clavikula.

1. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-
gauge yang
halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu
jari dan 0,5 cm
di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian
belakang incisura
sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
pneumothoraks, dan
bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter
masuk ke arah leher.
Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah
clavikula.
2. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm
tarik pelan-pelan
sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila
masih belum berhasil
pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum
dilakukan untuk
melihat adanya pneumothoraks
3. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula
atau jarum
seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap
4. Susupkan kawat, pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan
kawat
5. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu
sebaiknya ujung
kateter tidak dibiarkan terbuka.
6. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan
lancar.
7. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks.
Keuntungan kateterisasi Vena Subclavia
1. Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena posisi kateter dapat
difikasasi dengan baik
sehingga tidak mudah bergerak dan tidak meng- ganggu pergerakan pasien.
2. Vena subclavia hampir selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap.
3. Relatif kurang infeksi dibanding pemasangan di tempat lain.
4. Kateter mudah masuk ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah
pada orang yang
obes..

Kelemahan Kateterisasi Vena Subclavia


1. Umumnya dilakukan dengan teknik “buta” sehingga mudah merusak stuktur di
dalam yang
tidak terlihat.
2. Pleura, arteri, nervus phrenicus bahkan trakea mudah terjangkau oleh jarum
yang salah masuk
sehingga relatif lebih banyak komplikasi pneumothoraks dibanding teknik
lainnya.
3. Bila terjadi komplikasi perdarahan relatif susah untuk ditangani.

Komplikasi kateterisasi vena subclavia


1. Hematom
2. Cellulitis
3. Trombosis
4. Plebitis
5. Cedera pada saraf
6. Penusukan pada arteri
7. Pneumothoraks
8. Hemopneumothoraks
9. Penusukan saraf
10. Fistel arteri-vena
11. Neuropati perifer
12. Kateter terputus/tertinggal di dalam
13. Teknik monitor tidak tepat
14. Posisi kateter tidak tepat

Pengertian Vena Sentral[sunting | sunting sumber]

Dari 250 vena di seluruh tubuh manusia, yang dianggap sebagai vena sentral adalah vena-
vena yang dekat dengan jantung sebagai pusat sirkulasi. Semakin dekat ke jantung, ukuran
vena semakin besar dan aliran darahnya semakin tinggi. Vena yang berdiameter besar dan
beraliran darah cepat seperti itu adalah vena kava superior, vena kava inferior, vena
brakiosefalika, vena subklavia, vena iliaka komunis dan vena iliaka eksternal.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejarah akses vena sentral tidak bisa dilepaskan dari peran seorang dokter pemenang
hadiah nobel kedokteran, Werner Forssmann. Pada tahun 1929, Forssmann menjadi pioner
sekaligus pasien pertama yang memasukkan kateter ureter ukuran Fr 4 sepanjang 35 cm
melalui vena lengan kirinya sendiri, meneruskannya sampai ke atrium kanan. Pada tahun
1953, Dr. Sven Ivar Seldinger (1921-1999), seorang ahli radiologi yang inovatif
memperkenalkan suatu teknik insersi kateter dengan bantuan kawat penuntun, yang
akhirnya dikenal sebagai teknik Seldinger. Sejak kateterisasi yang pertama oleh Forrsmann
dan revolusi insersi kateter dengan teknik Seldinger, alat akses vena sentral telah mencapai
kemajuan yang luar biasa.

Jenis[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa jenis alat akses vena sentral (central venous access device, CVAD) yang
telah diproduksi untuk kepentingan medis. Dengan tersedianya alat tersebut, akses vena
sentral bisa dilakukan dengan pemasangan kateter langsung ke vena sentral menggunakan
kateter CVC (Central Venous Catheter) atau melewatkan kateter ke vena sentral melalui
vena perifer dengan menggunakan PICC (Peripherally Inserted Central Catheter).
Kateter jenis Non-tunneled atau jenis tunneled[sunting | sunting
sumber]

Kateter jenis Non-tunneled difiksasi pada tempat insersinya. Jenis ini yang paling sering
dipakai. Contohnya adalah Quinton catheters. Kateter jenis Tunneled ditanam di bawah kulit
pada tempat insersi dan memiliki tempat keluar yang terpisah. Tempat keluar itu biasanya
terletak di dada. Contohnya adalah Hickman catheters dan Groshong catheters.
Akses implant[sunting | sunting sumber]
Implanted port

Prinsipnya mirip jenis tunneled, tapi seluruhnya tertanam di bawah kulit.


Kateter sentral insersi perifer[sunting | sunting sumber]
Seperti namanya kateter ini dimasukkan dari vena perifer (biasanya pada pembuluh darah di
lengan), dan ujungnya diarahkan sampai masuk ke dalam vena sentral.

Indikasi dan kegunaan[sunting | sunting sumber]

(1) Pengukuran tekanan vena sentral pada pada kegawatdaruratan guna mengetahui
kecukupan cairan. (2) Sebagai jalur infus (a) Bila akses vena perifer sulit dilakukan (b)
Pemberian obat yang bersifat kaustik atau sklerosan bagi vena perifer, seperti inotropic,
Amiodarone, cairan hipertonis, KCl, dan lain-lain. (c) Nutrisi parenteral baik jangka pendek,
jangka panjang maupun permanen (d) Pemberian antibiotika jangka panjang (e) Pemberian
anti nyeri jangka panjag (f) Pemberian kemoterapi (3) Dialisis (4) Plasmaferesis (5)
Pengambilan sampel darah berulang (6) Pengambilan sel induk darah perifer (7) Akses
intravena berulang lainnya (8) Kateterisasi jantung kanan dalam pemantauan hemodinamik

Komplikasi[sunting | sunting sumber]

Pemasangan kateter vena sentral mengandung risiko komplikasi, baik mekanis, infeksi,
maupun komplikasi thrombosis.

1.Komplikasi Infeksi

Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat potensial
karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah. Angkanya cukup
mencemaskan. Komplikasi infeksi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26 %. Di Amerika
Serikat saja, dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU,
diperkirakan terjadi 80.000 kasus infeksi terkait CVC.

Karena itu, pada setiap penderita yang menggunakan CVC yang kemudian menunjukkan
tanda dan gejala infeksi tanpa sumber yang tidak jelas, anggap saja bahwa CVC tersebut
menjadi sumber infeksinya. Jika terdapat kecurigaan infeksi yang berkaitan dengan CVC
maka harus diambil dua contoh kultur darah untuk evaluasi terjadinya bakteremia.

Infeksi terkait kateter bisa dengan cara salah satu dari ketiga mekanisme berikut: (1)Infeksi
lokal dari tempat insersi, (2)kolonisasi kuman kateter dan (3)hematogen.

Untuk mengurangi risiko infeksi, dilakukan paket tindakan berikut

1) Higiene tangan 2) Gunakan duk selebar tubuh 3) Gunakan antiseptik Chlorhexidine


gluconate 4) Pemilihan lokasi insersi yang optimal 5) Evaluasi harian penggunaan alat akses
vena sentral 6) Lakukan disinfeksi pintu akses intravena sebelum dipakai
2. Komplikasi Mekanis

Komplikasi mekanis saat pemasangan kateter mencakup arterial puncture, hematoma,


pneumothorax, hemothorax, arrhythmia, dan malposisi kateter. Risiko terjadinya berbeda-
beda antara setiap lokasi insersi. Komplikasi mekanis seperti tertinggalnya guidewire juga
bisa terjadi.

3. Komplikasi Thrombosis

Kanulasi vena sentral rentan dengan risiko thrombosis vena sentral, yang potensial memicu
tromboembolisme vena. Trombosis bisa terjadi pada hari pertama kanulasi. Risiko terendah
adalah pada kanulasi vena subklavia. Jika kateter tidak diperlukan lagi, lebih baik segera
dikeluarkan untuk mengurangi risiko thrombosis yang berkaitan dengan kateter.

SOP / PROTAP PEMASANGAN CVC (CVP)


Menyiapkan pasien dan alat untuk pemasangan “Central Venous Pressure” (CVP)

a. Pengertian

Tindakan penanganan CVP adalah memasukkan kateter CVP, melalui pembuluh darah tepi
sehingga ujungnya berada di muara atrium kanan (vena cava superior dan inferior)

b. Tujuan

Untuk mengetahui tekanan vena sentral dan menilai jumlah cairan dalam tubuh.

c. Indikasi

1. Dehidrasi berat (diare berat, luka bakar grade II ke atas dengan luka bakar 50 %)

2. Hypovolemic shock

3. Hypervolemic

d. Persiapan

1) Alat

a) Alat steril

(1) Set CVP terdiri dari :

- Manometer CVP

- Kateter CVP
- Three way stop cock

- Semprit 20 cc

- 2 buah infuse set

(2) Duk berlubang

(3) Kain kasa

(4) Sarung tangan

b) Alat tidak steril

(1) Bengkok

(2) Plester

(3) Perlak dan kain pengalas

(4) Alat pengukur titik nol/water pas

(5) Standar infus

c) Obat-obatan

(1) Novocain/lidocain

(2) Antiseptik

d) Cairan desinfektan

(1) Antiseptik

(2) Alkohol 70 %

2) Pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan dilakukan

e. Pelaksanaan

1. Menggantung cairan infus pada standar infus

2. Menempelkan manometer CVP pada standar infus dengan titik nol setinggi jantung

3. Mendampingi pasien selama pemasangan CVP

4. Tindakan pemasangan CVP harus oleh dokter

5. Memantau dokter selama tindakan pemasangan CVP

6. Menyambung slang CVP dengan kateter CVP yang telah dipasang oleh dokter
7. Memberi zat desinfektan pada lubang bekas tusukan CVP

8. Memfiksasi kateter CVP

9. Menutup bekas tusukan dengan kasa steril

10. Memasang plester lebar di atas kain kasa sampai tertutup seutuhnya

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Observasi

2. Fiksasi katerter CVP dengan jarak 2 cm dari lubang tusukan

3. Jangan memberikan obat melalui CVP kecuali dalam keadaan darurat

4. Gunakan transparan dressing untuk memudahkan pemantauan adanya infeksi dini

5. Beri tanda tanggal pemasangan pada balutan CVP dan anti balutan 1 x sehari atau bila kotor

6. Lakukan foto thorax bila diperlukan untuk melihat posisi CVP

Pengukuran CVP
1. 1. Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus Kegiatan Belajar 1
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman III Setelah mempelajari dan mempraktikkan
Kegiatan Belajar 2 ini Anda dapat melakukan pengukuran CVP pada pasien dengan
sistem kardiovaskuler TUJUANPembelajaran Umum TUJUANPembelajaran Khusus
POKOKMateri Setelah mempelajari dan mempraktikkan Kegiatan Belajar 3 ini Anda
dapat melakukan: 1. Mempersiapkan pasien yang akan dilakukan CVP 2. Mengukur
CVP Pokok-pokok materi dalam kegiatan belajar ini meliputi: 1. Pengukuran CVP
Pengukuran CVP
2. 2. Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan 2
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Central Venous Pressure yang juga dikenal
dengan singkatan CVP atau kita sebut sebagai Tekanan Vena Sentral, pada
beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa,
mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi. Apa yang dimaksud dengan
CVP? CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral. CVP tersebut
dapat di pasang pada beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna, vena
subklavia, vena basilika, vena femoralis. Dimana masing‐masing lokasi tersebut
memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko
pemasangan, kenyamanan pasien, perawatan CVP, juga ketersediaan jenis CVP
yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
CentralVenousCatheterinimerupakansalahsatupemeriksaansecarainvasif. Sehingga
resiko‐resiko tindakan invasif secara umum, juga menjadi pertimbangan kita dalam
melakukan pemasangan ataupun insersi CVC ini. Seperti pada kasus luka bakar,
dimana area insersi terkena oleh luka bakar. Dimana insersi yang kita lakukan dapat
menambah resiko terjadinya bakterimia. Sehingga kita harus lebih cermat dalam
pemilihan lokasi insersi. Atau juga pada kasus dimana pasien sudah mengalami
suatu gangguan koagulasi. Tindakan ini dapat mencetuskan suatu edema dilokasi
insersi, serta perdarahan yang sulit diatasi. Tahukah Anda indikasi pemasangan
CVP? ya inilah indikasinya Indikasi pemasangan CVP meliputi : 1. Pasien dengan
trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan
syok. 2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart,
trepanasi. 3. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria). 4. Pasien dengan gagal
jantung. 5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin). 6. Pasien
yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif). Uraian
Materi
3. 3. 3 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Di manakah lokasi pemasangan CVP?
Lokasi pemasangan CVP adalah vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks
rendah pada kanan Komplikasi apa sajakah yang bisa terjadi akibat pemasangan
CVP? Sementara komplikasi pemasangan CVP adalah: a) Perdarahan. b)
Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis). c) Pneumothorak,
hematothorak, hidrothorak. d) Pericardial effusion. e) Aritmia f) Infeksi. g) Perubahan
posisi jalur. Di bawah ini adalah format penilaian prosedur pengukuran CVP. Format
3, Penilaian prosedur pengukuran CVP No ASPEK YANG DINILAI Skor 0 1 2 1
Persiapan alat untuk pengukuran : Skala pengukur Selang penghubung (manometer
line) Standar infus Three way stopcock Pipa U Set infus 2 Persiapan perawat dan
lingkungan 1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan. 2. Menyiapkan posisi
pasien sesuai kebutuhan. 3. Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman.
4. 4. 4 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman 3 Pelaksanaan prosedur a. Pengukuran
CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena
jugularis. b. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Memasang
kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik
pengukuran dpt menggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian
proksimal kateter arteri pulmonalis . Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem transduser. Cara pengukuran 1. Memberikan penjelasan
kepada pasien 2. Megatur posisi pasien 3. Lavelling, adalah mensejajarkan letak
jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur atau tansduser 4. Letak jantung dapat
ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat (ICS IV)
dengan garis pertengahan aksila 5. Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan
undulasi pada manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi 6. Membereskan
alat-alat 7. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai Setelah Pemasangan
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara: 1) Melakukan Zero Balance:
menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan
midaksila, 2) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang
tidak sesuai dg kondisi klien, 3) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi
monitor/ transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
5. 5. 5 Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman 4 SIKAP 1. Disiplin 2. Kemandirian 3.
Penampilan NILAI AKHIR Keterangan : Skor 0 : bila prosedur belum mampu
dilakukan Skor 1 : bila prosedur dilakukan dengan bantuan Skor 2 : bila prosedur
dilakukan dengan mandiri
6. 6. Modul Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Tinggi Kesehatan Prodi Keperawatan 6
Pendahuluan Uraian Materi Rangkuman Kegiatan belajar ini membahas tentang
bagaimana pengukuran CVP, indikasi dan komplikasi apa saja yang dapat muncul
pada pasien yang terpasang CVP. Sebagai perawat, Anda harus mampu melakukan
pengukuran CVP pada pasien di rumah sakit. Dengan mempelajari dan
mempraktekkan kegiatan belajar ini Anda diharapkan mampu melakukan
pengukuran CVP.
CLABSI

Tujuan

Mencegah, mengurangi, dan akhirnya menghilangkan infeksi-kesehatan terkait (Hais).

Ikhtisar

Hais adalah infeksi bahwa pasien mendapatkan sementara menerima pengobatan untuk kondisi
medis atau bedah. Mereka adalah salah satu penyebab utama kematian yang dapat dicegah di
Amerika Serikat dan berkaitan dengan peningkatan yang substansial dalam perawatan kesehatan
biaya setiap year.1

Hais terjadi pada semua jenis pengaturan perawatan, termasuk:

Perawatan akut di rumah sakit

Pusat bedah yang sama-hari

Rawat jalan rawat jalan di klinik kesehatan

Fasilitas perawatan jangka panjang (misalnya, panti jompo dan fasilitas rehabilitasi)

Di rumah sakit, Hais menyebabkan diperpanjang tinggal di rumah sakit, berkontribusi terhadap
peningkatan biaya medis, dan merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas.

Pembentukan tujuan Healthcare-Associated Infeksi Sehat Orang 2020 mencerminkan komitmen


Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) untuk mencegah dan mengurangi Hais.
Tujuan prioritas tinggi ini mengatasi infeksi pusat line-terkait aliran darah (CLABSI) dan
Staphylococcus aureus (MRSA) infeksi methicillin-resistant.

Selain sumber-sumber Hais, beberapa sumber lain telah diidentifikasi sebagai kontributor utama
penyakit HAI-terkait dan kematian dalam Rencana Aksi Nasional untuk Mencegah Kesehatan-
Associated Infeksi: Peta Jalan Penghapusan. Hampir 3 dari setiap 4 Hais di rumah sakit perawatan
akut adalah hasil dari 1 dari 4 kategori berikut infeksi, tercantum dalam urutan prevalensi:

Infeksi saluran kemih kateter terkait


Infeksi luka operasi

Infeksi aliran darah

Pneumonia

Mengapa Kesehatan-Associated Infeksi Penting?

Hais adalah komplikasi yang paling umum dari sakit care.2 Namun, studi terbaru menunjukkan
bahwa menerapkan praktek-praktek pencegahan yang ada dapat menyebabkan hingga pengurangan
70 persen di Hais tertentu. Manfaat keuangan menggunakan praktik pencegahan ini diperkirakan $
25,0 miliar menjadi $ 31500000000 biaya savings.3 medis

Kembali ke atas

Memahami Kesehatan-Associated Infeksi

Faktor risiko untuk Hais dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum:

Prosedur medis dan penggunaan antibiotik

Faktor organisasi

Characteristics4 pasien

Perilaku penyedia layanan kesehatan dan interaksi mereka dengan sistem perawatan kesehatan juga
mempengaruhi tingkat Hais.

Penentu fisik Healthcare-Associated Infeksi

Faktor-faktor yang menyebabkan Hais meliputi:

Gunakan dan pemeliharaan peralatan medis, seperti kateter dan ventilator

Komplikasi mengikuti prosedur bedah

Transmisi antara pasien dan petugas kesehatan

Masalah lain yang meningkatkan risiko Hais adalah:

Terkontaminasi sistem pendingin udara

Proporsional perawat-pasien rasio


Tata letak fisik dari fasilitas pelayanan kesehatan (misalnya, tempat tidur terbuka dekat bersama-
sama) 4

Penentu Kesehatan-Associated Infeksi

Penelitian telah menunjukkan bahwa pendidikan yang tepat dan pelatihan tenaga kesehatan
meningkat sesuai dengan dan adopsi praktik terbaik untuk mencegah HAIs.5 Contoh dari praktek
terbaik oleh penyedia perawatan kesehatan adalah penggunaan hati antibiotik atau obat
antimikroba, karena beberapa dapat meningkatkan risiko pasien dari Hais.

Isu yang muncul di Kesehatan-Associated Infeksi

Orang sehat 2020 tujuan mengukur kemajuan ke arah mengurangi insiden CLABSI dan MRSA infeksi.
Namun, kemajuan harus dibuat dalam menangani jenis utama lainnya dari Hais, khususnya:

Infeksi saluran kemih kateter terkait

Infeksi luka operasi

Ventilator-associated pneumonia

Infeksi Clostridium difficile Penelitian menunjukkan bahwa banyak dari infeksi ini dapat dicegah.
Upaya sedang dilakukan untuk memperluas pengawasan dan untuk mengidentifikasi dan
menerapkan program pencegahan yang efektif.

Banyak upaya untuk mencegah Hais telah berfokus pada pengaturan perawatan akut. Semakin,
penyediaan layanan kesehatan, termasuk prosedur kompleks, sedang bergeser ke pengaturan rawat
jalan, seperti pusat rawat bedah, stadium akhir penyakit ginjal fasilitas, dan fasilitas perawatan
jangka panjang. Pengaturan ini sering memiliki kapasitas terbatas untuk pengawasan dan
pengendalian infeksi dibandingkan dengan pengaturan berbasis rumah sakit. Banyak Hais dalam
pengaturan ini adalah hasil dari praktek pengendalian infeksi dasar miskin. Hais dalam pengaturan
rawat jalan terjadi karena:

Sterilisasi dan desinfeksi praktek yang tidak benar

Penggunaan kembali jarum suntik dan jarum

Menggunakan sekali pakai botol obat untuk beberapa pasien.

Rencana Aksi Nasional untuk Mencegah Kesehatan-Associated Infeksi: Peta Jalan Penghapusan
mengandung strategi pencegahan Hais dalam pengaturan rumah sakit perawatan non-akut dan
mendukung penelitian lebih lanjut tentang cara untuk mengidentifikasi dan kontrol Hais dalam
pengaturan ini dan menerapkan pendekatan berbasis bukti untuk mengurangi Hais. Pengetahuan
yang diperoleh dari penelitian dan demonstrasi proyek-proyek diharapkan menyebabkan tujuan
nasional tambahan untuk Hais dalam versi masa depan dari Orang Sehat.

............................................

Practical Issues for the prevention of Healthcare Associated Infections Abstrak : Healthcare
associated infections (HAIs) yang dulu dikenal dengan sebutan infeksi nosokomial yaitu infeksi yang
didapat di rumah sakit > 48 jam sesudah masuk rumah sakit (MRS), sampai saat ini masih menjadi
problem di dunia. Setiap petugas medis harus faham mengenai kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi. Kewaspadaan berbasis transmisi terdiri
dari kewaspadaan kontak, droplet dan airborne. Kewaspadaan airborne merupakan hal yang sangat
penting terutama dalam memutus rantai penularan penyakit tuberkulosis yang menduduki
prevalensi tertinggi ketiga di dunia. Kebersihan tangan atau hand hygiene merupakan indikator
kualitas Patient Safety dan salah satu komponen kewaspadaan standar. Perlu difahami lima (5)
waktu/saat kebersihan tangan sesuai anjuran WHO. Terdapat empat (4) jenis HAIs utama yang
berkaitan dengan empat tempat lokasi yaitu di darah berupa central line-associated bloodstream
infection (CLA-BSI), di traktus respiratorius berupa ventilator-associated pneumonia (VAP), di tempat
operasi berupa surgical site infection (SSI), di traktus urinarius berupa catheter-associated urinary
tract infection (CA-UTI). Semua hal di atas erat kaitannya dengan timbulnya MDRO (Multiple drug
resistance organism) termasuk MRSA, VISA, ESBL dan sebagainya. Di samping hal di atas isyu terbaru
pencegahan HAIs yaitu dalam pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Healthcare Worker Safety (HCW) atau keamanan petugas kesehatan juga merupakan isyu penting
yang perlu diperhatikan dalam pencegahan HAIs. Keyword : HAI, kewaspadaan isolasi dan standar,
kewaspadaan airborne, kebersihan tangan

....................................

Anda mungkin juga menyukai