Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia dasar lanjut dengan judul


“Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka” yang
disusun oleh :
nama : Fikri Munafri
NIM : 1713040014
kelas : Pendidikan kimia B
kelompok :2
telah di periksa dan di koreksi oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan
diterima.
Makassar, April 2018
Koordinator Asisten Asisten

Niluh Sriwanti Yohanas M. Tandilolo


NIM. 1413440012 NIM.1313441022

Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab

Ahmad Fudhail Madjid, S. Pd, M. Si


NIP. 1988 1012 201541 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan normalitas larutan NaOH menggunakan larutan standar asam
oksalat dan menetapkan kadar asam cuka secara titrasi volumetri
C. LANDASAN TEORI
Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa berurusan dengan asam dan basa,
seperti aspirin dan obat maag cair, walaupun banyak orang yang tidak mengenal
nama kimianya, asam asetilsalisat (aspirin) dan magnesium hidroksida (obat maag
cair). Disamping itu, sebagai berperan penting dalam proses industri dan sangat
diperlukan dalam mempertahankan sistem biologis (Chang. 2004: 95).
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, megalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif. Beberapa asam hasil disosiasinya adalah sebagai
berikut :
HCl H- + Cl-
asam klorida ion klorida
HNO3 H- + N𝑂3−
asam nitrat ion nitrat
CH3COOH H+ + CH2COO-
asam asetat ion asetat
Semua asam menghasilkan satu ion hidrogen permolekul bila berdisosiasi, asam-
asam ini disebut asan berbasa satu (monobasa). Asam berbasa-banyak (asam
polibasa) berdisosiasi dalam beberapa tingkat,dan menghasilkan lebih dari satu
ion hidrogen per molekul. Asam sulfat adalah asam asam berbasa dua dan
berdisosiasi dalam dua tingkat (Svehla,1985: 27, 28).
Titrasi asam-basa pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi. Oleh
karena itu titrasi asam-basa biasa disebut juga titrasi netralisasi. Reaksi netralisasi
merupakan reaksi antara asam dan basa membentuk garam dan air. Larutan analit
pada titrasi netralisasi bisa berupa asam lemah, asam kuat, basa lemah, baa kuat,
ataupun garam yang bersifat asam maupun basa. Adapun larutan yang bertindak
sebagai titran (larutan standar) adalah asam kuat atau basa kuat. Jika larutan
standar adalah asam kuat maka disebut dengan titrasi asidimetri dan jika larutan
standar adalah basa kuat maka disebut titrasi alkalimetri (Pursitasari, 2014: 94).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan penagamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen
antara 4-0. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa
lemah jika penitrasinya adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetepan
disosiasi asam lebih besar dari 104. Selama titrasi asam basa pH larutan berubah
secara khas.Ph berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai titik
ekivalen (Khopkar, 2008: 41).
Pada saat melakukan titrasi asam-basa, maka yang perlu diperhatikan
adalah kemungkinan terjadinya larutan buffer maupun hidrolisis. Selain itu,
yang perlu diperhatikan juga yaitu memilih indikator yang sesuai untuk
menentukan titik akhir titrasi. Idealnya titik akhir titrasi sama dengan titik
ekuivalen. Titik akuivalen tercapai ketika asam dan basa tepat habis bereaksi
dengan sempurna. Pada saat melakukan titrasi asam basa akan terjadi perubahan
derajat keasaman atau PH. Derajat keasaman pada titrasi asam basa
dipengaruhi oleh kekuatan asam dan basa yang bereaksi (Pursitasari, 2014: 94).
Banyak reaksi kimia dan hampir semua proses berlangsung dalam sebuah
lingkungan. Larutan adalah campuran yang homogen dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya
lebih banyak disebut pelarut. Larutan bisa berwujud gas (seperti udara), padat
(separti alloy atau paduan logam), atau cair (misalnya air laut). Didalam larutan
dikenal konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan (concentration of a solution)
adalah jumlah zat terlarut yang terdapat didalam sejumlah tertentu pelarut atau
larutan ( Chang 2004: 90).
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam-basa, maka diperlukan
suatu larutan standar. Larutan standar adalah suatu larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dan biasanya berupa larutan asam atau larutan basa yang mantap
(konsentrasinya tidak cepat berubah ). Sebagai contoh larutan standar yang dapat
dipakai larutan natrium hidroksida. Kesempurnaan reaksi ini ditandai dengan
perubahan visual dari larutan (perubahan warna atau terbentuknya endapan) yang
diberikan oleh indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dicari
konsentrasinya sebelum titrasi dilakukan. Titik pada saat indikator memberikan
perubahan yang disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus
dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasi tidak sesuai, maka titik akhir
titrasi dan titik ekivalen akan berhimpit atau setidaknya hanya terdapat sedikit
perbedaan (Tim Dosen Kimia, 2018: 5, 6).
Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan
menimbang berat suatu zat dengan dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya
sama dengan metode gravimetri. Analisi volumetri juga dikenal sebagai titrimetri,
dimana, zat yang konsentrasinya diketghui dan dialirkan dari buret dalam bentuk
larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.
Syaratnya adalah reaksi harus cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada
reaksi samping. Selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka
harus dapat diketahui dengan suatu indikator (Khopkar, 2008: 39 ).
Proses dimana konsentrasi larutan ditentukan secara akurat dinamakan
standarisasi. Suatu larutan standar terkadang dapat dipersiapkan dengan
menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimnbang
secara akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat. Metode
ini umumnya tidak dapat diterapkam, karena bagaimanapun juga, jarang raegen
kimia yang diperoleh dalm bentuk murni yang memadai untuk hal ini disebut
standar primer. Lebih umumnya, sebuah larutan standarisasi dengan titrasi,
dimana larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah standar primer yang telah
dihitung (Day, 2001: 50).
Semua metode titrasimetri tergantung pada larutan standar yang
mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan kecepatan yang
tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas (g.ek/1). Larutan standar dengan
menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam
keadaan murni. Oleh karena itu dikenak standar primer, yaitu zat yang tersedia
dalam komposisi kimia yang jelas dan murni. Larutan tersebut hanya bereaksi
pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi sampingan. Standar primer yang
biasa digunakan dalam titrasi volumetri adalah
a) Asam : C6H4 (COOK) (COOH), Khpthalat, C6H3COOH, HCl, asam sulfat,
SO2(NH)2OH, K, asam iodat KHIO3
b) Basa : Na2CO3,MgO dan Na2B4O
Dalam menggunakan standar primer larutan titrimetri yang sesuai adalah
distandarisasikan secara gravimetri (Khopkar, 2008: 40).
Menurut Puspitasari (2014: 51) syarat senyawa yang dapat dijadikan
standar primer adalah
a. Memiliki kemurniaan yang sangat tinggi yaitu sekitar 100 %
b. Bersifat stabil pada suhu kamar dan pada suhu pemanasan (pengeringan).
Hal ini disebabkan umumnya senyawa standar primer dipanaskan terlabih
dahulu sebelum ditimbang.
c. Mudah diperoleh ( tersedia di banyak tempat).
d. Memiliki massa molekul relatif yang tinggi (Mr). Hal ini untuk
menghindari kesalahan yang terjadi pda saat menimbang. Penimbangan
dengan massa yang besar akan lebih mudah dan memiliki kesalahan yang
lebih kecil dibanding dengan menimbang suatu zat dengan massa kecil.
Menurut Tim dosen (2018: 5) penentuan konsentrasi zat atau larutan
dengan cara mereaksikannya secara kuantitatif dengan menggunakan larutan lain
pada konsentrasi tertentu merupakan suatu metode analisa volumetrik. Zat yang
akan ditentukan konsentrasinya telah diketahui, sampai terjadi reaksi sempurna
dimana mol ekivalen larutan yang dititrasi yang disebut dengan titik ekivalen atau
titik akhir teoritis. Jumlah ekivalen larutan yang dititrasikan biasanya ditemukan
pada volume larutan standar yang ditambahkan, dan dapat ditemukan dari
penambahan larutan standar.
Reaksi antara titran dengan substansi yang terpilih sebagai standar primer
harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk analisis titrimetrik. Untuk titrasi
asam basa, biasanya orang mempersiapkan larutan asam dan basa dari konsentrasi
yang kira-kira diinginkan dan kemudian menstandarisasikan salah satunya dengan
sebuah standar primer. Larutan yang telah distandarisasi dapat dipergunakan
sebagai standar sekunder untuk mendapatkan konsentrasi dari larutan lainnya.
Pekerjaan yang membutuhkan akurasi tinggi, disarankan menstandarisasikan
kedua asam dan basa terpisah degan menggunakan standar primer (Day, 1999:51).
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan
dengan jelas standarisasi dengan larutan standar primer. Syarat-syarat larutan
standar sekunder antara lain : derajat kemurniaannya yang lebih rendah dari
larutan standar primer, berat ekivalennya tinggi serta larutannya stabil dalam
penyimpanannya (Tim Dosen Kimia, 2018: 7).
Kurva titrasi asam basa menggambarkan hubungan antara pH larutn pada
keadaan tertentu sebagai fungsi dari volume larutan standar yang ditambahkan
melalui buret. Larutan standar yang ditambahkan adalah larutan asam kuat dan
basa kuat. Kurva titrasi asam basa dapat digambarkan berdasarkan jenis reaksi
yang terjadi (Pursitasari, 2014: 95).
Titik ekivalen sebagaimana kita ketahui, ialah bahwa titik pada saat
jumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke dalam larutan sama dengan jumlah
mol ion H+ yang semula ada. Jadi untuk menentukan titk ekivalen dalam suatu
titrasi kita harus mengetahui dengan tepat beberapa volume basa yang
ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai
tujuan ini ialah dengan menambahkan beberaba tetes indikator asam-basa ke
larutan asam saat awal titrasi. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa
organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda bentuk tidak
terionisasi dan bentuk terionisasinya. Titik akhir titrasi terjadi bila indikator
berubah warna. namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama
, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa
yang digunakan titrasi (Chang, 2005: 142).
Indikator asam basa menunjukkan warna yang berbeda dalam suasana
asam maupun suasana basa. Oleh karena itu indikator digunakan dalam titrasi
asam basa untuk mengetahui tercapainya titik ekuivalen. Ketika telah terjadi
perubahan warna pada suatu larutan titrasi maka segera menghentikan terjadinya
proses titrasi. Indikator yang ditambahkan pada titrasi asam-basa memegang
peranan yang sangat penting. Indikator akan menunjukkan kapan titik akhir titirasi
terjadi. Pemilihan indikator yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan
titrasi yang dilakukan. Pemilihan indikator akan digunakan dalam titrasi asam
basa harus memperhatikan trayek pH indikator (Puspitasari, 2014: 102, 103).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu takar 100 mL ( 2 buah)
b. Pipet ukur 25 mL ( 1 buah)
c. Pipet ukur 10 mL ( 1 buah)
d. Erlenmeyer 250 mL ( 6 buah)
e. Corong biasa ( 2 buah)
f. Gelas kimia 10 mL ( 1 buah)
g. Buret 50 mL ( 1 buah)
h. Gelas ukur 10 mL ( 1 buah)
i. Statif dan klem ( 1 buah)
j. Pipet tetes ( 2 buah)
k. Botol semprot ( 1 buah)
l. Ball pipet ( 2 buah)
m. Lap kasar ( 1 buah)
n. Lap halus ( 1 buah)
2. Bahan
a. Larutan Standar Asam Oksalat (H2C2O4) 0,1 M
b. Asam cuka perdangangan (CH3COOH)
c. Aquades (H2O)
d. Indikator penolftalein (pp)
e. Tissue
f. Label
E. PROSEDUR KERJA
1. Standarlisai larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
a. Larutan standar NaOH 0,1 N dimasukkan kedalam buret 50 mL
b. 25 mL larutan asam oksalat 0,1 N dipipet kedalam labu Erlenmeyer.
c. Kemudian ditambahkan tiga tetes indikator penolftalein
d. Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi warna merah muda
e. Perlakuan sebelumnya diulangi sebanyak tiga kali.
f. Volume penitrasi dicatat. Konsentrasi NaOH yang sebenarnya dihitung.
2. Penetapan kadar asetat dalam cuka
a. 1 mL larutan cuka perdagangan diambil dengan menggunakan pipet ukur,
dimasukkan kedalam labu takar 100 mL
b. Kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas
c. 10 mL larutan encer tersebut diambil dengan menggunakan pipet ukur,
kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 3
tetes indikator penolftalein.
d. Lakukan titrasi dengan larutan standar NaOH dengan hati-hati sampai
terjadi perubahan dari tak berwarna menjadi warna merah muda.
e. Perlakuan sebelumnya di ulangi sebanyak 3 kali
f. Volume penitrasi dicatat
g. Kadar asam asetat dalam cuka di hitung.
F. HASIL PENGAMATAN
1. Standarisasi Larutan Standar NaOH dengan Larutan Standar Asam Oksalat
Volume asam oksalat Volume NaOH Normalitas
(mL) (mL) NaOH

25 21,4 0,116 N

25 21,3 0,117 N

25 21,3 0,117 N

2. Penentuan Kadar Asam Cuka


Merek asam cuka : asam cuka perdagangan 0,5%
Pembacaan buret I (mL) II (mL) III (mL)

NaOH akhir 49,6 49 48,6


Pembacaan buret I ( mL) II ( mL) III ( mL)

NaOH awal 50 49,6 49

Volume NaOH 0,4 0,6 0,4

G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
H2C2O4 + 2NaOH + PP Na2C2O4 + H2O
Diketahui : VNaOH 1 = 21,4 mL
VNaOH 2 = 21,3 mL
VNaOH 1 = 21,3 mL
V H2C2O4= 25 mL
Ditanyakan : N NaOH =…….?
Penyelesaian :
N NaOH × V NaOH = N C2H2O4
𝑁 𝐶2 𝐻2 𝑂4 × 𝑉 𝐶2 𝐻2 𝑂4
N NaOH = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁 𝐶2 𝐻2 𝑂4 × 𝑉 𝐶2 𝐻2 𝑂4
a. NNaOH1 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,1 𝑁 × 25 𝑚𝐿
= 21,4 𝑚𝐿

= 0,116 N
𝑁 𝐶2 𝐻2 𝑂4 × 𝑉 𝐶2 𝐻2 𝑂4
b. NNaOH2 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,1 𝑁 × 25 𝑚𝐿
= 21,3 𝑚𝐿

= 0,117 N
𝑁 𝐶2 𝐻2 𝑂4 × 𝑉 𝐶2 𝐻2 𝑂4
c. NNaOH3 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,1 𝑁 × 25 𝑚𝐿
= 21,3 𝑚𝐿

= 0,117N
V1+V2+V3
Rata-rata H2C2O4 = 3

25+25+25
= = 25 mL
3
Normalitas NaOH rata-rata

𝑁1 + 𝑁2 + 𝑁3
NNaOH rata-rata = 3
0,116+0,117 +0,117
= 3

= 0,117 N
2. Penentuan kadar asam cuka
Diketahui :
VNaOH awal 1 = 50 mL
VNaOH awal 2 = 50 mL
VNaOH awal 3 = 50 mL
VNaOH 1 = 0,4 mL
VNaOH 2 = 0,6mL
VNaOH 3 = 0,4 mL
VNaOH akhir 1 = 49,6 mL
VNaOH akhir 2 = 49 mL
VNaOH akhir 3 = 48,6 mL
Ditanyakan : % kadar asam cuka = …..?
Penyelesaian :
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
VNaOH rata-rata = 3
(0,4+0,6+0,4)𝑚𝐿
= 3

= 0,47 mL
a. Normalitas
Vrata−rata ×N NaOH 0,47 ×0,1 N
N2 = =
10 mL 10 mL

=0,047 N
100 mL ×0,047
b. N1 = 1

= 0,047
c. Diketahui:
% CH3COOH = 25%
Ƿ CH3COOH = 1,048 gr/mL
Mr CH3COOH = 60 gr/mol
ƿ ×10 ×% CH3COOH
M stok = Mr
gr
1,048 ×10 ×25%
mL
= 60 gr/mol

= 4,37 M
d. % kadar asam asetat
M1 ×99% 0,047 ×99%
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻 = =
Mstok 4,37

= 0,10 × 99%
Kadar asam asetat = 10,6%
Jadi, kadar asam asetat = 10,6%

H. PEMBAHASAN
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1N dengan larutan standar asam oksalat
Percobaan standarisasi larutan NaOH 0,1 N dan penentuan kadar asam
cuka ini bertujuan menentukan normalitas larutan NaOH menggunakan larutan
standar asam oksalat dan menetapkan kadar asam cuka secara titrasi volumetri.
Standarisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan secara teliti atau bisa juga diartikan sebagai penentuan konsentrasi
eksak dari suatu larutan standar. Larutan adalah campuran yang homogen dari dua
atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut, sedangkan zat
yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut. Larutan bisa berwujud gas (seperti
udara), padat (separti alloy atau paduan logam), atau cair (misalnya air laut).
Didalam larutan dikenal konsentrasi larutan ( Chang 2004: 90). Larutan standar
merupakan suatu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar
dapat dibedakan menjadi dua yaitu larutan standar primer dan larutan standar
sekunder.
Larutan standar primer yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui
secara langsung karena didapatkan dari hasil penimbangan. Umumnya dinyatakan
dalam normalitas. Syarat-syarat larutan standar primer antara lain: mempunyai
kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan saat
penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam
penimbangan. Sedangkan larutan sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya
ditentukan dengan jalan standarlisasi dengan larutan standar primer. Syarat-syarat
larutan standar sekunder antara lain: derajat kemurnian lebih rendah dari larutan
standar primer, berat ekivalennya tinggi serta larutannya stabil dalam
penyimpanan (Tim Dosen, 2018: 6-7).
Larutan standar primer yang digunakan yaitu asam oksalat (H2C2O4).
Larutan asam oksalat digunakan sebagai baku primer karena asam oksalat
memnuhi syarat baku primer dan asam oksalat akan bereaksi dengsn NaOH (basa
kuat). Sedangkan larutan standar sekunder yang digunakan adalah
Prinsip dasar standarisasi larutan yaitu, pencampuran, pengocokan, proses
titrasi dan pengamatan. Prinsip kerja yaitu pencampuran dan penitrasian (proses
titrasi). Metode yang digunakan adalah titrasi volumetri, yaitu teknik analisis
kuantitatif untuk menentukan kadar dengan menggunakan larutan yang standar.
Pada titrasi ini digunakan indikator phenolftalein yang berfungsi untuk
memberikan perubahan warna pada larutan ketika titik ekivalen. Titik ekivalen
yitu titik dimana penitrasi tepat bereaksi dengan seluruh zat yang diitrasi atau
secara stoikiometri, jumlah mol zat titer setara dengan jumlah mol zat titran yang
ditandai dengan perubahan warna oleh indikator.
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan hasil percobaan larutan standar
NaOH pula titrasi terjadi reaksi asam basa atara asam oksalat (asam lemah)
dengan NaOH ( basa kuat). Reaksinya:
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) → Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil yang akurat untuk
mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya.
Volume NaOH yang digunakan pada titrasi pertama sebanyak 21, 4 mL,
titrasi ke 2 sebanyak 21,3 mL, titrasi ke 3 sebanyak 21,3 mL. Dengan volume
rata-rata NaOH yaitu 21,3 mL dengan diketahuinya volume NaOH yang
digunakan pada proses titasi sehingga dapat diketahui konsentrasi NaOH, yaitu
pada titrasi ke 1 sebanyak 0,116 N, titrasi ke 2 sebanyak 0,117 N, titrasi ke3
sebanyak 0,117 N. Konsentrasi rata-rata NaOH yaitu 0,117 N, yang merupakan
konsentarsi NaOH sebenarnya.
2. Penentuan kadar asetat dalam asam cuka
Percobaan untuk menetukan kadar asetat dalam cuka dilakukan titrasi
dengan menggunakan NaOH 0,1 N sebagai penitrasi (titer) dan cuka sebagai yang
dititrasi (titran) dengan penambahan indikator phenolftalein yang fumgsinya
memberikan perubahan warna ketika terjadi titik ekivalen, dimana seperti yang
disebutkan sebelumnya, titk ekivalen yaitu ititk dimana zat tepat bereaksi dengan
zat yang dititrasi dengan kata lain secara stoikiometri, jumlah mol zat titer setara
dengan jumlah mol titran yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Pada
titrasi ini NaOH bereaksi dengan cuka (CH3COOH) dengan reaksi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H20(l)
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Titrasi pertama sebanyak 0,4 mL volume NaOH, titrasi ke 2 sebanyak 0,6
mL, titrasi ke 3 sebanyak 0,4 mL, sehingga didapat volume rata-rata penitrasi
(NaOH) yaitu 0,47 mL. Dengan mengetahui volume penitrasi yang digunakan
maka dapat dicari kadar asetat dalam cuka. Kadar asetat yang didapat dari hasil
analisis yaitu 10,6 %, artinya terdapat 10,6 % asam asetat dalam 100 mL larutan
cuka.
G. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam
oksalat 0,1 N, dengan metode titrasi volumetri didapat volume rata-rata NaOH
sebanyak dalam 3 kali titrasi, sehingga dapat diketahui bahwa konsentrasi larutn
NaOH yang sebenarnya adalah 21,3 mL. Percobaan penetapan kadar asetat dalam
asam cuka di lakukan titrasi sebanyak 3 kali, maka dari titrasi tersebut diketahui
volume rata-rata NaOH sebanyak 0,47 mL. Dengan dilakukannya analisis
perhitunga, maka didapat kadar asam oksalat dala asam cuka yaitu 10,6 % dalam
100 mL larutan cuka.
2. Saran
Diharapkan dalam melakukan percobaan ini agar lebih teliti didalam
melakukan titrasi agar terjadi perubahan warna merah mudanya tidak terlalu
mencolok.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia
Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: Alfabeta

Svehla, G. 1985. Vogel Buku Analisis Anorganik Kualitatif Edisi kelima. Jakarta:
PT. Kalman Media Pustaka.

Tim Dosen Kimia Dasar. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Dasar Untuk Jurusan
Kimia. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Day. R. A, A. L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan jenis-jenis larutan baku dan berikan masing-masing dua contoh


Jawab: larutan baku atau larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya
sudah diketahui. Larutan baku dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
a. larutan baku primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara
langsung karena didapatkan dari hasil penimbangan. Umumnya kadarnya
dinyatakan dalam normalitas. Syarat-syarat larutan standar primer antara lain:
mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami
perubahan saat penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutan stabil
dalam penyimpanan. Contoh: asam oksalat (H2C2O4) dan asam benzoat
( C6H5CO2H)
b. larutan standar baku adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan
dengan jalan standarisasi dengan larutan primer. Syarat-syarat larutan standar
sekunder antara lain: derajat kemurniaan lebih rendah dari larutan standar
primer, berat ekivalennya tinggi serta larutannya stabil dalam penyimpanan.
Contoh: Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam klorida (HCl).

2. Jelaskan prinsip kerja titrasi volumetri


Jawab: pencampuran, pengocokan dan proses titrasi
DOKUMENTASI

Buret diisi dengan NaOH 0,1 N 25 Larutan Asam Oksalat di pipet

kedalam erlenmeyer

Di tambahkan 3 tetes indikator PP Dititrasi sampai terjadi perubahan


warna

Hasil titrasi
1 mL larutan CH3COOH encerkan dengan aquades dan
kocok

Dimasukkan dalam erlenmeyer Ditambahkan 3 tetes


indikator PP

Dititrasi sampai berubah warna Hasil titrasi

Anda mungkin juga menyukai