Anda di halaman 1dari 35

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK


RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK


F80.8

1. Definisi
Gangguan bahasa adalah gangguan yang mencakup kemampuan untuk mengartikan atau
mengungkapkan informasi melalui simbol-simbol yang dapat dimengerti.Gangguan bahasa dibagi
menjadi gangguan seseorang untuk memahami (reseptif/ komprehensif), atau memproses dan
memproduksi komunikasi (ekspresif). Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk memahami, termasuk
keterampilan visual (membaca, sign language comprehension) dan auditory (mendengar). Bahasa
ekspresif adalah kemampuan untuk memproduksi simbol komunikasi. Luaran dapat berupa visual
(menulis, bahasa isyarat) atau auditory (bicara).Gangguan bicara adalah gangguan pada kemampuan
untuk mengungkapkan informasi dalam bentuk bahasa verbal (kata-kata).

2. Etiologi
1. Faktor biologi
- Gangguan pendengaran
- Kelainan organ bicara dan bahasa
- Retardasi mental
- Kelainan genetik atau kromosom
- Gangguan perkembangan bahasa, gangguan bahasa spesifik (Specific Language
Impairment)
- Autisme
- Mutisme selektif
- Afasia reseptif
- Sindroma Landau-Kleffner (sangat jarang)
- Penyakit metabolik dan neurodegeneratif
2. Faktor lingkungan
- Lingkungan yang sepi
- Status sosial ekonomi
- Teknik pengajaran yang salah
- Sikap orangtua
- Lingkungan yang kurang memberikan stimulasi
- Child abuse
- Pemakaian bahasa bilingual

3. Bentuk Klinis
Kecurigaan adanya gangguan perkembanganbahasa menurut Aram DM
1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara
yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan, dada dan
sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari,
berdiri)

1
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh.
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan terdiri dari 2 buah kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya.
13. Pada usia 31/2 tahun selalu gagal menyebut kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban, dll)
14. Setelah usia 4 tahun tidak lancar baerbicara .
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
16. Pada usia berapa saja terhadap hipernasalitas dan hiponatalitas, sangat keras dan tidak
dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara serak.

Menurut DSM IV, SLI dibedakan menjadi:


- Gangguan Bahasa Ekspresif
Perkembangan bahasa ekspresif berada dibawah ukuran standar perkembangan bahasa
ekspresif dan kapasitas non verbal.
Gejala meliputi : perbendaharaan kata-kata terbatas, kesulitan membuat kalimat, sulit
mengingat kata-kata atau membuat kalimat panjang dan kompleks.
- Gangguan Bahasa reseptif , ekspresif campuran
Perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif berada dibawah ukuran standar kapasitas
intelektual nonverbal
Gejala berupa gangguan bahasa ekspresif dan kesulitan memahami kata-kata atau jenis
kata-kata berurutan.
- Gangguan Fonologi
Gagal menggunakan suara-suara yang sesuai dengan umur dan dialek misal: kesalahan
dalam memproduksi kata-kata menggunakan atau mengorganisasikan kata-kata,
menggantikan satu suara dengan yang lain atau menghilangkan suara.
- Gagap
Gangguan pada kelancaran dan waktu bicara yang tak sesuai dengan umur anak.
- Gangguan komunikasi yang tak tergolongkan
Misal: gangguan suara(karena kelainan pita suara, kualitas, nada atau suara)

Menurut Rutter klasifikasi gangguan bicara sbb :


RINGAN Keterlambatan akuisisi dari Dislalia
bunyi,kata-kata,bahasa normal
SEDANG Keterlambatan lebih berat dari Disfasia ekspresif
akusisi bunyi,kata-kata dan
perkembangan bahasa terlambat
BERAT Keterlambatan lebih berat dari Disfasia reseptif dan tuli persepsi
akusisi dan bahasa, gangguan
pemahaman bahasa
SANGAT Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan tuli sentral
BERAT kemampuan bahasa

4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis

 Riwayat perkembangan bahasa ( reseptif, ekspresif)


 Riwayat perkembangan lain seperti motorik, personal sosial, dan kognitif
 Riwayat keterlambatan bicara dan bahasa dalam keluarga
 Faktor risiko/penyebab gangguan bicara

2
Pemeriksaan Fisis
1.
TB. PB, Lingkar kepala
2.
Pemeriksaan organ bicara ( ada tidaknya tounge tie, labiopalatoschizis)
3.
Pemeriksaan THT ( tuli konduksi, tuli sensorineural, otitis media, atresia choanae)
4.
Pemeriksaan craniofacial (hidrosefalus, hidransefali, kraniosinostosis, katarak)
5.
Evaluasi perilaku, mengamati anak saat bermain sangat membantu dalam mengidentifikasi
gangguan tingkah laku, sebagai contoh:
a. Cara berkomunikasi dengan cara lain seperti isyarat, atau penggunaan kode-kode yang dapat
dimengerti oleh lawan komunikasinya pada anak dengan gangguan pendengaran.
b. Bicara meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain pada anak autisme
Cemas, pemalu, tidak percaya diri serta tidak mampu bicara pada situasi sosial tertentu pada anak
dengan mutisme selektif

Pemeriksaan penunjang.

o Tes pendengaran dan


o Pemeriksaan penujang lain sesuai indikasi dan faktor risiko

6. Diagnosis Banding
- Gangguan pendengaran
- Retardasi Mental
- Autisme

7.Pemeriksaan Penunjang
1. Tes pendengaran
2. Tes IQ

8.Terapi
- Cari faktor penyebab, bila mungkin diatasi.
- Terapi bicara

Ad.A. Konsultasi
 Psikiater anak
Bila ada gangguan bahasa dan tingkah laku.
 Ahli THT
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran
 Ahli syaraf anak
Untuk mengetahui adanya kelainan neurologi
Mencari penyakit metabolik dan gangguan organik lainnya.

Ad.B. Rujukan untuk terapi bicara


Indikasi :
1. Anak berumur 20-24 bulan belum bicara satu katapun.
2. Anak berumur 28-30 bulan belum bisa mengucapkan kata-kata
3. Anak berumur 3 tahun atau lebih bicaranya tidak bisa dimengerti
4. Bila orang tua mengkhawatirkan kemampuan bicara anaknya, pada usia berapapun.

3
Algoritme tatalaksana gangguan bahasa pada
Anak dengan gejala gangguan bicara dan berbahasa

Rujuk ke:
Gangguan organik alat bicara Ya Bedah Mulut /
Neuropediatri

Tidak

Skrining Perkembangan umum Tes intelegensia non


Tes pendengaran
(Mis : Denver II)
verbal

Abnormal Normal Abnormal Normal Normal Abnormal

Gangguan Retardasi
Motorik : Palsi serebralis Mental
Pendengaran
Personal Sosial : Autisme

THT dan Terapi Gangguan defisit perhatian


Wicara Terapi wicara
dan hiperaktivitas
Terapi okupasi
Tidak Ya

ADHD
Tidak bicara
hanya pada Gangguan Perkembangan bicara dan berbahasa :
lingkungan 1. Tipe ekspresif
Terapi wicara
tertentu 2. Tipe reseptif – ekspresif
3. Gangguan fonologi Psikiater /
4. Gagap Psikolog
5. Kelainan Suara
Mutisme Selektif

Psikiater /
Halusinasi, gangguan pikiran Skizofrenia anak
Psikolog

4
9. Edukasi

- Terapi bicara dirumah

-Sekolah dan pendidikan Khusus

10.Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

15.Kepustakaan

1. Glascoe FG. Developmental screening and surveillance. Dalam: Kliegman RM, Behrman
RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 74-80.
2. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, penyunting. Buku
Ajar I Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta: IDAI; 2005. h. 1-126.
3. Blackman JA. Developmental screening: Infants, toddlers, and preschoolers. Dalam:
Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental- Behavioral Pediatrics.
Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 1999. h 689-95.
4. Glascoe FG. Developmental screening. Dalam Parker S, Zuckerman B, Augustyn M,
penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2004. h 41-50.
5. Illingworth RS. The normal child. Edisi 10. India:Elsevier: 2005. h.127-89.
6. Knight JR dkk, penyunting. Bright Futures case studies for primary care clinicians: child
development and behavior. The Bright Futures Center for pediatric education in growth
and development, behavior and adolescent health. Children hospital, Boston. 2001.
7. UKK Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial IDAI. Deteksi dan intervensi kelainan gangguan
bicara dengan ELMS-2. Yogyakarta, 2007.
8. Judith EC, Nancy TM, Roanne K, Karzon dan jay FP. Unilateral Hearing loss is
associate with worse speech language score in children. Pediatrics 2010;
125;e1348

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

5
CEREBRAL PALSI
G80.0-8
1. Pengertian
Cerebral Palsi merupakan suatu sindroma yang memperlihatkan kelainan pada fungsi motorik berupa
kelainan gerak dan posturkarena lesi yang statik akibat gangguan pertumbuhan, trauma atau infeksi
syaraf motorik yang terjadi pada masa pertumbuhan

2.Anamnesa
1. Riwayat perkembangan motoric
2. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
3. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
 Faktor prenatal
a) Polihidramnion
b) Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, esterogen, atau progesterone
c) Ibu dengan proteinuria berat atau hipertensi
d) Ibu terpapar merkuri
e) Multiple/malformasi kongenital mayor pada bayi/kelainan genetic
f) Bayi laki-laki/kehamilan kembar
g) Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
h) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR)
i) Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
j) Radiasi
k) Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah lain pada plasenta,
anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu hipertensi, tosemia gravidarum)
l) DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar.
 Faktor perinatal
a) Bayi premature; umur kehamilan kurang dari 30 minggu
b) Berat badan lahir kurang dari 1500 gram.
c) Korioamnionitis
d) Bayi bukan letak kepala
e) Asfiksia perinatal berat
f) Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g) Kelainan jantung bawaan sianosis
 Faktor postnatal
a) Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan.
b) Perdarahan intracranial (pada bayi premature, malformasi pembuluh darah atau
trauma kepala)
c) Leukomalasia periventricular
d) Hipoksik-iskemik (pada aspirasi meconium), HIE (hipoksik-iskemik ensefalopati)
e) Kern – icterus
f) Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of the newborn
g) Penyakit metabolic
h) Racun : logam berat, gas CO

6
3. Pemeriksaan Fisik

1. Umumnya ada mikrosefali


2. Adanya defisit neurologi seperti :
- Tonus otot bervariasi dari hipotoni sampai dengan hipertoni
- Refleks fisiologis yang meningkat
- Tanda-tanda spastisitas
- Sering ditemukan gerakan-gerakan yang tidaak terkontrol seperti korea, atetosis, tremor
- Refleks primitif terlambat menghilang atau meningkat intensitasnya
- Dapat ditemukan gangguan pada otot facial atau oromotor

4.Kreteria Diagnosis
1. Riwayat keterlambatan perkembangan motorik
2. Adanya defisit neurologis sesuai dengan tipe dan derajatnya
3. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
4. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)

5.Diagnosis
1. Anamnesis
 Riwayat perkembangan motorik
 Riwayat kehamilan ibu
 Riwayat kelahiran
 Adanya faktor risiko
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukanya kelainan neurologis sesuai dengan tipenya
Berdasarkan kelainan klinik yang lebih menonjol ditemui, dapat digolongkan sebagai :
 Spastic Cerebral Palsy
a. Spastic hemiphlegia (G80.2)
b. Spastic tetraphlegia (G80.0)
c. Spastic diphlegia (G80.1)
d. Spastic paraphlegia
e. Spastic monophlegia dan triphlegi
 Dyskinetik Cerebral palsy
a. Athetosis (G80.4)
b. Chorea athetosis
c. Bentuk-bentuk lain
 Ataxic Cerebral palsy (G80.8)
 Bentuk-bentuk campuran

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, cerebral palsi dibagi atas :


a. Golongan Ringan : penderita masih dapat melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-hari, sehingga
sama sekali/hanya sedikit membutuhkan bantuan.
b. Golongan Sedang : aktivitas sangat terbatas. Pederita membutuhkan bermacam-macam
bantuan/pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak atau berbicara
sehingga dapat bergaul di tengah masyarakat dengan baik.
c. Golongan Berat : penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain.

3. Pemeriksaan penunjang
Untuk mencari faktor risiko dan untuk menyingkirkan penyebab yang masih aktif atau progresif

6.Diagnosis Banding
Keterlambatan perkembangan motorik

7
7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan faktor risiko yang mendasarinya seperti EEG, foto
kranium, CT-scan dan laboratorium, berguna untuk menyingkirkan penyakit yang masih aktif atau
progresif

8.Terapi
1. Sebaiknya diakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan mengikutsertakan orangtua/
keluarga.
2. Pengobatan medikamentosa ditujukan untuk mengurangi spastisitas, menghilangkan bangkitan
epilepsi, serta mengontrol gerakan abnormal.
3. Pemberian piracetam dosis 80-120 mg/kg/hari, terbukti memperbaiki perkembangan motorik dan
mental.
4. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, terapi bicara sedini mungkin dan kadang-kadang
diperlukan tindakan terapi orthopedis.
5. Pendidikan penderita yang mengalami retardasi mental dengan menyekolahkannya di Sekolah
Luar Biasa (SLB).
6. Melakukan penerangan / bimbingan kepada orang tua serta masyarakat agar penderita dapat hidup
wajar

9.Edukasi
a. Rencana pengobatan
b. Pengobatan jangka panjang, dan memerlukan kerja sama dengan keluarga
c. Prognosis

10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam

11.Tingkat Evidens : IIA

12.Tingkat Rekomendasi : B

13.Penelaa Kritis :
Dr. Rismarini, SpAK
Dr. Yudianita, SpA, MKes

14.Indikator medis
Kemampuan perkembangan motorik,bicara, dan intelektual

15.Kepustakaan
1. Johnston VM. Cerebral Palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007. h. 2494-5.
2. Palmer FB, Hoon AH. Cerebral Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and
Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 145-51.
3. Blasco PA. Motor Delays. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral
Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h 42-7.
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics.Edisi
ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-78.

8
6. Marwa OE, Sadia AT, Mohaed EA Ahmed MA Ade EM, Mohamed HM. Role of piracetam
in treatment of cerebral palsy disease. Journal of
Behavioral health. 2012;1(1): 53-58
7. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.527-57.

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

9
AUTISME
F84.0
1. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan karakteristik
gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum
usia 3 tahun.
Menurut PPDGJ-III (Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autisme digolongkan
gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder; PDD)
Menurut DSM-IV yang tergolong dalam PDD adalah
- Autistic disorder (autisme)
- Asperger syndrom
- PDD Not Otherwie Spesified (PPD –NOS)
- Childhood disintegratif disorders
- Rett Syndrom

2. Anamnesa
Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala-gajala bisa
sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak mencapai 3 tahun.
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
 Telambat bicara
 Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi
 Meniru atau membeo (echolalia)
 Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya
 Sebagian (20 %) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
 Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan
tersebut melakukan sesuatu untuknya
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
 Menolak / menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada)
 Tak mau menengok bila dipanggil
 Seringkali menolak untuk dipeluk
 Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
 Bila didekati untuk diajak main malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku
Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan
Contoh perilaku yang berlebihan:
 Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah, melompat-
lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang gerakan
tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan dapat berupa agresifitas
melawan orang lain
 Perilaku yang kekurangan, contohnya:
o Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton dan
kurang variatif secara berulang-ulang.

10
o Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang berputar.
Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong tali, kartu, kertas,
gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa ke mana-mana
4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi
 Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak merasa kasihan
melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis tersebut mungkin didatangi dan
dipukulnya
 Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
 Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tidak mendapatkan apa
yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif (merusak)
5. Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity )
 Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
 Tidak menyukai rabaan atau pelukan
 Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan
7. Gangguan efek dan mood (suasana hati)
8. Gangguan kejang
9. Aktivitas dan minat yang terbatas
10. Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.
Gejala-gejala diatas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada berat atau
ringannya keadaan autisnya.

3. Pemeriksaan Fisik
- Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal
- Anak tidak menjalin interaksi soaial yang memadai seperti : kontak mata kurang atau tidak ada,
tidak mau bermain dengan teman
- Ada gerakan repetitif , stereotipik, hiperaktif, dan hipoaktif
- Skrining dengan Checklist for Autism in Toddler

4.Kreteria Diagnosis
Menurut ICD-10 1993 & DSM IV 1994, kriteria diagnosis autisme adalah sebagai berikut :
o Harus ada setidaknya 6 gejala dari 1, 2 dan 3 dengan minimal 2 gejala dari 1 dan masing-masing
satu gejala dari 2 dan 3
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari
gejala dibawah ini :
a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini :
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang, anak tidak
berusaha berkomunikasi secara nonverbal
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dapat dipakai untuk komunikasi
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru

11
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan, diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan.
Minimal harus ada satu gejala dibawah ini :
a. Mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan
b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
o Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang
1. Interaksi sosial
2. Bicara + Bahasa
3. Cara bermain yang monoton, kurang variatif
Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak

6.Diagnosis Bandi ng
- Anamnesis
Riwayat gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Riwayat gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku
- Pemeriksaan fisikterdapat gangguan perilaku yang khas yaitu hiperaktif atau hipoaktif, gerakan
stereotipik. repetitive, echolalia, dan tidak ada kontak mata.
- Pemeriksaan penunjang
- Tes pendengaran
- Tes IQ

7.Pemeriksaan Penunjang

-Test IQ

8.Terapi

Tujuan :
- mengurangi masalah perilaku yang abnormal
- meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan bahasa

Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater,
dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis dan perawat
Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan keadaan dan
keperluan anak, mencakup :
1. Terapi medikamentosa
2. Terapi nonmedikamentosa

1. Terapi medikamentosa:
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas, melukai diri
sendiri dan perilaku stereotifik, pemberian obat akan membantu memperbaiki perilaku dan respon
anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima terapi yang lain. Obat-obat yang
diberikan adalah obat-obat yang mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas
kadar neurotransmitter, seperti:

12
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 1 – 2 minggu,
dosis bisa mencapai 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi, agresifitas,
hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.
- Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan bertahap hingga
maksimal 10 mg/hari.Dapat mengurangi gangguan iritabilitas yang berhubungan dengan
autis (tantrum, agresivitas, perubahan mood tiba-tiba, perilaku yang merugikan diri sendiri).
Digunakan pada anak usia 6-17 tahun.
- Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/ hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotifik.
- Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/ kg/ hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan agresifitas dan
agitasi.
2. Terapi nonmedikamentosa:
- Terapi perilaku
Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang tidak sama
dengan anak lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan cenderung melukai diri sendiri
memerlukan intervensi perilaku.
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavioral Analysis). Usia terbaik adalah
sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam perminggu.
- Terapi bicara
Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan terapi lain.
- Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorikhalus dan ketrampilan agar anak dapat
melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan terkontrol dan teratur.
- Sensori integrasi
Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran, body awareness dan
gravitasi) untuk menghasilkan respons yang bermakna.
- AIT (Auditory Integration Training)
Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan mengganggu pendengaran
mereka. Mulanya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan perangkat
audiometer. lalu diikuti seri terapi yang memperdengarkan suara-suara yang direkam, tetapi
tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjunya dilakukan desnsitisasi terhadap
suara yang menyakitkan tersebut.
- Terapi Edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan sehari-hari agar anak dapat
mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah metode TEACCH (Treatment and
Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children). metode ini sangat
terstruktur, mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode pengajaran yang
sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
- Terapi diet
Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat dipertimbangkan bila dengan
diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas

13
9.Edukasi
1. Pengobatan bersifat jangka panjang
2. Sangat memerlukan kerja sama dengan keluarga
3. Terapi bicara dirumah
4. Sekolah dan pendidikan khusus

10.Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya bisa dikurangi semaksimal
mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang normal atau tinggi, tidak tertutup
kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan yang tinggi.
Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari diagnosis dini, berat ringannya gejala,
kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi.
Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam membantu kemajuan anaknya
.Penyandang autisme dikatakan “sembuh” bila ia telah bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat.

11.Tingkat evidens : IB

12.Tingkat Rekomendasi : A

13.Penelaah Kritis

Dr. Rismarini, SpAK


Dr. Yudianita, SpA, MKes

14.Indikator Medis

- Kemampuan berkomunikasi
- Kemampuan sosialisasi
- Kemampuan kognisi

15.Kepustakaan

1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric.
Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh;
Churcill; 2003. h. 469-78.
4. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad. Child Adolesc
Psychiatry. 2000; 39:1079-95

14
5. Maestro S, Muratori F. Attentional skill during the first 6 month of age in autism spectrum
disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:10
6. Brereton AV, Tonge BJ. Screening young people for autism with the developmental behavior
check-list. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:11
7. Baird G, Charman T. A screening instrument for autism at 18 months of age: A 6- year follow up
study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:6
8. Alisjahbana A. Tanda awal dari autisme. Disampaikan pada konferensi nasional autism-1. Jakarta,
2-4 Juli 2003.
9. Filipek PA, Acardo PJ, Aswahwal S, Baronek GT, Cook EH, Dawson G, dkk. Practise
parameter: screening and diagnosis of autism. Neurology.2000.; 55: 468-79
10. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington:
American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
11. Randall O, Linmarie S, Ronal NM, Patricia CL George M, Roert DM, William HC , Robert LF.
Aripiprazole in the treatment of irritability in children and adplesscents with autistic disorder.
Pediatric 2009;124;1533-1540
12. Nazni P, Wesely EG, Nishadevi V. Impact of Casein and Glutein Free Dietary Intervention on
selected Autistic Children. Iran J Pediatr 2008:18:244-250

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

15
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
F.90.0-2

1. Pengertian

ADHD adalah kelompok gangguan tingkah laku (sindroma tingkah laku) yang terdiri dari gangguan
hiperaktif dan/atau impulsif dan/atau kurang perhatian (inatentif) yang tampak pada awal kehidupan
anak dan akan menetap setelah masa anak dan remaja, walaupun manifestasi tingkah laku berubah
tergantung rentang perkembangan

2.Anamnesa

1. Riwayat perkembangan
2. Riwayat keluarga
3. Riwayat gangguan perilaku seperti inattensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas

3.Pemeriksaan Fisis

 Berat badan , tinggi badan, lingkar kepala bisa normal/ abnormal


 Pemantauan perilaku misalnya kontak mata, hiperaktivitas, inattensi dan impulsivitas
 Pemeriksaan neurologis
ADHD sering berhubungan dengan gangguan neurologis nonspesifik yang menunjukkan
imaturitas neurologis atau lemahnya koordinasi.
 Tes Denver, score Conner’s scale

4.Kreteria Diagnosa

Menurut ICD 10 (1993) dan DSM IV (1994) :


A. Kurang perhatian atau inattentive
1. Kurang perhatian : terdapat minimal 6 dari gejala berikut yang menetap selama minimal 6
bulan dalam derajat yang maladaptive dan inkonsisten dengan tingkat perkembangan :
 Selalu gagal memperhatikan secara detail atau melakukan kesalahan yang ceroboh dalam
pekerjaan sekolah, pekerjaan atau kegiatan lainnya.
 Selalu kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam pekerjaan atau kegiatan
bermain.
 Selalu seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan kepadanya.
 Selalu tidak mengikuti perintah dan gagal untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, koor
atau tugas di tempat kerja (bukan karena sikap melawan atau kegagalan untuk mengerti
perintah).
 Selalu kesulitan dalam mengorganisir tugas atau kegiatan.
 Selalu menghindari, menyatakan keengganan atau mengalami kesulitan dalam
keterlibatan dengan tugas yang membutuhkan usaha mental yang lama (seperti pekerjaan
sekolah dan PR).
 Selalu kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas dan kegiatan (mis: tugas
sekolah, pensil, buku, alat-alat atau mainan)
 Selalu mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar.

16
2. Hiperaktifitas impulsifitas : terdapat minimal 5 dari gejala berikut yang menetap selama
minimal 6 bulan dalam derajat yang maladaptive dan inkonsisten dengan tingkat
perkembangan :
Hiperaktifitas
 Selalu tidak bisa diamnya tangan atau kaki atau selalu menggeliat-geliat pada waktu
duduk.
 Meninggalkan kursi dalam kelas atau pada situasi lain dimana seharusnya anak tetap
duduk di kursinya.
 Selalu berlari kesana kemari atau memanjat berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai.
 Selalu kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan yang santai dan tenang.
 Selalu “siap pergi” atau bersikap seolah-olah dikejar motor.
 Selalu berbicara berlebihan.
Impulsifitas
 Selalu cepat-cepat menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai diajukan.
 Selalu kesulitan menunggu dalam barisan atau menunggu giliran dalam permainan atau
dalam situasi kelompok.
 Selalu menyelak atau menyerobot orang lain (mis: ikut dalam percakapan orang lain atau
permainan)
B. Beberapa simptom yang menyebabkan ganggguan telah ada sebelum usia 7 tahun.
C. Beberapa simptom yang menyebabkan gangguan ada pada lebih dari 2 setting (mis: di sekolah, tempat
kerja dan di rumah).
D. Harus ada bukti jelas dari gangguan klinis yang bermakna dalam bidang social, akademis atau fungsi
pekerjaan.
E. Tidak ada secara eksklusif selama perjalanan penyakit perkembangan pervasive, skizofrenia atau
penyakit psikotik lainnya dan tidak disebabkan gangguan mood, ansietas atau gangguan kepribadian.

5.Diagnosis

1. Anamnesis
- Riwayat perkembangan
- Riwayat keluarga
- Riwayat gangguan perilaku
2. Pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan diagnosa banding
 Berat badan , tinggi badan, Lingkar kepala
 Gangguan perilaku misalnya kontak mata tidak ada, hiperaktivitas, inattensi dan impulsivitas
 Tes Denver, score Conners scale
 Pemeriksaan neurologis
3. Pemeriksaan penunjang
Tes pendengaran, tes IQ

Berdasarkan tipe :
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Inattentive Type F90.0 : jika kriteria A(1)
dipenuhi tapi kriteria A(2) tidak, dalam 6 bulan terakhir.
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Hiperactive Impulsive Type F90.1 : jika kriteria
A(2) dipenuhi tapi kriteria A(1) tidak, dalam 6 bulan terakhir.
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Combined Impulsive Type F 90.2 : jika kedua kriteria A(!) dan
kriteria A(2) dipenuhi dalam 6 bulan terakhir

17
6.Diagnosis Banding
 Gangguan perkembangan pervasif (autis dan penyakit seperti autis)
 Penyakit yang mempengaruhi perasaan (depresi).
 Reaksi-reaksi terhadap stress (mis: gangguan stress pasca trauma)
 Tuli
 Retardasi mental

7.Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa banding
 Tes psikologis. Jika dicurigai masalah akademis dilakukan tes psikologis atau diagnostik
edukasi atau bicara dan bahasa, Beberapa tes dibutuhkan untuk menyingkirkan dan juga
mengidentifikasi secara adekuat masalah belajar

8.Terapi

A. Medikasi. Stimulansia SSP dapat meningkatkan atensi, menurunkanhiperaktivitas dan


mengurangi impulsif. Jika anak juga melawan dan menyimpang akan meningkatkan kepatuhan,
mengurangi kelabilan emosi dan menurunkan sifat antisosial. Medikasi diberikan jika gejala
ADHD menyebabkan efek negatif yang nyata terhadap kemampuan akademik dan sosial anak.
Obat-obat yang biasa dipakai antara lain:
- Metilfenidat, dimulai dengan dosis 0,3 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan
0,15 mg/ kg/ kali sampai didapat efek optimal. Dosis maksimal 20 mg/ hari.
- Atomoxetine, dimulai dengan dosis 0,5 mg/kg/hari sehari sekali. Setelah 2-3 hari dosis dapat
ditingkatkan menjadi 2x0,5 mg/kg sampai dosis maksimal 1,4mg/kg/hari. Dapat
meningkatkan atensi dan mengurangi hiperaktif.
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 3-5 hari
sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi, agresifitas,
hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.
- Dekstroamfetamin, dimulai dengan dosis 0,15 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali. Dosis maksimal 5 mg/ hari.
- Pemoline, dosis anak <8 tahun: 37,5 mg pada pagi hari, anak > 8 tahun: 37,5 mg pagi +
18,75 mg siang.
Jika satu obat tidak efektif atau timbul masalah, dapat dicoba kelompok obat lainnya. Medikasi
dimulai dengan dosis paling rendah yang dinaikkan perlahan-lahan sampai respon optimal. Efek
samping diminimalkan dengan pengaturan dosis, waktu atau bentuk medikasi. Sekali dosis yang
tepat sudah didapatkan harus dievaluasi ulang dan disesuaikan terus ke atas karena dapat terjadi
efek toleransi atau anak bertambah besar sehingga dibutuhkan dosis lebih tinggi. Terapi harus
diteruskan sampai lewat masa remaja ( kecuali 20% anak ADHD yang sembuh). Keputusan
untuk mengakhiri obat didasarkan pada periode singkat saat stop obat (biasanya 2-4 minggu)
selama masa stress berkurang.
B. Terapi Psikologi
- Latihan orangtua. Dalam tahap terapi tingkah laku, latihan untuk orang tua merupakan
prioritas tertinggi. Tujuannya untuk mengajar orang tua bagaimana mengatur pembatas
sekaligus insentif untuk tingkah laku yang tepat dan menimbulkan respon emosi destruktif.
Apa yang dibutuhkan adalah perubahan komplit dalam respon alami terhadap tindakan
negatif. Latihan untuk dewasa (orang tua dan guru) dalam penatalaksanaan tingkah laku
biasanya membutuhkan rujukan. Untuk orang tua pengobatan dilakukan dalam kelompok
kecil. Klinisi harus tahu bahwa tujuan terapi tatalaksana tingkah laku adalah perbaikan

18
lingkungan dimana dilakukan kehidupan sehari-hari, tidak untuk mengubah dasar alamiah
anak.
- Terapi tambahan. Terapi tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada lingkaran keluarga
dan anak. Terdapat keterbatasan usaha tradisional, psikoterapi individu untuk anak ADHD.
Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki harga diri. Tidak ada bukti bahwa psikoterapi
individual memperbaiki kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau mengurangi
impulsif. Bila anak mulai menjadi lebih tua dan lebih waspada, psikoterapi dapat
memfasilitasi pengertian bagaimana tingkah laku mempengaruhi yang lainnya. Psikoterapi
dinamis keluarga harus disiapkan. Latihan kemampuan komunikasi keluarga juga memiliki
keterbatasan fokus, mungkin ini lebih menolong jika anak ADHD mendekati remaja. Fokus
terapi ini adalah menciptakan pengaturan dan menguatkan peraturan di tempat keluarga.
C. Kriteria merujuk.
Kebanyakan klinisi tingkat dasar akan terlibat dalam 2 aspek terapi yaitu : (1) menjelaskan kondisi
terhadap anak dan keluarga (2) memberikan resep dan mengikuti pengobatan. Terapi psikososial akan
diberikan oleh yang lain walaupun klinisi juga harus tahu tipe pengobatan dan tujuan tiap strategi
pengobatan. Jika anak gagal merespon obat stimulan yang diberikan atau memberikan efek samping
yang tidak diharapkan, rujuk ke spesialis seperti dokter anak tumbuh kembang atau psikiater anak

9.Edukasi :
-ADHD dapat berlanjut sampai remaja, bahkan samapi dewasa.
-Pendididkan Khusus

10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Sebanyak 30-80% kasus tetap menunjukkan gejala ADHD pada masa-masa adolesen dan sebanyak
65% kasus sampai dewasa. Riwayat keluarga ADHD, gangguan psikososial dan komorbiditas dengan
gangguan konduk, mood dan ansietas meningkatkan resiko menetapnya ADHD.
Delikuensi atau personalitas antisosial pada masa adolesen atau dewasa terlihat pada pemantauan 25-
40% anak dengan ADHD. Pasien ADHD dilaporkan mempunyai kecenderungan mencoba narkotika
den mengalami adiksi pada masa adolesen.
Kasus-kasus yang memperlihatkan tingkah laku agresif terhadap orang dewasa, IQ yang rendah,
hubungan dengan kawan yang buruk dan menetapnya gejala ADHD mempunyai prognosa yang
kurang baik

11.Tingkat evidens IB

12.Tingkat Rekomendasi A

13.Penelaah kritis
 Dr. Rismarini SpAK
 Dr. Yudianita kusuma SpA,Mkes

19
14.Indikator medis
 Prilaku
 Prestasi Akademik

15.kepustakaan
1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric.
Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-
18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 100-3.
4. Parker S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development
and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh;
Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad. Child Adolesc
Psychiatry. 2000; 39:1079-95
7. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington:
American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
8. David M, Albert JA, Joan B, Charles C, David D, Christopher K, Jeffrey N, Randy S, Bart S,
Keith S, Scott W, Douglas K, Joachim W, Nancy JT, Donald H. Once-Daily Atomoxetine
Treatment for Children and Adolescents With Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A
Randomized, Placebo-Controlled Study. Am J Psychiatry 2002; 159:1896–1901

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

20
RETARDASI MENTAL
F06.8

1.Pengertian

Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70), disertai adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan (usia
< 18 tahun)

2.Anamnesa

1. Riwayat gangguan perkembangan dan pertumbuhan


2. Gangguan perilaku seperti hiperaktif, temper tantrum
3. Gangguan belajar seperti belajar lebih lama dan harus diulang-ulang
4. Faktor penyebab non organik dan organik
 Faktor non organik
a) Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
b) Faktor sosiokultural
c) Interaksi anak dan pengasuh yang tidak baik
 Faktor organik
a) Faktor prakonsepsi
- Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneus)
- Kelainan kromosom (X-linked, tranlokasi, fragile-X)
- Sindrom polygenic familial
b) Faktor prenatal
- Gangguan pertumbuhan otak trimester I
 Kelainan kromosom (trisomy 21,18, 13, mosaik, dan lainnya)
 Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi, rokok, kokain, logam berat,
dan lainnya)
 Disfungsi plasenta
 Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
- Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
 Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV
 Zat-zat teratogen
 Ibu diabetes mellitus, PKU(Phenylketonuria)
 Toksemia gravidarum
 Disfungsi plasenta
 Ibu malnutrisi
c) Faktor perinatal
- Sangat prematur
- Asfiksia neonatorum, HIE (hypoxic ischemic encephalopathy)
- Trauma lahir : perdarahan intrakranial
- Meningitis
- Kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia
d) Faktor postnatal
- Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat

21
- Gangguan perkembangan otak : hidrosefalus, lissencephaly
- Neurotoksin, misalnya logam berat
- CVA (Cerebrovascular accident)
- Anoksia, misalnya tenggelam
- Metabolik
- Gizi buruk
- Kelainan hormonal, misalnya hipotiroidosis, pseudohipoparatiroidosis
- Aminoaciduria, misalnya PKU (Phenylketonuria)
- Kelainan metabolism karbohidrat, galaktosemia, dll
- Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler
- Serebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegaly (Gaucher)
- Penyakit degeneratif/metabolik lainnya
- Infeksi
- Meningitis, ensefalitis
- Subakut sklerosing panensefalitis
e) Masalah psikososial, misalnya : deprivasi maternal, kurang stimulasi,
kemiskinan, dan lainnya.

3.Pemeriksaan Fisis

 Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala mungkin di bawah normal
 Tanda-tanda dismorfik
 Tes Denver

4.Kreteria Diagnosis

 Anak dicurigai RM bila perkembangannya dibawah rata-rata anak seusianya


 Ada tanda-tanda dismorfik
 Mungkin ditemukan penyebab kelainan  organik / non organik
 Skrining  tes Denver anak RM perkembangan terlambat di semua bidang, kecuali kadang-
kadang pada bidang motorik kasar
 Tes IQ < 70

5.Diagnosis
 Anamnesis
Riwayat perkembangan terlambat
Riwayat kesulitan dalam belajar
 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dismorfik , mikrosefali, tes Denver
 Pemerisaan penunjang
Test IQ

Berdasarkan nilai IQ RM dibagi menjadi:

- RM borline IQ 70 – 79
- RM ringan IQ 52 – 69
- RM sedang IQ 36 – 51
- RM berat IQ 20 – 35
- RM sangat berat IQ < 20

22
Berdasarkan gejala klinis RM dibagi menjadi :

- Tipe klinis: Kelainan fisik dan mental cukup berat sehingga mudah dideteksi dini. Kabanyakan
disebabkan oleh kelainan organik, memerlukan perawatan terus menerus
- Tipe sosial budaya: penampilan seperti anak normal, terdeteksi karena tidak bisa mengikuti pelajaran
di sekolah. Kebanyakan RM yang border line atau ringan

6.Diagnosa Banding

 Gangguan pendengaran
 -Autisme

7.Pemeriksaan penunjang

 Test IQ
 Pemeriksaan penunjang lain tidak rutin sesuai indikasi untuk mencari penyebab dan
sesuai faktor risiko
8.Terapi

 Umum : masalah pendidikan, edukasi dan latihan


 Tim multidisiplin (dokter anak, psikiater, neurolog, psikolog, guru, terapis okupasi, terapi bicara,
perawat)
 Sesuai dengan IQ
 Pendidikan di SLB
RM ringan
 Mampu didik  diajar baca tulis
 Bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidup dan mandiri seperti orang dewasa normal
 Memerlukan bimbingan dari keluarga
RM sedang
 Mampu latih  bisa dilatih keterampilan tertentu (pertukangan, pertanian)
 Dilatih mengurus diri sendiri
 Selalu memerlukan bimbingan dan pengawasan
RM berat
 Dilatih higiene dasar saja
 Dilatih kemampuan bicara yang sederhana
 Tidak dapat dilatih keterampilan kerja
 Memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidup
RM sangat berat
 Kemampuan berbahasa sangat minimal
 Seluruh hidup tergantung pada orang disekitarnya

9.Edukasi
 RM merupakan masalah jangka panjang
 Anak memerlukan bimbingan seumur hidup
 Sekolah dan pendidikan khusus
 Prognosis

23
10.Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam: dubia ad mala
Ad functionam : dubia ad malam

11.Tingkat evidens 4

12.Tingkat Rekomendasi B

13.Penelaah kritis

 Dr. Rismarini SpAK


 Dr. Yudianita kusuma SpA,Mkes

14.Indikator medis

Kemampuan bicara, sosialisasi,kemandirian dan kognisi

15.kepustakaan

1. Shonkoff JP. Mental Retardation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h.
125-9
2. Kastner W. Mental Retardation: Behavioral Probelms Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B.
Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 234-7
3. Coulter DL. Mental Retardation: Diagnostic Evaluations. Dalam: Parker S, Zuckerman B.
Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 238-41
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh:
Churcill; 2003. h. 469-478
6. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.511-26

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

24
SINDROMA DOWN
Q90

1.Pengertian

Sindroma Down (Down Syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan


fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya gangguan perkembangan kromosom 21
yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas

2.Anamnesa

- Didapatkan keterlambatan pada semua aspek perkembangan anak, baik motorik, bahasa, personal
sosial dan kognisi.
- Adanya faktor resiko seperti infeksi intra uterin, paparan radiasi, usia ibu > 35 tahun
.

3.Pemeriksaan Fisis

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol.
Kepala, muka dan leher :
 Paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
 Hipertelorisme dan lipatan epicantus.
 Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), white
Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment.
 Sela hidung yang datar.
 Protruding tongue, hypoplasia maxilla, keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia,
juvenile periodontitis, dan kadang ada bibir sumbing
 Low set ear.
 Didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela yang terlambat menutup.
Abdomen dan pelvis :
 Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
 Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar,
terdapat pada 87% kasus.
Ekstremitas :
 Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas
jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki
melebar. Tapak tangan hanya terdapat satu garisan urat (simian crease).
 Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua
agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Genital :
 Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas.
Kulit :
Kulit lembut, kering dan tipis, xerosis, atopic dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan
seborrheic dermatitis.

25
4.Kreteria Diagnosis

 Anamnesis : perkembangan terlambat


 Pemeriksaan fisik : gambaran dismorfik yang khas
 Pemeriksaan kromosom

5.Diagnosis
 Anamnesis
 Perkembangan terlambat, adanya faktor resiko
 Pemeriksaan Fisik
 Gambaran Dismorfik yang khas
 Pemeriksaan Penunjang
 tes kromosom

6.Diagnosa Banding

 Hipotiroid Kongenital
 Fragile X Syndrom
 Prader Wili Syndrom
 CMV Kongenital

7.Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Kromosom
 Tes fungsi Tiroid
 Pemeriksaan Radiologi, USG, ECG sesuai indikasi
 Tes ITest IQ

8.Terapi

- Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena otot-ototnya
cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-permainan layaknya
pada anak balita normal.
- Fisio Terapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk mencapai
manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan.
- Terapi Wicara.
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan
pemahaman kosakata
- Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan
sensorik dan motoriknya Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi
dengan atau tanpa menggunakan alat.
- Terapi Sensori Integrasi.
Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan
melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.

26
- Terapi perilaku
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai
dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
- Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan yang
dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa
- Pendidikan di SLB

9.Edukasi

Masalah perkembangan anak,pengobatan,pendidikan dan prognosa

10.Prognosis

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad sanationam: dubia ad malam
 Ad functionam : dubia ad malam

11.Tingkat evidens :II-2

12.Tingkat Rekomendasi : A

13.Penelaah kritis

 Dr. Rismarini SpAK


 Dr. Yudianita kusuma SpA,Mkes
14.Indikator medis

Kemampuan bicara, sosialisasi,kemandirian dan kognisi

15.kepustakaan

1. Hardy, Olga, Worley, Gordon, et.al., Hypothyroidism in Down Syndrome : Screening Guidelines
and Testing Methodology, 2004, NCBI Articles, PMC2683266
2. Leshin, Len, Pediatric Health Update on Down Syndrome dalam Down Syndrome Vision for 21st
Century, Cohen, William I, Lynn, Nadel, Madnick, Myra E, Willey Liss, New York, 2005.
3. Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta : Penerbit EGC. 2000
4. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC. 2014

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

27
IMUNISASI PADA ANAK
ICD 10

1.Pengertian

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan
vaksin ke dalam tubuh manusia

2.Anamnesa

 Riwayat imunisasi sebelumnya


 Reaksi setelah mendapat imunisasi sebelumnya
 Adanya kontraindikasi imunisasi seperti : demam, penyakit imunocompromised

3.Pemeriksaan Fisis

 Pemeriksaan fisik rutin BB, TB, dan


 Pemeriksaan untuk menilai apakah ada kontraindikasi imunisasi seperti :
- Panas > 38,5 C
- Gizi buruk
- Penyakit imunocompromised enderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali
dengan adanya

4.Jadwal imunisasi

1. Menurut Program Pengembangan Imunisasi Dep. Kes R.I. (PPI)


- Untuk bayi yang lahir di rumah sakit
- Untuk bayi yang datang ke rumah sakit/posyandu
2. Non PPI

Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT dan HBdalam bentuk
terpisah menurut tempat lahir bayi
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah :
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPT1, Hb2, Polio2, HiB1 Posyandu
3 bulan DPT2, Hb3, Polio3, HiB2 Posyandu
4 bulan DPT1, Polio4, HiB3 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu

0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan


2 bulan DPT1, Hb2, Polio2, HiB1 RS/RB/Bidan
3 bulan DPT2, Hb3, Polio3, HiB2 RS/RB/Bidan
4 bulan DPT1, Polio4, HiB3 RS/RB/Bidan

28
Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT/HB/HiB combo
Umur Bayi Jenis Imunisasi
≤ 7 hari Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB/HiB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB/HiB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB/HiB 3, Polio 4
9 bulan Campak

Jadwal Imunisasi IDAI

5.Jenis –jenis imunisasi

C. Hepatitis B
Jenis vaksin :
- Inactivated viral vaccine (IVV = HbSAg yang telah diinaktifasi)
- Vaksin rekombinan : HB Vax (MSD); Engerix (smith Kline Becham); Bimugen
(kahatsuka)
- Plasma derived : Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma) : Hepaccine B (Cheil
Chemical & ford)
Dosis: 0,5 cc/dosis.
Cara pemberian : SC/IM
Jadwal imunisasi :
 Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan kontak pertama
dengan bayi.
 Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif mendapat ½ dosis anak vaksin
rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus diberikan 1
bulan atau lebih setelah dosis pertama.
 Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B immune Globulin
(HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau 1
dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua
direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin
campak pada umur 9 bulan.
 Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAgnya mendapat 1 dosis anak
plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived dalam waktu 12 jam setelah
lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau

29
bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Diberikan booster 5 tahun kemudian,
dianjurkan pemeriksaan kadar anti HbsAg sebelumnya.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
Efek samping : reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, saluran pencernaan rasa
tidak enak
B. BCG
Jenis Vaksin : Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live attenuated vaccine
(LAV).
Dosis : 0,05 cc/dosis
Cara pemberian : intrakutan
Jadwal imunisasi: pada kesempatan kontak pertama dengan bayi, tidak diperlukan booster
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Dermatosis yang progresif (sementara)
Efek samping : reaksi lokal, adenitis

C. DPT
Jenis vaksin : Difteri (toksoid)
Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I)
Tetanus (toksoid)
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : IM atau SC dalam
Jadwal imunisasi:
1. Imunisasi dasar : tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I diberikan pada umur 2
bulan
2. Booster : dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan dosis V dan VI berupa DT
diberikan pada umur 6 dan 12 tahun
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Difteri : tidak ada
- Pertusis : riwayat kelainan neurologis
- Tetanus : tidak ada
Efek samping: reaksi lokal, demam, reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati
akibat komponen vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT
dilanjutkan hanya dengan DT
D. Polio
Jenis vaksin : vaksin polio oral sabin (LAV)
Dosis : 2 tetes/dosis
Cara pemberian : oral
Jadwal imunisasi :
 Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS (Bersama dengan
BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS atau posyandu (biasanya
umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II, III dan IV diberikan dengan interval 4 minggu,
bersamaan dengan DPT I, II dan II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan
dengan DPT I, Polio IV diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
 Booster : dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII diberikan
pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Diare (sementara)
Efek samping : tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang dapat dievaluasi
dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta dosis pada kontak.

E. Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB)

30
Jenis vaksin : Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (PasteurMerieux), telah
terdapat dalam bentuk gabungan dengan DPT dan Hepatitis B dalam bentuk Pentabio.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM

Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar :
o Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB)
 Bila anak datang pada umur 2-6 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2,4 dan 6 bulan
 Bila anak datang pada umur 6-12 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2 dosis dengan interval 1-2 bulan.
 Bila anak datang pada umur >12 bulan, Act HiB hanya diberikan 1 kali
o Untuk vaksin Pedvax HIB MSD
 Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis dengan
interval 2 bulan.
 Bila diberikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja.
 Booster :
o Untuk Act-HIB : bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10 bulan, booster
pada umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir.
o Untuk Pedva: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan 12 bulan
setelah suntikan terakhir.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin
Infeksi akut dengan demam
Efek samping :
- Lokal : eritema, nyeri dan indurasi
- Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis > ½-1 jam
dan rash.
- Infeksi akut dengan demam.

F. Campak
Jenis vaksin : Schwarz (LAV)
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
 Bisa diulang minimal 6 bulan setelah pemberian campak yang pertama.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak), alergi terhadap telur (benar-benar
terbukti), mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
Efek samping: demam dengan atau tanpa rash 6-12 hari setelahdiimunisasi pada 15-20%
anak.

G. MMR (Measle-Mump-Rubela)
Jenis vaksin : Triple vaccine Measles, Mumps Rubella (LAV), isinya :
Measle : campak
Mump : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn
(MMR-MSD)
Rubella : RA 27/73
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :

31
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah imunisasi
campak.
 Booster : diberikan pada umur 12 tahun
Kontra indikasi : sama dengan campak
Efek samping : sama dengan campak + parotitis: dmam, rash, ensefalitis,
parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh
sempurna tanpa gejala sisa).
H. Tifus Abdominalis
Jenis vaksin : Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur
Merieux)
Oral : Vivotif (Ty2/A strain)
Dosis : Polisakarida 0,5 cc/dosis
Oral : 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.
Cara pemberian :
- Polisakarida : SC atau IM satu kali
- Oral, 3 kali selang sehari.
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur > 2 tahun.
Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis dengan interval
dosis selang sehari.
 Booster : polisakarida diberikan setiap 3 tahun
Oral : setelah 3-7 tahun.
Kontra indikasi : < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun, proteinuria,
penyakit progresif
Efek samping :
- Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari
- Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi neuropatik,
kadang-kadang bisa syok, kolaps.

I. Varisela
Jenis vaksin : Strain OKA dari virus Varicella zoster.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Anak berumur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan 1 dosis.
Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8 minggu.
 Booster : Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang umur 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Penyakit demam akut yang berat (sementara)
- Hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lainnya
- TBC aktif yang tidak diobati
- Penyakit kelainan darah

Efek samping :
- Ringan: reaksi lokal di tempat suntikan
- Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi kurang dari 10
Catatan : hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi karena dilaporkan
terjadi Reye’s Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak dengan varicella alamiah.

32
J. Hepatitis A
Jenis vaksin : partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC/ IM
Jadwal imunisasi :
- Imunisasi dasar : anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan jadwal 0
bulan,1 bulan, dan 6 bulan.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)

Pedoman vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang

Kejang

Ya Tidak → beri DPT

Apakah kejang berhubungan dengan DPT


(kejang yang terjadi 48 jam setelah DPT dianggap
berhubungan dengan DPT)

Beri DT*←Ya Tidak

Apakah DPT III sudah diberikan dan apakah


sudah lewat 6 bulan sejak kejang terakhir

Tidak/salah satu Ya keduanya → lanjutkan DPT


Atau keduanya

Apakah ada gangguan neurologis


Yang sedang berlangsung
(ditunjang dengan evaluasi medis)

Ya Beri DT* Tidak → beri DPT

Keterangan:
* Bila mampu beri DTPa

6.Pemeriksaan Penunjang

Tidak memerlukan pemeriksaan penunjang

7.Terapi

Untuk imunisasi diberikan paracetamol 10 mg/kg BB/kali bila panas

33
8. Edukasi

- Manfaat imunisasi
- KIPI
- Cara mengatasi KIPI
9.Prognosis

- Ad vitam : bonam
- Ad sanationam: bonam
- Ad functionam : bonam

10.Tingkat evidens :4

11.Tingkat Rekomendasi : D

12.Penelaah kritis

- Dr. Rismarini SpAK


- Dr. Yudianita kusuma SpA,Mkes

13.Indikator medis

Kelengkapan imunisasii

14.kepustakaan

- I.G.N. Gde Ranuh, Hariyono Suyitno,Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B


Kartasasmita, Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting. Pedoman Imunisasi di
Indonesia. Edisi ke 4.Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011

Mengetahui/menyetujui Palembang, Desember 2015

Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka.Divisi Pediatrik Sosial

dan Tumbuh Kembang Anak

dr.Yusmala Helmy, Sp.A(K) dr.Rismarini, Sp.A(K)

NIP. 19541128198032002 NIP.195801261985032001

34
35

Anda mungkin juga menyukai