Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MIKROBIOLOGI

MIKROSKOP DAN METODE MIKROBIOLOGI

Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi


Semester 4 (Empat) Tahun Ajaran 2019/2020
Universitas Tadulako

Disusun Oleh:

(Kelompok 11 Kelas C)

1. Meliana Muliadi (G 701 17 108)


2. Christin Lumeling (G 701 17 1511178)
3. Widia (G 701 17 053)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2019/ 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami
pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Mikroorganisme memliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena
mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang
besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan
menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena
ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim
yang telah dihasilkan (Fifendy, 2017).

Mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil untuk dapat dilihat


menggunakan mata telanjang, sehingga memerlukan mikroskop untuk
melakukan observasi. Mikroskop berasal dari bahasa Latin, micro yang
mempunyai arti kecil dan bahasa Yunani skopos yang berarti untuk melihat.
Virus merupakan mikroorganisme yang paling kecil, sehingga untuk
mengamati tidak dapat menggunakan mikroskop cahaya biasa, akan tetapi
menggunakan mikroskop elektron (Murwani, 2015).

Bakteri jika dilihat di bawah mikroskop akan sulit diamati karena bentuknya
transparan. Untuk memudahkan pengamatan morfologi mikroskopi bakteri,
maka dapat dilakukan prosedur pewarnaan. Prosedur pewarnaan sederhana
untuk mengamati bentuk sel bakteri ada beberapa macam diantaranya
pewarnaan positif dengan pewarna basa, pewarnaan positif dengan pewarnaan
negative dengan pewarna asam (Prasetya, 2019).

Awal terungkapnya dunia mikroba adalah dengan ditemukannya mikroskop


oleh Anntony van Leeuwenhoek (1633-1723). Mikroskop temuan tersebut
masih sangat sederhana, dilengkapi satu lensa dengan jarak focus yang sangat
pendek, tetapi dapat menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara
50-300 kali. Leeuwenhoek melakukan pengamatan tentang struktur
mikroskopis biji, jaringan tumbuhan dan invertebrate kecil, tetapi penemuan
yang terbesar adalah diketahuinya dunia mikroba yang disebut sebagai
“animalcules” atau hewan kecil. Animalculus adalah jenis-jenis mikroba yang
sekarang diketahui sebagai protozoa, algae, khamir, dan bakteri (Fifendy,
2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang disebut mikroskop dan mikroskopis?
2. Bagaimana pewarnaan sederhana dan reagen yang digunakan dalam
pewarnaan tersebut?
3. Bagaimana pewarnaan negatif dan reagen yang digunakan dalam
pewarnaan tersebut?
4. Bagaimana pewarnaan diferensial (Pewarnaan gram dan tahan asam) dan
reagen yang digunakan dalam pewarnaan tersebut?
5. Bagaimana pewarnaan khusus (Kapsul, spora, dan flagel) dan reagen yang
digunakan dalam pewarnaan tersebut?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui mikroskop dan mikroskopis
2. Dapat mengetahui pewarnaan sederhana dan reagen yang digunakan
dalam pewarnaan tersebut
3. Dapat mengetahui pewarnaan negatif dan reagen yang digunakan dalam
pewarnaan tersebut
4. Dapat mengetahui pewarnaan diferensial (Pewarnaan gram dan tahan
asam) dan reagen yang digunakan dalam pewarnaan tersebut
5. Dapat mengetahui pewarnaan khusus (Kapsul, spora, dan flagel) dan
reagen yang digunakan dalam pewarnaan tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroskop dan Mikroskopis


Sejarah ditemukannya mikroskop sejalan dengan penelitian terhadap
mikrobiologi. Yang memasuki masa keemasan saat berhasil mengamati jasad
renik. Pada tahun 1664 Robert Hooke, menggambarkan struktur reproduksi
dari moulds, tetapi orang pertama yang dapat melihat mikroorganisme adalah
seorang pembuat mikroskop amatir berkebangsaan Jerman yaitu Antoni Van
Leeuwenhoek (1632- 1723), menggunakan mikroskop dengan konstruksi
yang sederhana. Dengan mikroskop tersebut dia dapat melihat organisme
sekecil mikroorganisme (Kusnadi, 2003).

Pada umumnya bakteri berukuran kecil, sehingga untuk mengetahui ukuran


bakteri diperlukan mikroskop untuk mengamatinya. Terdapat bermacam-
macam mikroskop yang sering digunakan dalam melakukan pengukuran
bakteri. Mikroskop merupakan alat laboratorrium yang harus dipergunakan
dengan benar. Mikroskop merupakan alat perlengkapan utama di
laboratorium mikrobiologi (Lestari, 2017).

Mikroskop yang menggunakan cahaya disebut mikroskop optik. Mikroskop


optik dapat dibedakan menjadi mikroskop biologi atau monokuler dan
mikroskop stereo atau binokuler. Mikroskop biologi digunakan untuk
pengamatan benda tipis dan transparan. Penyinaran diberikan dari bawah
dengan sinar alam atau lampu. Mikroskop binokuler atau stereo digunakan un
tuk pengamatan yang tidak terlalu besar, transparan atau tidak. Penyinaran
dapat diatur dari atas maupun dari bawah dengan sinar alam atau lampu (Tim
Pengajar, 2010).

Mikroskop yang biasa digunakan dalam laboratorium biologi adalah


mikroskop monokuler (latin : mono = satu, oculus = mata). Kebanyakan
objek yang akan diamati dengan menggunakan mikroskop monokuler ini
harus memiliki ukuran yang kecil atau tipis sehingga dapat ditembus cahaya.
Bentuk dan susunan objek tersebut dapat dibedakan karena beberapa bagian
objek itu lebih banyak menyerap cahaya dari pada bagian-bagian yang lain.
Mikroskop membuat benda-benda kecil kelihatan lebih besar dari pada wujud
sebenarnya, hal ini disebut perbesaran. Mikroskop juga dapat membuat kita
melihat pola-pola terperinci yang tidak tampak oleh mata telanjang, hal ini
disebut penguraian (Goldsten, 2004).

B. Pewarnaan Sederhana dan Reagen yang digunakan dalam Pewarnaan


Mikroorganisme
Bakteri jika dilihat di bawah mikroskop akan sulit diamati karena bentuknya
transparan. Untuk memudahkan pengamatan morfologi mikroskopi bakteri,
maka dapat dilakukan prosedur pewarnaan. Prosedur pewarnaan sederhana
untuk mengamati bentuk sel bakteri ada beberapa macam diantaranya
pewarnaan positif dengan pewarna basa, pewarnaan negative dengan pewarna
asam (Prasetya, 2019).

Pewarnaan sederhana, pewarna yang digunakan satu pewarna tunggal dalam


berbentuk cairan atau terlarut dalam alkohol. Pada pewarnaan ini hanya dapat
untuk melihat bentuk selular dan bentuk dasar bekteri (Murwani, 2015).

Pewarnaan Sederhana (Pewarnaan Positif). Sebelum dilakukan pewarnaan


dibuat ulasan bakteri di atas object glass yang kemudian difiksasi. Jangan
menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat, tapi jika suspensi bakteri
terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan saat mencari bakteri dengan
mikroskop. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel
bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya (Campbell dan Reece,
2005).

Pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu pewarna dan ditunjukkan


terutama untuk mengetahui morfologi bakteri. Beberapa pewarna yang
sering digunakan pada pewarnaan sederhana adalah methilen biru,
carbolfuchsin (karbol fuksin), crystal violet (Kristal violet) dan safranin.
Warna bakteri sesuai dengan pewarna yang digunakan (Murwani, 2015)

Tujuan dari pewarnaan sederhana adalah mengidentifikasi morfologi sel


bakteri dengan menggunakan zat warna tunggal. Prinsipnya yaitu pewarnaan
ini hanya menggunakan satu macam zat warna saja. Sebelum zat warna
difiksasi terlebih dahulu pewarnaan ini dipakai untuk melihat bentuk-bentuk
bakteri. Zat warna yang di gunakan adalah Methylen blue, Crystal violet,
basic fuchin atau safranin. Fungsi zat warna: Crystal violet merupakan
pewarna primer (utama) yang akan memberi warna mikrioorganisme target.
Crystal violet bersifat basa sehingga mampu berikatan dengan sel
mikroorganisme yang bersifat asam (Sutedjo, 1991).

Gambar 1. Hasil pewarnaan sederhana menggunakan pewarna biru metilen,


bakteri berwarna biru. Bakteri berbentuk diplokokus ekstraseluler dan
intraseluler radang (Murwani, 2015).

C. Pewarnaan Negatif dan Reagen yang digunakan dalam Pewarnaan


Mikroorganisme
Pewarnaan Negatif. Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa.
Tapi mudah dilihat dengan pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan
mewarnai sel melainkan mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga sel
tampak transparan dengan latar belakang hitam (Campbell dan Reece, 2005).

Pada pewarnaan negative yang digunakan adalah pewarna asam. Pewarna


asam tidak mewarnai sel bakteri, melainkan mewarnai latar belakangnya.
Pewarna yang digunakan pada pewarnaan negative adalah tinta India
atau nigrosin (Prasetya, 2019).

Pada dasarnya pewarnaan negatif bukan digunakan untuk mewarnai bakteri,


tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi gelap, zat warna tidak akan
mewarnai sel melainkan mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga bakteri
tampak transparan dengan latar belakang hitam. Pewarnaan negatif, metode
ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi latar belakngnya menjadi hitam
gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus
pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel.
Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang
keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadi penyusutan dan salah satu
bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih
tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina. Pewarnaan
negatif atau pewarnaan asam dapat terjadi karena senyawa pewarnaan
berwarna negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral, dinding sel bakteri
cenderung bermuatan negatif sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif
akan ditolak oleh dinding sel bakteri. Oleh karena itu dinding sel menjadi
tidak berwarna. Contoh pewarna yang biasa digunakan yaitu tinta cina,
larutan nigrosin, asam pikrat dan eosin. Teknik ini berguna untuk
menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak
mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia,
maka terjadi penyusutan dan salah satu bentuk agar penentuan sel dapat
diperoleh denagan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau
tinta cina (Hadiotomo,1990).

Pada pewarnaan negatif, lingkungan yang berwarna hitam disebabkan oleh


pewarna yang digunakan adalah nigrosin atau tinta cina yang memiliki
warna dasar hitam. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan
bahwa zat pewarna asam membawa suatu muatan negatif, maka pada sel yang
permukaannya juga negatif akan ditolak oleh sitoplasma sel sehingga zat
warna ini akan berkaitan dengan lingkungan yang mengelilingi sel dan bagian
dalam sel akan tetap berwarna bening (Alcamo,1996).

Tinta cina cina bersifat asam dan tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke
dalam sel bakteri karena tinta cina memiliki muatan negatif dari komponen
kromoforik yang akanbertolakan dengan muatan negatif yang dimiliki oleh
sitoplasma bakteri sehingga tinta cina hanya akan memberi warna hitam pada
latarnya saja (Dwidjoseputro, 1998).

Selain itu, disebutkan juga pustaka bahwa bakteri merupakan organisme


mikroseluler yang pada dinding selnya mengandung ion negatif, zat warna
(nigrosin) yang bermuatan negatif tidak akan mewarnai sel tetapi yang
terwarnai adalah lingkungan luarnya saja (Entjang,2003).

Gambar 2. Bakteri bentuk coccus yang tidak terwarnai (transparan) tetapi


latar belakangnya hitam karena tidak menyerap zat warna yang diberikan
yaitu tinta cina.

D. Pewarnaan Diferensial (Pewarnaan Gram dan Tahan Asam) yang


Dilakukan pada Mikroorganisme
Tidak seperti pewarnaan sederhana, pada pewarnaan diferensial pewarna
bereaksi secara berbeda dengan berbagai macam bakteri yang berbeda,
tergantung komponen utama yang terwarnai dari bakteri, sehingga dapat
untuk membedakannya. Metode pewarnaan ini yang paling sering
dipergunakan adalah Pewarnaan Gram dan Tahan Asam (acid-fast stain)
(Murwani, 2015).
1. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dikembangkan pada tahun 1884 oleh seorang
bakteriologis dari Kanada Hans Christian Gram. Pewarnaan ini paling
banyak digunakan karena bakteri diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
besar, yaitu Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif (Murwani, 2015).

a. Preparat olesan yang telah difiksasi (dengan pemanasan), ditetesi


dengan pewarna dasar pewarna ungu, biasanya Kristal violet. Pewarna
akan mewarnai seluruh bagian sel, dan disebut primary stain.
b. Dalam jangka waktu pendek, pewarna ungu dicuci dengan air mengalir
dan preparat ditetesi dengan iodine sebagai mordant. Setelah
pencucian, specimen tampak violet atau ungu gelap.
c. Preparat selanjutnya awa warnakan (dilunturkan) dengan ditetesi
alkohol atau aseton alkohol (decolorizing agents) sampai pewarna
luntur. Kemudian dicuci, dikeringkan dan dilihat di bawah mikroskop.

Pewarna ungu dan iodine menyatu di dalam sitoplasma bakteri dan


memberikan warna ungu sampai ungu tua, dan bakteri tersebut
diklasifikasikan sebagai Gram Positif. Bakteri yang tidak terwarnai setelah
awa warna, disebut Gram Negatif. Untuk mempermudah melihat
perbedaan antara gram positif dan negative, maka ditambahkan pewarna
dasar safrain dan disebut sebagai warna pambanding (counter stains).
Bakteri gram positif menahan pewarna pertama (ungu), sehingga tidak
terpengaruh dengan penambahan pewarna pembanding, sedang gram
negative menjadi berwarna merah (Murwani, 2015).

Prosedur pertama dari pewarnaan gram ini adalah memberi pewarna kristal
violet, setelah 1 menit dibilas dan kemudian akan diberikan pewarna
yodium, setelah satu menit dibilas dan kemudian akan diberi laputan
alkohol 95% selama 30 detik, kemudian dibilas dan diberi pewarna
safranin atau bismarck (untuk buta warna merah) selama 1 menit. Zat
pewarna kristal violet dan yodium akan membentuk senyawa yang
kompleks. Beberapa bakteri akan melepaskan zat pewarna dengan mudah
apabila dicuci dan beberapa bakteri yang lain zat pewarna akan bertahan
walaupun dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri gram positif akan terwarna
ungu (kristal violet) dan bakteri gram negatif akan terwarna merah
(safranin) (Umsl, 2008).

Bakteri garam positif ialah bakteri yang mengikat warna utama (crystal
violet) dengan kuat sehingga tidak dapat di lunturkan oleh peluntur dan
tidak diwarnai lagi oleh zat warna lawan (safranin) pada mikroskop sel-
sel bakteri tampak berwarna ungu (Pelczar, 2005).

Bakteri gram negatif ialah bakteri yang mempuyai daya mengikat zat
warna utama tidak kuat sehingga dapat dilunturkan oleh peluntur dan
dapat diwarnai oleh zat warna lawan (safranin) pada pengamatan
mikroskop sel-sel bakteri tampak berwarna merah. Fungsi zat warna:
a. Crystal violet yang berfungsi membentuk ikatan mg-Ribonucleid acid
pada membran/dinding sel bakteri sehingga membentuk kompleks
mg-Ribonucleid acid- crystal violet. Kompleks ini merupakan
senyawa yang tidak luntur dengan alkohol.
b. Lugol’s ladin yang berfungsi sebagai penguat ikatan pada kompleks
mg-Ribonuclead acid.
c. Alkohol 95% berfungsi mencuci lemak pada dinding sel bakteri.
d. Safranin berfungsi sebagai zar warna tandingan (lawan) luruh nya
kompleks mg-Ribonucleid acid- crystal violet dari dinding sel bakteri
gram negatif (Pelczar, 2007).
Gambar 2. Hasil pewarnaan gram S. aureus berbentuk bulat, berwarna
unngu, bersifat gram positif. E. coli berbentuk batang, berwarna merah
muda, bersifat gram negative (Murwani, 2015).

Proses pewarnaan gram ini memerlukan 3 jenis reagen. Bakteri terbagi


atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini berdasarkan warna yang dapat
dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar, berupa
pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen
kedua disebut bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci
tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bila
komponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan
tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat mengikat warna
dasar, maka warna akan tercuci. Reagen terakhir adalah warna
pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna pembanding akan
terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Larutan yang
biasa dipakai adalah ungu kristal, lartan iodium, alkohol dan safranin
(Tracy, 2005).

2. Pewarnaan Tahan Asam

Pewarna tahan asam hanya dapat melekat kuat pada bakteri yang
mengandung bahan seperti lilin (waxy) pada dinding selnya. Mikrobiologis
menggunakan teknik pewarnaan ini untuk identifikasi bakteri genus
patogenik Nocardia dan Mycobacterium, termasuk M. tuberculosis
penyebab tuberculosis dan M. leprae penyebab lepra (Murwani, 2015).

Pada pewarnaa tahan asam digunakan carbol-fuchsin yang berwarna


merah untuk fiksasi preparat apusan, kemudian dipanaskan untuk beberapa
menit (5 menit), tidak boleh sampai mendidih. Pemanasan akan
meningkatkan kemampuan potensi dan retensi pewarna). Preparat
didinginkan dengan cara membilas dengan air. Kemudian ditetesi alkohol-
asam untuk pelunturan terhadap warna merah pada bakteri yang tidak
bersifat tahan asam. Bakteri tahan asam menahan warna merah, karena
carbol-fucsin lebih terlarut di dalam dinding sel yang mengandung lipid
dari pada dalam alkohol-asam. Sebaliknya pada yang tidak tahan asam
karena pada dinding tidak mengandung komponen lipid, sehingga warna
carbol-fucsin luntur dan bakteri menjadi tidak berwarna. Dengan
penambahan methylene-blue sebagai warna pembanding bakteri yang tidak
tahan asam menjadi biru (Murwani, 2015).

Gambar 3. Hasil pewarnaan tahan asam metode Ziehl Neelson. Bakteri


tahan panas berwarna merah (batang lansing) (Murwani, 2015).

E. Pewarnaan Khusus (Kapsul, Spora, dan Flagel) yang Dilakukan pada


Mikroorganisme
Pewarnaan ini ditujukan untuk mewarnai dan mengisolasi bagian tertentu
dari mikroorganisme, seperti endospore, flagella ataupun kapsula
((Murwani, 2015).
1. Pewarnaan Kapsul (Pewarnaan Negatif)
Pada beberapa bakteri, permukaan sel dilapisi masa gelatinosa yang
disebut kapsula. Pda bidang mikrobiologi medic, adanya kapsula pada
mikroorganisme biasanya berhubungan dengan virulensi, tingkat
kemampuan pathogen dalam menyebabkan penyakit (Murwani, 2015).

Pewarnaan kapsula lebih sulit dibandingkan prosedur pewarnaan


lainnya, dikarenakan material kapsula terlarut dalam air atau
mengelupas saat pencucian. Untuk mewarnai kapsula diperlukan
campuran larutan yang mengandung suspense koloidal yang bagus,
biasanya digunakan tinta India atau negrosin sebagai pewarna latar
belakang. Dilanjutkan pewarnaan sederhana bakteri, biasanya
menggunakan safranin. Kapsula tidak bisa diwarnai menggunakan
pewarna biologis, sehingga bakteri di bawah mikroskop Nampak
berwarna merah yang dikelilingi halo transparan, dengan latar
belakang hitam (Murwani, 2015).

Pewarnaan menggunakan satu pewarna safranin, diperoleh hasil


bakteri berwarna merah, dengan latar belakang kemerahan. Apabila
digunakan satu pewarna tinta china/india, maka bakteri berwarna
hitam, dengan latar belakang kehitaman (Murwani, 2015).

Gambar 4. Hasil pewarnaan negative. Kapsula bakteri Nampak sebagai


area yang tidak terwarnai di sekeliling bakteri (Murwani, 2015).
2. Pewarnaan Spora (Endospora)
Endospora merupakan struktur tambahan dan bentuk kondisi inaktif
(dormans) dari bakteri, yang terbentuk di dalam sel dan memberikan
perlindungan terhadap bakteri dari lingkungan yang tidak
menguntungkan. Tidak semua bakteri dapat membentuk spora. Spora
tidak dapat diwarnai menggunakan pewarna pada umumnya (seperti
pewarnaan sederhana atau gram) karena pewarna tidak dapat masuk ke
dalam dinding spora (Murwani, 2015).

Metode pewarnaan yang sering digunakan untuk mewarnai spora


adalah Schaeffer Fulton. Setelah preparat apusan difiksasi, ditetesi
malasit hijau sebagai pewarna pertama. Kemudian preparat
dipanaskan selama 5 menit untuk membantu pewarna masuk ke dalam
dinding spora. Preparat dicuci selama 30 detik, malasit hijau mewarnai
seluruh bagian sel kecuali spora. Sebagai pewarna pembanding
preparat ditetesi safranin yang mewarnai spora menjadi merah
Hasil pewarnaan menunjukkan spora berwarna hijau, dan sel bakteri
merah (Murwani, 2015).

Gambar 5. Hasil pewarnaan spora Bacillus subtilis metode Schaeffer


Fulton. Endospora berwarna hijau dan sel vegetative bakteri berwarna
merah (Murwani, 2015).

3. Pewarnaan Flagel
Flagella bakteri (tunggal flagellum) merupakan struktur yang berfungsi
untuk lokomosi dan sangat kecil untuk dapat dilihat menggunakan
mikroskop. Untuk melihat diameter dan panjang flagella, diperlukan
pewarnaan yang menggunakan mordant, dan pewarna carbol
fuchsin. Jumlah dan susunan flagella membantu diagnosis
mikrobiologi (Murwani, 2015).

Gambar 6. Hasil Pewarnaan flagella. Nampak pada gambar bakteri


dengan flagella peritrikus, flagella terletak pada seluruh permukaan sel
(Murwani, 2015).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil untuk dapat dilihat
menggunakan mata telanjang, sehingga memerlukan mikroskop untuk
melakukan observasi. Bakteri jika dilihat di bawah mikroskop akan sulit
diamati karena bentuknya transparan. Untuk memudahkan pengamatan
morfologi mikroskopi bakteri, maka dapat dilakukan prosedur pewarnaan.
Pewarnaan sederhana, pewarna yang digunakan satu pewarna tunggal dalam
berbentuk cairan atau terlarut dalam alkohol. Pada pewarnaan ini hanya dapat
untuk melihat bentuk selular dan bentuk dasar bekteri. Pewarnaan Negatif.
Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa. Tapi mudah dilihat
dengan pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan
mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga sel tampak transparan dengan latar
belakang hitam. pewarnaan diferensial pewarna bereaksi secara berbeda
dengan berbagai macam bakteri yang berbeda, tergantung komponen utama
yang terwarnai dari bakteri, sehingga dapat untuk membedakannya. Metode
pewarnaan ini yang paling sering dipergunakan adalah Pewarnaan Gram dan
Tahan Asam. Pewarnaan Khusus ditujukan untuk mewarnai dan mengisolasi
bagian tertentu dari mikroorganisme, seperti endospore, flagella ataupun
kapsula.

B. Saran
Sebaiknya pembaca tidak hanya menjadikan makalah ini sebagai acuan dalam
memperdalam pengetahuan mengenai Mikroba khususnya pada pembahasan
sekaitan dengan Mikroskop dan metode mikrobiologi. Akan tetapi, mencari
informasi tambahan yang terkait melalui berbagai sumber lain agar lebih
mengerti dan memahami tentang ruang lingkup Mikroskop dan metode
mikrobiologi.
DAFTAR PUSTAKA

Alcamo, I.E.1996. Fundamental of Microbiology, 5th Edition. Addison Wesly


Longman, Inc : New YorkEntjang, I.2003. Mikrobiologi dan Parasitologi
Untuk Akademi Keperawatan. Citra Aditya Bakti. BandungHadiotomo,
Ratna Siri. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT.
Gramedia.
Campbell, N. A. dan Reece, J. B., 2005. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Dwidjoseputro, D.1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Entjang, I.2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan.
Citra Aditya Bakti. Bandung
Fifendy, Mades. 2017. Mikrobiologi Edisi Pertama. Jakarta: PT Balebat Dedikasi
Prima.
Goldsten, Philip. 2004. Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 10 Edisi 11. Jakarta: PT
Ikrar Mandiri Abadi.
Hadiotomo, Ratna Siri. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta : PT.
Gramedia.
Kusnadi. Dkk. 2003. Mikrobiologi. Bandung: Jica.
Lestari, Purwaning. B dan Triasih Wahya. H. 2017. Mikrobiologi Berbasis
Inkuiry. Malang: Penerbit Gunung Samudera.
Murwani, Sri. 2015. Dasar-dasar Mikrobiologi Veteriner. Malang: UB Press.
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S,. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi 1.. Alih
bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas.T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L.,
Jakarta: UI Press.
Prasetya, Yulianto, A. 2019. Bakteriologi 1: Penuntuk Praktikum Teknologi
Laboratorium Medik. Jakarta: EGC
Sutedjo, M., A. G. Kartasapoetra dan S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi
Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Pengajar. 2010. Penuntun Praktikulum Biologi Dasar. Makassar: Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Tracy. 2005. Gram Staining. www.tracy.k12.ca.us/ thsadvbio/ pdfs/
gram%20stain.pdf, Diakses pada tanggal 13 Februari 2019.
Umsl. 2008. Staining Bacteria. www.umsl.edu /~microbes/pdf/
stainingbacteria.pdf, Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai