Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Goiter koloid, difus, nontoksik dan goiter koloid nodular merupakan gangguan

yang sangat sering dijumpai dan menyerang sampai 16 % wanita dan 4 % Pria yang

berusia antara 20-60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di

Tecumseh, suatu komunitas di michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali

gangguan kosmetik tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi.

Istilah goiter nontoksik adalah pembesaran tiroid yang tidak disertai dengan

tiroid toksikosis, hipotiroidisme, peradangan atau neoplasma. Penyebab yang sering

adalah hipersekresi tiroid stimulating hormone (TSH) sebagai respon detek sintesis

hormon di dalam kelenjar tiroid. Pada sebagian besar kasus, peningkatan TSH

mengkompensasi kelainan dalam biosintesis hormon, yang menghasilkan seorang

pasien yang eutiroid tetapi memiliki pembesaran massa tiroid (goiter).

Dibeberapa bagian dunia dimana terjadi defisiensi yodium, goiter adalah

endemik. Daerah tersebut adalah daerah Alpen, Himalaya, Andes, dan great Lakes di

Amerika Serikat. Di Amerika Serikat dan Swiss, insiden goiter menurun secara

dramatis sejak diperkenalkannya garam beryodium.

Goiter nontoksis terjadi walaupun tersedia lodin pada orang yang memiliki

kelainan fungsional tiroid yang berhubungan dengan efek lodinasi tiroglobulin.

Kadang-kadang agen yang dimakan termasuk obat ansitiroid (PTU, carbinazole,

methimazole) atau produk tanaman yang mengandung obat antitiroid (rutabaga, lobak

putih, daging daging casaba) terlibat dalam goiter.


B. Tujuan Penulisan

 Tujuan Umum :

Memperoleh gambaran teoritis mengenai asuhan keperawatan pada klien

dengan goiter.

 Tujuan khusus :

1. Memperoleh gambaran teoritis mengenai penyakit goiter.

2. Melakukan pengkajian pada klien dengan goiter.

3. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan goiter.

4. Menetapkan tujuan intervensi pada klien dengan goiter.

5. Menetapkan intervensi dan rasionalisasi asuhan keperawatan pada klien

dengan goiter.

C. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari empat bab yaitu :

Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan

sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan teoritis terdiri dari pengertian, anatomi dan fisiologi,

penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan

diagnostik, pencegahan dan pengobatan.


Bab III : Asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

tujuan, intervensi dan rasionalisasi.


Bab IV : Penutup terdiri dari kesimpulan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian

Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembesaran ini dapat

memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), dapat juga dengan defisiensi

tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetroidisme). Goiter

dapat bersifat kongenital atau didapat, endemik atau sporadik.

Goiter seringkali diakibatkan tingginya sekresi hormon tirotropik hipofisis

sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon tiroid sirkulasi. Pembesaran

tiroid juga dapat disebabkan proses infiltratif berupa peradangan atau neoplastik.

Sedangkan goiter pada pasien tirotoksikosis disebabkan oleh imunoglobulin

perangsang tiroid (TSI = Thyroid Stimulating Immunoglobulin).

B. Anatomi Fisiologi Goiter

Kelenjar tiroid terdiri dari 2 (dua) buah lobus yang terletak disebelah

kanan dari trakea diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea

disebelah depan. Bagian yang terletak didepan trakea disebut isthmus dan

besarnya adalah kira-kira 0,4 x 2 x 2 cm. Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang

terdapat di dalam leher bagian bawah melekat pada dinding laring.

Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang

dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya

mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid, terdiri dari :

1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi

2. Mengatur penggunaan oksidasi.

3. Mengatur pengeluaran karbondioksida.


4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam

jaringan.

5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.

Hiperfungsi merupakan penyebab penyakit eksotalmik goiter.

C. Etiologi

Defisensi Yodium.

 Peningkatan sekresi hormon tirotropik kelenjar pitritari dalam responnya

terhadap penurunan kadar hormon tiroid dalam sirkulasi.

 Proses infiltratif yang dapat berupa radang atau neoplastik.

 Goiter kongensial : pemberian obat-obat anti tiroid atau yodium selama

kehamilan untuk pengobatan tirotoksikosik.

 Tiroiditis rumfositik.

 Pemberian lithium karbonal dan gotor darum.

 Rangsangan goiterogenik ringan berlangsung lama.

D. Tanda dan Gejala

 Kelainan fisik = asinetris leher.

 Saat Goiter tumbuh Disepalgia, sesak napas, serak atau nyeri pada palpasi.

 Batuk, stridor.

 Dapat disertai hipotirirodisme.


E. Patofisiologi

Skema patofisiologi dari penyakit goiter ini adalah sebagai berikut :

Faktor pencetus (  Yodium )

Kapasitas kelenjar tiroid terganggu

Kadar TSH

Hipertropi dan hiper persia folikel tiroid

Fibrosis dan nodula yang mengandung folikel-folikel

Goiter tumbuh

F. Klasifikasi Goiter

1. Goiter kongenital

Goiter biasanya sporadik dan dapat ditimbulkan pemberian antitiroid

atau yodida selama kehamilan sebagai terapi tirotoksikosis. Pembesaran tiroid

pada saat lahir kadang-kadang dapat menimbulkan distres pernapasan yang

mengganggu perawatan dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Goiter

hampir selalu dijumpai pada bayi hipertiroid kongenital. Biasanya tidak besar,
bayi memperlihatkan manifestasi klinis hipertiroidisme dan ibu seringkali

dengan riwayat penyakit graves. Defisiensi yodium sebagai penyebab goiter

kongenital telah jarang ditemukan, tetapi menetap pada daerah-daerah

endemik terisolasi.

2. Goiter endemik dan kretinisme

Hubungan antara defisiensi yodium dengan prevalensi goiter atau

kretinisme telah diketahui selama lebih dari setengah abad. Pada defisiensi

yodium sedang, kebutuhan dapat dipenuhi dengan cepat dikembalikan ke

dalam kelenjar yang mensintesis kembali hormon dengan kecepatan melebihi

normal. Peningkatan aktivitas ini tercapai dengan hipertropi dan hiperplasia

kompensasi dan dapat memenuhi kebutuhan hormon tiroid jaringan. Pada

daerah-daerah geografis dengan defisiensi yodium berat, dapat timbul

dekompensasi dan hipotiroidisme. Goiter dapat menghilang saat dewasa dan

timbul kembali selama kehamilan dan laktasi.

3. Goiter sporadik

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis limfositik

yang terjadi lazim pada saudara kandung, di mulai pada awal kehidupan dan

kemungkinan bersama dengan hiportiroidisme yang merupakan petunjuk penting

untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a. Goiter yodida.

Yodida umumnya dimasukkan dalam obat batuk untuk efek ekspektorannya

dan jug dalam sediaan paten untuk asma. Pada subjek normal, pemberian

yodida secara akut dalam dosis besar, menghambat organifikasi yodium dan
sintesis hormon tiroid. Jika pemmberian yodida berlanjut, maka suatu

mekanisme autoregulasi normal akan membatasi penangkapan yodium,

memungkinkan turunnya kadar yodida tiroid dan selanjutnya organifikasi

kembali berjalan normal.

Subjek yang paling rentan terhadap perkembangan goiter yodida adalah

penderita tiroiditis limfisitik atau mereka dengan kesalahan sintesis hormon

tiroid bawaan subklinis, demikian pula penderita tirotoksikosis yang diterapi

yodium radioaktif.

b. Goiter simpleks / sederhana (Goiter koloid).

Yang tidak diketahui asal-muasalnya. Pada pemeriksaan tiroid dapat normal

atau ditemukan berbagai ukuran folikel, koloid yang padat dan epitel yang

memipih. Goiter dapat kecil atau besar, pada separuh pasien konsistensinya

padat dan kadang-kadang asimetris atau nodular.

c. Goiter adenomatosa.

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus

yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.

Ukuran folikel bervariasi ; epitel gepeng atau kuboid dan dapat ditemukan

lipatan-lipatan papilaris.

4. Goiter intra trakea

Tiroid intraluminal terletak dibawah mokusa trakhea dan sering

menyambung dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal. Jaringan

tiroid ini rentan terhadap pembesaran goiter, yang melibatkan jaringan tiroid

normal maupun ektopik. Jika terjadi obstruksi saluran napas yang berkaitan
dengan goiter, harus dipastikan apakah obstruksi terletak di luar atau di dalam

trakea.

Klasifikasi goiter menurut WHO :

1. Stadium O - A tidak ada goiter.

2. Stadium O – B goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun

leher tereks tensi penuh.

3. Stadium I goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher tereks tensi penuh.

4. Stadium II goiter terlihat pada leher dalam potersi.

5. Stadium III goiter yang besar terlihat dari darun.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Tes ambilan RAI.

T4 dan T3 serum.

TSH.

Ikatan protein iodium.

Gula darah.

Kartisol plasma.

Pemeriksaan fungsi hepar.

Kreatinin urine.

EKG.

H. Pencegahan

Penggunaan yodium yang cukup.

Pada ibu hamil dilanjutkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko

untuk ketergantungan goiter kongenital.


I. Pengobatan

Penekanan TSH oleh oleh hormon tiroid ( 100-2009 levothyrorino ) ( L-

thyroxine ).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Kaji riwayat penyakit :

 Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.

 Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita

3. Usia dan jenis kelamin.

4. Kebiasaan makan : bertujuan untuk mengidentifikasi

kemungkinan adanya faktor goitrogenik.

5. Penggunaan obat-obatan

 Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir

 Sudah berapa lama digunakan

 Tujuan pemberian obat.

6. Keluhan klien

Sesak napas apakah bertambah sesak bila beraktivitas

Sulit menelan.

Leher bertambah besar.

Suara serak / parau.

Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.

7. Pemeriksaan fisik

Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda konsistensi dan

simetris tidaknya apakah terasa nyeri pada saat dipalpasi.

Inspeksi bentuk leher simetris tidaknya.


Auskultasi bruit pada arteri tiroida.

Nilai kualitas suara.

Palpasi apakah terjadi deviasi trakea.

8. Pemeriksaan Diagnostik.

Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.

Pemeriksaan RAI.

Tesh TSH serum.

9. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis

diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen nutrisi

cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri

seperti :

Status pernapasan : Frekuensi pola dan teratur tidaknya, dan apakah klien

menggunakan otot pernapasan tambahan seperti retraksi sternal atau tidak

berdaya.

Berat badan dan tinggi badan.

Kadar hemogiobin.

Kelembaban kulit dan teksturnya.

Porsi makan yang dihabiskan.

Turgor.

Jumlah dan jenis cairan peroral yang dikonsumsi.

Kondisi mukosa mulut.

Kualitas suara.

Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi klien

dengan orang sekitarnya.

Bagaiman klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.


B. RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Umur :
Rencana Keperawatan
DX.Medis : Goiter Ruang :
Hari No. Diagnosa Tujuan dan Paraf
Rencana Tindakan Rasional
Tgl Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan nafas tak Selama dalam perawatan, 1.1 Observasi keadaan klien Untuk mengetahui
efektif b/d obstruksi trakea; pola napas klien efektif secara teratur. perkembangan penyakit klien.
pembengkakan, perdarahan, kembali.
spasme laringeal. Dengan kriteria : 1.2 Kaji adanya dispnea, Indikator obstruksi trakea /
Data obyektif : - Frekuensi pernapasan stridor, ”berkokok” dan spasme laring yang
16-20 X/menit dan sianosis. Perhatikan membutuhkan evaluasi dan
pola teratur. kualitas suara. intervensi segera.
- Akral hangat.
- Kulit tidak pucat / 1.3 Bantu dalam perubahan Mempertahankan kebersihan
sianosis. posisi, latihan napas dalam jalan napas dan ventilasi.
- Kadaan klien tenang / atau batuk efektif sesuai Namun batuk tidak
tidak gelisah. indikasi. dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri yang
berat, tetapi hal itu perlu
untuk membersihkan jalan
napas.

1.4 Selidiki keluhan menelan, Merupakan indikasi edema /


penumpukan sekresi oral. perdarahan yang membeku
pada jaringan sekitar daerah
operasi.
1.5 Batasi aktivitas, hindarkan Membantu melawan
aktivitas yang melelahkan. pengaruh dari peningkatan
metabolisme.

1.1 Kolaborasi pemberian Untuk mengurangi udem.


obat-obatan seperti dexa
methason (untuk
mengurangi edema).

2. Perubahan nutrisi kurang Dalam waktu 1-2 2.1 Catat dan laporkan adanya Peningkatan aktivitas
dari kebutuhan b/d minggu kebutuhan anoreksia, kelemahan adrenergik dapat
peningkatan metabolisme nutrisi terpenuhi. umum / nyeri, nyeri menyebabkan gangguan
(peningkatan nafsu makan / Dengan kriteria : abdomen, munculnya mual sekresi insulin / terjadi
pemasukan dengan - Menunjukkan berat & muntah. resisten yang mengakibatkan
penurunan berat badan). badan yang stabil perubahan kecepatan dan
Data obyektif : disertai dengan nilai kedalaman pernapasan.
laboratorium yang
normal dan terbatas 2.2 Pantau masukan makanan Penurunan berat badan terus
dari tanda-tanda setiap hari. Dan timbang menerus dalam keadaan
malnutrisi. berat badan setiap hari serta masukan kalori yang cukup
- Tekstur kulit baik. laporkan adanya merupakan indikasi
penurunan. kegagalan terhadap terapi
antitiroid.

2.3 Porsi makanan kecil tetapi Membantu menjaga


sering dengan pemasukan klori cukup tinggi
menggunakan makanan dan mentoleransi makanan
tinggi kalori yang mudah yang diberikan.
dicerna.
2.4 Ciptakan lingkungan yang Dapat meningkatkan nafsu
menyenangkan menjelang makan dan memperbaiki
jam makan. pemasukan makanan.

2.5 Konsultasikan dengan ahli Mungkin memerlukan


gizi untuk memberikan diet bantuan untuk menjamin
tinggi kalori, protein, pemasukan zat-zat makanan
karbohidrat dan vitamin. yang adekuat dan
mengidentifikasikan makanan
pengganti yang paling sesuai.

3.1 Observasi tingkah laku Ansietas ringan dapat


3. Ansietas b/d faktor Selama dalam perawatan yang menunjukkan tingkat ditunjukkan dengan peka
fisiologis; status klien tidak merasa cemas ansietas. rangsang dan insomnia.
hipermetabolik, efek akan kondisinya
pseudokatekolamindari sekarang. 3.2 Jelaskan prosedur, Memberikan informasi akurat
hormon tiroid. Dengan kriteria : lingkungan sekeliling atau yang dapat menurunkan
Data obyektif : - Tampak rileks. suara yang mungkin distrosi / kesalahan
- Peningkatan perasaan - Melaporkan ansietas didengar oleh pasien. intrepertasi yang dapat
kuatir, gemetar, hilang berkurang sampai berperan pada reaksi ansietas
kontrol, panik, perubahan tingkat dapat diatasi. atau ketakutan.
kognitif, distorsi - Mampu
rangsang lingkungan. mengidentifikasi cara 3.3 Bicara singkat dengan kata Rentang perhatian mungkin
hidup yang sehat yang sederhana. pendek, konsentrasi
untuk membagikan berkurang, yang membantasi
perasaannya. kemampuan untuk
mengasimilasi informasi.

3.4 Rujuk pada sistem Terapi penyokong yang terus


penyokong sesuai dengan menerus mungkin
kebutuhan seperti dimanfaatkan / dibutuhkan
konseling, ahli agama dan pasien atau orang terdekat
pelayanan sosial. jika krisis itu menimbulkan
perubahan gaya hidup pada
pasien itu sendiri.

4. Gangguan komunikasi Selama perawatan klien 4.1 Kaji fungsi bicara secara Suara serak dan sakit
verbal b/d edema jaringan, dapat berkomunikasi periodik, anjurkan untuk tenggorok akibat edema
nyeri. dengan baik. tidak berbicara terus jaringan menyebabkan
Data obyektif : Dengan kriteria : menerus. paralisis pita suara atau
- Kerusakan artikulasi, - Mampu menciptakan penekanan pada trakea.
tidak dapat berbicara, metode komunikasi
gunakan petunjuk non- dimana kebutuhan 4.2 Pertahankan komunikasi Menurunkan kebutuhan
verbal seperti sikap dapat dipahami. yang sederhana, beri berespon, mengurangi bicara.
tubuh. pertanyaan yang hanya
memerlukan jawaban ”ya”
atau ”tidak”.

4.3 Antisipasi kebutuhan Menurunkan ansietas dan


sebaik mungkin. Kunjungi kebutuhan pasien untuk
pasien secara teratur. berkomunikasi.

4.4 Pertahankan lingkungan Meningkatkan kemampuan


yang tenang. mendengarkan komunikasi
perlahan dan menurunkan
kerasnya suara yang harus
diucapkan pasien untuk dapat
didengarkan.

5. Kurang pengetahuan b/d Selama perawatan klien 5.1 Berikan informasi yang Berat ringannya keadaan,
tidak mengenal sumber dapat mengerti kondisi tepat dengan keadaan penyebab, usia dan
informasi. dari penyakitnya individu. komplikasi yang muncul akan
Data obyektif : tersebut. menentukan tindakan
- Tidak akurat dalam Dengan kriteria : pengobatan.
mengikuti instruksi / - Pasien mengatakan
perkembangan menerti tentang 5.2 Diskusikan mengenai terapi Obat antitiroid memerlukan
komplikasi yang dapat proses penyakit dan obat-obatan termasuk juga pengobatan dalam jangka
dicegah. pengobatannya. ketaatan terhadap waktu yang lama untuk
- Memulai perubahan pengobatan dan tujuan menghambat produksi
pola hidup yang terapi serta efek samping hormon.
penting dan obat tersebut.
berpartisipasi dalam
tindakan pengobatan. 5.3 Tekankan pentingnya Mencegah timbulnya
perencanaan waktu kelelahan, menurunkan
istirahat. kebutuhan metabolisme.

5.4 Tinjau kebutuhan untuk Memberikan nutrien yang


diet makanan dan tinjau adekuat membantu keadaan
ulang secara periodik hipermetabolik.
mengenai nutrisi.

5.5 Tekankan pentingnya Penting sekali untuk


evaluasi medik secara menekankan efektivitas dari
teratur. terapi dan pencegahan
terhadap komplikasi fatal
yang sangat potensial terjadi.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penguraian dari bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Goiter adalah pembesar pada kelenjar teroid.

2. Penyebab dari goiter adalah peningkatan sekresi hormon tirotropik kelenjar

pitritati dalam responnya terhadap penurunan kadar hormon tiroid dalam

firkulasi.

3. Klasifikasi goiter :

1) Goiter congenital.

2) Goiter indemik dan krettinesmo.

3) Goiter proradis.

4) Goiter intra trakea.

4. Pencegahan goiter yaitu :

 Penggunaan yodium yang cukup.

 Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan

obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter konginetal.

5. Diagnosa keperawatan pada klien goiter adalah :

 Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan

penekanan-penekanan kelenjar teroid pada trakhea.

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan asupan yang kurang akibat dispagia.


 Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan

bentuk leher.

 Gangguan rasa nyaman ansietas yang berhubungan

dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya,

persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

Anda mungkin juga menyukai