Anda di halaman 1dari 19

[DOCUMENT TITLE]

[Document subtitle]

BY
M. YUSDIN SYARIFUDDIN
MUH. RUM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas.
Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup
ruang dan waktu. Fisikawan mempelajari perilaku dan sifat materi dalam
bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang
membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam
semesta sebagai satu kesatuan kosmos.
Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada
dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat
semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut
sebagai ilmu paling mendasar, karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia,
geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang
mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat
kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul
yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika
kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.
Istilah revolusi bisa diartikan sebuah perubahan sosial dan kebudayaan
yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok
kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat
direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Ia bisa dijalankan
dengan bentuk kekerasan ataupun tidak. Ukuran kecepatan suatu perubahan
sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Revolusi
menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari
sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru.
Perubahan yang dihasilkan dari revolusi tidak hanya karena figur
pemimpin, namun juga segenap elemen perjuangan beserta sarananya.
Revolusi akan muncul disaat waktu mengharuskan ia hadir. Ketika seluruh
komponen masyarakat melihat ada sistem yang berjalan namun tidak mampu
menjadi alternatif untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat, di saat itulah
revolusi dimulai. Telah banyak tugu peringatan dan museum yang melukiskan
keperkasaan dan kemasyhuran ravolusi di banyak negara yang telah
menjalankan revolusi seperti yang terdapat di Vietnam, Rusia, Iran, China,
Indonesia, dan banyak negara lainnya. Menjebol dan membangun merupakan
bagian integral yang menjadi bukti fisik revolusi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan revolusi?
2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan setelah revolusi?
3. Siapakah tokoh yang berperan dalam revolusi ilmiah pertama?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Revolusi
Revolusi diartikan sebuah perubahan sosial dan kebudayaan yang
berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan
masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan
atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Ia bisa dijalankan dengan bentuk
kekerasan ataupun tidak. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif
karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di
Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap cepat karena
mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat seperti sistem
kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan yang telah berlangsung
selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan,
menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama
sekali baru.
Perubahan yang dihasilkan dari revolusi tidak hanya karena figur
pemimpin, namun juga segenap elemen perjuangan beserta sarananya.
Revolusi akan muncul disaat waktu mengharuskan ia hadir. Ketika seluruh
komponen masyarakat melihat ada sistem yang berjalan namun tidak mampu
menjadi alternatif untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat, di saat itulah
revolusi dimulai. Telah banyak tugu peringatan dan museum yang melukiskan
keperkasaan dan kemasyhuran ravolusi di banyak negara yang telah
menjalankan revolusi seperti yang terdapat di Vietnam, Rusia, Iran, China,
Indonesia, dan banyak negara lainnya. Menjebol dan membangun merupakan
bagian integral yang menjadi bukti fisik revolusi. Tatanan lama yang busuk
dan menyesatkan serta menyengsarakan rakyat, diubah menjadi tatanan yang
besar peranannya untuk rakyat, seperti di Bolivia, setelah Hugo Chavez
menjadi presiden ia segera merombak tatanan agraria, di mana tanah untuk
rakyat sungguh diutamakan yang menyingkirkan dominasi para tuan tanah di
banyak daerah di negeri itu. Jika dilihat dari bukti-bukti sejarah, sebenarnya
istilah revolusi identik dengan perubahan politik dan sosial masyarakat.
Dalam pengertian umum, revolusi mencakup jenis perubahan apapun yang
memenuhi syarat-syarat tersebut. Misalnya revolusi industri yang mengubah
wajah dunia menjadi modern. Sejarah modern mencatat dan mengambil
rujukan revolusi mula-mula pada revolusi Perancis, kemudian revolusi
Amerika. Namun, revolusi Amerika lebih merupakan sebuah pemberontakan
untuk mendapatkan kemerdekaan nasional, ketimbang sebuah revolusi
masyarakat yang bersifat domestik seperti pada revolusi Perancis. Begitu juga
dengan revolusi pada kasus perang kemerdekaan Vietnam dan Indonesia.
Maka konsep revolusi kemudian sering dipilah menjadi dua: revolusi sosial
dan revolusi nasional.

B. Objektivitas Sains Pada Paradigma Awal


Wacana tentang objektivitas sains menjadi hal yang penting untuk
disinggung sebagai permulaan dari tulisan ini, karena mengingat masalah ini
menjadi pokok sentral dari paradigm ilmuan dalam merumuskan metodologi.
Umumnya kalangan positivistik seperti August Comte memiliki anggapan
bahwa ilmu itu dapat dicapai secara objektif jika pengetahuan tersebut
mampu dibuktikan secara induktif dan berpijak pada metodologi ilmiah yang
mampu dibuktikan secara faktual, observasi, eksperimental dan komparasi.
Namun, bagi Kuhn setiap ilmuwan dalam meneliti sesuatu dan menciptakan
teori tentu ada paradigm yang mendasari proses dalam penelitiannya, maka
seorang ilmuan mustahil bisa menolak subjektifitas individu karena paradigma
dalam dirinya menentukan arah sebuah penelitian. Dalam sains, paradigm
mengandung unsur asumsi dan prediksi tertentu tentang alam yang dimiliki
oleh individu ilmuan. Karena itu pemahaman seseorang terhadap ilmu
pengetahuan tidak pernah bisa bersikap objektif, kita harus memperhitungkan
bahwa ada unsur subjektif dari individu kita.
Para ilmuan sering mengklaim bahwa konsep-konsep dan teori-teori
mereka bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena alam, apa yang
sesungguhnya mereka lakukan di dalam sains normal adalah menyusun
fenomena berdasarkan konsep-konsep, kejadian per-kejadian. Kegiatan para
ilmuan yang memberikan makna atas konsep-konsep, bukan makna inheren
konsep-konsep yang menetukan kegiatan sains. Dengan demikian, ilmuan
mengkonstruk realitas untuk disesuaikan dengan gagasan-gagasan yang
diyakini sebelumnya. Dalam bukunya Kuhn juga mengatakan bahwa evolusi
sebuah teori ilmiah tidak muncul dari akumulasi sejumlah fakta-fakta,
melainkan dari seperangkat perubahan keadaan dari para intelektual dan
kemungkinan yang disimpulkannya. Maka unsur individu ilmuan inklut dalam
melahirkan sebuah teori dan konsep praktis.

C. Problem Normal Science


Selain paradigma -seperti yang telah dijelaskan di atas- hal yang terpenting
dalam gagasan Thomas Kuhn adalah Revolusi Sains. Dalam bukunya The
Structure of Scientific Revolutions, pembahasan utama yaitu mengungkap
paradigma yang terjadi dalam teori dan praktik sains normal yang
mengharuskan untuk dilakukan sebuah revolusi. Istilah sains normal atau
normal science bagi Kuhn dimaknai sebagai penelitian yang berdasarkan pada
satu atau lebih temuan sains, yang untuk sementara waktu diakui oleh suatu
komunitas ilmiah sebagai temuan yang menjadi fondasi bagi praktik
selanjutnya. Sains normal, kata Kuhn, berdasarkan pada paradigma bersama
(shared paradigm), yaitu yang terikat oleh aturan dan standar yang sama demi
praktik keilmuan. Keterikatan atau kesepakatan tersebut adalah pra-syarat bagi
normal science, yaitu sebagai tolak ukur awal untuk keberlangsungan sebuah
riset. Paradigma sebagai basis utama yang akan mengarahkan sebuah riset
dalam masa sains normal. Aktivitas ilmuan dalam sains normal hanya fokus
pada hal-hal yang praktis dan teoritis secara mendalam. Sehingga sikap kritis
ilmuan tidak ada pada wilayah sains normal ini, karena di sini para ilmuan
tidak membahas hal-hal yang mendasar. Makanya, sains normal bagi Kuhn
hanyalah sebuah paradigma dari ilmuan yang konservatif dengan istilah lain
ortodok atau fundamentalis sebab banyak orang yang mempertahankan kredo
dan prinsip-prinsip paradigmatiknya tidak peduli dengan apapun.
Penelitian sains normal berdasarkan paradigma tertentu adalah praktik
sains yang menghabiskan banyak waktu kebanyakan para ilmuan. Selama
melakukan penelitian tersebut, para ilmuan terikat oleh beberapa hukum, teori,
bahasa, hipotesa dari paradigma. Karena itu, dalam penelitian ini
memungkinkan muncul kejadian-kejadian yang tak terduga, disebut anomali.
Pada mulanya anomali-anomali itu diremehkan dan dianggap sebagai
kesalahan peneliti dalam memperaktekkan eksperimen ilmiahnya yang
memerlukan ketepatan. Namun, anomali-anomali tersebut muncul
berulangkali yang akhirnya mengiring paradigma ilmuan itu kepada krisis.
Pemecahan terhadap kondisi krisis ini adalah munculnya paradigm baru dan
ditolaknya paradigm lama. Akhirnya, kebanyakan komunitas sains mengalami
konversi (perpindahan) kepada paradigma yang baru yang mengantarkan
kepada paradigm yang lain, seperti halnya orang yang berpindah dari satu
agama ke agama yang lain, yaitu suatu periode terbaru dari sains normal.
Kejadian ini yang kemudian diistilahkan oleh Kuhn sebagai revolusi sains atau
Saintific Revolution.

D. Proses Revolusi Sains


Revolusi sains dapat dianggap sebagai episode perkembangan non-
komulatif yang di dalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau
sebagian oleh paradigma baru yang bertentangan. Paradigma baru ini lebih
memungkinkan menyelesaikan anomali-anomali yang dari paradigma lama.
Pada proses revolusi sains ini, hampir seluruh kosa kata, istilah-istilah,
konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesaian persolan, cara berfikir, cara
mendekati persoalan berubah dengan sendirinya. Tentu perangkat yang lama
yang mungkin masih relevan untuk difungsikan tetap tidak dikesempingkan.
Tetapi, jika cara pemecahan persoalan model lama memang sama sekali tidak
dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang datang kemudian, maka
secara otomatis dibutuhkan seperangkat cara, rumusan dan wawasan yang
sama sekali baru untuk memecahkan persoalan-persoalan yang baru , yang
timbul akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, yang berakibat pula pada
perluasan wawasan dan pengalaman manusia itu sendiri. Seperti contoh ketika
geosentris berubah kepada heliosentris, dari flogiston kepada oksigen, atau
dari korpuskel kepada gelombang, ini merupakan sebuah tranfromasi
konseptual dari paradigma yang telah ditetapkan sebelumnya tidak kurang
destruktif secara menentukan. Kita malah akan memandang bahwa ini adalah
sebuah contoh dari revolusioner dalam sains.
Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa dipecahkan secara revolusi di
mana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan paradigma baru.
Demikianlah sains revolusioner mengambil alih. Namun apa yang sebelumnya
pernah mengalami revolusioner itu juga dengan sendirinya akan mapan dan
menjadi ortodoksi baru, dalam arti sains normal yang baru. Jadi menurut Kuhn,
ilmu berkembang melalui siklus-siklus: sains normal diikuti oleh revolusi
yang diikuti lagi oleh sains normal dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.
Dalam pemahmannya juga tidak ditemukan kriteria sains secara konkrit yang
digambarkannya. Mengingat kriteria masih menjadi bagian dari metodologi.
Semua persoalan dalam sains terletak pada paradigma seorang ilmuan, maka
yang terpenting menurutnya adalah mengkontruk paradigma ilmuan lebih
penting dibandingkan metodologi.

E. Contoh Revolusi Sains


1. Teori Copernicus dan Ptolemeus
Copernicus memiliki teori bahwa bumi berputar mengelilingi
matahari, bukan saran Ptolemeus bahwa Matahari (dan planet-planet lain
dan bintang-bintang) berputar mengelilingi bumi. Sebelum Copernicus ada
set yang rumitepicycles (lingkaran di atas lingkaran) yang digunakan
untuk memprediksi pergerakan ‘benda langit’. Epicyclicasli Ptolmey
kombinasi itu, oleh Abad Pertengahan, menjadi terlihat kurang memadai,
dan ‘memperbaiki’; oleh astronom kemudian dan lebih rumit. Copernicus
menawarkan kembali ke pandangan alternatif (disarankan oleh banyak
orang di Antiquity), tetapi dengan banyak data yang lebih baik untuk
mendukungnya; account baru ini menurunkan kompleksitas teori yang
diperlukan untuk menjelaskan pengamatan yang tersedia. Tentu saja,
sekali oleh Copernicus teori ini diterima oleh para astronom lain, itu
diantara masuk periode baru’ sains normal.
2. Teori Newton
Dalam masalah gravitasi misalkan, yang diinterpretasikan sebagai
tarikan yang merupakan bawaan di antara setiap pasang partikel, adalah
sifat ghaib dalam arti yang sama dnegan “kecenderungan untuk jatuh” dari
aliran scolastik sebelumnya. Oleh sebab itu, sementara standar-standar
korpuskularisme tetap berlaku, pencarian penjelasan mekanis dari gravitasi
merupakan salah satu masalah yang paling menantang bagi yang
menerimaPrincipia sebagai paradigm. Newton mencurahkan banyak
perhatian kepadanya, demikian juga banyak penerusnya dari abag ke-18.
Satu-satunya pilihan yang tampak adalah menolak teori newton karena
tidak berhasil menerangkan gravitasi, dan alternative ini pun diterima
secara luas. Namun, kedua padangan ini tidak ada yang menang. Karena
tidak dapat mempraktekkan sains tanpa Principia maupun
memberlakukannya sesuai dengan standar standar kospuskular dari abad
ke-17, para ilmuan lamban laun menerima pandangan bahwa gravitasi itu
memang bawaan. Pada sekitar pertengahan abad ke-18 interpretasi itu
telah diterima secara hampir universal, dan hasilnya adalah pengembalian
yang tulus kepada standar skolastik. Tarikan dan tolakan bawaan
bergabung dengan ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat
primer materi yang secara fisikal tidak dapat direduksi.
Padangan bahwa adanya anomali dalam teori gravitasi newton
ternyata tidak semestinya mampu dibuktikan dengan paradigm baru,
akhirnya proses revolusi sains yaitu mengikuti teori lama. Maka,
sebenarnya tidak mudah membentuk sebuah konsep dan teori baru ketika
ditemukan adanya penyimpangan dalam teori lama. Gambaran di atas
menandakan revolusi memang membutuhkan kesiapan konsep, teori, dan
hipotesis ilmiah yang jelas sehingga revolusi sains dapat diraih.

F. Revolusi Dalam Fisika


Dua ribu tahun lalu, orang berpikir bahwa hukum-hukum jagad telah
tercakup seluruhnya dalam geometrinya Euclides. Tidak ada sesuatupun yang
dapat ditambahkan kepadanya. Ini adalah ilusi yang diderita tiap jaman. Untuk
waktu yang panjang setelah wafatnya Newton, para ilmuwan berpikir bahwa
ia telah menyatakan segala sesuatu yang perlu dikatakan tentang hukum-
hukum alam. Laplace mengeluh bahwa hanya ada satu jagad, dan Newton
telah mendapat berkah besar sehingga ia telah menemukan semua hukum yang
mengaturnya. Selama dua ratus tahun teori Newton tentang sifat partikel dari
cahaya diterima secara luas, dengan demikian menentang teori bahwa cahaya
adalah gelombang, yang diajukan oleh fisikawan Belanda, Huygens.
Kemudian teori cahaya sebagai partikel dinegasi oleh orang Perancis itu, A. J.
Fresnel, yang teori gelombang cahayanya telah dikonfirmasi oleh percobaan J.
B. L. Foucault. Newton telah meramalkan bahwa cahaya, yang berjalan
dengan kecepatan 186.000 mil per detik (± 300.000 km/detik) di ruang hampa,
seharusnya berjalan lebih cepat dalam air. Para pendukung teori gelombang
cahaya meramalkan bahwa kecepatannya harusnya lebih rendah, dan
percobaan membuktikan bahwa mereka benar.
Terobosan besar untuk teori gelombang dicapai oleh ilmuwan cemerlang
dari Skotlandia James Clerk Maxwell, pada paruh kedua abad ke-19. Maxwell
mendasarkan dirinya pada kerja eksperimental dari Michael Faraday, yang
menemukan induksi elektromagnet, dan menyelidiki sifat-sifat magnet,
dengan kedua kutubnya, utara dan selatan, yang melibatkan gaya-gaya tak
kasat mata yang membentang di bumi dari ujung ke ujung. Maxwell memberi
penemuan empirik ini satu bentuk universal dengan menerjemahkannya ke
dalam persamaan matematika. Karyanya ini membimbing orang ke dalam
penemuan medan, yang kemudian menjadi dasar Einstein untuk merumuskan
teori relativitas umumnya. Satu generasi berdiri di atas bahu generasi
sebelumnya, saling menegasi dan memelihara penemuan yang terdahulu,
terus-menerus memeperdalamnya, dan memberinya bentuk-bentuk dan
hakikat yang lebih umum.
Tujuh tahun setelah meninggalnya Maxwell, Hertz mendeteksi untuk
pertama kalinya gelombang elektromagnetik yang diramalkan oleh Maxwell.
Teori partikel, yang telah berkuasa sejak Newton, nampaknya dihantam
hancur oleh elektromagnetika Maxwell. Sekali lagi para ilmuwan percaya
bahwa mereka telah menggenggam satu teori yang akan dapat menjelaskan
segala sesuatu. Hanya ada beberapa masalah yang masih harus dibereskan,
dan kita akan segera mengetahui apa segala yang perlu diketahui tentang alam
raya ini. Tentu saja, ada beberapa ketidakcocokan yang mengganggu, tapi
nampaknya cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Walau demikian, hanya
beberapa dasawarsa kemudian, beberapa ketidakcocokan “kecil” ini terbukti
cukup untuk menggulingkan seluruh struktur teori yang ada dan mendorong
terjadinya revolusi ilmiah yang kuat.
1. Partikel atau Gelombang
Semua orang tahu gelombang itu apa. Ia adalah hal umum yang
dihubungkan dengan air. Seperti halnya gelombang dapat dihasilkan oleh
seekor bebek yang bergerak di atas permukaan sebuah kolam, demikian
pula sebuah partikel, misalnya sebuah elektron, dapat menyebabkan satu
gelombang elektromagnetik, ketika ia bergerak melintasi ruang. Gerakan
bergetar dari elektron mengganggu medan listrik dan magnet,
menyebabkan gelombang menyebar secara kontinyu, seperti riak dalam
kolam. Tentu saja analogi ini hanya mendekati saja. Ada perbedaan
mendasar antara gelombang air dan gelombang elektromagnetik.
Gelombang yang disebut terakhir ini tidak membutuhkan satu medium
kontinyu yang harus dilaluinya dalam perjalanan, seperti air misalnya.
Sebuah getaran elektromagnetik adalah satu gangguan periodik yang
menjalarkan dirinya sendiri melalui struktur elektrik materi. Walau
demikian, perbandingan itu dapat memberi penjelasan yang lebih terang.
Fakta bahwa kita tidak dapat melihat gelombang ini tidaklah berarti
bahwa keberadaan mereka tidak dapat kita deteksi, bahkan dalam
kehidupan sehari-hari. Kita memiliki pengalaman langsung merasakan
gelombang cahaya dan gelombang radio, bahkan sinar-X. Satu-satunya
perbedaan antara mereka semua adalah pada frekuensinya. Kita tahu
bahwa sebuah gelombang di air akan menyebabkan satu objek yang
sedang mengapung terangkat naik-turun, lebih cepat atau lebih lambat,
tergantung kekuatan gelombang itu sendiri – riak yang disebabkan oleh
seekor bebek tentu jauh lebih lemah daripada yang disebabkan oleh sebuah
kapal motor. Mirip dengan itu, osilasi elektron akan berbanding lurus
dengan intensitas gelombang cahaya.
Persamaan Maxwell, yang telah didukung oleh Hertz dan lain-lain,
menyediakan satu bukti yang kuat untuk mendukung teori bahwa cahaya
merupakan gelombang, yang memiliki sifat-sifat elektromagnetik. Walau
demikian, pada peralihan abad, orang mengumpulkan bukti-bukti bahwa
teori inipun keliru. Di tahun 1900 Max Planck telah menunjukkan bahwa
teori gelombang klasik membuat beberapa ramalan yang tak dapat
dibuktikan dalam praktek. Ia mengajukan bahwa cahaya datang dalam
partikel-partikel diskret atau dalam “paket-paket” (kuanta). Situasinya
menjadi lebih rumit lagi oleh adanya fakta bahwa percobaan-percobaan
lain membuktikan hal-hal yang bertentangan. Dapatlah diperlihatkan
bahwa sebuah elektron adalah sebuah partikel dengan menumburkannya
pada layar fluorescent dan mengamati pendar yang dihasilkan oleh
tumburan itu; atau dengan mengamati jalur yang dibentuk elektron dalam
kamar gas; atau melalui titik-titik mini yang muncul dalam sebuah plat
foto yang sudah dicuci. Di pihak lain, jika dua lubang dibuat di sebuah
layar, dan elektron dialirkan melalui sebuah sumber tunggal, mereka akan
membentuk pola interferensi, yang menunjukkan bahwa elektron memiliki
sifat gelombang.
Hasil yang paling aneh justru didapat dalam percobaan celah-ganda
yang terkenal itu, di mana sebuah elektron tunggal ditembakkan pada
sebuah layar yang mengandung dua celah dan sebuah plat foto di
belakangnya. Pada celah yang mana elektron tunggal itu akan lewat? Pola
interferensi yang terbentuk pada plat foto di belakang celah itu jelas adalah
pola yang hanya dapat dibentuk oleh dua celah. Hal ini membuktikan
bahwa elektron melewati kedua celah itu sekaligus sehingga dapat
membentuk sebuah pola interferensi. Ini tentunya bertentangan dengan
hukum-hukum nalar-sehat, tapi percobaan ini tak dapat dibantah lagi
kebenarannya. Sebuah elektron bersifat baik sebagai partikel maupun
sebagai gelombang. Ia berada dalam dua (atau lebih) tempat sekaligus, dan
dalam beberapa keadaan gerak sekaligus
2. Mekanika Kuantum
Perkembangan fisika kuantum merupakan lompatan besar ke muka
dalam ilmu pengetahuan, satu pemisahan yang menentukan dengan
determinisme mekanik kuno dari fisika “klasik”. (Metode “metafisik”,
adalah istilah yang gemar digunakan Engels untuk menggambarkannya.)
Sebagai gantinya, kita mendapatkan satu pandangan atas alam yang lebih
lentur dan dinamis – dengan kata lain, dialektik.
Dimulai dengan penemuan Planck tentang keberadaan kuantum,
yang pada awalnya terlihat sebagai sebuah rincian yang remeh, hampir
seperti sebuah anekdot, seluruh wajah fisika mengalami perubahan. Di sini
kita mendapati sebuah ilmu pengetahuan baru yang dapat menjelaskan
gejala peluruhan radioaktif dan menelaah dengan sangat rinci data
spektroskopi yang kompleks itu. Secara langsung hal itu membawa kita
pada pendirian sebuah ilmu baru – kimia teoritik, yang mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang tadinya tak terpecahkan. Secara
umum, serangkaian kesulitan teoritik tersingkirkan, setelah satu sudut
pandangan baru diterima. Fisika baru telah mengungkap kekuatan maha
dahsyat yang tersimpan dalam inti atom. Hal ini membawa kita langsung
pada penyalahgunaan enerji nuklir – jalur yang penuh potensi pengrusakan
atas kehidupan di muka bumi – atau justru pada masa depan yang sampai
sekarang tak berani dibayangkan orang, dengan kelimpahan tanpa batas
dan kemajuan sosial melalui penggunaan fusi nuklir secara damai. Teori
relativitas Einstein menjelaskan bahwa massa dan enerji adalah dua hal
yang setara. Jika massa sebuah objek diketahui, dengan mengalikannya
pada kuadrat kecepatan cahaya, materi akan berubah menjadi energy.
Einstein menunjukkan bahwa cahaya, yang sampai saat itu masih
dianggap sebagai sebuah gelombang, berperilaku seperti sebuah partikel.
Cahaya, dengan kata lain, adalah salah satu bentuk saja dari materi. Hal ini
telah dibuktikan di tahun 1919, ketika ditunjukkan bahwa cahaya
dibelokkan oleh gaya gravitasi. Louis de Broglie kemudian menunjukkan
bahwa materi, yang dianggap hanya terdiri dari partikel, selalu memiliki
pula sifat-sifat gelombang. Batasan antara materi dan enerji telah
dihapuskan untuk selamanya. Materi dan enerji adalah … sama. Ini adalah
kemajuan raksasa dari ilmu pengetahuan. Dan dari sudut pandang
Materialisme yang Dialektik, materi dan enerji adalah sama. Engels
menggambarkan energi (gerak) sebagai cara mengada, ciri internal, dari
materi.
Argumen yang mendominasi fisika partikel selama bertahun-tahun,
apakah partikel sub-atomik seperti foton dan elektron adalah partikel atau
gelombang akhirnya diselesaikan oleh mekanika kuantum yang
menegaskan bahwa partikel sub-atomik dapat, dan memang, berperilaku
sebagai partikel dan gelombang sekaligus. Seperti sebuah gelombang,
cahaya menghasilkan interferensi, tapi, sebuah foton cahaya juga dapat
memantul ketika membentur sebuah elektron, berlaku seperti sebuah
partikel. Hal ini bertentangan dengan logika formal. Cahaya yang
berperilaku sebagai gelombang dan partikel sekaligus akan dilihat sebagai
kontradiksi yang tak terselesaikan. Upaya untuk menjelaskan gejala
kontradiktif dari dunia sub-atomik dengan cara-cara logika formal akan
membawa kita meninggalkan pemikiran rasional sama sekali. Dalam
kesimpulannya atas sebuah karya yang ditulis tentang revolusi kuantum,
Hukum-hukum mekanika kuantum akan runtuh di hadapan nalar-
sehat (yaitu, logika formal), tapi akan berkesesuaian benar dengan
materialisme dialektik. Ambillah, misalnya, pandangan tentang sebuah
titik. Seluruh geometri tradisional diturunkan dari satu titik, yang
selanjutnya menjadi garis, bidang, kubus, dsb. Walau demikian,
pengamatan yang lebih rinci menunjukkan bahwa sebuah titik tidaklah
memiliki keberadaan mandiri.
Titik dipandang sebagai pernyataan ruang yang terkecil, sesuatu
yang tidak memiliki dimensi. Pada kenyataannya, titik tersebut terdiri dari
atom-atom – elektron, inti atom, foton, dan partikel-partikel lain yang
lebih kecil lagi. Pada akhirnya, ia lenyap dalam sebuah flux gelombang
kuantum yang tidak pernah berhenti bergetar. Dan tidak ada akhir bagi
proses ini. Tidak ada titik yang dapat ditetapkan sama sekali. Inilah
jawaban final bagi para idealis yang berusaha mencari “bentuk” sempurna
yang katanya terdapat “di luar” realitas material yang dapat diamati. Satu-
satunya “realitas puncak” adalah jagad material yang tidak berhingga,
abadi, dan terus berubah, yang jauh lebih indah dalam segala variasi
bentuk dan prosesnya yang tanpa henti ketimbang segala macam
petualangan ajaib dari fiksi ilmiah. Bukannya satu lokasi yang dapat
ditentukan – satu titik tapi sebuah proses, sebuah flux yang tanpa henti.
Segala upaya untuk memaksakan batasan bagi hal ini, dalam bentuk awal
atau akhir, pasti akan menemui kegagalan.
3. Melenyapnya Materi
Jauh sebelum ditemukannya relativitas, ilmu pengetahuan telah
menemukan dua prinsip dasar – kekekalan enerji dan kekekalan massa.
Hukum yang pertama ditemukan oleh Leibniz di abad ke-17, dan
kemudian dikembangkan di abad ke-19 sebagai sebuah hasil dari prinsip-
prinsip mekanika. Jauh sebelum itu, manusia jaman purba telah
menemukan secara praktek prinsip kesetaraan antara kerja dan panas,
ketika ia membuat api melalui gesekan, dengan demikian mengubah
sejumlah tertentu enerji (kerja) menjadi panas. Pada awal abad ini,
ditemukan bahwa massa hanyalah salah satu bentuk enerji. Satu partikel
materi bukan lain adalah enerji, yang sangat terkonsentrasi dan
terlokalisasi. Jumlah enerji yang terkonsentrasi dalam sebuah partikel
berbanding lurus dengan massanya, dan jumlah total enerji adalah selalu
tetap. Hilangnya sejumlah enerji tertentu akan selalu diimbangi dengan
didapatnya sejumlah enerji dalam bentuk lain. Sambil terus mengubah
bentuknya, bagaimanapun, enerji akan tetap sama selamanya.
Revolusi yang disebabkan oleh Einstein adalah satu pembuktian
bahwa massa itu sendiri mengandung jumlah enerji yang luar biasa.
Kesetaraan massa dan enerji dinyatakan dalam persamaan E = mc² di
mana c melambangkan kecepatan cahaya (sekitar 186.000 mil per detik
atau 300.000 km per detik), E adalah enerji yang terkandung dalam sebuah
benda diam, dan m adalah massanya. Enerji yang terkandung dalam massa
m adalah setara dengan massa ini yang dikalikan kuadrat dari kecepatan
cahaya yang luar biasa besar itu. Dengan demikian, massa adalah bentuk
enerji yang teramat terkonsentrasi, kekuatan yang boleh digambarkan oleh
fakta bahwa enerji yang dilepaskan dalam sebuah ledakan atom dihasilkan
ketika hanya 10% dari massanya diubah menjadi enerji. Biasanya, enerji
raksasa yang terkunci dalam materi ini tidak mewujud, dan dengan
demikian tidak diperhatikan oleh manusia. Tapi jika proses di dalam inti
atom mencapai satu titik kritis, sebagian enerji akan dilepaskan, sebagai
enerji kinetik.
Karena massa hanyalah salah satu bentuk enerji, baik materi
maupun enerji tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan. Bentuk-bentuk
enerji, di pihak lain, sangatlah beragam. Sebagai contoh, ketika proton di
permukaan matahari bersatu untuk membentuk inti atom helium, enerji
nuklir dilepaskan. Pertama-tama ini mungkin nampak sebagai enerji
kinetik dari gerak inti atom, yang kemudian memberi sumbangan pada
enerji panas yang dilepaskan matahari. Sebagian enerji ini dipancarkan
dari matahari dalam bentuk foton, mengandung partikel-partikel enerji
elektromagnetik. Partikel-partikel ini, pada gilirannya, diubah oleh proses
fotosintesis menjadi enerji kimia potensial yang tersimpan dalam
tumbuhan, yang pada giliran selanjutnya, diserap oleh manusia dengan
memakan tanaman, atau hewan yang hidup dari memakan tanaman, untuk
menyediakan kehangatan dan enerji bagi otot, aliran darah, otak, dan lain-
lain.
Hukum-hukum fisika klasik secara umum tak dapat diterapkan
pada tingkat sub-atomik. Walau demikian, terdapatlah satu hukum yang
tidak mengenal pengecualian di alam – hukum kekekalan enerji. Para
fisikawan tahu bahwa baik muatan positif maupun negatif tidaklah dapat
diciptakan dari sebuah ketiadaan. Fakta ini dinyatakan dalam hukum
kekekalan muatan listrik. Dengan demikian, dalam proses untuk
menghasilkan partikel beta, lenyapnya neutron (yang tidak bermuatan)
menimbulkan sepasang partikel yang muatannya berlawanan – proton
yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif. Bersama-
sama, kedua partikel baru itu memiliki muatan gabungan setara dengan nol.
Jika kita melakukan proses kebalikannya, ketika sebuah proton
memancarkan sebuah positron dan berubah menjadi neutron, muatan dari
partikel asli (proton) adalah positif dan partikel yang dihasilkan (neutron
dan posittron), bersama-sama, juga bermuatan positif. Dalam seluruh
perubahan yang beraneka ragam ini, hukum kekekalan muatan dipatuhi
secara ketat, seperti halnya hukum-hukum kekekalan yang lain. Tidak
secuilpun enerji yang diciptakan atau dihancurkan. Dan gejala semacam
itu juga tidak akan pernah terjadi.
Ketika sebuah elektron dan anti-partikelnya, positron, saling
menghancurkan, massa mereka “hilang”, yaitu, diubah menjadi dua
partikel cahaya (foton) yang terbang berhamburan ke arah yang
berlawanan. Walau demikian, keduanya memiliki enerji total yang sama
dengan kedua partikel yang telah bersatu untuk menghasilkan mereka.
Kesetaraan massa-enerji, momentum linear dan muatan listrik dipelihara
dengan ketat. Gejala ini sama sekali tidak sama dengan pelenyapan dalam
makna penghancuran. Secara dialektik, elektron dan positron dinegasi dan
dipelihara pada saat bersamaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Revolusi diartikan sebuah perubahan sosial dan kebudayaan yang
berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan
masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan
atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Ia bisa dijalankan dengan bentuk
kekerasan ataupun tidak. Dalam pengertian umum, revolusi mencakup jenis
perubahan apapun yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Misalnya revolusi
industri yang mengubah wajah dunia menjadi modern.
Tokoh-tokoh dalam revolusi ilmiah diantaranya Copernicus dan Ptolemeus,
Newton, A. J. Fresnel, James Clerk Maxwell, Michael Faraday, Max Planck,
Louis de Broglie, dan Albert Einstein. Dalam revolusi fisika beberapa hal
dikemukakan seperti tentang atom, partikel cahaya dan gelombang yang terus
berkembang hingga kini.
Daftar Pustaka

https://athepsf.wordpress.com/reason-in-revolt-revolusi-dalam-fisika/.

http://www.marxist.com/reason-revolt-revolusi-dalam-fisika.html.

https://pengemishikmah.wordpress.com/2011/07/10/revolusi-sains-
menurut-thomas-kuhn/

http://duniafisikafisikazone.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-perkembangan-
fisika.html

Anda mungkin juga menyukai