Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh

darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu
tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding
pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah.
Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh
kita..Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat
berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak
disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya
pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus
ini belum banyak diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat
sedikit. Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila
aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan
dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam
rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini
sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah
di berbagai tempat. Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel. 2.
Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis. 3.
Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar
dan lemak.
Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari bagian depan
atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang atau pembuluh
vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan gejala kecuali
terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala
sebagai kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga menyebabkan
perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu ruptur atau aneurisma
otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, kerusakan dan kematian otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan berolahraga berat
seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi dan bisa berakibat fatal.
Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto rontgen angiografi untuk
keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena infeksi, aterosklerosis,
rudapaksa, atau kelemahan bawaan pada dinding pembuluh darah.

Bagaimana patofisiologi dan penanganan aneurisma selanjutnya akan dibahas dalam


refrat ini.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DEFINISI Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh


darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu
tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan atau balon. Dinding
pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah.
Pengertian aneurisma yang sesungguhnya adalah dilatasi abnormal dari arteri. Hal
ini harus dibedakan dari “false” aneurisma, dimana terjadi pengumpulan darah
disekitar dinding pembuluh darah akibat trauma. Aneurisma sering terbentuk secara
perlahan selama bertahun-tahun dan sering juga tanpa gejala tetapi jika telah
terjadi ruptur maka ini adalah kegawatdaruratan bedah yang dapat mengancam nyawa
pasien.

2.2 EPIDEMIOLOGI Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di


Amerika Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus,
tergolong paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya.
Kasus ini di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun. Insiden dari
aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan sebesar 5 % dari
populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak dibandingkan pria, yaitu:
2 - 3 : 1, dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan antara 15 - 31%
2.3 KLASIFIKASI • Berdasarkan penyebabnya, aneurisma dibagi atas:

1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4.9% 2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6% 3.


Aneurisma arteriosklerotik 4. Aneurisma traumatik 5--76,8%. Laporan otopsi
insidensi aneurisma kongenital sebesar 4.9%-20% yang terdiri dari 15% multiple dan
85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital dilaporkan : 8590% pada bagian depan
sirkulus WILLISI; 30--40% pada arteri carotis interna; 30-40% di a. cerebri
anterior/communicans anterior; 20-30% di a. cerebri media; 10-15% di a.vertebro-
basilaris. • Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan: • Aneurisma tipe
fusiform (5–9%). Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari
pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol. • Aneurisma tipe sakuler
atau aneurisma kantong (90–95%). Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu
permukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai
tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90%
merupakan aneurisma sakuler. • Berdasarkan diameternya aneurisma sakuler dapat
dibedakan atas:      Aneurisma sakuler kecil dengan diameter− < 1 cm.
Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm. Aneurisma sakuler raksasa
dengan diameter > 2.5 cm. Aneurisma tipe disekting ( < 1% ). Aneurisma bisa
multiple ( 70-75% ) dan bisa pula soliter .
Gambar 1. a. Saccular aneurysm with narrow neck , b. Saccular aneurysm with broad
neck, c.Fusiform aneurysm

Menurut besarnya , maka aneurisma otak dibagi menjadi 5 bagian : 1. baby (< 2 mm)
2. small (2-6 mm) 3. medium (6-15 mm) 4. large (15-25 mm) 5. giant (> 25 mm).

2.4 ETIOLOGI Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor.  Melemahnya struktur
dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi.
Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis
tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
 Hipertensi (tekanan darah tinggi)  Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding
pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma. 
Beberapa infeksi dalam darah
 Bersifat genetik  Malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam
arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan
kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala.
Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan
dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda

Tabel 1 Faktor Resiko Aneurisma Intracranial Faktor keturunan Autosomal dominant


polycystic kidney disease Type IV Ehlers-Danlos syndrome Pseudoxanthoma elasticum
Hereditary Hemorrhagic telangiectasia deficiency Coarctation of the aorta
Fibromuscular dysplasia Pheochromocytoma Klinefelter's syndrome Tuberous sclerosis
Noonan's syndrome Alpha-glucosidase deficiency Faktor resiko lain Age over 50 years
Female gender Current cigarette smoking Cocaine use Infection of vessel wall Head
trauma Intracranial neoplasm or neoplastic contraceptive pill use*
Hypercholesterolemia*

Neurofibromatosis type 1 Alpha1-antitrypsinemboli Hypertension* Alcohol* Oral

2.5 PATOFISIOLOGI Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu: 1.
Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel. 2.
Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis. 3.
Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar
dan lemak. Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang
terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada
aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis
hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma sehingga
pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah.

Mekanisme pembentukan aneurisma dan terjadinya perdarahan pada aneurisma masih


kontroversial. Lesi ini diperkirakan akibat kelemahan kongenital tunika muskularis
arteri serebral yang menyebabkan tunika intima membonjol dan akhirnya merobek
membrana elastik Tempat yang biasanya timbul aneurisma adalah pada daerah : 1.
Sirkulasi anterior : pembuluh darah arteri komunikans anterior dan arteri cerebri
media 2. Sirkulasi posterior : pembuluh darah arteri komunikans posterior dan
percabangan arteri basilaris (basilar tip aneurism)

\ Gambar 2. Sirkulus willisi


Gambar 3. Lokasi tersering dari aneurisma intrakranial

Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada
arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri
cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi kerentanan
mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal. Perubahan ini banyak terjadi pada
pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah turbulen dan tahanan aliran darah
pada dinding arteri paling besar. Aneurisma sakular biasanya berbentuk “first and
second order arteries”, berasal dari siklus arteri serebral (siklus willisi) pada
dasar otak. Aneurisma multipel bekembang pada 30% pasien. Aneurisma fusiformis
berkembang dari arteri serebri yang ektatik dan berliku-liku yang biasanya berasal
dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai beberapa sentimeter pada diameternya.
Pasien aneurisme fusiformis berkarakter dengan gejala kompresi sel induk otak atau
nervus kranialis tapi gejala tidak selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
2.6 GEJALA KLINIS Aneurisma yang belum pecah dapat diketahui apabila timbul gejala-
gejala gangguan saraf (tetapi ada juga yang tidak menimbulkan gejala). Gejala apa
yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa gejala
yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ ganda, mual, kaku leher
dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning
sign) adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan,
gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada
daerah wajah, nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah: • Tingkat I :
Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak atau tanpa gejala. •
Tingkat II • Tingkat III : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
: Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan neurologik fokal sedikit. •
Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya permulaan deserebrasi
dan gangguan sistim saraf otonom. • Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas
desebrasi dan tanda stadium paralisis cerebral vasomotor.
Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan intrakranial, yang bisa
menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena perdarahan). A. Perdarahan
Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang
disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral
terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-
tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan
berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi mual, muntah,
kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu beberapa menit.
Perdarahan intraserebral ini menimbulkan berbagai gejala tergantung banyaknya dan
lokasi perdarahan.

B. Perdarahan subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke


dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari
perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu
malformasi arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang
aterosklerosis atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja,
tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid karena
aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau
mengalami kebocoran kecil sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal,
seperti sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan
lainnya.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum
aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke dokter
agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat. Pecahnya aneurisma
biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang seringkali diikuti oleh
penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi sebagian
besar terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan
serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan
menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing. Denyut jantung dan laju pernafasan
sering naik turun, kadang disertai dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam
beberapa menit, penderita kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita
memiliki kelainan neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan.
Gejala lainnya adalah: kekakuan leher, kejang, pada kasus yang tergolong berat,
dapat terjadi koma atau kematian. Perdarahan subaraknoid ini kemudian dapat
berlanjut menjadi kondisi ''vasospasme'', yaitu penyempitan pembuluh darah arteri
di otak, yang dapat menyebabkan stroke atau kerusakan saraf yang lain. Perdarahan
akibat pecahnya aneurisma otak juga dapat menyebar ke dalam otak (perdarahan
intraserebral) walaupun lebih jarang dibandingkan penyebaran ke ruang subaraknoid.
Kebanyakan aneurisma intrakranial adalah asimptomatik dan jika menetap, tidak
terdeteksi sampai terjadi ruptur. Perdarahan subarahnoid merupakan suatu keadaan
darurat medis yang paling sering menimbulkan manifestasi klinis. Adanya serangan
sakit kepala yang berat dan atipikal merupakan gejala khas dari perdarahan
subarahnoid. sakit kepala boleh atau tidak boleh dihubungkan dengan hilangnya
kesadaran, mual dan muntah, defisit neurologis fokal, atau meningismus.
Tabel 2 Gejala aneurisma unruptur pada 111 orang pasien Jumlah Penderita Akut Nyeri
kepala hebat Transient ischemia Kejang Paralisis NIII, penurunan visus Kronik Nyeri
kepala noncatastrophic yang berbeda karakternya dengan nyeri kepala sebelumnya
Penurunan penglihatan kronik Neuropathy optic unilateral Kelemahan motorik namun
tidak mengenai daerah sekitar mataa Nyeri pada wajah 7 7 3 2 18 10 7 4 3

Gejala

Tabel 3. Ringkasan hasil operasi dari penelitian internasional aneurisma


intracranial unruptur Lama setelah operasi 30 hari 1 tahun Riwayat Subdural hematom
Yes No Yes No Tingkat Kematian Tingkat kecacatan (%) (%) 0 13.7 2.3 15.3 1 12.1 3.8
12

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak
ditemukan. Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic
resonance imaging (MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.
Kadang-kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat check up dengan menggunakan
alat canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma
pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan dengan
menggunakan pemeriksaan''angiogram''. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan
MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan.
Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan
tekanan di dalam otak. Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika
diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan
pungsi lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi
dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan.
Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu berarti.

Tabel 4 Sensitivitas dan spesifisitas dari modalitas imaging untuk mendeteksi


aneurisma intrakranial Modalitas Magnetic resonance angiography Computed
tomographic angiography Transcranial Doppler ultrasonography Sensitivitas (%) 69 to
100 85 to 95 50 to 91 Spesivisitas(%) 75 to 100 Tidak dilaporkan 87.5

Gambar 4. CT scan menunjukkan aneurisma (panah besar) dan perdarahan (Panah kecil-
daerah terang)
Gambar 5. Arteriogram – Tampak lateral menunjukkan aneurisma arteri communikan

Gambar 6. ArteriogrammMenunjukkan aneurysm dari arteri kommunikan posterior


Gambar 7. Arteriogram showing clip placed across the neck of the aneurysm. The
aneurysm no longer fills with blood.

2.8 PENATALAKSANAAN Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk
mencegah agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan
lebih lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah,
tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau
membatasi terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah yang menyebabkan
penyempitan diameter pembuluh darah). Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi,
yang dilakukan dengan membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma,
sehingga bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa
dilalui oleh darah. Dengan operasi ini diharapkan kemungkinan aneurisma tersebut
untuk pecah jauh berkurang. Terapi lain adalah dengan memasukkan kateter dari
pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak
yang terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat
aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil
logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan
menutupi seluruh
aneurisma tersebut. Pembuluh yang menggelembung dapat dioperasi dengan tingkat
keberhasilan 99,9 persen. Bila telah pecah dan koma, keberhasilan tinggal 50 : 50.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda
nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase
di dalam otak untuk mengurangi tekanan. Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup
penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan
adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding
arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.

Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita
yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk
melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda
pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi
meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali. Pasien yang dicurigai atau
datang dengan gejala asymptomatic atau simptomatik aneurisma intrakrnial harus
dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan untuk terapi invasif adalah kraniotomi
terbuka dan terapi endovaskular.

2.9 KOMPLIKASI Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan : 1. Perdarahan


subarachnoid saja. 2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
4. Perdarahan subarachnoid dan subdural. 5. Perdarahan subarachnoid dan
hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif (30%). 6.
Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum. 7. Masuk ke
sinus sphenoid bisa timbul epistaksis. 8. Perdarahan subdural saja. Bahaya dari
Aneurisma yang terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya stroke atau kematian, karena
pecahnya Aneurisma tersebut.

2.10 PROGNOSIS Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture
atau unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat
dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain).
Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai kemungkinan kesembuhan yang
baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin sangat dianjurkan. • Aneurisma a.
communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis kematian sebesar 10%,
sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%. • Aneurisma a. cerebri media,
dengan clipping langsung pada aneurismanya mortalitas 11%, sedang dengan istirahat
ditempat tidur mortalitas sebesar 36%. • Aneurisma a. communicans anterior tindakan
bedah maupun konservatif angka kematian sama. Perdarahan intraserebral merupakan
jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita
tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan
yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali
sadar dan sebagian fungsi
otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah. Pada perdarahan
subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena
luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah
terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani
pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk
terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental
dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.
DAFTAR PUSTAKA 1. Charles vega, m.d., jeremiah v. Kwoon, m.d., and sean d. Lavine,
m.d. Intracranial Aneurysms: Current Evidence and Clinical Practice, University of
California, Irvine, College of Medicine, Irvine, California, Agustus, 2002. 2.
Ismail Setyopranoto, Pendekatan Evidence-Based Medicine pada Manajemen Stroke
Perdarahan Intraserebral, Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Indonesia.Oktober. 2008. 3. Wardlaw JM, White PM. The detection
and management of unruptured intracranial aneurysms. Brain. 2000;123(pt 2):205–21.
4. Ronkainen A, Hernesniemi J, Puranen M, Niemitukia L, Vanninen R, Ryynanen M, et
al. Familial intracranial aneurysms. Lancet. 1997;349:380–4. 5. Inci S, Spetzler
RF. Intracranial aneurysms and arterial hypertension: a review and hypothesis.
Surgery Neurologi. 2000;53:530–40. 6. Unruptured intracranial aneurysms—risk of
rupture and risks of surgical intervention. International Study of Unruptured
Intracranial Aneurysms Investigators. N Engl J Med. 1998;339:1725–33. 7. Leblanc R,
Worsley KJ, Melanson D, Tampieri D. Angiographic screening and elective surgery of
familial cerebral aneurysms: a decision analysis. Neurosurgery. 1994;35:9–18. 8.
Sjamsuhidajat. R., de Jong. W., Bab 22 Jantung, Pembuluh Arteri, Vena, dan Limfe:
Aneurisma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, ed. 1. Jakarta, EGC, 1997. 9.
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001122.htm 10.
http://en.wikipedia.org/wiki/aneurysm

Anda mungkin juga menyukai