Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Jantung Koroner


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual (KEPMENKES RI NOMOR:
812, 2007).

Penyakit jantung koroner adalah


penyempitan pembuluh darah kecil
yang memasok darah dan oksigen
ke jantung. Penyakit jantung
koroner juga disebut penyakit
arteri koroner. Penyakit jantung
koroner biasanya disebabkan oleh
kondisi yang disebut aterosklerosis,
yang terjadi ketika bahan lemak dan zat-zat lainnya membentuk plak
pada dinding arteri. Hal ini menyebabkan arteri yang dialiri darah
menjadi sempit.Karena aliran sempit pada arteri koroner, darah ke
jantung menjadi lambat bahkan berhenti.

B. Tanda/Gejala Penyakit Jantung Koroner


1. Nyeri dada (angina)
Rasa sakit yang disebut sebagai angina biasanya dipicu
oleh tekanan fisik atau emosional.Hal itu biasanya hilang dalam
beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang
menyebabkan tekanan.Pada beberapa orang, terutama
perempuan, nyeri ini mungkin sekilas atau tajam dan terasa di
perut, punggung, atau lengan.

1
2. Sesak napas
Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh dapat mengalami sesak napas
atau kelelahan ekstrem tanpa tenaga.
3. Serangan jantung
Gejala klasik serangan jantung termasuk tekanan yang
menyesakkan dada dan sakit pada bahu atau lengan, kadang-
kadang dengan sesak napas dan berkeringat.Wanita mungkin
kurang mengalami tanda-tanda khas serangan jantung
dibanding laki-laki, termasuk mual dan sakit punggung atau
rahang.Kadang-kadang serangan jantung terjadi tanpa ada
tanda-tanda atau gejala yang jelas.

C. KLASIFIKASI
Terdapat 3 klasifikasi penyakit jantung coroner (Juwono,2005)
1. Asimtomatik (Silent Mycrocardial Ischemia)
Penderita Silent Mycrocardial Ischemia tidak pernah mengeluh
adanya nyeri dada (Angina) baik saat istirahat maupun beraktifitas.
Ketika menjalani EKG akan menunjukkan depresi segmen ST,
pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.
2. Angina pectoris
a. Angina Pectoris Stabil (STEMI)
Terdapat nyeri dada saat melakukan aktifitas
berlangsung 1-5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada
bersifat kronik (>2Bulan). Nyeri terutama didaerah
retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa
panas dan menjalar ke lengan kiri , leher, aksila,
dagu,punggung,dan jarang menjalar pada lengan kanan.
Pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST
(Idrus,2007)
b. Angina Pectoris Tidak Stabil (NSTEMI)
Secara keseluruhan sama dengan penderita angina
stabil. Tapi nyeri lebih bersifat progresif dengan frekuensi yang
meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada pemeriksaan
EKG biasanya diterdapatkan deviasi segmen ST
(Harus,Idrus,2007)
3. Infak Miokard Akut (IMA)
Sering didahului dada terasa tidak enak(Chest Discomfort).
Nyeri dada seperti tertekan ,teremas, tercekik, berat,tajam dan terasa

2
panas, berlangsung >30 menit bahkan sampai berjam-jam .
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan , gelisah ,
tegang , nadi sering menurun dan elektrokardiografi menurun elevasi
segmen ST.

D. Etiologi dan Patofisiologi penyakit jantung koroner

Manifestasi PJK disebabkan karena ketidak seimbangan antara


kebutuhan O2 sel otot jantung dengan masukannya.Masukan O2
untuk sel otot jantung tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh
darah arteri koroner. Penyaluran O2 yang kurang dari arteri koroner
akan menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Hal ini terutama
disebabkan karena proses pembentukan plak aterosklerosis
(sumbatan di pembuluh darah koroner). Sebab lainnya dapat berupa
spasme (kontraksi) pembuluh darah atau kelainan kongenital
(bawaan).Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan
menimbulkan kematian sel otot jantung, yaitu disebut dengan infark
jantung akut yang ireversibel (tidak dapat sembuh kembali). Hasil
dari kerusakan ini juga akan menyebabkan gangguan metabolik yang
akan berefek gangguan fungsi jantung dengan manifestasi gejala
diantaranya adalah nyeri dada.

E. Faktor resiko dan pencegahan penyakit jantung coroner


Faktor Utama
a. Kadar Kolesterol Tinggi.
Penyebab penyakit jantung koroner adalah endapan lemak
pada dinding arteri koroner, yang terdiri dari kolesterol dan zat
buangan lainnya. Untuk mengurangi risiko penyakit jantung
koroner harus menjaga kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol
adalah senyawa lemak kompleks yang secara alamiah dihasilkan
tubuh dan bermanfaat bagi pembentukan dinding sel dan
hormon.Dua pertiga kolesterol diproduksi oleh hati (liver),
sepertiga lainnya diperoleh langsung dari makanan.Kolesterol
diedarkan dalam darah melalui molekul yang disebut
lipoprotein.Ada dua jenis lipoprotein, yaitu low-density lipoprotein
(LDL), and high-density lipoprotein (HDL).

3
LDL mengangkut kolesterol dari hati ke sel-sel tubuh.HDL
berfungsi sebaliknya, mengangkut kelebihan kolesterol ke hati
untuk diolah dan dibuang keluar.LDL yang berlebihan dapat
menyebabkan penumpukan kolesterol pada dinding arteri
sehingga disebut “kolesterol jahat”.Kadar LDL yang optimal adalah
100- 129 mg/dL.Kelebihan LDL menyebabkan HDL bekerja keras
untuk membuang kolesterol yang berlebih. Total kolesterol yang
dianjurkan (HDL + LDL) adalah di bawah 200 mg/dL (border line
= 240).

b. Tekanan Darah Tinggi/Hipertensi.

Tekanan darah tinggi menambah kerja jantung sehingga


dinding jantung menebal/kaku dan meningkatkan risiko penyakit
jantung koroner.Secara umum orang dikatakan menderita
hipertensi bila tekanan darah sistolik/diastoliknya di atas 140/90
mmHg.

c. Trombosis.

Trombosis adalah gumpalan darah pada arteri atau vena.Bila


trombosis terjadi pada pembuluh arteri koroner, maka seseorang
berisiko terkena penyakit jantung koroner.Trombosis biasanya
berada pada dinding pembuluh yang menebal karena
aterosklerosis.Merokok meningkatkan risiko trombosis hingga
beberapa kali lipat.

d. Kegemukan.

Kegemukan (obesitas) meningkatkan risiko tekanan darah


tinggi dan diabetes. Orang yang kegemukan juga cenderung
memiliki kadar HDL rendah/LDL tinggi.

e. Diabetes mellitus.

Diabetes meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,


terlebih bila kadar gula darah tidak dikontrol dengan baik. Dua
pertiga penderita diabetes meninggal karena penyakit jantung dan
gangguan kardiovaskuler lainnya.

4
f. Penuaan.

Risiko penyakit jantung koroner meningkat seiring usia.


Semakin tua, semakin menurun efektivitas organ-organ tubuh,
termasuk sistem kardiovaskulernya.Lebih dari 80 persen
penderita jantung koroner berusia di atas 60 tahun.Laki-laki
cenderung lebih cepat terkena dibandingkan perempuan, yang
risikonya baru meningkat drastis setelah menopause.

g. Keturunan.

Risiko lebih tinggi bila orang tua kita juga terkena penyakit
jantung koroner, terlebih bila mulai mengidap di usia kurang dari
60 tahun.

Faktor Lainnya
a. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan
kematian akibat PJK.Sebagian besar kasus kematian terjadi pada
laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya
umur.Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai
meningkat umur 20 tahun.Pada laki-laki kolesterol meningkat
sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause (
45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang
sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat
menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
b. Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini
berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar
dari perempuan.
c. Geografis.
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah
satu yang paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK
yang meningkat padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke
Hawai dan Califfornia .Hal ini menunjukkan faktor lingkungan
lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
d. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat
menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor geografis,

5
sosial dan ekonomi .Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan
antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro)
didapatkan resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.

e. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan
jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ).
Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan
kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi.
Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran
dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah
dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.

Faktor resiko kondisional berhubungan dengan


peningkatan resiko PJK walaupun efek penyebab secara
independen masih belum terbukti secara meyakinkan. Faktor ini
adalah:

 Kadar trigliserida serum yang tinggi


 Kadar homosistein serum yang tinggi
 Kadar lipoprotein yang tinggi
 Faktor protrombotik
 Penanda inflamasi (peradangan)

Meskipun tidak dapat melawan penuaan dan mempengaruhi


garis keturunan, Anda dapat melakukan hal berikut untuk
mengurangi risiko penyakit jantung koroner:

- Mengurangi konsumsi daging berlemak jenuh tinggi.


- Memperbanyak makan buah, sayuran dan biji-bijian yang
mengandung antioksidan tinggi (Vitamin A, C dan E). Antioksidan
mencegah lemak jenuh berubah menjadi kolesterol.
- Menghindari stress. Stress dapat menimbulkan ketidak
seimbangan fungsi tubuh, meningkatkan tekanan darah serta
membuat Anda merokok dan makan berlebihan.
- Tidak merokok dan minum kopi berlebihan.
- Rajin berolah raga. Olah raga aerobik selama 30 menit setiap hari,
3-4 kali seminggu dapat memperkuat jantung, membakar lemak
dan menjaga kesimbangan HDL dan LDL.

6
F. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner

1. Obat modifikasi kolesterol

Dengan mengurangi jumah kolesterol dalam darah, terutama


low-density lipoprotein (LDL) dan meningkatkan high-density
lipoprotein (HDL), dapat mengurangi bahan utama yang menumpuk
pada arteri koroner. Misalnya statin, niasin, asam empedu fibrates dan
sequestrants.

2. Aspirin

Hal ini dapat mengurangi kecenderungan darah untuk


membeku, yang dapat membantu mencegah penyumbatan arteri
koroner. Jika pernah mengalami serangan jantung, aspirin dapat
membantu mencegah serangan di masa depan.

3. Beta bloker

Obat-obatan ini memperlambat denyut jantung dan


menurunkan tekanan darah, yang menurunkan permintaan oksigen
jantung.

4. Nitrogliserin

Nitrogliserin tablet, semprotan dan koyo dapat mengontrol


nyeri dada dengan membuka arteri coroner dan mengurangi
permintaan jantung untuk darah.

5. Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE)

Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan dapat


membantu mencegah perkembangan penyakit arteri koroner.

6. Calcium channel blocker

Obat-obat ini melemaskan otot-otot yang mengelilingi arteri


koroner dan menyebabkan pembuluh terbuka, meningkatkan aliran
darah ke jantung serta dapat mengendalikan tekanan darah tinggi.

7
G. Diet penyakit jantung koroner
Berikut ini beberapa hal harus diperhatikan dalam perawatan diet
penderita jantung koroner :

1. Pembatasan kandungan kalori dalam diet perlu dilakukan lebih-


lebih jika penderita tergolong obesitas atau berat badannya melebihi
berat badan ideal. Penderita penyakit jantung koroner sebaiknya
mempunyai berat badan sedikit di bawah berat badan ideal.
2. Penggunaan lemak jenuh harus dihindarkan, sedangkan lemak tak
jenuh berganda (polyunsatrated fatty acid) yang dapat menurunkan
kadar kolesterol darah, dapat diperbanyak untuk menggantikan lemak
jenuh.
3. Pemakaian gula dalam diet sehari-hari hendaknya tidak
berlebihan, karena konsumsi gula yang tinggi dapat mempermudah
terjadinya aterosklerosis.
4. Untuk mengurangi beban kerja jantung, porsi makanan sebaiknya
kecil. Agar tubuh mendapatkan semua zat gizi yang diperlukan dalam
jumlah yang cukup, frekuensi pemberian makanan hendaknya lebih
sering.
5. Pengurangan garam perlu dilakukan apabila penderita
menunjukkan tanda-tanda kenaikan tekanan darah atau terlihat
adanya edema.
6. Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas dalam lambung
seperti kol, lobak, durian, dan sebagainya.
7. Hindari bumbu-bumbu yang dapat menimbulkan rangsangan
seperti lombok, merica, dan sebagainya hendaknya dihindarkan.
8. Penderita tidak diberi minuman berupa kopi, teh kental, atau
minuman yang mengandung soda (soft drink) dan alkohol.
9. Hindari makanan atau kue yang terlalu manis dan makanan
berlemak.

H. Tahapan perawatan pada pasien jantung koroner

Tahap 1: Fase manajemen penyakit kronis (NYHA I-III)

Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif


untuk memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala,
pendidikan pasien dan pengasuh, dan didukung manajemen diri
Pasien diberi penjelasan yang jelas tentang kondisi mereka termasuk
nama, etiologi, pengobatan, dan prognosisnya Pemantauan reguler

8
dan peninjauan yang tepat sesuai dengan pedoman nasional dan
protokol local.

Tahap 2: fase perawatan suportif dan paliatif: (NYHA III – IV)

Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang


profesional kunci diidentifikasi di masyarakat untuk
mengkoordinasikan perawatan dan bekerja sama dengan spesialis
gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan lainnya Tujuan
perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan
kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan
multidisipliner terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan
Kesempatan untuk mendiskusikan prognosis dan kemungkinan
penyakit yang diderita secara lebih rinci disediakan oleh para
profesional, termasuk rekomendasi untuk menyelesaikan rencana
perawatan lanjutan Layanan di luar jam kerja didokumentasikan
dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut

Tahap 3: fase perawatan Terminal

Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan


ginjal, hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan
gagal jantung untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi
diklarifikasi, didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua
penyedia perawatan Jalur perawatan terpadu untuk orang yang
sekarat dapat diperkenalkan untuk menyusun perencanaan
perawatan Peningkatan dukungan praktis dan emosional untuk
pengasuh disediakan, terus mendukung berkabung Penyediaan dan
akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan spesialis untuk
pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan kebutuhan
mereka (Jaarsma, 2009)

H. Evidence Based jantung koroner

1. Mendengarkan Murrotal Al Qur’an

Menurut Atkinson (dalam Yanti, Erlamsyah, & Zikra, 2013)


kecemasan merupakan perasaan tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan istilahistilah seperti kekhwatiran, keprihatinan, dan rasa takut
yang kadang-kadang dialami dalam tingkatan yang berbeda-beda.

9
Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari (Harsepuny, 2012).

Mekanisme yang menyebabkan kecemasan meningkatkan


resiko penyakit jantung koroner yang fatal termasuk hiperventilasi
yang terjadi selama serangan akut yang dapat menyebabkan spasme
koroner dan dapat menyebabkan kegagalan ventrikel sehingga dapat
menyebabkan aritmia (Szirmai, 2011).

Banyak cara yang digunakan untuk mengurangi kecemasan


yang dirasakan oleh pasien dirumah sakit, diantaranya terapi
medikamentosa dan terapi komplementer. Banyak jenis terapi
komplementer yang saat ini dikembangkan dengan tujuan untuk
merelaksasikan pasien. Terapi komplementer yang saat ini sedang
mulai digunakan adalah jenis terapi Religi.

Menurut Hebert Benson, seorang dokter di Harvard Medical


School menyimpulkan bahwa ketika seseorang terlibat secara
mendalam dengan doa yang diulang-ulang (repetitive prayer)
ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis, antara lain
berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya kecepatan
napas, menurunnya tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan
pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme. Kondisi ini disebut
sebagai respon relaksasi (relaxation response) (Subandi, 2013). Seni
melagukan ayat-ayat suci Al-Quran merupakan hal yang sering
didengar saat ini, diantaranya biasa dikenal dengan Murottal.

Terapi murottal bekerja pada otak, dimana ketika didorong


dengan rangsangan dari luar (terapi Al-Quran) maka otak
memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul-molekul
ini mengangkut reseptor-reseptor mereka yang ada didalam tubuh
sehingga tubuh memberi umpan balik berupa rasa nyaman.

Bacaan Al-Qur’an secara murottal mempunyai efek relaksasi


dan dapat menurunkan kecemasan apabila didengarkan dalam tempo
murottal berada antara 60-70 menit secara konstan, tidak ada
perubahan irama yang mendadak, dan dalam nada yang lembut
(Widayarti, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Faradisi (2012) terapi murottal terbukti lebih efektif menurunkan

10
kecemasan dibandingkan dengan terapi musik lainnya. Peneliti
memilih RSUD dr. Soedarso Pontianak dikarenakan terdapat kasus
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pada penelitian ini dilakukan
pengkajian berupa gejala-gejala fisiologis maupun psikologis yang
termasuk dalam kriteria kecemasan.

Instrumen dalam jurnal “PENGARUH TERAPI MUROTTAL


TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN PENYAKIT
JANTUNG KORONER DI RUANG ICCU RSUD DR. SOEDARSO
PONTIANAK”( Yanti, Erlamsyah, & Zikra, 2013). menggunakan Zung
Self Rating Anxiety Scale (ZSRAS) yang membagi skor kecemasan
menjadi empat tingkatan yaitu skor 20-34 tingkat kecemasan ringan,
skor 35-49 tingkat kecemasan sedang, skor 50-64 tingkat kecemasan
berat, dan skor 65-80 panik. Untuk mendukung jalannya penelitian,
peneliti menggunakan MP3 Player yang berisikan Murottal Surah Ar-
Rahman dan Earphone serta menggunakan lembar observasi
pengukuran heart rate, respiratory rate, dan blood presure untuk
mendukung hasil penelitian.

11
Berdasarkan hasil penelitian jurnal “PENGARUH TERAPI
MUROTTAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG ICCU RSUD DR.
SOEDARSO PONTIANAK”( Yanti, Erlamsyah, & Zikra, 2013). Setelah
dilakukan terapi murottal didapatkan sebanyak 13 orang pasien
(81,3%) memiliki tingkat kecemasan ringan setelah diberikan terapi
murottal dan terdapat sebanyak 3 orang pasien (18.8%) memiliki
tingkat kecemasan yang sedang setelah diberikan terapi murottal.

responden dalam penelitian ini terdapat lebih banyak berjenis


kelamin laki-laki 51,4% sedangkan responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 48,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Islamee (2008) menyatakan laki-laki mempunyai
risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit karsiovaskular lebih
awal. Laki-laki juga mempunyai risiko lebih besar terhadap
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Islamee, 2008).

I. Asuhan keperawatan pasien penyakit jantung koroner


1. Diagnosa keperawatan

Diagnosa berdasarkan prioritas utama:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan preload


(penurunan pulmonary arteri pressure (PAWP)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia)
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ansietas kematian berhubungan dengan mengalami proses menjelang
ajal
5. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung terkait dengan spasme arteri
coroner

2. Intervensi

No Diagnosa kep. NOC NIC


.
1. Penurunan Setelah melakukan 1) Monitor tanda-
curah jantung tindakan keperawatan tanda vital
berhubungan selama 3x24 jam di 2) Sediakan terapi
dengan dapat kriteria hasil antiaritmia sesua
penurunan sebagai berikut: kebijakan unit

12
preload 1) tekanan darah (misalnya, obat
(penurunan distol (5) antiaritmia,
pulmonary arteri 2) tekanan darah kardioversi atau
pressure sistol (5) defibrilasi)
(PAWP) 3) tekanan nadi sebagaimana
(5) mestinya
4) PaO2 (tekanan 3) Monitor stsus
paersial pernafasan terkait
oksigen dalam dengan adanya
darah arteri) gejala gagal
(5) jantung
5) PaCO2 4) Berikan dukungan
(tekanan teknik yang efektif
parsial untuk mengurangi
karbondioksid stress
a dalam darah 5) Tawarkan
arteri) (5) dukungan
spiritual kepada
Keterangan: pasien dan
1) Deviasi berat keluarga
dari kisaran (misalnya,
normal (1) menghubungi
2) Deviasi yang anggota
cukup berat kependetaan)
dari kisaran sebagaimana
normal (2) mestinya
3) Deviasi sedang
dari kisaran
normal (3)
4) Deviasi ringan
dari kisaran
normal (4)
5) Tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
(5)
2. Nyeri akut Setelah melakukan 1) Ajarkan
berhubungan tindakan keperawatan penggunaan
dengan agens selama 3x24 jam di teknik non
cedera biologis dapat kriteria hasil farmakologi
(iskemia) sebagai berikut: (seperti,
1) Menegnali biofeedback,TENS,
kapan nyeri hypnosis,

13
terjadi (5) relaksasi,
2) Menggunakan bimbingan
tindakan antisipasif, terapi
pengurangan music, terapi
(Nyeri) tanpa bermain, terapi
analgesic (5) aktifitas,
3) Melaporkan akupreassur,
perubahan aplikasi
terhadap gejala panas/dingin dan
nyeri pada pijatan,
professional sebelum,sesudah
kesehatan (5) dan jika
4) Mengenali apa memungkinkan.
yang terkait Ketika melakukan
dengan gejala aktifitas yang
nyeri (5) menimbulkan
nyeri , sebelum
Keterangan nyeri terjadi atau
1) Tidak pernah meningkat dan
menunjukkan bersamaan dengan
(1) tindakan
2) Jarang penurunan rasa
menunjukkan nyeri lainnya
(2) 2) Kolaborasi dengan
3) Kadang- pasien, orang
kadang terdekat dan tim
menunjukkan kesehatan lainnya
(3) untuk memilih dan
4) Sering mengimplementas
menunjukkan ikan tindakan
(4) penurunan nyeri
5) Secara nonfarmakologi,
konsisten sesuai kebutuhan
menunjukkan 3) Implementasikan
(5) penggunaan
pasien –terkontrol
analgesic (PCA)
jika sesuai
4) Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen nyeri
dalam interval
yang spesifik

14
3. Intoleran Setelah melakukan 1) Berkolaborasi
aktivitas tindakan keperawatan dengan (ahli)
berhubungan selama 3x24 jam di terapi fisik,
dengan dapat kriteria hasil okupasi dan
ketidakseimbang sebagai berikut: terapis
an antara suplai 1) Saturasi rekreasional
dan kebutuhan oksigen ketika dalam
oksigen beraktifitas (5) perencanaan dan
2) Frekuensi nadi pemantauan
ketika program aktifitas
beraktifitas jika memang
3) Frekuensi (5) diperlukan
pernapasan 2) Fasilitasi aktifitas
ketika pengganti pada
beraktifitas (5) saat klien
4) Kemudahan memiliki
bernapas keterbatasan
ketika waktu, energi
beraktifitas (5) maupun
5) Tekanan darah pergerakan
sistolik ketika dengan cara
beraktifitas (5) berkonsultasi
pada terapis
Keterangan terapi fisik,
1) Sangat terganggu okuppasi dan
(1) terapis rekreasi
2) Banyak 3) Sarankan metode-
terganggu (2) metode untuk
3) Cukup terganggu meningkatkan
(3) aktifitas fisik yang
4) Sedikit tepat
terganggu (4) 4) Monitor repon
5) Tidak terganggu emosi, fisik, social
(5) dan spiritual
terhadap aktifitas

4. Ansietas Setelah melakukan 1) Gunakan


kematian tindakan keperawatan pendekatan yang
berhubungan selama 3x24 jam di tenang dan
dengan dapat kriteria hasil menyakinkan
mengalami sebagai berikut: 2) Berikan informasi
proses 1) Tidak dapat faktual terkait
menjelang ajal beristirahat (5) diagnosis,

15
2) Distress (5) perawatan dan
3) Wajah tegang prognosis
(5) 3) Berikan aktifitas
4) Mengeluarkan pengganti yang
rasa marah bertujuan untuk
secara mengurangi
berlebihan (5) tekanan
5) Kesulitan 4) Atur penggunaan
berkonsentrasi obat-obatan untuk
(5) mengurangi
kecemasan secara
Keterangan tepat
1) Berat (1) 5) Kaji untuk tanda
2) Cukup berat verbal dan non
(2) verbal kecemasan
3) Sedang (3)
4) Ringan (4)
5) Tidak ada (5)
5. Resiko Setelah melakukan 1) Prioritaskan hal-
penurunan tindakan keperawatan hal yang
perfusi jaringan selama 3x24 jam di mengaruhi risiko
jantung terkait dapat kriteria hasil (Jantung) dengan
dengan spasme sebagai berikut: kolaborasi
arteri coroner 1) Denyut jantung bersama pasien
apical dan keluarga
2) Denyut nadi 2) Berikan dukungan
radikal (untuk
3) Tekanan darah melakukan)
sistolik olahraga rutin
4) Tekanan darah harian selama 30
diastolik menit,
sebagaimana
Keterangan : mestinya
1) Deviasi berat 3) Sediakan
dari kisaran informasi verbal
normal (1) dan tertulis
2) Deviasi yang kepada pasien,
cukup berat keluarga, pemberi
dari kisaran layanan , untuk
normal (2) semua yang
3) Deviasi sedang bersangkutan
dari kisaran dengan perawatan
normal (3) sesuai indikasi

16
4) Deviasi ringan 4) Lakukan terapi
dari kisaran relaksasi, jika
normal (4) tepat
5) Tidak ada 5) Monitor kemajuan
deviasi dari pasien dengan
kisaran normal interval yang
(5) teratur

J. Perawatan Paliatif pada Gagal Jantung Kongestif


1. Home Based Exercise Training (HBET)

Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan


untuk bed rest yang bertujuan untuk memperbaiki status
hemodinamik. Setelah fase akut terlewati, pasien berada pada fase
recovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang
kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi
aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai
batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya
termasuk dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2013). Pasien
gagal jantung biasanya berpikiran bahwa melakukan aktivitas
termasuk latihan fisik akan menyebabkan pasien dengan gagal
jantung sesak dan timbul kelelahan, sehingga mereka lebih memilih
untuk bed rest pada fase pemulihan. Oleh karena itu, pasien perlu
untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan
toleransi aktivitas dapat meningkat pula.

Kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan


aktivitas sehari-hari akan mengganggu rutinitas pasien. Akibatnya,
pasien kehilangan kemampuan fungsional. Pada pasien gagal jantung,
kapasitas fungsional sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup
pasien. Kapasitas fungsional dapat ditingkatkan, salah satunya dengan
melakukan latihan fisik. Latihan ini meliputi: tipe, intensitas, durasi,
dan frekuensi tertentu sesuai dengan kondisi pasien (Suharsono,
2013). Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan
nadi, sesak napas dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot
jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini
akan dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila
dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson,
2007). Aktivitas latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung

17
bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi
penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan
dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti
sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2010).

Home-based exercise training (HBET) dapat menjadi salah satu


pilihan latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien
mengikuti latihan fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik
dapat memulai program home based exercise training setelah
mengikuti tes latihan dasar dengan bimbingan dan instruksi.

Tindak lanjut yang sering dilakukan dapat membantu menilai


manfaat program latihan di rumah, menentukan masalah yang tidak
terduga, dan akan memungkinkan pasien untuk maju ke tingkat
pengerahan yang lebih tinggi jika tingkat kerja yang lebih rendah
dapat ditoleransi dengan baik (Piepolli, 2011).

Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa


home based exercise training berupa jalan kakiselama 30 menit, 3 kali
dalam semingguselama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate
reserve, dan peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan
SixMinute Walk Test (6MWT).

1. Terapi Penyekat Beta sebagai Anti-Remodelling pada Gagal


Jantung

Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang ditunjukkan


dengan gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat
beristirahat, tanda retensi cairan berupa kongesti pulmoner, edema
ekstremitas, serta abnormalitas struktur dan fungsi jantung. Keadaan
tersebut berhubungan dengan penurunan fungsi pompa jantung.
Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat infark miokard,
hipertensi kronis, dan kardiomiopati.

Dalam hal ini, jantung mengalami remodelling sel melalui


berbagai mekanisme biokimiawi yang kompleks daakhirnya
menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan salah satu jenis
beta blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan
menghambat remodelling pada jantung. Metoprolol secara signifikan
meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48) sebagai

18
terapi anti remodeling, terbukti dengan penurunan LVESV 14 mL/m2
dan peningkatan EF sebanyak 6% (Amin, 2015).

Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh


(Siswanto dkk, 2015) bahwa penyekat β harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40
%. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan kelangsungan hidup Indikasi pemberian penyekat
β yaitu:

a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah

d. diberikan

e. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,

f. tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan
berat).

Sedangkan kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu:

a. Asma

b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit


(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)

Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu:

a. Inisiasi pemberian penyekat β

b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada


pasien dekompensasi secara hati-hati

c. Naikan dosis secara titrasi

d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4

19
e. minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung,
hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit)

f. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai


dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian


penyekat β adalah:

a. Hipotensi simtomatik

b. Perburukan gagal jantung

c. Bradikardia

3. Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap Sensitivitas Barofleks


Arteri

Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai


kerusakan yang berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu
kerusakan yang terjadi adalah kerusakan pada baroreflek arteri.

Baroreflek arteri merupakan mekanisme dasar yang terlibat


dalam pengaturan tekanan darah. Hasil penerapan evidance based
nursing, latihan nafas dalam dapat memberikan pengaruh terhadap
sensitivitas barorefleks. Hasil setelah diberikan intervensi selama
seminggu terdapat peningkatan tekanan darahsistolik dari 80 mmHg
menjadi 100 mmHg, nilai denyut nadi mengalami penurunan dari 88
kali/menit menjadi 80 kali/menit dan pada frekuensi pernafasan
terjadi penurunan dari 24 kali/menit menjadi 18 kali/menit.

sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan


dengan bernafas lambat. Halini menunjukkan adanya hubungan
peningkatan aktivitas vagal dan penurunan simpatis yang dapat
menurunkan denyut nadi dan tekanan darah. Penurunan tekanan
darah dan reflek kemoresptor juga dapat teramati selama menghirup
nafas secara lambat dan dalam.

Metode latihan relaksasi nafas dalam adalah dalam sistem saraf


manusia terdapat sistemsaraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi
sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan yang dikehendaki,

20
misalnya gerakantangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom
berfungsi mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi
digestif dan kardiovaskuler.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang kerjanya


saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf
simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ
tubuh meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta
menimbulkan penyempitan pembuluh darah perifer dan pembesaran
pembuluh pusat.

Saraf parasimpatis bekerja menstimulasi naiknya semua fungsi


yang diturunkan oleh saraf simpatis. Pada waktu orang mengalami
ketegangan dan kecemasanyang bekerja adalah sistem saraf simpatis
sehingga denyut jantung, tekanan darah, jumlah pernafasan, aliran
darah keotot sering meningkat (Balady, 2007).

K. Latihan Soal Ganda

1. Apa perawatan paliatif yang dapat membantu keluarga pasien menghadapi


kematian akibat PJK?
A. Konseling
B. Bantu memandikan
C. Terapi obat
D. Terapi menejemen relaksasi stres dalam masa beduka/kehilangan
E. Relaksasi napas dalam

2. Faktor utama yang dapat memengaruhi dalam kualitas hidup pada pasien
PJK meliputi?
A. Gaya hidup
B. Ketakutan
C. Gangguan spiritual
D. Revaskularisasi , cemas , dan depresi
E. Pola nutrisi terganggu

3. Untuk dapat menurangi kecenderungan darah membeku yang membantu


mencegah penyumbatan arteri koroner ,dapat diberikan terapi obat?
A. Obat modifikasi kolestrol
B. Aspirin
C. Beta bloker
D. Nitrogliserin
E. Ventolin

21
4. Obat ini dapat memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan
darah yang juga bisa menurunkan permintaan oksigen jantung ?
A. Obat modifikasi kolestrol
B. Ventolin
C. Aspirin
D. Beta bloker
E. Salbutamol

5. Berikut ini beberapa hal harus diperhatikan dalam perawatan diet


penderita jantung koroner pada keperawatan paliatif ,kecuali….
A. Pemakaian gula dalam diet hendak nya dikurangi tidak berlebihan
B. Porsi makanan sebaiknya diperhatikan
C. Pembatasan kandungan kalori
D. Penggunaan lemak jenuh harus diperhatikan
E. Beri makanan yang klien sukai

6. Berikut ini beberapa hal harus diperhatikan dalam perawatan diet


penderita jantung koroner pada keperawatan paliatif , kecuali ….
A. Pemakaian gula dalam diet hendak nya dikurangi tidak berlebihan
B. Porsi makanan sebaiknya diperhatikan
C. Pembatasan kandungan kalori
D. Penggunaan lemak jenuh harus diperhatikan
E. Beri makanan yang klien sukai

7. Gejala apa saja yang terjadi pada penyakit jantung Koroner?


A. Nyeri perut
B. Nyeri dada
C. Nyeri hati
D. Pusing
E. Mual

8. Penyepitan pembuluh darah kecil yang memasok darah dan oksigen


ke jantung coroner merupakan pengertian dari?
A. Gagal ginjal
B. Jantung coroner
C. Osteoporosis
D. Gagal jantung
E. adenokarsinoma

22
9. Salah satu klasifikasi dari penyakit jantung coroner yaitu?
A. Infark miokard akut
B. Hipertensi
C. Obesitas
D. Cardiomegaly
E. Arteri coronaria

10. Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien jantung kororner


adalah, kecuali….
A. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan preload
(penurunan pulmonary arteri pressure (PAWP)
B. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia)
C. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
D. Ansietas kematian berhubungan dengan mengalami proses menjelang
ajal
E. Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal

L. Latihan Soal Essay

1. Apa yang dimaksud dengan perawatan paliatif?


2. Apakah definisi dari penyakit jantung coroner?
3. sebutkan tanda dan gejala dari penyakit jantung koroner ?
4. Bagaimana cara mengurangi resiko penyakit jantung koroner ?
5. Sebutkan cara pengobatan farmakologi penyakit jantung koroner ?
6. Sebutkan klasifikasi penyakit jantung koroner ?
7. Kenapa hipertensi bisa mengakibatkan penyakit jantung koroner ?
8. Sebutkan faktor-faktor utama penyebab penyakit jantung coroner?
9. Sebutkan faktor-faktor lain penyebab penyakit jantung coroner?
10. Mengapa terapi Mendengarkan Murrotal Al Qur’an dapat mengurangi
kecemasan pasien penyakit jantung coroner?

23
BAB III
PENUTUP

A. Kunci jawaban soal latihan Ganda


1. D
2. D
3. B
4. D
5. E
6. E
7. B
8. B
9. A
10. E

B. Kunci jawaban latihan soal Essay


1. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian
yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).

2. Penyakit jantung koroner adalah penyempitan pembuluh darah kecil


yang memasok darah dan oksigen ke jantung. Penyakit jantung
koroner juga disebut penyakit arteri koroner. Penyakit jantung
koroner biasanya disebabkan oleh kondisi yang disebut
aterosklerosis, yang terjadi ketika bahan lemak dan zat-zat lainnya
membentuk plak pada dinding arteri.

3. Tanda dan gejala penyakit jantung coroner:


 Nyeri dada (angina)
 Sesak nafas
 Serangan jantung
4. Cara mngurangi resiko terkena jantung coroner:
 Mengurangi konsumsi daging berlemak jenuh tinggi.

24
 Memperbanyak makan buah, sayuran dan biji-bijian yang mengandung
antioksidan tinggi (Vitamin A, C dan E). Antioksidan mencegah lemak
jenuh berubah menjadi kolesterol.
 Menghindari stress. Stress dapat menimbulkan ketidakseimbangan
fungsi tubuh, meningkatkan tekanan darah serta membuat Anda
merokok dan makan berlebihan.
 Tidak merokok dan minum kopi berlebihan.
 Rajin berolah raga. Olah raga aerobik selama 30 menit setiap hari, 3-4
kali seminggu dapat memperkuat jantung, membakar lemak dan
menjaga kesimbangan HDL dan LDL.
5. Pengobatan farmakologi penyakit jantung coroner:
 Obat medifikasi kolestrol
 Aspirin
 Beta bloker
 Nitrogliserin
 Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE)
 Calsium cannel blocker

6. Klasifikasi penyakit jantung kororner:


 Asimtomatik ( silent mycrocardial ischemia)
 Angina pectoris
 Infark miokard akut

7. Hipertensi dapat menyebabkan jantung coroner karena Tekanan


darah tinggi menambah kerja jantung sehingga dinding jantung
menebal/kaku dan meningkatkan risiko penyakit jantung
koroner.Secara umum orang dikatakan menderita hipertensi bila
tekanan darah sistolik/diastoliknya di atas 140/90 mmHg.

8. Faktor utama penyebab jantung coroner:


 Kadar kolestrol tinggi
 Hipertensi.
 Kegemukan
 Trombosis
 Diabetes mellitus
 Penuaan (umur)
 Keturunan
9. Faktor lain penyebab penyakit jantung coroner:
 Umur

25
 Jenis kelamin
 Geografis
 Ras
 Diet

10. Terapi murottal bekerja pada otak, dimana ketika didorong dengan
rangsangan dari luar (terapi Al-Quran) maka otak memproduksi zat
kimia yang disebut neuropeptide. Molekul-molekul ini mengangkut
reseptor-reseptor mereka yang ada didalam tubuh sehingga tubuh
memberi umpan balik berupa rasa nyaman.
Bacaan Al-Qur’an secara murottal mempunyai efek relaksasi dan
dapat menurunkan kecemasan apabila didengarkan dalam tempo
murottal berada antara 60-70 menit secara konstan, tidak ada
perubahan irama yang mendadak, dan dalam nada yang lembut
(Widayarti, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Faradisi (2012) terapi murottal terbukti lebih efektif menurunkan
kecemasan dibandingkan dengan terapi musik lainnya.

C. kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan yaitu:

 Penyakit Arteri Koroner/penyakit jantung koroner (Coronary Artery


Disease) ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam
sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran
darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan
tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang
mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung. Proses
pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis.
 Penyakit ini memiliki gejala nyeri dada (angina stabil), sesak napas,
serangan jantung, dan gejala lain, terutama ketika sedang beraktifitas.
 Disamping perawatan dietetik, perlu dilakukan upaya penyembuhan yang
lain, terutama mengurangi berbagai faktor risiko, seperti merokok,
tekanan emosional, dan sebagainya. Juga olah raga fisik perlu dilakukan
untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan berat badan.
 Dengan memahami bahwa penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah
jantung) merupakan proses pengobatan seumur hidup, maka diperlukan
beberapa komponen terapi seperti pendidikan kesehatan, bimbingan
tentang pola makan dan metabolisme tubuh, serta bimbingan psikologis
untuk membantu penyembuhan pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://www.smallcrab.com/jantung/461-perawatan-dietetik-bagi penderita
penyakit-jantung-koroner.

http://medicastore.com/penyakit/11/Penyakit_Jantung_Koroner.html.library.
usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf

Fachrunnisa, & dkk. (2015). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KUALITAS TIDUR PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILUR. JOM Vol 2 No 2,
1094-1105.

McPhee, S. J. (2010). Patofisiologi penyakit: Pengantar menuju kedokteran


klinis. Jakarta: EGC.

Suharsono, T. d. (2013). Dampak Home Based Exercise Training terhadap


Kapasitas. Jurnal Keperawatan, Volume 1, No. 1, 12-18

Alkaheel, A. (2013). Kekuatan Penyembuhan dengan Al-Quran Berdasarkan Penelitian


Ilmiah. Arrahmah.com. http://arrahmah.com/ diperoleh tanggal 9 Maret 2015

Soeharto, Iman. (2008). Peyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta

Lestari Dian, Adriana, Fauzan Suhaimi, (2015) Pengaruh Terapi Murottal Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner di Ruang ICCU RSUD
DR. Soedarso Pontianak. Jurnal.untan.ac.id diperoleh tanggal 30 Maret 2019

27

Anda mungkin juga menyukai