SCIWORA
SCIWORA
Oleh:
Adi Yurmansyah
Pembimbing:
1
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH
SURAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Oleh :
Adi Yurmansyah
Pembimbing:
2
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………
ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………..……
iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….
1
BAB I. Pendahuluan ………………………………………………………………………..
II.8 Prognosis………………………………………………………………………….. 16
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 16
18
19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan
fasettulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalulintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), kecelakaan
kerja.2,3
Pasien dengan trauma tulang belakang komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %.
Jika terjadi paralisis komplit dalam 72 jam setelah trauma, peluang perbaikan adalah nol.
Prognosis trauma tulang belakang inkomplit lebih baik. Jika fungsi sensoris masih ada,
peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.5
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme trauma, diagnosis dan
penatalaksanaan dari cedera tulang belakang tanpa ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiologi/Spinal cord injury without radiological abnormality (SCIWORA).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Pang Dan Wilberger (1982) mendefinisikan Spinal cord injury without radiological
abnormality (SCIWORA) adalah cedera tulang belakang tanpa kelainan radiografis dengan
tanda klinis myelopathy setelah cedera dengan tidak ada fraktur atau ketidakstabilan ligamen
pada gambar hasil foto polos sinar X tulang belakang dan tomography. Pemeriksaan MRI
(resonans magnetik imaging) pada beberapa cedera akibat trauma tembus, sengatan listrik
dan komplikasi obstetric serta kelainan kongenital tulang belakang.1
Spinal cord injury without radiological abnormality (SCIWORA) merupakan trauma
akut yang mengenai tulang belakang termasuk trauma serabut saraf yang menyebabkan
deficit neurologis atau deficit motorik atau keduanya tanpa ditemukan bukti adanya fraktur
vertebral atau malalignment pada hasil pemeriksaa poto polos X-ray maupun dan CT
scans.6,7,8 Konsep SCIWORA telah diusulkan oleh Lloyd pada 1907, kemudian di simpulkan
oleh Pang dan Wilberger pada tahun 1982.8
II.2 ANATOMI
Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi
medulla spinalis. Pilar tersebut terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusu secara
segmental terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikal), 12 ruas tulang torakal
(vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
(vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).9
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya
duasendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari
samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan
lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya
merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas
tulang belakang. Ruang gerak sendi pada vertebra servika adalah yang terbesar.Vertebra
torakal mempunyai ruang lingkup gerak terbatast karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks
sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke
bawah lingkup geraknya semakin kecil.9
6
Gambar 1. Anatomi tulang belakang
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang
yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 2 pedikel, 1 prosesus
spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai
mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas
servikal kedua disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan
arkus neuralis di bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga
dan lebar, sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang
menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu
ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum,
ligamentum interspinosus dan spinosus.9
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen
tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar.
Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus
7
intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian
sendi intervertebralis lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal
terputus pada lebih dari dua komponen.9
Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang
menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf
tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang
belakang didaerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan
seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di
bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.9
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan mengalami
tekanan dan remuk yang dapat merusak ligament posterior. Jika ligament posterior rusak maka sifat
fraktur ini tidak stabil, sebaliknya jika ligamnen posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil.
Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan
sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.10
5. Rotasi-fleksi
Cedera spinal yang paling berbahay adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligament
dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya. Kemudian dapat robek, permukaan
sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satuvertebra dapat terpotong. Akibat
dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi kedepan pada vertebra di atas,
dengan atau tanpa kerusakan tulang. Semua fraktur- dislokasi bersifat tak stabil dan
terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.10
6 . Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior
atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan saraf.7
9
II.4 CEDERA THORAKOLUMBAL
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan
lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi.
Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan
berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah
fraktur dislokasi.9
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu:
Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior,
komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak
rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur
adalah contoh cedera stabil.
Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena
ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil
jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau tidaknya
fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4
posisiyaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra,
adatiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna
posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).9
3.Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi
atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini
sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yangrusak.
Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme
kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan.
Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada
ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus
vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior kolumna vertebralis. Pada
mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa.
Fraktur akan melewati lamina dan seringnyaakan menyebabkan dural tears
dan keluarnya serabut saraf.2
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem
sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada
torakolumbal junction.13 Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan
tulang belakang pertengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu
pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita
terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat
hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk
jenis fraktur tidak stabil.10
11
Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure):
1. Type A Compressive loads
2. Type B Distraction forces
3. Type C Multidirectional forces and translation14
12
vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi
akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.15
14
Myelografi
Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat
melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler,
extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini
masih kontraversial.16
15
II.6 PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Diagnosa dapat sulit jika potensi untuk terjadinya cedera tidak bisa diidentifikasi
melalui hasil pemeriksaan X-ray atau CT scan. Bagaimanapun, SCIWORA paling sering
disebabkan oleh trauma yang cukup berat ( kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, cedera saat
berolahraga, kekerasan pada anak) dan dapat mengakibatkan cedera serius pada pasien,
tantangan yang paling utama adalah untuk mengenali sindrom ini dengan sesegera mungkin
sehingga penatalaksanaan dapat seawal mungkin.18
Serangkaian serial kasus mild, transients SCIWORA dilaporkan menggunakan
terminology yang berbeda, disebut “spinal cord concussion” atau “cervical cord
neuropraxia.” Kriteria diagnostic termasuk dalam definisi SCIWORA yang selanjutnya
menimbulkan symptoms/deficits dalam 48 sampai 72 jam. Kebanyakan pasien pada laporan
ini adalah anak remaja dan orang dewasa muda dengan cedera saat aktivitas olahraga,
terutama Amerika Football. Beberapa serial kasus melaporkan hubungan antara radologi
spinal stenosis. Bagaimanapun, Pang menyatakan bahwa “congenital stenosis cervical dan
resultan (spinal cord injury), seperti atlit muda, secara pasti dikeluarkan dari SCIWORA
umbrella” (D. Pang, MD, hubungan personal, November 2010). Return-To-Play
merekomendasikan dalam laporan secara jelas, masih kontropersial, dan di luar lingkup
guideline ini.19
16
Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan
adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui
secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera
tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran, harus dicurigai adanya
cedera cervical sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan
mekanisme kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal. Selain itu
patut dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada
leher,tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.17
Pang dan Andwilberger mendefinisikan istilah mengenai spinal cord injury without
radiographic abnormality (SCIWORA) di tahun 1982 sebagai “tanda objektif dari
myelopathy sebagai hasil trauma” dengan tidak terdapat fraktur atau ketidakstabilan ligament
pada gambar hasil sinar x tulang belakang dan tomography. Definisi secara rinci tanpa
menggunakan magnetis resonansi imaging (MRI) dan beberapa trauma baik trauma tajam,
sengatan elektrik dan komplikasi obstetrik dan beberapa yang dihubungkan dengan
congenital spinal anomaly. Walaupun banyak praktisi boleh mempertimbangkan terminology
anachronistic diagnostik menggunakan fasilitas MRI, para pediatric neurosurgeon tetap
mengacu pada phenomena pediatric predominan sebagai SCIWORA.19
Dalam artikel mereka, Pang dan Wilberger menyebutkan, “Jika tanda awal
menunjukkan tanda gejala sementara bisa dikenali dan dapat segera dilakukan tindakan
sebelum terjadi gejala onset neurologi muncul, secara cepat pada sebagian dari anak-anak ini
dapat dialihkan”. Hamilton dan Myles, Osenbach dan Menezes, Pang dan Wilberger
mendokumentasikan delayed onset dari SCIWORA pada anak-anak kurang dari 4 hari setelah
trauma. Oleh karena itu, menjadi perhatian adalah apakah seorang anak dengan pemeriksaan
neurologi yang normal tetapi mempunyai riwayat terdapat gejala neurologika sementara atau
gejala neurologi subjektif yang menetap kearah myelopathy traumatis harus diarahkan ke
diagnosa SCIWORA dan penatalaksanaannya sesuai penatalaksanaan SCIWORA, dengan
mengesampingkan ketidakhadiran tanda objektif myelopathy.”19
Pang dan Andpollack merekomendasikan CT scan khusus pada level trauma
neurologik tanpa terdapat fraktur pada anak dengan defisit neurologis sementara pda spinal
cord tanpa kelainan pada foto rongent polos spine. Ditambah, flexion dinamis dan gambaran
hasil sinar x atau penggunaan fluoroscopy untuk meniadakan gerakan intersegmental dan
cedera ligament tanpa terdapat fraktur. Jika terjadi spasme muskulus paraspinous, nyeri, atau
pencegahan yang tidak berhasil, direkomendasikan immobilisasi eksternal sampai anak dapat
17
fleksi dan ekstensi spine secara kooperatif untuk pemeriksaan x-ray dinamis. Temuan fraktur,
subluxation, atau gerakan intersegmental abnormalpada level neurological injury
menggugurkan diagnosis SCIWORA. Dalam laporan awal Pang dan Wilberger melaporkan,
1 dari 24 anak-anak menunjukkan gerakan patologis pada gambaran awal x-ray dinamis.
Berdasarkan definisi SCIWORA, 1 anak ini tidak didiagnose dengan SCIWORA sebab
gambaran inisial fleksi dan ekstensi dari hasil x-ray adalah abnormal. Walaupun berhubungan
dengan gerakan abnormal dari intersegmental pada anak-anak dengan SCIWORA diikuti
fleksi normal dan ekstensi normal, tidak terdapat data dari ketidakstabilan tersebut
mengalami perkembangan.19
Gambaran hasil MRI pada anak-anak dengan SCIWORA memperlihatkan spektrum
dari normal hingga complete cord disruption, dengan bukti terdapat cedera ligament dan
cedera pada diskus. Kemungkinan pada MRI anak-anak dengan SCIWORA meliputi
identifikasi perubahan saraf atau cedera intramedullary, tidak termasuk lesi compressive dari
cord atau roots atau disruption ligamentum spinal yang mungkin memerlukan intervensi
pembedahan, diikuti terapi untuk mempertahankan posisi dengan immobilisasi eksternal,
dan/atau mengurangi beban ketika pasien kembali ke aktivitas penuh.19
18
Pang juga merekomendasikan somatosensory evokel potensial (SSEP) screening pada
anak-anak dengan kecurigaan SCIWORA. Mungkin peran SSEPs padaanak-anak dengan
kecurigaan SCIWORA meliputi mendeteksi kelainan fungsi colum posterior dengan terdapat
tanda klinis yang tidak komplit, mengevaluasi head-injury, penurunan kesadaran, atau secara
pharmakologis terdapat paralisis, menilai intracranial, spinal, atau cedera saraf perifer,
dan/atau berdasarkan pemeriksaan MRI untuk perbandingan saat evaluasi yang berikut.19
II.8 PROGNOSIS
SCIWORA berhubungan dengan insiden yang tinggi dari cedera neurologi komplit,
terutama pada anak-anak usia < 9 tahun. Hadley et al melaporkan 4 cedera komplit pada 6
anak-anak usia < 10 tahun dengan SCIWORA. Lokasi dari cedera komplit sampai ke cervical
dan thorak bagian atas Pang dan Wilberger, dan Pang yang mendapatkan pada pemeriksaan
19
neurologi dengan hasil yang relatif baik. Beberapa data menyatakan bahwa abnormalitas MRI
(atau ketiadaan kelainan) pada cord dapat lebih memprediksi hasil yang diperoleh
dibandingkan status gejala neurologi. Karena tidak ada anak yang didokumentasikan terjadi
perkembangan dari ketidakstabilan spinal dengan diagnosa SCIWORA, baik menurut
definisi, fleksi dan ekstensi normal pada gambaran hasil x-ray sebagai sedikit upaya untuk
memprediksi ketidakstabilan. Pada sisi lain, anak-anak yang didokumentasikan menderita
SCIWORA berulang, dan prediksi “ high-risk” sebagian kolompok anak-anak dengan
SCIWORA untuk terjadinya cedera berulang masih tetap ada.
20
BAB III
PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
22
15. Kuntz C.Spine Fracture. Emedicine Journals. (Last updated: 2004; accesed:
14 April 2012). Available from : http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm
16. Bracken MB, Shepard MJ, Collins WF Jr, et al. Methylprednisolone or naloxone
treatment after acute spinal cord injury:1-year follow-up data. Results of the second
National Acute Spinal Cord Injury Study. J Neurosurg 1992; 76: 23-31
17. Grabb PA, Pang D. Magnetic resonance imaging in theevaluation of spinal cord injury
without radiographic abnormality in children. Neurosurgery 1994; 35: 406–14.
18. A.H. Menezas, VK. H. Sontag. 1996. Principles of spinal surgery. Vol. 2 New York :
McGraw Hill, p. 817-885
19. Curtis J. Rozzelle, MD et al. Spinal cord injury without radiological abnormality. Journal
Neurosurgery. Volume 72 No.3, March 2013.
23