Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

Pengukuran Potensial Osmotik dan Potensial Air Jaringan Tumbuhan


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
Yang dibimbing oleh :
Ir. Hugrahaningsih, M.P. dan Rahmi Masita, S.Si., M. Sc.

Disusun oleh :
Kelompok 2
Offering I/2018

1. Ahvina Dwi Okta Virana (180342618064)


2. Novan Adhi Nugroho (180342618044)
3. Rochmatul Istiana (180342618016)
4. Sylvana Bilqis Labibah (180342618073)
5. Thania Ayu Pramesty (180342618029)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
SEPTEMBER 2019
A. Topik
Pengukuran Potensial Osmotik dan Potensial Air Jaringan Tumbuhan
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat membedakan proses terjadinya potensial osmotik dan potensial air
pada jaringan tumbuhan
2. Mahasiswa dapat mengamati terjadinya peristiwa plasmolisis

C. Alat & Bahan


Alat : Bahan :
1. 20 botol vial 1. Larutan sukrosa
2. Mikroskop 2. Kristal Methylen Blue
3. Pengebor gabus 3. Mikropipet atau syringe
4. Silet 4. Daun Rhoeo discolor
5. Obyek dan deck glass 5. Umbi Kentang (Solanum tuberosum)

D. Kajian Pustaka
Air merupakan komponen utama tanaman yang membentuk 80-90% bobot segar
jaringan pada tumbuhan yang aktif. Peranan air antara lain; sebagai pelarut, sebagai
pereaksi, menjaga turgiditas dalam pembesaran sel, pembukaan stomata dan menjaga
bentuk daun muda serta struktur lainnya (Kimball, 1983). Difusi meupakan peristiwa
berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi kebagian yang
berkonsentrasi rendah (Kustiyah, 2007). Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri
atas potensial osmosis dan potensial turgor. Dengan adanya potensial osmosis cairan sel
cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor dalam sel mengakibatkan air
meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya
sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis (Meyer dan Anderson,
1952).
Osmosis merupakan transport pasif ketika molekul air berdifusi melewati
membran yang bersifat selektif permeabel. Dalam proses osmosis, larutan hipertonik
sebagian besar molekul air terikat ke molekul gula sehingga hanya sedikit molekul air
yang bebas dan bisa melewati membran. Sedangkan larutan hipotonik memiliki lebih
banyak air yang bebas, sehingga lebih banyak molekul air yang melewati membran.
(Kusuma, 2014).
Plasmolisis adalah respon tumbuhan yang disebabkan oleh hyperosmotic stress.
Respon tersebut menyebabkan hilangnya turgor pada tumbuhan dan lepasnya protoplas
dari dinding sel. Proses plasmolitik didorong oleh vakuola. Terdapat 2 jenis plasmolisis
tergantung dari jenis sel, viskositas sitoplasma, dan osmotikum yang digunakan.
Plasmolisis yang pertama adalah plasmolisis cembung, yaitu protoplas dibulatkan
menunjukkan ujung cembung simetris. Plasmolisis kedua adalah plasmolisis cekung,
yaitu membrane plasma terpisah dari dinding sel dengan membentuk beberapa kantong
cekung. Plasmolisis bersifat reversibel dan penambahan larutan hipotonik akan
mempengaruhi perluasan kembali protoplas dan pemulihan tekanan turgor (Lang.dkk,
2014).

E. Hasil Pengamatan
1. Mengukur Potensial Osmotik dengan Cara Plasmolisis (Solanum tuberosum)
No. Konsentrasi Larutan Menit ke-30 Menit ke-60 (+) Metilen
Sukrosa (cm) (cm) Biru
1. 0% 3 3 Tenggelam
2. 2% 3 2.9 Melayang
3. 4% 2.9 2.8 Mengapung
4. 6% 2.8 2.8 Mengapung
5. 8% 2.8 2.7 Mengapung
6. 10% 2.7 2.7 Mengapung

Grafik 1. Perubahan Panjang Solanum tuberosum


3.1
Panjang Umbi Kentang

3
2.9
2.8 Menit ke-30
2.7 Menit ke-60
2.6
2.5
Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan
Gula 0% Gula 2% Gula 4% Gula 6% Gula 8% Gula 10%
2. Mengukur Potensial Osmotik dengan Cara Plasmolisis (Rhoeo discolor)

Hasil

Konsentrasi
Diameter Jari-jari
Luas Bidang ∑ Sel Persentase
No Larutan Pandang ∑ Sel
(D) (r) Lisis Plasmolisis
Gula LBP (φ)

1 Konsentrasi 7 mm 3,5 mm 38,465 mm2 261 11 4,21%


2%

2 Konsentrasi 2 mm 1 mm 3,14 mm2 198 26 13,13%


4%

3 Konsentrasi 7 mm 3,5 mm 38,465 mm2 256 104 40,63%


10%

Rumus LBP (φ) Rumus Persentase Plasmolisis

φ = πR2 % = ∑ Sel Lisis/∑ Sel × 100%

Grafik 2. Persentase Plasmolisis Rhoeo discolor


45
40
35
Persentase Plasmolisis

30
25
20
Persentase Plasmolisis
15
10
5
0
Larutan gula 2% Larutan gula 4% Larutan gula 10%
Konsentrasi Larutan Gula
F. Pembahasan
Praktikum tentang pengukuran tekanan osmotik dalam jaringan tumbuhan, bahan
yang digunakan adalah umbi kentang (Solanum tuberosum) dan bagian epidermis dari
daun Rhoeo discolor. Umbi adalah salah satu jenis tanaman yang mengalami peristiwa
difusi dan osmosis, umbi merupakan bagian tanaman yang terbentuk di dalam tanah.
Kandungan utama kentang adalah air yaitu sebanyak 80% (Direktorat Gizi Depkes RI.
1981). Rhoeodiscolor merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh didaerah tropis.
Umumnya tanaman ini tumbuh didaerah dingin dan cukup air (Fahn, 1991).
1. Umbi Kentang
Pada praktikum pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan menggunakan
umbi kentang (Solanum tuberosum), bahan yang digunakan tersebut terlebih dahulu
dibuat seperti bentuk silinder dengan bantuan menggunakan alat pengebor gabus dengan
panjang 3 cm. Selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas beaker (jika tidak ada
menggunakan gelas aqua) berjumlah enam buah yang telah diisi 20 ml larutan gula
dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Kemudian,
dimasukkan dua silinder kentang ke gelas beaker (jika tidak ada menggunakan gelas
aqua) yang berisi larutan gula dengan konsentrasi yang berbeda.
Berdasarkan hasil percobaan pertama pengukuran tekanan osmosis cairan sel
dengan menggunakan umbi kentang (Solanum tuberosum) yang dimasukkan kedalam
larutan gula dengan konsentrasi 0% selama 30 menit, diperoleh data bahwa panjang dari
kentang tetap atau tidak berubah, lalu pada rendaman menit ke-60 panjang dari kentang
juga tetap atau tidak berubah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buana (2011),
bahwa sel yang isinya air murni tidak mengalami plasmolisis. Jika suatu sel dimasukan
ke dalam air murni, maka struktur sel itu terdapat potensial air yang nilainya tinggi (=0),
sedangkan di dalam sel terdapat nilai potensial air yang lebih rendah (negatif). Hal ini
menyebabkan air akan bergerak dari luar sel masuk ke dalam sel sampai tercapai
keadaan yang setimbang.
Pada percobaan kedua pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan
menggunakan umbi kentang (Solanum tuberosum) yang dimasukkan kedalam larutan
gula dengan konsentrasi 2% selama 30 menit, diperoleh data bahwa panjang dari
kentang tetap atau tidak berubah (3 cm), lalu pada rendaman menit ke-60 panjang dari
kentang berubah menjadi 2,9 cm. Lalu, pada percobaan ketiga pengukuran tekanan
osmosis cairan sel dengan menggunakan umbi kentang (Solanum tuberosum) yang
dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 4% selama 30 menit, diperoleh
data bahwa panjang dari kentang berubah menjadi 2,9 cm, lalu pada rendaman menit
ke-60 panjang dari kentang berubah menjadi 2,8 cm. Pada percobaan keempat
pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan menggunakan umbi kentang (Solanum
tuberosum) yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 6% selama 30
menit, diperoleh data bahwa panjang dari kentang berubah menjadi 2,8 cm, lalu pada
rendaman menit ke-60 panjang dari kentang yaitu 2,8 cm. Untuk percobaan kelima
pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan menggunakan umbi kentang (Solanum
tuberosum) yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 8% selama 30
menit, diperoleh data bahwa panjang dari kentang berubah menjadi 2,8 cm, lalu pada
rendaman menit ke-60 panjang dari kentang berubah menjadi 2,7 cm. Selanjutnya,
untuk percobaan keenam pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan menggunakan
umbi kentang (Solanum tuberosum) yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan
konsentrasi 10% selama 30 menit, diperoleh data bahwa panjang dari kentang berubah
menjadi 2,7 cm, lalu pada rendaman menit ke-60 panjang dari kentang yaitu 2,7 cm.
Dari pemaparan analisis data tersebut, diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi larutan sukrosa semakin besar penyusutan yang terjadi pada kentang. Salah
satu faktor yang mempengaruhi potensial osmotik adalah konsentrasi larutan,
meningkatnya konsentrasi larutan akan menurunkan nilai potensial osmotik sehingga
mengakibatkan panjang kentang akan menyusut atau berkurang bukan memanjang. Hal
tersebut, sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa larutan gula merupakan
larutan yang mempunyai sifat hipertonik, sehingga jika sel dimasukkan ke dalam larutan
ini maka sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan. Sampel yang dimasukkan
dalam larutan akan kehilangan atau menyerap air secara osmosis (Kusuma, 2014).
Selain itu, Tjitrosomo (1987), juga menyatakan bahwa jika sel dimasukan ke dalam
larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air
larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan
bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi
sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar,
maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga
tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
2. Uji Sardakov
Uji sardakov ini berguna untuk menentukan larutan uji yang tidak berubah
konsentrasinya (Salisbury, 1995), dengan cara meneteskan metilen blue pada larutan
sukrosa yang telah digunakan untuk merendam kentang. Pengujian pada larutan
berkonsentrasi 0% memperlihatkan bahwa metilen blue yang diteteskan tenggelam pada
dasar gelas, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut memilki konsentrasi yang lebih
rendah dan larutan ini mengalami pengenceran karena tidak dicampur dengan sukrosa.
Hal ini menunjukkan bahwa aquades bersifat hipotonis terhadap cairan yang ada dalam
sel kentang. Penetesan metilen blue pada larutan konsentrasi 2% memperlihatkan bahwa
metilen blue yang diteteskan melayang pada larutan, hal ini menandakan bahwa larutan
tersebut menjadi lebih encer dari sebelum dilakukan perendaman. Sedangkan, penetesan
metilen blue pada larutan konsentrasi 4% dan 6% memperlihatkan bahwa metilen blue
yang diteteskan mengapung pada larutan, hal ini menandakan bahwa larutan tersebut
telah menjadi encer dari sebelum dilakukan perendaman yang menandakan bahwa ada
air yang keluar dari sel kentang sehingga larutan yang digunakan untuk merendam
tersebut bersifat hipertonis terhadap larutan yang terdapat di dalam sel kentang.
Kemudian, pada konsentrasi 8% saat diberi tetesan larutan biru metilen
sebanyak 1 tetes. Larutan biru metilen akan mengapung dipermukaan. Artinya larutan
biru metilen tidak dapat bercampur dengan air larutan gula 8% sisa rendaman umbi
kentang. Hal tersebut dikarenakan sifat dari air larutan gula 8% bekas rendaman umbi
kentang dengan larutan biru metilen memiliki sifat hipertonis. Ketika kedua larutan
memiliki nilai sama tidak dapat tercampur menjadi satu. Begitu juga dengan larutan
gula 10% sisa rendaman umbi kentang dicampur dengan 1 tetes larutan biru metalin
akan mengapung dipermukaan. Seperti halnya tekanan osmosis yaitu gerakan air dari
potensial air hipertonis ke hipotonis melawan membran yang selektif permeabel sampai
terjadi keseimbangan yang dinamis. Hal tersebut yang membuat larutan biru metilen
tidak dapat tercampur dengan air gula 10% sisa rendaman umbi kentang da mengapung
dipermukaan.
3. Rhoeo discolor
Berdasarkan praktikum pengukuran tekanan osmosis cairan sel dengan
menggunakan sayatan membujur epidermis bawah daun Rhoe discolor. Didapatkan
hasil percobaan pertama, preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoeo discolor
yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 2% selama 30 menit dan di
amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10, diperoleh hasil yaitu jumlah total
sel yang teramati dengan luas bidang pandang sebesar 38,465 mm2 sebanyak 261 sel,
dengan yang terplasmolisis sebanyak 11 sel. Sel-sel yang terplasmolisis ini umumnya
memiliki warna bening, sehingga bisa dengan mudah membedakan sel yang
terplasmolisis dan yang tidak terplasmolisis.
Pada percobaan kedua preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoeo discolor
yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 4% selama 30 menit dan di
amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10, diperoleh hasil yaitu jumlah total
sel yang teramati dengan luas bidang pandang sebesar 3,14 mm2 sebanyak 198, dengan
yang berplasmolisis sebanyak 26 sel. Sel-sel yang terplasmolisis ini umumnya memiliki
warna bening, sehingga bisa dengan mudah membedakan sel yang terplasmolisis dan
yang tidak terplasmolisis.
Selanjutnya, untuk percobaan ketiga preparat segar dari epidermis bawah daun
Rhoeo discolor yang dimasukkan kedalam larutan gula dengan konsentrasi 10% selama
30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10, diperoleh hasil
yaitu jumlah total sel yang teramati dengan luas bidang pandang sebesar 38,46 mm2
sebanyak 256, dengan yang berplasmolisis sebanyak 98 sel. Sel-sel yang terplasmolisis
ini umumnya juga memiliki warna bening, sehingga bisa dengan mudah membedakan
sel yang terplasmolisis dan yang tidak terplasmolisis.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pada konsentrasi larutan
pertama yaitu 2%, kedua yaitu 4%, dan ketiga 10% mengalami peningkatan persentase
jumlah sel yang terplasmolisis yaitu dari 4,21%, 13,13%, dan 40,63%. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Dahlia (2001), bahwa semakin tinggi konsentrasi
larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Hal ini bisa terjadi
karena molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang
menembus lubang-lubang kecil yang terdapat pada dinding sel. Benang- benag tersebut
dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya yang lebih besar sehingga
molekul garam dapat masuk dengan mudah. Selain itu, menurut Buana (2011), jika sel
dimasukan kedalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbeedaan
nilai potensial air larutan dengan nilanya didalam sel. Jika potensial larutan sukrosa
tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel , bila potensial larutan sukrosa rendah
yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air cukup
besar maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun sehingga tidak dapat
mengisi seluruh ruangan yang dibentuk dinding sel. Membran dan sitoplasma akan
terlepas dari dinding sel keadaan inilah yang disebut plasmolisis.
G. Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pengukuran langsung potensial air pada umbi kentang (Solanum
tuberosum) dan potensial osmotik pada daun Rhoeo discolor, dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi larutan gula sukrosa berpengaruh terhadap tingkat plasmolisis
tumbuhan. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula sukrosa maka air berdifusi ke luar sel
sehingga terjadi penurunan ukuran panjang atau menyusut pada umbi kentang (Solanum
tuberosum). Sedangkan pada daun Rhoeo discolor terjadinya plasmolisis ditandai
dengan pigmen ungu yang terlihat di dalam sel berubah menjadi bening.
Pengujian potensial air pada larutan berkonsentrasi 0% memperlihatkan bahwa
metilen blue yang diteteskan tenggelam pada dasar gelas, hal ini menunjukkan bahwa
larutan tersebut memilki konsentrasi yang lebih kecil dan larutan ini mengalami
pengenceran karena tidak dicampur dengan sukrosa. Hal ini menunjukkan bahwa aquades
bersifat hipotonis terhadap cairan yang ada dalam umbi kentang. Sedangkan pada larutan
konsentrasi 2% memperlihatkan bahwa metilen blue yang diteteskan melayang pada
larutan, hal ini menandakan bahwa larutan tersebut hipertonis. Sedangkan, penetesan
metilen blue pada larutan konsentrasi 4%, 6%, 8%, dan 10% memperlihatkan bahwa
metilen blue yang diteteskan mengapung pada larutan, hal ini menandakan bahwa larutan
tersebut bersifat hipertonis terhadap larutan yang terdapat di dalam sel kentang. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam praktikum potensial air dan potensial
osmotik, sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengukur panjang kentang (Solanum
tuberosum) dan lebih teliti juga dalam menghitung sel yang mengalami lisis pada
daun Rhoeo discolor sebelum dan sesudah dimasukkan ke dalam larutan gula sukrosa.
Daftar Rujukan

Buana, E. 2011. Struktur dan inti sel Rhoeo discolor saat normal dan Plasmolisis. Bogor:
Regina.
Dahlia. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Bertanam Wortel. Jakarta : Kanisius.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan edisi ke tiga. Yogyakarta : UGM Press.

Kustiyah. 2007. Miskonsepsi Difusi dan Osmosis Pada Siswa MAN Model Palangkaraya,
Jurnal Ilmiah Guru Kanderang Tingang. Vol.1, No. 1, Hal: 24-37.
Kimball, J. W. 1983. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Kusuma, C.R, Nasution, F.K, Adriani. S, Harahap, S.K, Gultom. T.L.E. (2014).
“OSMOSIS” Mengamati Tingkah Laku pada Cacing Tanah (Capsicum
frutescens) dengan Dimasukkan Kedalam Air Tawar dan Air Larut (Air Garam).
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Biologi. Universitas
Negeri Medan.
Lang, I. Sassmann, S. Schmidt, B and Komis, G. (2014). Plasmolysis: Loss of Turgor and
Beyond. Plants. Vol.3, Hal: 583-593.
Listiana, Desti. 2010. Struktur Anatomi Organ Tumbuhan. Jurnal Tugas Akhir
Universitas Muhammadiyah Metro. Vol.2 hal: 9-13.
Meyer, B.S and Anderson, D.B. 1952. Plant Physiology D Van Nostrand Company Inc:
New York.
Salisbury, Frank B dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung: ITB.
Salisbury, Frank B. et al. 1995. Plant Physiology 2nd Edition. Mc Graw Hill Company.
New York.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung: Penerbit Angkasa.
Lampiran

Gambar 1. Solanum tuberosum Gambar 2. Solanum tuberosum


pada Larutan Gula 0% padaLarutan Gula 10%

Gambar 3. Rhoeo discolor pada Gambar 4. Rhoeo discolor pada


Larutan Gula 2% Larutan Gula 4%

Gambar 5. Rhoeo discolor pada


Larutan Gula 10%

Anda mungkin juga menyukai