Anda di halaman 1dari 38

PENUNTUN PRAKTIKUM

EKOFISIOLOGI
Program Studi S-1 Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2019.1
Universitas Padjadjaran

TIM PENYUSUN:
Dr. Desak Made Malini., M.Si
Dr. Rer.nat.Tri Dewi K. P., M.Si
Dra. Nining Ratningsih., M.IL
Dr. Mohamad Nurzaman, M.Si
Dr. TiaSetiawati., M.Si
Asep Zainal Mutaqin, S.Si., MT
PENUNTUN PRAKTIKUM

EKOFISIOLOGI
Tim Dosen Mata Kuliah Ekofisiologi, 2016
Jatinangor: Program Studi Biologi FMIPA – Universitas Padjadjaran

IDENTITAS PRAKTIKAN

Nama Nomor Kelompok


NPM

Alamat

Telp.

REKAPITULASI NILAI KEGIATAN PRAKTIKUM

Praktikum Nilai *) Paraf Praktikum Nilai *) Paraf


No. Tgl. LK AV KS asisten No. Tgl. LK AV KS asisten
1. 7.
2. 8.
3. 9.
4. 10.
5. 11.
6. 12.

NILAI *) Paraf
Rata-rata LK/AV/KS UTS UAS Akhir Koordinator

*) LK = Lembar Kerja; AV = Aktivitas; KS= kuis;


UTS = Ujian Akhir Semester; UAS = Ujian Akhir Semester
KATA PENGANTAR

Dalam ekosistem tumbuhan dan hewan akan berinteraksi dengan lingkungan baik
abiotik, maupun biotik, yaitu hewan dan tumbuhan lain serta mikroorganisme lainnya.
Interaksi tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi dan antar komunitas. Setiap
makhluk hidup harus dapat berkembangbiak untuk dapat mewariskan sifat-sifat pada
keturunannya. Disamping itu, makhluk hidup juga harus dapat beradaptasi dengan
lingkungannya.
Sebagian besar tumbuhan dan hewan dapat bertahan hidup menghadapi fluktuasi
lingkungan eksternal yang lebih ekstrem dibandingkan dengan keadaan yang dapat ditolerir
oleh setiap individu selnya. Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan
internal seekor hewan. Setiap species hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap
kisaran suhu yang berbeda-beda. Setiap hewan mempunyai kisaran suhu yang optimum. Di
dalam kisaran tersebut, banyak hewan dapat mempertahankan suhu internal yang konstan
meskipun suhu eksternalnya berfluktuasi.
Pada praktikum ini akan dipraktekan tentang tanggapan dan penyesuaian diri hewan
maupun tumbuhan secara fisiologis terhadap faktor-faktor lingkungan (eksternal, ekstrasel, dan
intrasel). mulai dari lingkungan yang masih dapat ditolerir (homeostasis secara umum) hingga
lingkungan dengan kondisi yang ekstre atau khas dan lingkungan yang tercemar.

Jatinangor, Juli 2019

Tim Dosen Mata Kuliah


Ekofifiologi
MODUL PRAKTIKUM I
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan tanaman. Kadar air yang
dibutuhkan sebuah tanaman berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut.
Jika kadar air yang diberikan berlebihan atau terlalu banyak akan mengganggu proses
pertumbuhan tanaman, begitu pula jika kadar air yang diberikan kurang juga akan
mengganggu pertumbuhan tanaman.

Air merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat perkecambahan dan
menghentikan masa dormansi biji. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari
lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati
adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Biji menyerap air dari
lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air.
Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar) dan biji
melunak

Fungsi air untuk tumbuhan adalah : a) Memberikan tekanan turgor pada dinding sel
sehingga sel dapat membelah dan membesar, b) Merangsang terjadinya proses imbibisi,
yaitu proses penyerapan air oleh biji, c) Sebagai bahan baku fotosintesis sehingga tanaman
memproduksi glukosa, d) Mengedarkan hasil-hasil fotosintesis keseluruh bagian tumbuhan.

ALAT DAN BAHAN


Pot plastik, penggaris, takaran air, biji jagung, tanah, air.

CARA KERJA
1. Merendam biji jagung selama satu malam.
2. Menyiapkan empat buah pot plastik yang telah berisikan tanah dan memberi label A, B,
C, D pada setiap pot.
3. Menanam biji jagung yang telah direndam dalam pot plastik.
4. Memberi perlakuan dengan penyiraman jumlah air yang berbeda pada setiap pot.
· Pot A sebanyak 80 mL air per hari.
· Pot B sebanyak 120 mL air per hari.
· Pot C sebanyak 160 mL air per hari
· Pot D sebanyak 200 mL air per hari
5. Mencatat waktu pertumbuhan tunas
6. Mengukur tinggi dan jumlah daun tanaman jagung pada setiap tanaman jagung satu
minggu sekali selama tiga minggu

HASIL PENGAMATAN

Minggu 1 /Tanggal :
Pot Warna daun Warna batang Tinggi Jumlah daun
tanaman
A
B
C
D
MINGGU 2 /Tanggal :
Pot Warna daun Warna batang Tinggi Jumlah daun
tanaman
A
B
C
D
MINGGU 3 /Tanggal :
Pot Warna daun Warna batang Tinggi Jumlah daun
tanaman
A
B
C
D
Rata-rata pertumbuhan Pot A
Pot B
Pot C
Pot D
MODUL PRAKTIKUM II
PENGARUH CAHAYA TERHADAP PERTUMBUHAN

PENDAHULUAN
Tanaman merupakan bagian besar dari alam yang ada di bumi kita ini. Selain itu
keberadaan tanamann di bumi ini sebagai produsen terbesar sangatlah penting, karena ia
merupakan satu kesatuan dari rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem. Ekosisitem
terdiri dari teridiri dari dua macam komponen yaitu abiotik ,yang terdiri dari tumbuhan,
hewan, dan manusia. Sedangkan komponen abiotik antara lain: udara, gas, angin, cahaya,
matahari, dan sebagainya. Antara komponen biotik dan abiotik saling mempengaruhi,
misalnya, tumbuhan memerlukan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan
yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya matahari dan air sangat mengganggu
proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung tergantung
pada jenis tumbuhan. Klorofil dibuat dari hasil – hasil fotosintesis. Tumbuhan yang tidak
terkena cahaya tidak dapat membentuk klorofil sehingga daun menjadi pucat. Akan tetapi,
jika intensitas cahaya terlalu tinggi, klorofil akan rusak, sehingga cahaya menjadi faktor
pembatas penting dalam proses fotosintesis. Hambatan proses fotosintesis akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan,
meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan
cahaya saat perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang
kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan
berwarna pucat ( tidak hijau ). Gejala etiolasi tersebut disebabkan oleh kurangnya cahaya
atau tanaman berada di tempat yang gelap.
Cahaya juga dapat bersifat sebagai penghambat (inhibitor) pada proses pertumbuhan, hal
ini terjadi karena dapat memacu difusi auksin ke bagian yang tidak terkena cahaya. Cahaya
yang bersifat sebagai inhibitor tersebut disebabkan oleh tidak adanya cahaya sehingga
dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk penunjang sel – sel tumbuhan sebaliknya,
tumbuhan yang tumbuh ditempat terang menyebabkan tumbuhan – tumbuhan tumbuh lebih
lambat dengan kondisi relative pendek, lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan
batang kecambah lebih kokoh.

ALAT DAN BAHAN


PERCOBAAN I

Alat : Empat gelas plastik bekas air mineral (2 di tempat terang: di dalam kamar, 2 di tempat
gelap: di dalam lemari), penggaris, sendok makan, kertas, alat tulis, label.

Bahan : 20 butir kacang hijau dengan ukuran dan warna yang sama, 4 gumpal kapas
dengan jenis dan berat sama (2 gram), 1 gelas air mineral (untuk merendam biji kacang
hijau), 1 sendok makan air bersih (untuk penyiraman satu kali sehari), 10 ml air bersih (untuk
membasahi kapas)

PERCOBAAN 2

ALAT DAN BAHAN : cangkul, polibag, ember, mistar, paranet, tali plastik, label, luxmeter,
tanaman dalam polibag (kedelai), media tanah, air.

CARA KERJA
PERCOBAAN I

1. Rendam biji kacang hijau dengan 1 gelas platik air mineral selama 6 jam
2. Sediakan 4 gelas bekas air mineral
3. Masukkan segumpal kapas yang telah dibasahi dengan 10 ml air bersih ke dalam setiap
gelas
4. Beri label A untuk 2 gelas dan label B untuk yang 2 gelas lagi
5. Letakkan 5 butir biji kacang hijau pada setiap gelas. Untuk 2 gelas yang berlabel A, biji
diberi label nomor 1-5 dan 6-10. Lakukan hal yang sama untuk gelas berlabel B.
6. Tempatkan gelas A di tempat terang dan gelas B di tempat gelap
7. Sirami biji-biji tersebut setiap hari dengan 1 sendok makan air bersih secara merata.
8. Amati dan catat pertumbuhan (pertambahan panjang) setiap hari pada waktu yang
sama.
9. Amati panjang akar pada akhir pengamatan untuk setiap perlakukan yang berbeda

PERCOBAAN 2

1. Siapkan alat dan bahan yang di perlukan


2. Disiapkan bahan tanaman yang akan dijadikan objek pengamatan
3. Ditanam dan disemaikan benih kedelai ke dalam polibag.
4. Tanaman kedelai dalam polibag diletakan di 3 tempat yang berbeda : (1) bawah
naungan (pohon dengan kanopi rimbun), (2) di area dengan naungan paranet dan (3)
area tanpa naungan.
5. Ukur sintesis cahaya di ketiga tempat yang berbeda tersebut.
6. Pemeliharaan tanaman dengan penyiraman, pengendalian hama dan penyakit serta
pembersihan gulma selama percobaan.
7. Pengamatan dilakukan seminggu satu kali selama 2 minggu terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun.
8. Lakukan destruksi pada akhir pengamatan (2 minggu) untuk mengukur panjang akar, dan
berat kering tanaman

HASIL PENGAMATAN

PERCOBAAN 1

TINGGI KECAMBAH DI TEMPAT TERANG (cm)

Hari Kacang hijau ke- Rata-


ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata
1
2
3
4
5
6
7

Hari Kacang hijau ke- Rata-


ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata
1
2
3
4
5
6
7

Diamati pula warna daun kecambah di dua tempat yang berbeda tersebut dan bandingkan.

PERCOBAAN 2

BUAT TABEL HASIL PENGAMATAN UNTUK SETIAP PARAMETER PERTUMBUHAN


YANG TELAH DITENTUKAN PADA PERCOBAAN 2.
MODUL III
PENGARUH pH TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

PENDAHULUAN

Faktor pH (derajat keasaman) yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan


tumbuhan adalah pH tanah. Faktor pH tanah sangat ditentukan oleh jenis tanah. Misalnya,
tanah padsolik merah kuning (PMK) memiliki pH yang bersifat asam. Agar tidak mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pH jenis tanah tersebut diturunkan dengan cara
pengapuran. Tumbuhan dapat keracunan jika pH tidak cocok untuk tumbuhan tersebut.

Dalam melangsungkan pertumbuhan, selain membutuhkan cahaya dan air, tumbuhan juga
membutuhkan faktor lain, salah satunya pH tanah atau media tempat tanaman itu tumbuh.
Sebagai mahkluk hidup, kita perlu belajar untuk mengetahui peranan pH terhadap
perkembangan tumbuhan. Apabila konsentrasi H+ dalam tanah lebih banyak dari OH–, maka
suasana tanah menjadi asam. Sebaliknya, apabila konsentrasi OH– lebih banyak daripada
konsentrasi H+, maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan
dan produksi tanaman. pH tanah yang optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman
makanan ternak adalah antara 5,6 – 6,0. Pada tanah pH lebih rendah dari 5,6 pada umumnya
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting
seperti fosfor dan nitrogen

ALAT DAN BAHAN

PERCOBAAN I :
Alat dan Bahan : gelas plastik transparan, penggaris/alat ukur tinggi, alat tulis, sendok, kacang
hijau (10 biji per gelas, air (pH = 7), tanah sawah (pH < 7), kapur sirih (pH > 7)

PERCOBAAN 2
Alat dan Bahan : Botol Aqua 1,5 liter sebanyak 3 buah, media tanam (tanah), biji jagung 30
butir, air, pipet, pH meter, cutter, spidol, HCL 0,1 N dan NaOH 0,1 N
CARA KERJA
PERCOBAAN I

1. Siapkan alat dan bahan.


2. Beri nomor pada masing-masing gelas ( gelas 1, 2, dan 3)
3. Rendam kacang hijau pada air netral (pH=7), memilih kacang hijau yang tenggelam di
dasar air untuk ditanam.
4. Campurkan sekam dengan kapur sirih, uji pH menggunakan lakmus, lalu masukkan
campuran tersebut ke dalam gelas nomor 1.
5. Masukkan sekam pada gelas nomor 2.
6. Campurkan tanah sawah dengan sekam, uji dengan lakmus, lalu masukkan ke dalam gelas
nomor 3.
7. Tanam kacang hijau pada media tersebut, satu pot/gelas sebanyak 10 butir kacang hijau.
8. Siram tanaman dengan air dengan takaran yang sama (±20 ml).
9. Ulangi penyiraman setiap pagi dan sore hari.
10. Amati dan ukur pertumbuhan tinggi kecambah kacang hijau setiap harinya selama 1 minggu
(7 hari)
11. Amati panjang akar kecambah pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan

PERCOBAAN 2
1. Menyiapkan air dengan pH 3, 5 dan 7 dengan cara mencampurkan larutan HCL 0,1 N
/NaOH 0,1 N kemudian dimasukkan ke dalam botol dan diberi label masing-masing.
2. Menyiapkan biji jagung dari jenis yang sama, merendam biji jagung sebanyak 10 butir ke
dalam air yang telah ditentukan dengan masing-masing pH selama 30 menit.
3. Menyediakan 3 buah polibag dengan cara memotong botol air mineral pada bagian bawah
dengan menggunkan cutter. Kemudian melubangi bagian bawahnya agar air bisa keluar
waktu penyiraman dan beri label.
4. Potong bagian tengah botol air mineral sisanya tadi sebagai penyangga polibag.
Membasahi tanah dengan air yang telah ditentukan kemudian meletakkan (menanam) biji
jagung dan basahi atau sirami tanah setiap hari sesuai pH yang telah ditentukan selam 7
hari
5. Mengamati perkecambahan yang pada bji jagung dan mengukur tinggi kecambah selama 7
hari.
6. Amati panjang akar kecambah pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan
HASIL PENGAMATAN
PERCOBAAN I
TINGGI KECAMBAH KACANG HIJAU PADA pH ASAM (cm)

Hari Kacang hijau ke- Rata-

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

TINGGI KECAMBAH KACANG HIJAU PADA pH NETRAL (cm)

Hari Kacang hijau ke- Rata-

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

7
TINGGI KECAMBAH KACANG HIJAU PADA pH BASA (cm)

Hari Kacang hijau ke- Rata-

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

Panjang akar kecambah kacang hijau pada akhir pengamatan (7 hari)

Perlakuan Biji jagung ke- Rata-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

pH asam

pH netral

pH basa
PERCOBAAN 2

TINGGI KECAMBAH JAGUNG PADA pH ASAM (cm)

Hari Biji jagung ke- Rata-

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

TINGGI KECAMBAH JAGUNG PADA pH NETRAL (cm)

Hari Kacang hijau ke- Rata-

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata

7
TINGGI KECAMBAH JAGUNG PADA pH BASA (cm)

Hari Biji jagung ke- Rata-


ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata
1
2
3
4
5
6
7

Panjang akar kecambah jagung pada akhir pengamatan (7 hari)

Perlakuan Biji jagung ke- Rata-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata
pH asam
pH netral
pH basa
MODUL IV.
RESPON IKAN TERHADAP CAHAYA

Pendahuluan
Pada ilmu-ilmu terapan, pengembangan ilmu tentang fisiologi sangat
diperlukan untuk dapat memahami respon makhluk hidup terhadap lingkungan.
Perlunya mengetahui respon tersebut adalah untuk dapat menemukan arah
dalam pemanfaatan dan pengembangannya.
Respon adalah reaksi terhadap rangsang yang diterima dari lingkungan,
yang akan membentuk kebiasaan atau tingkah laku. Salah satu organ yang yang
berperan dalam membentuk tingkah laku hewan terhadap lingkungan adalah
mata. Organ mata pada dasarnya bekerja atas pengaruh cahaya. Mata hewan
memeiliki kepekaan terhadap intensitas cahaya, sehingga ada hewan yang peka
terhadap cahaya terang, ada yang peka terhadap gelap. Kedua sifat ini
memberikan respon yang berbeda yang kemudian mempengaruhi aktivitas
hewan tersebut (Fujaya, 2004). Pada hewan, jenis hewan yang peka terhadap
cahaya terang disebut hewan diurnal, sedangkan hewan yang peka terhadap
gelap disebut hewan nokturnal.
Kemampuan mata hewan dalam menyesuaikan diri terhadap intensitas
cahaya berbeda-beda. Ada hewan yang menyukai intensitas cahaya rendah, ada
juga yang sebaliknya. Sebagai contoh, ikan memiliki respon terhadap cahaya
(fototaksis) baik positif maupun negatif. Respon ikan terhadap cahaya dapat
berbeda-beda tergantung jenisnya. Respon ikan terhadap cahaya juga berubah-
ubah sesuai dengan fase perkembangan menuju dewasa dan pola hidupnya
(Brand, 1964). Selain mempengaruhi aktivitas ikan, cahaya juga mengambil
peranan penting dalam pemijahan dan juga pada saat bentuk larva.
Bahan dan Alat
 2 buah akuarium ukuran 60x30x40 cm3.
 Lampu neon putih panjang 25 watt.
 Ikan mas koi dan ikan nila ukuran 30-50 gr masing-masing 10 ekor.
 Paranet untuk menutup akuarium.
 Stopwatch.
 Kertas dan alat tulis untuk mencatat.
Tata Kerja
1. Siapkan 2 buah akuarium ukuran besar, dan isi dengan air ¾ volume
total.
2. Bagi 3 bagian horisontal sama besar dengan menandai bagian sisi luar
dari akuarium.
3. Siapkan 2 jenis ikan yang ukurannya relatif sama, masing-masing 5 ekor.
4. Beri penutup (gelapkan) salah satu akuarium, dan beri penerangan
tambahan dengan lampu putih atau kuning atau cahaya alam pada
akuarium yang lainnya.
5. Amati selama 20 menit dengan interval waktu tiap 2 menit dicatat jumlah
ikan dan posisinya (sesuaikan dengan tanda pada sisi luar: bawah, tengah,
atas).
6. Catat apa yang terjadi selama rentang waktu tersebut pada kolom Lembar
Kerja.
7. Buat prosentasenya dan buat grafiknya!
8. Beri ulasan apa yang sudah terjadi dengan menghubungkan dengan kerja
saraf mata pada ikan, panjang gelombang, jenis ikan berdasarkan bentuk
respon terhadap cahaya.
Lembar Kerja

1. Posisi ikan
Jenis ikan Posisi Interval waktu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dasar
Tengah
Atas
Dasar
Tengah
Atas
Keterangan: beri turus pada kolom bernomor 1-10
2. Grafik prosentase posisi ikan
3. Ulasan
Tanda tangan praktikan Tanda tangan koordinator praktikum

(………………………………) (…………………………………..)
MODUL V.

RESPON IKAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Pendahuluan

Suhu merupakan faktor penting pada ekosistem perairan. Perubahan


suhu dapat menyebabkan terganggunya kehidupan hewan akuatik. Air memiliki
sifat termal yang unik dibandingkan dengan suhu udara, karena perubahan suhu
pada perairan berlangsung lebih lambat. Hal ini yang pada umumnya
menyebabkan rentang toleransi suhu yang relatif sempit pada hewan-hewan
akuatik, sehingga suhu menjadi faktor pembatas utama pada hewan yang hidup
di ekosistem perairan (Soetjipta, 1993).
Hewan memiliki toleransi terhadap perubahan suhu yang akan
mempengaruhi pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, dan reproduksi.
Hewan akan mengalami stress jika berada pada lingkungan dengan kisaran suhu
di luar batas toleransinya. Perubahan suhu lingkungan di luar batas toleransi
tersebut tidak selalu berakibat mematikan dapat menyebabkan gangguan jangka
panjang terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa tingkah
laku abnormal, menurunnya berat badan dan terhambatnya pertumbuhan, juga
rentan terhadap penyakit sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh.
Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap hewan-hewan akuatik.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang tidak menghasilkan panas tubuh, dan
suhu tubuhnya cenderung mengikuti suhu lingkungan (Hoole et al, 1994).
Perbedaan habitat menyebabkan organ-organ ikan berkembang dengan
penyesuaian terhadap lingkungan. Secara keseluruhan, ikan lebih toleran
terhadap perubahan suhu perairan (Fujaya, 2004).

Bahan dan Alat


 Akuarium ukuran 60x30x40 cm3
 Toples respirasi sebanyak 3 buah.
 Termometer 3 buah.
 Termostat 1 buah.
 Ikan mas ukuran 250 gr 3 ekor (siapkan cadangan).
 Botol Winkler 250 ml 6 buah.
 O2 reagen 100 ml.
 H2SO4 pekat 20 ml.
 MnCl2 100 ml
 KI 50 ml
 Na2S2O3 100 ml
 Larutan amilum 100 ml

Tata Kerja
1. Pengamatan tingkah laku
 Siapkan 2 buah akuarium yang sudah terisi air ¾ volume total.
 Masukkan ikan ke dalam masing-masing akuarium sebanyak 1 ekor yang
memiliki ukuran dan berat yang sama (±250 gr).
 Pasang dan aktifkan termostat pada salah satu akuarium di kisaran suhu
34oC.
 Amati gerakan ikan selama 20 menit dengan interval waktu setiap 5
menit dan catat apa saja gerakannya.
 Hitung jumlah bukaan operkulumnya selama interval waktu tersebut.
2. Pengamatan respirasi
 Siapkan 3 toples respirasi, dengan dua di antaranya yang sudah diisi ikan
masing-masing satu ekor dengan berat dan ukuran yang sama (±250 gr).
 Pasang dan aktifkan termostat pada salah satu toples tersebut di kisaran
suhu 34oC. Toples ditutup rapat.
 Biarkan selama 2 jam.
 Setelah 2 jam, ambil air sampel melalui kran, dan tampung dalam botol
Winkler 250 ml.
 Hitung oksigen terlarut dari air sampel tersebut dengan menggunakan
metode Winkler.
 Hitung laju respirasinya.
Lembar Kerja

1. Bukaan operkulum
Perlakuan Interval
1 2 3 4
2. Respirasi
Perlakuan Oksigen terlarut Laju respirasi
Kontrol

Suhu ruang

Suhu 34oC
3. Pembahasan respon tingkah laku
4. Pembahasan respirasi

Tanda tangan praktikan Tanda tangan koordinator praktikum

(………………………………) (…………………………………..)
Modul VI
Pengaruh Deterjen Pada Pergerakan Operkulum Ikan

Pendahuluan
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air,
seperti sungai, danau, dan laut akibat aktivitas manusia. Sungai, danau, dan laut merupakan
bagian terpenting dalam kehidupan kita. Salah satu penyebab pencemaran air adalah deterjen
yang sering digunakan sebagai pembersih sintetis yang terbuat dari bahan turunan minyak
bumi, yang dapat memberikan dampak negatif terhadap makhluk hidup. Salah satu nya
adalah ikan. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa kematian ikan terjadi akibat
pencemaran air yang disebabkan oleh penggunaan deterjen oleh manusia. Deterjen dapat
membuat ikan yang ada pada perairan terganggu, pernafasannya terganggu, mabuk, bahkan
berujung pada kematian.
Dasar Teori
 Kadar deterjen dalam air
Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah
detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (alkyl
benzene sulphonate). Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji,
1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen ini dalam konsentrasi tinggi
akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang
mengkonsumsi biota tersebut.
 Gerak operculum ikan
Operculum pada ikan adalah tutup insang untuk membuka dan menutup insang pada ikan.
Ikan mas (cyprinus carpio) adalah organisme air yang responsif atau peka terhadap
perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Sebagai biota perairan, ikan mendapatkan
oksigen dari oksigen yang terlarut dalam air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan
komponen penting dalam pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan
yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya. Pada insang terjadi
pertukaran O2 dan CO2. Mekanismenya adalah tutup insang menutup, mulut terbuka, air
masuk melalui mulut, lalu air melewati insang, terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida, lalu mulut menutup, tutup insang (operculum) terbuka, dan akhirnya air
keluar dari insang dan ksigen masuk ke aliran darahnya

 Pengaruh kadar deterjen terhadap gerak operculum ikan


Konsentrasi larutan detergen lebih tinggi dari sitoplasma sehingga partikel detergen
berdifusi dari larutan ke sel-sel pada insang ikan. Larutan detergen terus-menerus berdifusi
ke sel-sel insang dan insang pun akhirnya membengkak. Lama kelamaan sel-sel insang
mengalami plasmolisis (pecahnya sel) karena partikel detergen terus berdifusi. Karena
selnya pecah, sitoplasma pun keluar, sehingga insang ikan terlihat mengeluarkan lendir.
Setelah sel-sel insangnya pecah, tentu saja ikan kehilangan organ untuk bernapas sehingga
akhirnya ikan-ikan pada larutan detergen lemas dan kemudian mati satu per satu. Cepat
lambatnya insang ikan tersebut membengkak lalu mati dipengaruhi oleh konsentrasi
detergen pada air. Semakin tinggi konsentrasi detergen pada air, semakin cepat ikan itu
akan mati

Bahan dan Alat


 Akuarium ukuran 60x30x40 cm3
 Termometer 3 buah.
 Termostat 1 buah.
 Ikan mas ukuran 250 gr 3 ekor
 Stopwatch
 Batang pengaduk
 Deterjen
Tata kerja
1. Pengamatan tingkah laku
 Siapkan 4 buah akuarium yang sudah terisi air ¾ volume total.
 Masukkan deterjen sebesar 0%, 1 %, 5%, 10%, dan 20%
 Masukkan ikan ke dalam masing-masing akuarium sebanyak 1 ekor yang memiliki
ukuran dan berat yang sama (±250 gr).
 Pasang dan aktifkan termostat pada salah satu akuarium di kisaran suhu 34oC.
 Amati gerakan ikan selama 30 menit dengan interval waktu setiap 10 menit dan catat
apa saja gerakannya.
 Hitung jumlah bukaan operkulumnya selama interval waktu tersebut.
 Amati kondisi fisik ikan
Lembar Kerja
1. Bukaan operkulum

Perlakuan Kadar Interval waktu Keterangan


detergen
10 menit 10 menit 10 menit
pertama kedua ketiga
I 0

II 1

III 5

IV 10
Tabel 2. Kondisi fisik ikan

Perlakuan Kadar Kondisi 10 Kondisi Kondisi 10 Keterangan


detergen menit 10 menit menit
pertama kedua keempat
I 0 gram

II 1 gram

III 5 gram

IV 10 gram

Keterangan:
**** : sehat dan bergerak lincah
*** : berenang melambat
** : berenang sangat lambat, insang berdarah, mengeluarkan feses, mulai sekarat
* : ikan mati

Pembahasan
Tanda tangan praktikan Tanda tangan koordinator praktikum

(………………………………) (…………………………………..)
MODUL VII
ADAPTASI FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU HEWAN

Pendahuluan
Semua organisme memiliki tingkah laku. Tingkah laku merupakan bentuk respons terhadap
kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan tingkah laku bila respons tersebut telah
berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Tingkah laku
juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Suatu tingkah
laku hewan terjadi karena pengaruh genetis (tingkah laku bawaan lahir atau innate behavior), dan
karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Berbagai
hasil kajianmenunjukkan bahwa terjadinya suatu tingkah laku disebabkan oleh genetis dan
lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Pada umumnya prilaku
suatu organisme memiliki beberapa tujuan, yaitu : untuk mencari makanan dan minum, mendapat
dan menjaga daerah teroterial, untuk melindungi diri dan Untuk bereproduksi demi kelangsungan
hidup mereka. Tingkah laku atau behavior melibatkan semua system dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh sistem syaraf dan endokrin sebagai pusat koordinasi. Adakalanya tingkah laku hewan berkaitan
dengan adaptasi. Namun adaptasi ini merupakan suatu bentuk usaha untuk menyeimbangkan
berbagai proses metabolisme dan tingkah laku dengan perubahan secara siklik yang terjadi di
sekelilingnya atau lingkungannya. Bagaimana tingkah laku hewan ini terbentuk tergantung pada
keadaan dan perubahan lingkungan. Masukan input atau sensori dalam tubuh, kemudian terjadi
penyaringan sensori yang membuka informasi genetik dan pengalaman, kemudian pembentukan
pola dalam tubuh dan akan dikeluarkan respons motorik menjadi behavior. Dalam tubuh organisme
segala bentuk masukan (sensori) input akan mengalami proses penyaringan dalam system syaraf dan
hasilnya kemudian disampaikan sebagai informasi yang dapat ditunjukkan kepada penerimanya.
Dua macam respon tingkah laku adalah innate (nature, alami, serentak) dan learned
(nurture, melalui proses belajar), innate respon muncul seketika secara spontan dan konsisten
terhadap suatu rangsangan. Sedangkan learned respon adalah respon yang muncul dan mengalami
perubahan seiring dengan adanya pengalaman dan hasil belajar dari organisme tersebut, sehingga
respon yang muncul akan lebih tepat dan sesuai sesui dengan rangsangan yang ada karena
sebelumnya ia telah dipicu dengan rangsangan yang sama dan diberikan berkali-kali.
Merekam tingkah laku hewan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
a. continuous recording; yaitu pengamatan secara terus menerus pada setiap perilaku dalam durasi
tertentu (5 menit, 10 menit dst)
b. behaviour sampling; yaitu pengamatan tingkah laku khusus secara detail (proses kawin, berburu,
berdiri dll)
c. point sampling; yaitu pengamatan tingkah laku pada interval waktu tertentu, pengataman setiap
2 jam, 3 jam dst.

6.1. tingkah laku hewan Mencit (Mus musculus)


a. Investigasi tingkah laku hewan Mencit (Mus musculus)
Tingkah laku manusia dan hewan diatur oleh beberapa faktor, diantaranya sifat genetik,
stimulus lingkungan dan reaksi kimia biologis yang terjadi pada tubuh organisme tersebut.
Mekanisme penurunan sifat saja, bagaimanapun juga tidak akan mampu untuk menjadikan hewan
beradaptasi dengan baik ketika terjadi perubahan lingkungan yang terus menerus. Oleh karena itu,
fungsi adaptif seperti belajar dan penggunaan memori, diperlukan oleh manusia dan hewan untuk
terus menyesuaikan diri dari pengaruh perubahan lingkungan alam dan sosial. Kapasitas dan
kemampuan belajar dari otak memungkinkan untuk mengenali dan memahami tugas/respons yang
berbeda sesuai dengan jenis perubahan lingkungan/tantangan yang ada.
Sistem regulasi untuk tingkah laku hewan didasarkan pada motivasi, dorongan internal dan emosi
dari hewan. Proses belajar dan memori, sebenarnya merupakan sistem pengaturan sekunder, yang
dibangun dan terbentuk berdasarkan faktor primer (genetis dan dorongan internal). Karenanya
beberapa ujicoba pada hewan untuk mengamati tingkah laku hewan dan proses belajarnya menjadi
sangat menarik untuk diamati melalui praktikum.
b. Pengaruh lingkungan baru pada tingkah laku hewan
Sebuah stimulus yang tiba-tiba akan memicu respons spontan secara otomatis pada pola
tingkah laku hewan di alam sekitar. Respon primer (pertama) adalah reaksi terkejut, yaitu ketika
hewan "membeku" untuk sementara karena situasi yang tidak diketahuinya. Respon kedua
(sekunder) adalah reaksi eksploratif, di mana perhatian sensorik diaktifkan terhadap stimulus dalam
rangka meraba arah maknanya. Stimulus dapat berupa sesuatu yang menarik atau menggoda
sehingga menjadikan hewan ingin tahu lebih dekat, atau dapat bersifat menolak atau menakutkan,
yang mengarahkan tingkah laku untuk melarikan diri.
Makna reaksi eksploratif sangat jelas, yaitu hewan harus mencari tahu jawaban tingkah laku yang
paling cocok dengan situasi yang ada. Sedangkan ketakutan dan kecemasan adalah 2 hal yang
bertolak belakang dengan tingkah laku eksplorasi, namun rasa ingin tahu juga dapat berperan
sampai batas tertentu dalam situasi ini. Memahami dasar tingkah laku eksploratif dan “ketakutan”
akan sangat diperlukan selama uji tingkah laku.
Alat dan bahan:
· Kotak kandang 50x50 cm
· 2 ekor mencit (Mus musculus) dewasa yang lapar
· Labirin dengan lorong acak
· Labirin Y (bisa dengan Pipa bentuk Y/T)
· Etanol 70%
· Kamera/video
a. Uji Tingkah laku mencit di lapangan terbuka
Prosedur
Lapangan terbuka harus memiliki penerangan merata, dan kebisingan di sekitar harus diminimalkan.
Siapkan sebidang tanah/kotak (dengan diberi pembatas) yang dapat digunakan untuk mengikuti
gerakan hewan dalam percobaan lapangan dengan ukuran 50x50 cm. Amatilah aktivitas dan tingkah
laku mencit tersebut selama interval waktu 5 menit (continuous recording). Catat elemen dasar
tingkah laku hewan secara urut dan tuliskan pada kuadran mana hewan tersebut beraktivitas selama
eksplorasi.
Adapun elemen dasar yang dapat diamati adalah:
• J: berjalan/walking
• E: mengendus/sniffing
• B: berjingkrak (berdiri dengan kaki belakang)
• D: Diam/ immobile
• G: Grooming/perawatan diri (menggaruk, menjilat kulit dll)
• L: lainnya (O; others; merekam unsur lainnya-tuliskan dengan jelas)
Urutan unsur-unsur tingkah laku yang berbeda harus dicatat. Dalam kasus berjalan, arah dapat
diikuti dengan mengamati dan menuliskan nomor kuadran yang dikunjungi dalam kotak. Dengan
demikian, setelah 5 menit, rekaman tingkah laku dapat diperoleh sebagai berikut:
misalnya J, E, B, J1,2,8,9-13, S, G, L. ... dll
Analisis karakteristik utama dari tingkah laku hewan selama waktu pengamatan tersebut. termasuk
elemen tingkah laku dan jalur utama ketika berjalan yang paling sering! Pada bagian mana hewan
tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya ? selama setengah periode pengamatan pertama
dan kedua dalam percobaan? Apakah anda mengamati adanya perubahan antar unsur-unsur tingkah
laku yang berbeda, berdasar lamanya waktu hewan dihabiskan setelah dimasukkan di dalam kotak ?
Jelaskan temuan Anda!
b. Pengujian efek interaktivitas / hubungan sosial pada tingkah laku hewan
Setelah diamati tingkah laku mencit laboratorium di lapangan terbuka selama 5 menit, masukkan
mencit lain ke dalam kotak. Ikuti tingkah laku kedua hewan dengan waktu yang sama (5 menit),
sebagaimana pengamatan seperti tugas 1. Bandingkan unsur tingkah laku kedua hewan tersebut,
apakah ada tingkah laku yang baru pada mencit 1 dan bagaimana dengan mencit yang baru
dimasukkan ? apakah eksplorasi pertama mencit pertama pada waktu sebelumnya memiliki
pengaruh terhadap perubahan tingkah laku ketika kedatangan “tamu baru ?”. Rekam data tersebut
dan laporan analisis anda tentang bagaimana binatang bereaksi terhadap satu sama lain. Diskusikan
apakah ada unsur-unsur tingkah laku baru yang muncul dalam tingkah lakunya !
c. Tingkah laku belajar arah spasial dalam sebuah labirin
Rodentia/bangsa tikus dikenal sangat baik dalam menemukan jalan mereka di terowongan, tabung,
dll. Selain rasa ingin tahu yang merupakan tingkah laku sederhana, rasa lapar atau haus juga akan
lebih memotivasi mencit untuk mengeksplorasi terowongan/labirin/lorong buatan yang memiliki
beberapa jalur.
Bersihkan permukaan bagian dalam labirin (maze) yang memiliki beberapa jalur tersebut dengan
etanol untuk menghilangkan bau hewan sebelumnya. Buatlah denah labirin tersebut dengan garis
dasar pada buku lab Anda sehingga anda akan dapat merekam trek/jalur mencit selama pengujian.
Letakkan beberapa "hadiah", seperti makanan, di ujung labirin (pintu keluar). Tempatkan satu ekor
mencit yang lapar dari laboratorium ke pintu masuk yang tersedia rekamlah dengan teliti bagaimana
cara mencit tersebut melalui lorong labirin. Catatlah juga waktu yang dibutuhkan untuk berjalan
menuju “sasaran”. Amati apakah mencit memasuki beberapa “gang buntu" dan berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk mengenali gang buntu tersebut sehingga dia sadar dan menuju “jalan yang
benar”. Setelah hewan mencapai “hadiah”, jangan biarkan dia makan seluruhnya ( jika tidak, mencit
ini akan kehilangan motivasi untuk mencari hadiah lagi) !
Tempatkan lagi mencit di pintu masuk dan ulangi ters yang pertama. Ulangi perlakuan ini
sampai waktu yang diperlukan mencit untuk mencari hadiah konstan dan tidak menurun lagi. Dalam
buku laporan lab, buatlah gambar denah labirin/lorong buatan, dan tunjukkan rute yang berbeda
yang dibuat oleh hewan selama sesi pencobaan yang berbeda. Catat juga waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai hadiah selama tes secara berturut-turut. Bisakah mencit menemukan jalan
terpendek untuk meraih makanan ? Bisakah Anda mengamati perubahan dalam tingkah laku
binatang itu selama tes? Apakah binatang dapat mempelajari rute dan mencapai hadiah lebih cepat
secara bertahap ?
6.2. Tingkah Laku lalat buah (Drosophila melanogaster)
Kinesis merupakan salah satu tingkah laku orientasi yang sederhana dimana organisme-organisme
akan merespon secara tidak langsung terhadap rangsangan. Taksis juga merupakan tingkah laku
orientasi untuk hewan-hewan yang dapat menentukan jarak dengan sumber rangsang. Respon yang
banyak dilakukan antara lain fototaksis yaitu pengaruh rangsang cahaya terhadap suatu organisme,
termotaksis yaitu pengaruh suhu terhadap organisme, geotaksis biasanya diamati dengan menjauhi
atau mendekati bumi dan kemotaksis pengaruh zat kimia terhadap organisme.
Adapun tujuan dari praktikum pada kesempatan kali ini yaitu
1. Untuk mengetahui respon lalat buah (Drosophila melanogaster) terhadap rangsangan yang
diberikan baik berupa rangsangan secara geotaksis, fototaksis, maupun secara kemotaksis
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi iritabilitas/rangsangan pada hewan Drosophila
melanogaster terhadap sumber rangsangan
Prosedur Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat : Toples kecil/tabung gelas, lakban/selotip, lampu senter, plastik buram/hitam
Bahan : Tape, Drosophila melanogaster/lalat buah
b. Prosedur Kerja
A. Percobaan Fototaksis
Langkah kerjanya:
1. Tempatkan 19 ekor lalat buah tadi pada tabung gelas dan ditutup dengan tabung satunya,
lalu digabungkan dan diikat dengan selotip
2. Tutup salah satu tabung gelas tadi dengan menggunakan plastik buram/hitam, dan
membiarkan salah satu sisinya terbuka
3. Sinari salah satu tabung gelas yang terbuka dengan lampu senter selama 3 menit
4. Amati jumlah lalat buah yang mendekati sinar senter dan menghitung sisa lalat yang tidak
mendekati sumber sinar senter tadi
B. Percobaan Kemotaksis
Langkah kerjanya:
1. Ambil 7 ekor lalat buah dari dalam kantong plastik yang berisi populasi lalat buah
2. Letakkan tape pada salah satu tabung gelas, kemudian memasukkan 7 ekor lalat buah pada
tabung yang kosong, lalu gabungkan kedua tabung gelas yang berisi tape dan yang berisi
lalat buah dengan cara memberikan selotip pada sisi ujung tutup kedua tabung
3. Amati jumlah lalat buah yang hinggap pada tape dan yang tidak hinggap pada tape selama 5
menit
C. Percobaan Geotaksis
Langkah kerjanya:
1. Masukan 18 ekor lalat buah ke dalam tabung gelas, kemudian digabungkan dengan tabung
gelas yang lain yaitu dengan cara memberikan selotip pada sisi ujung tutup kedua tabung
2. Secara perlahan-lahan, angkat kedua tabung yang berisi 18 ekor lalat buah tadi secara
horizontal/berdiri
3. Amati jumlah lalat buah yang bergerak/berada di atas tabung dan yang berada di dasar
tabung selama 3 menit

Lembar Kerja.
6.1. Tingkah laku hewan mencit
6.2. Pengaruh Rangsangan Yang Diberikan Kemo taksis Fototaksis Geotaksis pada lalat buah
Rangsangan Yang Kemotaksis Fototaksis Geotaksis
Diberikan
Bahan/SumberRangsangan Tape Senter Gaya Gravitasi Bumi
Pemicu
Jumlah Lalat Keseluruhan
Waktu
Total Lalat Buah Yang
Mendekati Sumber
Rangsangan
Jumlah Lalat Buah Yang
Menjauhi Sumber
Rangsangan

Tanda tangan praktikan Tanda tangan koordinator praktikum

(………………………………) (…………………………………..)

Anda mungkin juga menyukai