Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

D
I
S
U
S
U
S
U
N

OLEH :

ALWY DIAN ASQARY


IX IIS 1

MADRASAH ALIYA NEGERI BARAKA


2017/2018
SUKU NAULU

Suku bangsa ini sering juga disebut orang Naulu atau Nuahunai, artinya orang yang berdiam di hulu
Sungai Nua, yaitu daerah dari mana mereka berasal sebelum menempati daerah yang sekarang.
Sekarang orang Nuaulu berdiam di sebagian wilayah Kecamatan Amahai, di bagian selatan Pulau
Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Jumlah populasi suku Noaulu diperkirakan hanya
ribuan orang. Negeri Lama hanya memiliki 78 keluarga yang setara dengan 271 jiwa.Ketidakmampuan
berbahasa Indonesia membuat mereka juga terisolasi dari berbagai informasi pembangunan. Mereka
juga cenderung eksklusif demi menjaga tradisi leluhur.Suku Noaulu yang ada di Sepa lebih terbuka
karena permukiman mereka cenderung bersatu dengan warga desa lain. Tempat tinggal mereka juga
terletak tak jauh dari Jalan Trans-Seram yang menghubungkan Masohi-Tehoru. Warga juga telah
mengenal televisi dan berpendidikan lebih baik daripada saudara mereka di Nuanea.

A.KAMPUNG SUKU NAULU


Pola perkampungan mereka biasanya berupa rumah-rumah yang berderet di sepanjang kiri kanan
jalan utama kampung. Setiap rumah yang memiliki anak gadis yang siap untuk dicarikan jodoh
mendirikan sebuah bangunan sakral kecil yang mereka sebut posuno. Sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan spritual umum mereka mendirikan sebuah bangunan sakral untuk memuja roh kakek dan
nenek moyang. Bangunan itu disebut suwane. Selain itu mereka mempunyai sebuah balai adat yang
digunakan untuk musyawarah adat yang dinamai baileo.

B.KEKERABATAN SUKU NAULU


Prinsip kekerabatan bersifat patrilineal, dimana keluarga-keluarga inti bergabung dengan keluarga
inti senior membentuk keluarga batih (rumah tangga) yang mereka sebut matarumah. Sejumlah
matarumah yang mempunyai kakek moyang yang sama membentuk sebuah keluarga luas terbatas
(klen) yang mereka sebut soa.
C.MASYARAKAT SUKU NAULU
Masyarakat ini dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasa mereka sebut kapitan yang dipilih dari
keturunan matarumah yang paling senior dan dominan. Kegiatan adat religi asli
dijalankan dibawah pimpinan seorang kepala adat yang disebut mauweng. Musyawarah adat
Suku
biasanya dihadiri oleh para kepala Soa. Sampai saat ini tercatat hanya ada empat soa, yaitu :
Bunara, Latane, Rohua dan Yahisuru.

D.KEPERCAYAAN ASLI SUKU NAULU


Orang Nuaulu mempercayai adanya tokoh Pencipta Pertama yang mereka sebut Upu Kuanahatana.
Kepercayaan ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem keyakinan mereka kepada dewa-dewa dan
roh kakek moyang yang dianggap tetap mempengaruhi kehidupan manusia. Roh-roh yang mereka
puja terutama roh para kapitan, untuk itu mereka buatkan sebuah altar pemujaan dalam baileo. Roh-
roh alam yang jahat mereka sebut nitu. Alam pikiran seperti ini juga mempercayai adanya kekuatan
magis yang bisa digunakan manusia untuk tujuan baik maupun jahat. Kekuatan magis itu mereka
sebut matakau.dan sekarang ,Warga umumnya menganut agama yang mereka sebut agama suku
Noaulu. Kepercayaan ini diwariskan oleh para leluhur dan tokoh adat melalui tuturan. Pemerintah
umumnya memasukkan kepercayaan mereka itu dalam kelompok agama Hindu meskipun warga
menolaknya.Keterbukaan warga Noaulu di Sepa membuat mereka lebih terbuka menerima agama lain,
baik Islam maupun Kristen. Sebagian warga yang berpindah agama biasanya disebabkan oleh
pernikahan dengan warga luar suku Noaulu.

E.CIRI UTAMA SUKU NAULU

Ciri utama masyarakat Noaulu adalah ikat kepala berwarna merah yang digunakan pria dewasa. Ikat
kepala yang disebut kain berang itu tidak boleh dilepaskan dalam kondisi apa pun, kecuali saat mandi.
Adapun perempuan yang telah bersuami wajib mengenakan kain atau selendang di pinggangnya.
Masyarakat suku Naulu ini masih hidup dengan cara memanfaatkan hasil hutan, seperti menjelajah
hutan untuk berburu dan mencari apa saja di dalam hutan untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Selain itu mereka juga memiliki ladang yang ditanami beberapa jenis tanaman yang bisa menunjang
kehidupan mereka.

F.ADAT PERKAWINAN SUKU NAULU..(MAOSAHAE)

 Acara adat meminang (Ruetauanamana)


Biasanya dalam adat Naulu, sebelum calon pengantin wanita dan pria menikah. Calon pengantin pria, melakukan
perkumpulan keluarga dalam rangka membicarakan maksud dari calon pengantin pria untuk meminang calon
pengantin wanita, serta menentukan waktu kapan hari HA, pelaksanaannya pernikahan tersebut. Kemudian,
keluarga calon pengantin pria keluar meninggalkan rumah adat mereka untuk meminang calon pengantin wanita
di rumah adat wanita yang ingin dinikahinya tersebut.
 Persiapan calon pengantin pria
Dalam persiapan pernikahan, calon pengantin pria harus memenuhi syarat-syarat dari calon pengantin wanita.
Biasanya, dalam adat naulu sudah di tetapkan persyaratan-persyaratan yang dianjurkannya calon pengantin pria
berupa seperti :
 5 buah piring tua, yang sudah menjadi warisan turun temurun dari nenek moyang suku naulu utuk anak
cucu mereka
 Kain merah 5 meter
 Uang minimal, Rp. 5.000.000,
 Kain 100 buah beserta kebaya yang akan di bagikan kepada seluruh keluarga, baik keluarga calon
pengantin pria, maupun wanita. Kain dan kebaya beserta uangnya ini, di serahkan kepada calon pengantin wanita
beberapa hari sebelum hari Ha pelaksanaan pernikahannya diselenggarakan. Semuanya ditanggung bersama
keluarga calon pengantin pria.
Adapun persyaratan untuk persediaan dari calon pengantin wanita yaitu berupa:
 Sirih pinang, yang dibagikan kepada kedua keluarga
 Makanan saat perkawinan berlangsung (itu semua terhitung dengan uang yang di minta calon pengantin
wanita, terhadap calon pengantin pria).

G.PROSES PERNIKAHAN SUKU NAULU


(MAOSAHAE)

Dalam prosesi penikahan di suku naulu biasanya di laksanakan di rumah adat calon pengantin pria. Suku naulu
mempunyai 6 rumah adat yang terdiri dari marga yang berbeda-beda yaitu :
 Marga Matoke
 Marga Sonawe
 Marga Humalait
 Marga Hury
 Mraga Pia
 Marga Sowmory
Pakaian yang di gunakan calon pengantin wanita adalah, kebaya beserta kain. Sedangkan pakaian calon pengantin
pria adalah, kameja, kain, dan kain berang merah yang berada di atas kepalanya.
Saat hari “Ha” pelaksanaan perkawinan berlangsung. Calon pengantin pria bersiap-siap di rumah adatnya, untuk
menanti kedatangan pengantin wanita yang keluar dari rumah adatnya pula. Dengan di antar keluarga wanita ke
rumah adat calon pengantin pria. Saat mereka tiba, mereka langsung di persilahkan masuk oleh keluarga
mempelai pria. Sebelum pernikahan berlangsung, mempelai pria memberikan harta yang di minta mempelai
wanita kepada kedua orang tua mempelai wanita berupa, piring tua 5 buah, dan kain merah 5meter. Kemudian,
mereka akan di nikahkan langsung oleh kepala adat (nuhuneupue), yang di dampingi kedua orang tua mempelai.
Dan akan di saksikan seluruh warga dan keluarga mempelai.Kemudian kedua mempelai bersalaman dengan
kedua orang tua mereka, seperti halnya mereka meminta restu. Saat itulah yang mebuat suasana semakin hangat
dan mebuat semuanya merasa bersedih.
Setelah resmi menjadi suami-isteri, keluarga kedua mempelai memakan sirih pinang dan mencicipi makanan yang
telah di sajikan mempelai wanita.
Kemudian, kedua mempelai meninggalkan rumah adat mempelai pria menuju ke rumah mempelai wanita.
Dimana, mereka akan tinggal di rumah mempelai wanita. Sampai pada waktunya mereka telah siap tinggal di
rumah mereka sendiri.
Begitupun saat mereka bercerai, mereka akan dipisahkan pula di rumah adat pria. Dan bila di antara keduanya ada
yang terbukti bersalah contohnya, sang suami berselingkuh. Maka, sang suami akan di kenakan sanksi, berupa
dendaan uang/harta dan piring tua sesuai dengan permintaan awal dari sang isteri, sebaliknya berlaku juga buat
sang isteri bila sang isteri membuat kesalahan yang menimbulkan perceraian

H.TRADISI SUKU NAULU


. tradisi sadis ini sudah dilakukan sejak dulu, ketika perang antar suku masih marak terjadi. Pihak
yang menang akan berkuasa, sedangkan yang kalah harus merelakan kepala di tangan
pemenang.Awalnya, aksi ini hanya dilakukan sebagai perayaan dan simbolis pihak pemenang,
namun lambat laun perburuan kepala malah menjadi sebuah tradisi yang harus dilakukan.Bagi
Suku Naulu, kepala manusia memiliki arti yang sangat penting. Ada momen yang membuat
masyarakat suku ini harus berburu kepala manusia. Di antaranya adalah alasan pernikahan. Raja-
raja suku Naulu pada zaman dahulu menggunakan cara ini untuk memilih seorang menantu laki-
laki. Sebagai bukti kejantanan, calon menantu harus membawa kepala manusia sebagai mas
kawin.Persembahan kepala juga dilakukan saat penduduk mengadakan ritual Pataheri, untuk
meresmikan kedewasaann seorang pria. Remaja laki-laki berhak mengenakan ikat kelapa merah,
yang merupakan simbol kedewasaan setelah berhasil memenggal kepala manusia.Selain itu,
persembahan kepala manusia juga dilakukan untuk membuat ‘pagar gaib’ agar terlindung dari
berbagai marabahaya. Mereka yakin bahwa persembahan kepala akan menyenangkan leluhur
sehingga mereka dapat menjaga anak cucunya dengan baik.

Tengkorak Kepala manusia di rumah suku Naulu (BOOMBASTIS.COM)

Tradisi ini awalnya sudah hilang sejak awal 1900an. Namun beberapa sumber menyebut bahwa
tradisi ini masih berlanjut hingga 1940an. Akhirnya, setelah bertahun-tahun ritual mengerikan ini
sudah tidak terdengar lagi..Namun, pada 2005 ritual ini mengejutkan kembali terjadi. Dua mayat
tanpa kepala ditemukan di kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Setelah diselidiki,
keduanya merupakan korban suku Naulu untuk dipersembahkan kepada leluhur. Pelakunya
mengaku melakukan ritual tersebut untuk memperbaiki rumah adat mereka.

I.CONTOH KASUS MENGENAI SUKU NAULU

Nama suku Noaulu di Pulau Seram, Maluku, mencuat pada 2005 setelah polisi mengungkap kasus
mutilasi yang dilakukan salah satu marga suku itu di Desa Nuanea, Amahai, Maluku Tengah.Bagian
kepala, jantung, lidah, dan jari-jari dua korban akan dijadikan syarat peresmian perbaikan rumah adat
baru marga Sounawe.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Masohi terungkap bahwa para pelaku yang dijatuhi hukuman mati
dan menjadi hukuman seumur hidup dalam proses banding itu tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka
juga tak mengetahui bahwa ada aturan hukum yang melarang pembunuhan manusia.

Tokoh masyarakat Noaulu yang juga Kepala Dusun Negeri Lama, Desa Sepa, Maluku Tengah, Marwai
Leipary (25), Januari lalu, mengakui tradisi penggunaan kepala manusia sebagai persembahan
pembangunan rumah adat memang ada sejak zaman dulu. Namun, aturan itu sudah dihapus oleh para
tokoh adat pada 1970-an dan menggantinya dengan piring kuno atau kepala binatang kuskus.”Aturan
itu sudah dihapus karena sekarang sudah berlaku hukum positif. Kalau yang terjadi dulu itu (kasus
2005 di Nuanea) adalah karena ketidaktahuan mereka,” ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai