Keragaman Hayati Sagu
Keragaman Hayati Sagu
PENDAHULUAN
1
kerajinan. Limbah sagu lainnya, seperti : ulat sagu, ternyata dapat dimanfaatkan juga
sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi dan dapat dijadikan sebagai pakan ternak.
Dengan keanekaragaman potensi dan manfaat sagu seperti yang telah
diuraikan, maka keberadaan sagu perlu dikembangkan karena selain sebagai tanaman
potensial yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, sagu juga merupakan salah satu
kearifan lokal masyarakat Maluku, termasuk masyarakat di Dusun Waipaliti Desa
Hitu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Umumnya masyarakat Dusun
Waipaliti telah memanfaatkan sagu sebagai bahan pangan dari sejak dahulu, yang
dilakukan secara turun temurun. Dimana batang sagu tersebut diolah, kemudian
diambil patinya untuk dijadikan bahan pangan. Dari sisi potensinya, sagu di Maluku
memiliki potensi yang sangat besar, akan tetapi pada kenyataannya potensi sagu yang
dimanfaatkan hanya sebagian saja, sedangkan sisanya terbuang percuma di hutan.
Kenyataan ini pula yang terlihat di Dusun Waipaliti Desa Hitu Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah, bahwa dengan begitu banyak potensi dan manfaat sagu
yang ada ternyata bahwa sagu yang dimanfaatkan itu hanya untuk dikonsumsi dan
sebagian lagi diperjual belikan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji yang telah
cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan yang memiliki
sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok.
Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia
dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun
1979. Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan menempati urutan
ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar.
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung
jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar
antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung
atau padi satu hektar.
Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti
jepang menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati
sagu mengandung 84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27%
amilosa. Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total
batang sagu yang termanfaatkan.
3
Penggolongan genus Metroxylon dan daerah agihan/sebaran mulai dari Thailand
(Bagian Barat) sampai Santa Cruz (Bagian Timur) dan Mindanau (Bagian Utara) sampai
Timor (Bagian Selatan). Sampai saat ini telah dikenal 11 genus dan 28 spesies palma
serta 1 genus dan 2 spesies pakis penghasil pati dari pokok batang. Secara taksonomi
tumbuhan, sistimatika tumbuhan sagu (Metroxylon sp) adalah sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Arecales
Family : Palmae
Subfamili : Lepidocaroideae (Calamoideae)
Genus : Metroxylon
Spesies : Eumetroxylon spp.
4
rendah dibandingkan dengan pengolahan secara semi mekanis dan mekanis, padahal
komoditi pati sagu juga dapat dijadikan komoditi ekspor. Negara pengimpor
membutuhkan puluhan ribu ton pati sagu tiap-tiap tahunnya untuk dibuat sirup glukosa,
sirup fruktosa, sorbitol dan lain-lain.
Luas areal tanaman sagu di dunia lebih kurang 2.187.000 hektar, tersebar mulai dari
Pasifik Selatan, Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sebanyak 1.111.264
hektar diantaranya terdapat di Indonesia. Daerah yang terluas adalah Irian Jaya,
menyusul Maluku, Sulawesi, Riau, Kalimantan, Kepulauan Mentawai, dan daerah
lainnya. Perkiraan luas areal tanaman sagu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Luas
areal sagu adalah 850.000 hektar dengan potensi produksi lestari 5 juta ton pati sagu
kering per tahun. Luas areal sagu tidak kurang dari 740 ribu hektar dengan perkiraan
produksi 5.2 – 8.5 juta ton pati sagu kering per tahun.
5
eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di
Malaysia. Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula,
bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di
Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman
sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Kawasan Indo Pasifik terdapat 5
marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon,
Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah
Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
6
E. Sagu Duri Rotan : bekas duri pada pohon dewasa terlihat sangat halus dan rapat.
Menurut Rumalatu (1981), hasil penelitian produksi pati kering per pohon untuk
beberapa jenis sagu menunjukan bahwa produksi tertinggi adalah sagu tuni, kemudian
sagu molat dan makanaru. Berdasarkan hal, maka BBP2TP Ambon bekerjasama dengan
Universitas Pattimura melaksanakan Kegiatan Eksplorasi dan Uji Observasi di Kabupaten
Seram Bagian Timur (SBT) sebagai bahan untuk pendaftaran dan pelepasan varietas sagu
molat (Anonima, 2011).
Tepung sagu adalah tepung yang berasal dari teras batang pohon sagu. Tepung sagu
biasa digunakan sebagai salah satu bahan baku kue atau penganan lainnya. Pembuatan
kue, sagu biasanya digunakan sebagai bahan pengental karena tepung ini bersifat lengket.
Tepung sagu kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi
akibat kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya.
7
B. Pengeringan dengan menggunakan steam (Uap). Sistim ini semi moderen,karena
sudah menggunakan sedikit sentuhan teknologi, Steam (Uap) diperolehdari proses
pembakaaran kulit sagu (Uyung) uap panasnya digunakan untukproses penjemuran
sagu. Proses pengeringan ini akan berlangsung terusmenerus tanpa kendala hari
hujan ataupun udara lembab. Tempat penjemuranini dibuat dari cor batu-bata yang
berukuran 20 x 8 meter.
2.7. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produksi Sagu serta Pemeliharaan
Pada Tanaman Sagu
A. Jarak Tanam
Tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal harus memiliki
jarak antar tanaman yang jelas. Jarak tanaman menentukan populasi tanaman dalam
suatu luasan tertentu, sehingga pengaturan yang baik dapat mengurasi kompetisi
terhadap faktor tumbuh tanaman sagu. Pengaturan jarak tanam dapat menekan
kompetisi antara tanaman budidaya itu sendiri maupun tumbuhan gulma.
Penanaman sagu di perkebunan dikenal dengan sistem blok. Jarak tanam pada
sistem blok bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektare hanya menampung ±
150 tanaman. Jarak Tanman 8 m x 8 m dan 10 m x 10 m di gunakan pada kebun yang
menanam dengan cara monokultur. Jika jarak tanaman 10 m x 10 m dalam bentuk
segi empat, maka populasi awalnya 100 tanaman/ha, tetapi jika jarak tanamnya
bentuk segi tiga sama sisi maka populasinya 136 tanaman/ha. Dan apabila tanaman
sagu di tumpangsarikan dengan tanaman lain maka dapat digunakan jarak tanam 10
m x 15 m. selain itu pada jarak tanam10 m x 15 m juga dimaksudkan
mengoptimalkan ruang dalam pengaturan anakan sagu dan pemanfaatan cahaya
B. Pengendalian Gulma
Definisi gulma merupakan tumbuhan liar yang tidak diharapkan kehadirannya
dan dapat mengganggu tanaman pokok. Pengendalian gulma di perkebunan sagu
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sagu. Gulma akan
menyebabkan tanaman utama terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
terutama jika gulma telah ada pada fase kritis tanaman sagu (Amarillis, 2009).
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara manual atau kimia, yaitu
dengan menggunakan herbisida. Pengendalian dilakukan di sekitar piringan tanaman
sagu dan pada lorong. Pengendalian gulma juga bertujuan memudahkan dalam
8
operasional kebun. Pengendalian gulma pada piringan akan mengefisienkan pupuk
yang diberikan dan menghindari hama penyakit.
C. Hama dan Penyakit Tanaman Sagu
Hama yang dominan menyerang tanaman sagu adalah kumbang Oryctes
rhinoceros L, kumbang Rynchoporus sp., dan Artona spp. Pengendaliannya dapat
secara mekanis, kimiawi dan biologis. Secara mekanis dilakukan dengan menebang
pohon sagu yang terserang lalu dibakar. Secara kimiawi menggunakan insektisida
seperti Heptachlor 10 gr, Diazine 10 gr, BHC dan lain-lain. Sedangkan secara
biologis dilakukan dengan menyebarkan serangga musuh alami dari serangga
perusak tanaman sagu. Penyakit yang menyerang adalah bercak daun yang
disebabkan oleh cendawan Cercospora. Pemberantasan terhadap penyakit ini dapat
dilakukan dengan fungisida atau dengan sanitasi lingkungan.
D. Pemupukan
Dalam meningkatkan potensi tanaman terutama dalam meningkatkan
produktivitas maka perlu masukan nutrisi untuk tanaman agar dapat tumbuh dan
berkembang lebih baik. Pemupukan merupakan tindakan budidaya yang penting
sebagai upaya menyediakan unsure hara tanaman untuk menigkatkan produktivitas
tanaman sagu.
Pupuk adalah bahan organic maupun bahan anorganik yang diberikan pada
tanah untuk mengganti unsure hara yang hilang dari dalam tanah dan berfungsi untuk
meningkatkan produktivitas tanaman. Tidak lengkapnya unsure hara makro dan
mikro di dalam tanah akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
sagu. Pada tanaman sagu rakyat tidak pernah dilakukan pemupukan. Tanaman sagu
akan tumbuh dengan baik apabila hara di dalam tanah tersedia cukup. Menurut Flach
dalam Bintoro (2008), apabila dalam 1 ha dipanen 136 batang sagu maka hara yang
terangkut panen sebanyak 100 kg N, 70 kg P2O5, 240 kg K2O dan 80 kg MgO serta
berbagai unsur mikro. Oleh karena itu pemupukan sangat perlu dilakukan agar unsur
hara yang dibutuhkan tanaman sagu tersedia sehingga produksi yang tinggi akan
tercapai. Menurut Bintoro (2008), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan
adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan sebelum mengadakan pemupukan, perencanaan menyangkut
kondisi dan waktu yang tepat dalam pemupukan seperti tersedianya pupuk,
tenaga kerja, cuaca dan alat pengangkut pupuk.
2) Menghindari tercecernya pupuk di sepanjang jalan atau areal penanaman.
9
3) Penempatan pupuk yang tepat dan sesuai dengan dosis anjuran.
4) Tidak mengenai pelepah daun dan lingkaran piringan tanaman sagu harus
bersih dari gulma dan sampah.
5) Dalam pelaksanaan pemupukan di lapangan unsur makro ditanam
disekeliling tanaman dengan sistem empat penjuru (membuat tugal atau
lobang tanam).
6) Unsur mikro ditabur di seputar lingkaran tanaman yang sudah bersih dengan
kriteria tidak terlalu dekat dengan batang tanaman (kurang lebih 50 cm dari
rumpun tanaman).
E. Penjarangan Anakan
Setelah sagu tumbuh subur, biasanya di sekeliling bokoran akan muncul tunas-
tunas yang lama-kelamaan berkembang menjadi anakan sagu. Pertumbuhan anakan
sagu tersebut selain akan menyebabkan tegakan tanaman semakin rapat yang dapat
menyulitkan pemeliharaan dan pemanenan, juga akan menjadi saingan bagi pohon
induk untuk mendapatkan unsur hara dari tanah maupun cahaya matahari. Persaingan
tersebut dapat menyebabkan kandungan aci dalam batang sagu berkurang dan
menghambat pertumbuhan batang utama. Dengan demikian produktivitas akan
menurun. Oleh karena itu harus dilakukan penjarangan anakan atau pemangkasan
anakan. Menurut Bintoro (2008) agar tanaman sagu dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik, maka dalam satu rumpun maksimal terdapat 10 tanaman dengan
berbagai tingkat umur. Dalam 1-2 tahun hanya diperbolehkan satu anakan sagu yang
boleh tumbuh. Dengan demikian dalam 1-2 tahun akan panen 1 pohon sagu. Menurut
Tong dalam Haryanto (1992) penjarangan tegakan pohon dalam kebun-kebun sagu
idealnya sekali dalam setahun. Jumlah pohon yang disisakan atau dibiarkan tumbuh
dalam satu rumpun tergantung dari jenis dan spesies sagu dan tingkat
pertumbuhannya.
Ekstraksi pati sagu merupakan proses pengolahan terhadap empulur batang pohon
sagu (Metroxylon sp.) untuk mendapatkan pati yang terkandung di dalamnya. Prinsip
ekstraksi pati sagu terdiri dari pembersihan gelondongan atau batang sagu yang sudah
ditebang dari kulit serat yang kasar setebal 2 – 4 cm, pembelahan gelondongan menjadi
10
beberapa bagian dengan panjang 40 – 70 cm. Setelah itu dilakukan pemarutan dan
pemisahan pati sagu dari sabut serta pengeringan pati sagu.
Secara garis besar ekstraksi pati sagu dibagi menjadi dua, yaitu cara tradisional dan
cara mekanis (pabrikasi) seperti yang dilakukan di Malaysia. Proses secara tradisional
umumnya dilakukan di Indonesia,
Metode 1 yang berada di Indonesia
Metode 2
11
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
umumnya petani pengelola sagu mempunyai tingkat pendidikannya rendah, itu
berarti pengetahuan mereka juga sangat minim, sehingga hal ini berdampak pada
tingkat kehidupan mereka yang semuanya masih di bawah rata-rata. Dan umur
petani sagu yang berkisar antara 32- 63 tahun, menunjukkan bahwa ternyata ada
diantara petani ini yang bukan lagi merupakan usia produktif karena sudah
berusia >48 tahun dan ini akan berpengaruh untuk aktivitas dan kinerja kerja,
akan tetapi kenyataan yang terlihat di lapangan bahwa justru petani yang usianya
> 48 tahun, seperti : 50, 51 dan 63 tahun, justru mereka ini yang mempunyai
semangat kerja yang tinggi, dibandingkan dengan yang masih muda.
a. Penebangan, masih menggunakan parang dan kapak tetapi ada juga yang sudah
memakai chain saw.
14
b. Penghancuran empulur, dikenal dengan “nani sagu” yaitu proses melepaskan
empulur dari kulit batang, sudah menggunakan mesin parut dan ayakan. Ekstraksi
pati, dilakukan dalam keadaan basah dikenal dengan nama “ramas sagu”, dimana
hancuran empulur diletakan pada pangkal pelepah yang disebut “sahani”,
biasanya dipakai pangkal pelepah sagu dan telah dipasang “runut”, biasanya
dipakai seludang kelapa atau juga kain sifon. Untuk pengambilan airnya juga ada
yang masih menggunakan timba tetapi ada juga yang sudah menggunakan pompa
air
c. Penampungan dan Pengendapan Pati, biasanya pada tempat yang disebut
“tawear” atau “goti”, biasanya dibuat pada belahan batang sagu tetapi petani
dusun Waipaliti sudah menggunakan tempat penampungan yang dibuat dari
papan dengan menggunakan plastik terpal untuk mempermudah penampungan
patinya.
d. Pengemasan Pati Basah, dilakukan dalam keranjang yang dibuat dari daun sagu
disebut “tumang”. Dari gambaran teknik pengelolaan sagu yang dilakukan petani
dusun Waipaliti di atas, menunjukkan bahwa umumnya petani masih melakukan
proses pengolahan secara tradisional sampai semi mekanis, sehingga
perbedaannya hanya pada alat-alat yang digunakan adalah alat-alat bermesin.
15
rata-rata petani pengelola sagu dusun Waipaliti tidak mengetahuinya secara pasti,
sebab status kepemilikan lahannya tersebut adalah milik personal atau milik
keluarga. Dan rata-rata dari semua petani pengelola sagu dusun Waipatili ini tidak
memiliki lahan sagu. Lahan sagu yang ada adalah milik masyarakat Hitu yang
merupakan pemilik tanah pada dusun Waipatili.
Walaupun demikian, dalam hal pengelolaan sagu ini harus sesuai dengan
ketentuan atau aturan-aturan yang telah disepakati bersama, baik itu untuk
penebangan sagu, pengambilan bahan (atap, gaba-gaba) maupun dalam hal
pemanfaatan lahan sagu. Sehingga biasanya untuk memanfaatkan sagu maka pohon
sagu tersebut harus dibeli oleh petani pengelola sagu, atau bisanya juga terjadi sistem
bagi hasil, dimana pohon sagunya bisa diolah oleh petani tetapi dengan ketentuan
bagi hasil dengan pemilik pohon sagu, sehingga kedua belah pihak saling
menguntungkan.
16
3. Sagu Ihur (Metroxylon Sylvester)
Pohon relative lebuh tinggi dari jenis lain, yaitu sekitr 12-16 m Tangkai daun
sekitar 4-6 m. Daunnya berwarna hijau tua,mempunyai tulang daun yang
lunak dan ujungnya membengkok ke bawah. Di sekitar pelapah daun terdapat
duri-duri panjangnya 1-5 cm. Empelurnya agak keras, mengandung banyak
serat dan berwarna kemerah-merahan Setiap pohon dapat menghasilkan
sekitar 300-600 kg pati/tepung sagu basah.
17
Mulai pembentukan batang dan perkembangan perakaran sampai tinggi
batang bebas daun 1,5 m.
3) Tiang (pole);
Merupakan fase pertumbuhan dengan tinggi batang bebas daun 1,5 – 5 m.
4) Pohon (tree);
Fase pertumbuhan dengan tinggi batang bebas daun > 5 m
5) Kematangan Produktif/Masak Tebang (MT)
6) “Maputi masa”; pembengkakan pada pucuk tumbuh (sagu bunting)
sampai jantung mulai keluar
7) “Sirih buah”; kuncup bunga mulai mekar, bercabang seperti tanduk rusa
dan bunga kelihatan seperti buah siri.
8) Kematangan Tidak Produktif/Lewat masak tebang;
9) Fase pertumbuhan dimana pohon sagu sudah berbuah sampai pohon mati.
18
3.5. Manfaat Tanaman Sagu di Maluku
Selain manfaat ekonomi sagu yang cukup memberikan pendapatan lebih bagi
petani, manfaat sagu lainnya yang didapat oleh masyarakat cukup banyak, terutama
bagi masyarakat petani pengelola sagu. Sagu selain dari hasil olahan produksi
patinya yang dijual, tetapi sagu juga dimanfaatkan oleh keluarga petani sebagai
bahan pangan keluarga, selain itu juga sagu dibuat berbagai bentuk penganan
(makanan) baik untuk dikonsumsi dan juga untuk dijual.
Manfaat sagu juga bukan hanya sebatas sebagai bahan pangan saja, tetapi
dengan tanaman sagu masyarakat juga, dilindungi dari bahaya banjir terutama
masyarakat yang ada di sekitar daerah sungai, sebab lahan sagu merupakan daerah
penyangga bagi banjir. Di lain sisi juga, masyarakat memanfaatkan bagian lain dari
tanaman sagu untuk dijadikan bahan bangunan seperti : daun sagu dijadikan atap,
pelepah sagu (“gaba-gaba”) dijadikan untuk pembuatan dinding rumah, untuk tempat
duduk (“degu-degu), sebagai rakit untuk mainan anak dan sebagainya.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji yang
telah cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan yang memiliki
sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok. Tanaman sagu banyak terdapat di Indonesia terutama Maluku, Papua dan
Kalimantan. Kalimantan Barat sagu belum dimanfaatkan dengan baik dan optimal oleh
masyaraka
Umumnya petani pengelola sagu di Dusun Waipaliti Desa Hitu, adalah petani dengan
usia produktif dengan persentase terbesar yaitu 97,5 % dan memiliki tingkat pendidikan
di bawah rata-rata, hanya sampai sekolah tingkat menengah pertama.
Proses pengelolaan sagu yang dilakukan masih secara tradisional sampai semi
mekanis, terbukti dari alat-alat yang digunakan dalam pengolahan sagunya.
Keragaman sagu yang ada di Dusun Waipaliti Desa Hitu Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah, penyebarannya cukup beragam dimana ada 3 (tiga) jenis
sagu yang ditemukan yaitu : Sagu Molat (M. sagus Rotb), Sagu Tuni (M. rumphii Mart)
dan Sagu Ihur (M. sylvester Mart). Jenis sagu yang dominan dan yang banyak digunakan
oleh petani adalah jenis sagu Tuni dan Sagu Ihur.
Selain manfaat sagu sebagai bahan pangan keluarga, sagu juga dapat memberikan
manfaat lebih bagi masyarakat Dusun Waipaliti Desa Hitu, terutama bagi masyarakat
petani pengolah sagu.
20
DAFTAR PUSTAKA
- Sagu.wikipedia.com
- hhtp://racmatullah.blogspot.co.id/2011/12/tinjauan-pustaka-tanaman-sagu.html?m=1
- hhtp://rizalm09.student.ipb.ac.id/2012/03/29/paper-sagu
- http://inspirasiuncak.blogspot.co.id/
21
LAMPIRAN
Sagu Molat
22
Sagu Makaranu
Sagu Tuni
23