Anda di halaman 1dari 19

Korporasi dan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)

Memahami Konsep Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Dalam Perusahaan


Dalam terjemahan bahasa indonesia, arti stakeholder adalah pemangku kepentingan atau
pihak yang berkepentingan. Stakeholder dapat dijumpai dimanapun, terutama dalam kegiatan
bisnis sehingga setiap perusahaan tidak lepas dari keberadaan tokoh penting tersebut. Suatu
perusahaan berinteraksi dengan berbagai pihak/pemangku kepentingan mulai dari pemegang
saham, hingga kepada customer sampai karyawan bahkan dengan para supplier.
Menurut Freeman, stakeholders adalah suatu kelompok masyarakat ataupun individu
yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan tertentu dari organisasi.
Berikutnya menurut Wibisono, pengertian stakeholder adalah seseorang maupun kelompok yang
punya kepentingan secara langsung/tidak langsung bisa mempengaruhi atau dipengaruhi atas
aktivitas dan eksistensi perusahaan.
Stakeholder adalah pihak pemangku kepentingan atau beberapa kelompok orang yang
memiliki kepentingan di dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
tindakan dari bisnis secara keseluruhan. Stakeholder dikelompokkan menjadi dua yaitu
stakeholder internal dan stakeholder eksternal. Stakeholder internal meliputi organisasi / industri
itu sendiri, pemegang saham, pemilik bisnis, dan para karyawan. Sedangkan stakeholder
eksternal meliputi konsumen, supplier, pesaing, investor, pemerintah, sebuah komunitas lokal di
suatu daerah, media, masyarakat secara umum, dll.
Stakeholder adalah individu atau kelompok yang berkepentingan di dalam sebuah
perusahaan, seperti :
▪ Pemegang saham
▪ Regulator
▪ Pemerintah
▪ Masyarakat
▪ Pelanggan/konsumen
▪ Lembaga swadaya masyarakat
▪ Media massa
▪ Asosiasi industri
▪ Pesaing/competitor
▪ Mitra kerja
▪ Karyawan
▪ Supplier
▪ Bank/kreditor
Secara umum Stakeholder dapat dikelompokkan berdasarkan kekuatan, posisi dan
pengaruhnya. Klasifikasi stakeholder sebagai berikut :
1. Stakeholder Utama (Primer)
Contoh stakeholder primer yaitu :
▪ Masyarakat dan Tokoh Masyarakat; masyarakat adalah mereka yang akan terkena
dampak dan mendapat manfaat dari suatu kebijakan, proyek, dan program. Sedangkan
tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang dianggap dapat menjadi aspirasi
masyarakat.
▪ Manajer Publik; lembaga publik yang punya tanggungjawab dalam mengambil keputusan
dan implementasinya.
2. Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Beberapa contoh stakeholder sekunder yaitu:
• Lembaga pemerintah dalam wilayah tertentu namun tidak punya tanggungjawab
langsung.
• Lembaga pemerintah yang berhubungan dengan permasalahan, namun tidak punya
wewenang langsung dalam mengambil keputusan.
• Lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat yang bergerak di bidang yang
berhubungan dengan dampak, rencana, atau manfaat yang akan muncul.
• Perguruan Tinggi, yaitu kelompok akademis yang berpengaruh dalam proses
pengambilan keputusan pemerintah.
• Pengusaha atau Badan Usaha
3. Stakeholder Kunci
Sebagai contoh, stakeholder kunci suatu proyek di daerah kabupaten:
▪ Pemerintah Kabupaten
▪ DPR Kabupaten
▪ Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan
Sedangkan dalam dunia bisnis pembagian kelompok Stakeholder dapat dibagi menjadi
dua, yaitu Internal Stakeholder dan External Stakeholder. Pihak-pihak yang termasuk dalam
stakeholder internal seperti pemegang saham, manajemen dan top executive, pegawai, keluarga
pegawai. Sedangkan stakeholders external seperti konsumen, penyalur (distributor), pemasok
(supplier), bank (creditor), pemerintah, pesaing (competitor), komunitas dan pers.
Dalam hal menyeimbangkan peran dan hubungan antara stakeholder, maka perusahaan
harus memiliki tanggung jawab sosial atau yang biasa dikenal dengan istilah CSR (Corporate
Social Responsibility) kepada para stakeholdernya jika menginginkan perusahaannya terus
beroperasi dalam jangka panjang, terlebih lagi dalam hal memaksimalkan keuntungan. Beberapa
contoh tanggung jawab sosial ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tanggung jawab sosial kepada karyawan
Dalam melakukan pekerjaan di perusahaan / organisasi para pemilik perusahaan harus memiliki
tanggung jawab sosial pada karyawan seperti memberikan fasilitas yang nyaman dan sesuai bagi
karyawan mereka, memberikan gaji sesuai dengan perjanjian kerja yang tertulis, dan tidak
melakukan diskriminasi dalam hal apapun pada karyawan.
Tanggung jawab sosial kepada konsumen
Jika dahulu kita sering mendengar pernyataan “konsumen adalah Raja”, sekarang pernyataan
tersebut berubah menjadi “konsumen adalah mitra”. Seperti pernyataan bahwa konsumen adalah
mitra berarti perusahaan harus bisa menjadi rekan baik bagi para konsumen mereka. Lewat
pendekatan CRM (Customers Relation Management), perusahaan berusaha memberikan manfaat
yang baik dengan menjual produk / jasa kepada para konsumennya dengan harapan adanya
Repeat Order dari mereka.
Tanggung jawab sosial kepada supplier
Kerja sama antara perusahaan dengan para supplier harus dijaga dengan adanya tindakan
kejujuran dalam penetapan harga dan hak untuk menjual, mengedepankan rasa toleransi agar
tercipta hubungan jangka panjang dalam bisnis, selalu bertukar informasi dengan supplier, dan
melakukan pembayaran secara tepat waktu pada para supplier.
Tanggung jawab sosial pemegang saham
Perusahaan harus melibatkan pemegang saham (investor) dalam pembuatan sebuah keputusan di
perusahaan. Karena perusahaan memiliki tanggung jawab berkaitan dengan kepuasan investor
dan semua keputusan yang diambil oleh perusahaan adalah demi kepentingan investor.
Hubungan timbal balik yang sangat menguntungkan ini harus tetap terjaga agar tujuan obyektif
perusahaan dapat tercapai dengan maksimal.
Tanggung jawab sosial kepada lingkungan
Tanggung jawab sosial di sini berkaitan dengan hal kelestarian lingkungan. Beberapa hal yang
biasanya dilakukan perusahaan adalah memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar seperti di
bidang pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan bantuan sosial.
Penting bagi individu yang berkecimpung di dunia entrepreneur atau calon entrepreneur untuk
mengetahui tentang para stakeholder mereka dan bagaimana tanggung jawab sosial kepada para
stakeholder agar terbangun kerjasama yang kuat antara keduanya demi mencapai visi, misi, dan
tujuan perusahaan agar maksimal.
Tahapan dalam Bisnis - Hubungan Stakeholder
Tahap hubungan bisnis ditandai sebagai tidak aktif (inactive), reaktif (reactive), proaktif
(proactive), dan interaktif (interactive), dengan setiap tahap mewakili pendalaman hubungan.
Kadang perusahaan maju dengan urutan ini dari satu tahap ke tahap berikutnya; perusahaan lain
tetap pada satu tahap atau yang lain, atau bergerak mundur dalam urutan.
1. Perusahaan tidak aktif mengabaikan masalah hubungan stakeholder. Kepercayaan perusahaan
ini sering salah, yaitu bahwa mereka dapat membuat keputusan secara sepihak, tanpa
mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.
2. Perusahaan yang mengadopsi postur reaktif umumnya bertindak hanya ketika dipaksa untuk
melakukannya, dan kemudian dengan cara yang defensif.
3. Perusahaan proaktif berusaha untuk mengantisipasi masalah stakeholder. Perusahaan-
perusahaan ini menggunakan cara pemindaian lingkungan untuk mengidentifikasi isu publik.
Mereka sering memiliki departemen khusus, seperti urusan publik, hubungan masyarakat,
urusan konsumen, dan hubungan pemerintah untuk mengelola hubungan stakeholder.
4. Akhirnya, sikap interaktif yang artinya perusahaan secara aktif terlibat dengan para pemangku
kepentingan dalam hubungan yang sedang berlangsung saling menghormati, keterbukaan, dan
kepercayaan. Perusahaan dengan pendekatan ini mengakui bahwa hubungan stakeholder
positif merupakan sumber nilai dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Mereka tahu
bahwa hubungan ini harus dipupuk dari waktu ke waktu.
Keterlibatan Stakeholder (Drivers of Stakeholder Engagement )
Keterlibatan stakeholder pada intinya adalah hubungan. Partisipasi organisasi bisnis dan
setidaknya satu organisasi pemangku kepentingan perlu untuk membentuk keterlibatan.
Keterlibatan kemungkinan besar ketika kedua perusahaan dan pemangku kepentingan keduanya
memiliki tujuan yang mendesak dan penting, motivasi untuk berpartisipasi, dan kapasitas
organisasi untuk terlibat dengan satu sama lain. Ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tujuan (Goal)
Untuk keterlibatan stakeholder terjadi, baik bisnis dan pemangku kepentingan harus memiliki
masalah yang mereka ingin dipecahkan. Masalahnya harus penting dan mendesak. Bisnis sering
didorong untuk bertindak ketika mengakui adanya perbedaan antara tindakan dan harapan
masyarakat.
b. Motivasi
Kedua belah pihak juga harus termotivasi untuk bekerja dengan satu sama lain untuk
memecahkan masalah. Sebagai contoh, perusahaan dapat menyadari bahwa kelompok
stakeholder memiliki keahlian teknis untuk membantu mengatasi masalah. Atau, perlu
persetujuan stakeholder, karena pihak berada dalam posisi untuk memengaruhi kebijakan,
merusak reputasi perusahaan, atau membawa gugatan. Para pemangku kepentingan mungkin
menyadari bahwa cara terbaik sebenarnya untuk membawa perubahan adalah untuk membantu
perusahaan mengubah perilakunya. Dengan kata lain, kedua belah pihak saling bergantung satu
sama lain untuk mencapai tujuan mereka; mereka tidak dapat mencapai tujuan mereka sendiri .
c. Kapasitas organisasi (Organizational Capacity )
Masing-masing pihak harus memiliki kapasitas organisasi untuk terlibat yang lain dalam dialog
yang produktif. Untuk bisnis, ini mungkin termasuk dukungan dari top leadership dan urusan
eksternal dana yang memadai atau departemen sebanding dengan hubungan pelaporan untuk top
executives. Hal ini juga dapat mencakup proses manajemen isu yang memberikan kesempatan
bagi para pemimpin untuk mengidentifikasi dan merespon dengan cepat perubahan dalam
lingkungan eksternal. Singkatnya, keterlibatan yang paling mungkin terjadi di mana kedua
perusahaan dan pemangku kepentingan memandang masalah penting dan mendesak, melihat satu
sama lain sebagai penting untuk solusi, dan memiliki kapasitas organisasi untuk berinteraksi
dengan satu sama lain.
Making Engagement Work Effectively
Perusahaan sudah mengadakan percobaan dengan berbagai proses perikatan. Cakupan ini
dari informal ke formal dan dari interaksi satu ke yang lainnya dalam hubungan institusi.
Perserikatan boleh mengambil format dari suatu kelompok, individu atau kelompok kecil dari
survei, keyperson meeting atau dewan penasehat.
Proses perserikatan dapat mengambil banyak bentuk, tetapi sering melibatkan dialog dengan
stakeholder. Seorang ahli teori manajemen telah menjelaskan bahwa dialog adalah “Seni
pemikiran bersama-sama”. Pada dialog antar stakeholder, sebuah bisnis dan stakeholder tersebut
dating bersama-sama bertatap muka dan melakukan percakapan mengenai isu-isu yang menjadi
perhatian public. Di dalam dialog tersebut, mereka mencoba untuk menguraikan minat inti dan
perhatian mereka, menggambarkan suatu definisi yang umum yang menyangkut masalah,
menemukan solusi inovatif untuk keuntungan manual dan menetapkan prosedur dalam
menerapkan solusi. Agar proses dialog berhasil maka proses tersebut memerlukan peserta yang
menyatakan pandangan mereka secara penuh, mendengarkan secara hati-hati, menghormati
orang lain dan membuka diri kepemikiran yang kreatif untuk memecahkan suatu masalah.
Stakeholder Network
Dialog antara perusahaan tunggal dengan stakeholder kadang-kadang tidak cukup untuk
menunjukkan sebuah isu-isu yang efektif. Kerjasama dalam menghadapi publik dengan
mengeluarkan bahwa mereka dapat menunjuk secara efektif hanya oleh stakeholder yang aktif
secara kolaborasi dengan bisnis lain dan dengan organisasi terkait di dalam jaringan kerja sama
antar stakeholder.
The Benefit of Engagement
Interaksi dengan melibatkan stakeholder, apakah melalui dialog, jaringan-jaringan yang
membangun atau beberapa proses lain yang membawa sejumlah keuntungan yang potensial.
Stakeholder di dalam organisasi membawa sejumlah kekuatan yang berbeda. Stakeholder sering
beroperasi di dalam jaringan organisasi yang sangat berbeda dari milik perusahaan, saling
berinteraksi dengan memberikan perusahaan untuk bisa mengakses informasi di dalam jaringan
ini. Stakeholder sering membawa pengalaman ilmiah atau teknis di dalam area kerjanya. Ketika
stakeholder setuju untuk bekerja sama di suatu perusahaan yang menerapkan suatu solusi yang
disetujui, dan mereka dapat menghasilkan hasil pekerjaan yang maksimal dalam pandangan
masyarakat.
Pengelolaan Hubungan dengan Stakeholder 1
Pada saat krisis menyerang perusahaan/organisasi, pengelolaan hubungan dengan para
stakeholder memegang peranan yang sangat penting. Kesalahan dalam mengelola hubungan
dengan mereka pada saat krisis akan berakibat buruk pada perusahaan/organisasi. Parahnya suatu
krisis yang menyerang perusahaan/organisasi tidak ditentukan oleh masalah itu sendiri tetapi
oleh para stakeholder yang terkena dampak serta bagaimana mereka bereaksi sebagai hasil dari
apa yang terjadi.
Tidak ada cara menilai seberapa baik sebuah organisasi berhasil mengatasi krisis. Pada akhirnya,
penilaian tersebut hanyalah persepsi dan opini saja yang didasarkan pada seberapa efektif
perusahaan/organisasi berkomunikasi dengan para stakeholder-nya pertama kali hingga masalah
yang menimpa perusahaan/organisasi benar-benar terpecahkan.
Pengertian Stakeholder
Rhenald Kasali: Stakeholders adalah kelompok-kelompok yang berada di dalam maupun
di luar perusahaan/organisasi yang mempunyai peranan dalam menentukan keberhasilan
perusahaan. Mereka juga adalah pihak-pihak yang menjadi khalayak sasaran kegiatan PR. Istilah
publik dalam PR merupakan khalayak sasaran dari kegiatan PR tersebut. Publik ini merupakan
kumpulan dari orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Frank Jefkins: Khalayak (public) adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan
suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal.
IPR: istilah khalayak sengaja dituangkan dalam istilah bermakna majemuk, yakni publics,
dikarenakan kegiatan-kegiatan PR tidak diarahkan kepada khalayak dalam pengertian yang
seluas-luasnya (masyarakat umum). Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan PR tersebut diarahkan
kepada khalayak terbatas atau pihak-pihak tertentu yang berbeda-beda, dan masing-masing
dengan cara yang berlainan pula
Khalayak/publik perlu ditetapkan dalam suatu program PR agar seluruh kegiatan yang
dikerjakan praktisi PR lebih terarah, terutama pesan-pesan yang akan disampaikannya agar
menjadi lebih efektif. Penyebaran suatu pesan PR tidak dilakukan secara merata ke semua orang
seperti halnya pesan-pesan iklan melalui media massa. PR bersifat diskriminatif dalam memilih
khalayak.
Setiap perusahaan/organisasi memiliki sendiri khalayak khususnya. Kepada khalayak
yang terbatas itulah perusahaan/organisasi selalu menjalin komunikasi, baik secara internal
maupun eksternal. Oleh karena itu, khalayak atau publik perusahaan/organisasi pun dibedakan
menjadi Publik Internal dan Publik Eksternal.
1. Publik Internal
Publik internal adalah publik yang berada di dalam lingkup perusahaan/organisasi. Mereka
terdiri dari:
a. Perusahaan Induk/Prinsipal (bila ada)
b. Anak Perusahaan/Perusahaan Cabang/Sister Company
c. Para Investor
d. Para Pemegang Saham
e. Dewan Direksi/Komisaris
f. Para Karyawan Perusahaan yang sudah ada
g. Serikat Pekerja/SPSI (terutama perwakilan yang ada dalam perusahaan/organisasi)
h. Keluarga dari para karyawan/anggota organisasi
i. Calon Karyawan perusahaan/anggota organisasi
2. Publik Eksternal
Publik eksternal adalah mereka yang berada di luar perusahaan/organisasi namun berkepentingan
terhadap perusahaan/organisasi. Mereka adalah:
a. Pelanggan/Konsumen/Pengguna produk & jasa perusahaan/organisasi
b. Media Massa (pers cetak, radio, televisi, internet)
c. Mitra Usaha/Pemasok jasa dan berbagai macam barang (supplier)
d. Para Distributor
e. Pemerintah
f. Masyarakat sekitar perusahaan/organisasi (Komunitas)
g. Masyarakat Keuangan/Perbankan
h. Retailer
i. Kelompok Penekan (Pressure Groups)
j. Para Pembentuk Opini (Opinion Leaders)
k. Calon Pelanggan/Konsumen Potensial
l. Pesaing/Kompetitor/Asosiasi perusahaan-perusahaan sejenis
m. Organisasi Perburuhan (di luar Serikat Pekerja yang berada di dalam perusahaan/organisasi)
n. Masyarakat Umum
Mengenali Khalayak Sasaran
Dalam menjalankan program komunikasi krisis, pertama-tama perusahaan/organisasi
perlu mempertimbangkan publik atau khalayak sasaran, karena itu perusahaan/organisasi perlu
mengenal siapa yang menjadi publik atau stakeholder-nya.
Fearn-Banks membagi publik ke dalam empat kategori:
Enabling public, yakni publik yang punya kekuasaan untuk memutuskan suatu persoalan.
Termasuk di dalamnya antara lain Dewan Direktur, pemegang saham, komisaris perusahaan dan
pemerintah.
1. Functional public, yakni kelompok orang yang menjadikan sebuah organisasi dapat berputar.
Termasuk di dalamnya antara lain para karyawan, konsumen, dan lain-lain.
Normative public, yakni kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dengan
organisasi/perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah para anggota asosiasi atau perkumpulan
perusahaan-perusahaan sejenis.
2. Diffused public, yakni kelompok orang yang secara tidak langsung berhubungan dengan
organisasi/perusahaan dalam suatu krisis. Yang tergolong dalam kategori ini antara lain media
dan kelompok-kelompok komunitas.
Di samping kategori-kategori yang bersifat umum, dalam mengenali publik, Laurence
Barton menekankan pentingnya pengenalan publik secara lebih mendetil berkaitan misalnya
dengan lokasi tempat tinggal publik, bagaimana perusahaan dapat mencapai mereka, cara
berkomunikasi mana yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan publik dan bagaimana
komposisi demografi dari publik.
Walaupun publik secara garis besar sudah dikenali, penting untuk disadari bahwa akan
ada kelompok-kelompok yang tidak dengan mudah dapat diidentifikasi sebagai publik. Sturges
dkk. berpendapat, dalam situasi krisis penekanan komunikasi sering ditujukan kepada kelompok-
kelompok yang terkena akibat suatu krisis yang memang sudah teridentifikasi sebelumnya. Di
samping itu, ada kelompok yang sering tidak teridentifikasi sebagai publik langsung, tetapi
ketika krisis terjadi mereka berubah menjadi korban yang paling layak mendapat perhatian.
Kasus melelehnya pabrik kimia Union Carbide di Bhopal, India menjadi sebuah contoh
munculnya kelompok yang tak teridentifikasi sebagai publik, yang kemudian menjadi penuntut
gigih terhadap Union Carbide. Mereka adalah penduduk miskin yang bermigrasi ke dekat lokasi
perusahaan dan kemudian menjadi korban yang paling merasakan lelehan gas kimia Union
Carbide. Seperti yang dikatakan oleh Shrivastava, dalam suatu krisis para korban merupakan
stakeholder baru bagi perusahaan yang sering dilupakan, walaupun mereka mungkin paling
merasakan akibat suatu krisis. Dalam kasus likuidasi bank, para karyawan dan nasabah,
tampaknya kurang mendapat perhatian yang memadai.
Pada dasarnya, masing-masing publik punya kepentingan yang berbeda-beda. Inilah yang
menyebabkan sebuah krisis ditandai oleh adanya konflik kepentingan di antara stakeholder
perusahaan. Namun demikian, penting juga disadari bahwa dalam beberapa hal orang sebagai
anggota publik dapat menjadi anggota berbagai publik. Sebuah perusahaan/organisasi memang
harus dapat melayani kepentingan berbagai pihak, seperti para pemegang saham (apalagi
perusahaan yang sudah go public), para karyawan, konsumen, dll. Harus diingat, sejumlah orang
mungkin menjadi pemegang saham, karyawan dan konsumen sekaligus. Sehingga perlu disadari
bahwa pesan yang disampaikan kepada publik yang berbeda-beda tidak mengandung
pertentangan yang dapat memperkeruh suasana. Dalam suatu krisis, pengumuman yang akan
dibuat perusahaan bisa jadi secara tidak disadari menguntungkan publik tertentu, seperti
pemegang saham, sementara merugikan publik lain, misalnya para korban. Jika pengumuman
yang dibuat sebuah perusahaan tentang kebijakannya lebih mementingkan korban dengan
memberikan santunan kepada korban dan tentunya bagi pemegang saham kebijakan seperti ini
dapat dianggap mengorbankan kepentingannya, sehingga mungkin kemudian para pemegang
saham akan menjual saham mereka.
Pada dasarnya, seluruh unsur yang terdapat dalam stakeholder internal dan eksternal
perusahaan merupakan publik atau khalayak sasaran yang penting dari program komunikasi
krisis perusahaan. Stakeholder kunci suatu organisasi/perusahaan bervariasi tergantung dari
karakter/jenis organisasi/perusahaan tersebut serta krisis itu sendiri. Dengan kata lain, krisis yang
berbeda akan menghasilkan stakeholder kunci yang berbeda pula.
Para praktisi PR di Amerika Serikat dan Kanada cenderung berpikir bahwa krisis adalah
pemberitaan negatif di media massa, sehingga menghasilkan pertimbangan bahwa organisasi
pemberitaan (media) merupakan kelompok stakeholder utama. Hal ini salah besar.
Kelompok stakeholder yang terkena dampak krisis butuh diprioritaskan karena
pentingnya mereka terhadap masa depan organisasi/perusahaan. Kecuali jika bencana tersebut
mengakibatkan kerusakan properti dan atau menimbulkan korban jiwa, media pemberitaan
seharusnya menjadi pertimbangan sekunder.
Pertanyaan yang perlu muncul pada situasi krisis yang menyerang tiba-tiba atau situasi krisis
yang telah diprediksi sebelumnya adalah:
Kelompok stakeholder mana selain media massa yang akan tertarik atau terkena dampak oleh
masalah yang sedang terjadi, serta yang paling penting terhadap kelangsungan bisnis dan
pertumbuhan masa depan perusahaan/organisasi?
Siapa saja stakeholder kunci dalam tiap kelompok merupakan 20% yang bertanggungjawab
untuk menghasilkan 80% yang dibutuhkan bisnis untuk tetap berjalan?
Rencana kelangsungan bisnis perusahaan/organisasi membutuhkan strategi untuk mencapai
orang-orang kunci ini dengan informasi tentang situasi krisis sebelum mereka mendengarnya
melalui media ataupun orang lain. Dengan demikian, organisasi/perusahaan akan mendapatkan
kesempatan untuk menjelaskan cerita dari sisinya pertama kali.
Kelompok stakeholder kunci yang menduduki tingkat atas dalam daftar adalah para karyawan,
para investor & pemegang saham (publik internal), konsumen, pemerintah dan komunitas
(publik eksternal).
PENGELOLAAN HUBUNGAN DENGAN KARYAWAN
Hubungan dengan karyawan
Yang dimaksud dengan karyawan adalah orang-orang dalam perusahaan yang tidak
memegang jabatan struktural dan program komunikasi yang ditujukan kepada mereka disebut
komunikasi internal. Suatu perusahaan/organisasi harus menyelenggarakan komunikasi internal
yang baik, karena komunikasi internal bukan hanya memperlancar kegiatan saja tapi justru yang
menggerakkan perusahaan/organisasi tersebut.
Komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan para karyawannya akan dapat
memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran perusahaan/organisasi. Seorang
manajer PR yang bertugas membantu manajemen perusahaan/organisasi dalam
menyelenggarakan komunikasi internal yang baik harus menguasai masalah dasar
perusahaan/organisasi dan teknik-teknik komunikasi. Ia juga harus merumuskan dengan tepat
program PR internalnya untuk jangka pendek maupun panjang dari sudut pandang yang luas.
Tugas ini menjadikan PR berhubungan dengan hampir setiap anggota organisasinya.
Yang perlu diketahui oleh seorang PR bahwa dalam perusahaan/organisasi, komunikasi
berlangsung secara vertikal, horizontal dan diagonal.
Komunikasi Vertikal
Vertical Communication merupakan komunikasi yang dilakukan oleh pegawai bawahan
kepada atasan maupun sebaliknya, pegawai atasan kepada bawahan. Komunikasi vertikal ke atas
(vertical upward communication) baik melalui telepon maupun surat, bersifat resmi dan
sungguh-sungguh. Dan pesan-pesan yang dikomunikasikan umumnya bersifat informatif.
Sedangkan komunikasi vertikal ke bawah (vertical downward communication), pesan-pesannya
lebih bersifat instruktif di samping bernada resmi dan sungguh-sungguh.
Komunikasi Horizontal
Horizontal Communication adalah komunikasi antara seorang pegawai dengan pegawai
lain yang sama kedudukannya, misalnya antara seorang kepala bagian dengan kepala bagian
lainnya, contohnya antara seorang manajer produksi dengan manajer pemasaran. Dalam situasi
seperti itu, meskipun dalam situasi kerja, komunikasi dapat berlangsung lancar. Misalnya dalam
percakapan telepon, tampak adanya keakraban yang tidak jarang diselingi tawa karena kedua
orang yang sedang berkomunikasi itu saling mengenal dan memiliki kedudukan yang setara.
Komunikasi Diagonal
Diagonal Communication atau komunikasi silang ialah komunikasi yang berlangsung
antara seorang pegawai dari sebuah departemen dengan pegawai dari departemen lainnya dalam
kedudukan yang berbeda, dalam arti yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya, misalnya
percakapan antara manajer pemasaran kepada supervisor produksi. Situasi komunikasi pada jalur
ini umumnya tidak leluasa seperti pada jalur horizontal, tetapi juga tidak kaku seperti pada jalur
vertikal.
Alasan praktisi PR perlu menangani karyawan:
Meskipun kedudukan karyawan dalam pengambilan keputusan tidak besar, tetapi jumlah
mereka adalah yang paling banyak di dalam perusahaan. Karena secara struktural lemah, para
karyawan cenderung membentuk kelompok informal untuk membela kepentingan mereka.
Persatuan kuat di antara mereka dapat membahayakan manajemen jika mereka tidak
mendapatkan perhatian yang layak. Namun bila mereka diperhatikan dengan baik, maka
persatuan mereka justru akan dapat membantu manajemen saat diperlukan ataupun pada situasi
krisis, misalnya.
Seperti pernah dibahas sebelumnya, rumor sangat mudah beredar di antara karyawan bila saluran
komunikasi yang semestinya ditutup. Terutama rumor mengenai masalah gaji, tunjangan,
kenaikan jabatan ataupun PHK. Karena itu, saluran komunikasi resmi seharusnya juga memuat
informasi yang dibutuhkan mereka agar mereka tidak mencarinya melalui grapevine.
Karyawan adalah ujung tombak perusahaan, terutama perusahaan jasa. Hanya dengan
memberikan perhatian yang baik, perusahaan akan dapat memperbaiki pelayanannya.
Di negara-negara berkembang, karyawan merupakan sumber suara potensial dalam pemilihan
umum, sehingga pemerintah yang sedang berkuasa sering membela kepentingan mereka.
Contohnya menaikkan standar upah minimum, peningkatan fasilitas kerja, dan sebagainya.
Pers umumnya sangat bersimpati pada karyawan yang hak-haknya dilanggar oleh pihak
manajemen. Peristiwa PHK yang tidak adil dapat merusak citra perusahaan bila diangkat oleh
pers dan menjadi berita utama.
Melihat hal-hal di atas, sangat jelas bahwa karyawan merupakan suatu kekuatan dalam
perusahaan yang perlu mendapatkan perhatian lebih.
Pengelolaan hubungan dengan karyawan pada saat krisis
Pada saat krisis menyerang perusahaan/organisasi, sangatlah vital untuk terus
memberikan informasi kepada seluruh karyawan tentang situasi dan perkembangannya. Jangan
sampai mereka mengetahui berita mengenai krisis yang menimpa perusahaan/organisasi mereka
melalui media, seperti yang sering terjadi akibat pihak manajemen menutup-nutupi peristiwa
yang sebenarnya terjadi. Para karyawan merupakan duta organisasi/ perusahaan dan mereka
harus diposisikan untuk menjelaskan kepada para konsumen/ pelanggan, keluarga dan teman-
teman mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaan/organisasi mereka.
Dalam menghadapi karyawan, departemen PR dapat meminta dukungan dari departemen
Personalia karena mereka yang lebih mengetahui teknis hukum kepegawaian.
Para karyawan ini seharusnya memiliki akses terhadap pernyataan-pernyataan perusahaan
kepada pers sebelum pernyataan-pernyataan tersebut dikeluarkan. Jika memungkinkan, briefing
harus dilakukan untuk memberikan kesempatan mereka untuk bertanya. Alternatif lainnya,
mereka dapat terus diberi informasi melalui e-mail (intranet), surat dari manajemen senior,
buletin (newsletter) yang dicetak atau majalah dinding. Dengan karyawan, penting untuk
mendapatkan kesadaran mereka bahwa masalah yang sedang menimpa perusahaan/organisasi
juga menjadi masalah mereka, karena bila terjadi sesuatu dengan perusahaan, mereka juga yang
akan terkena dampaknya.
Perusahaan/organisasi harus jujur dan terbuka tentang keputusan-keputusan yang sudah diambil
untuk memecahkan masalah serta berbagi rencana “pemulihan” dengan para karyawan. Dan
jangan lupa untuk terus memberitahukan perkembangan situasi secara teratur (Regester &
Larkin, 2003:198).
Juga harus ada kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan/organisasi yang menjelaskan
bagaimana peran karyawan untuk menjelaskan tentang situasi krisis kepada media. Sangat tidak
mungkin dan salah jika perusahaan/organisasi mencoba untuk mengekang para karyawan, tetapi
setidaknya mereka diharapkan dapat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka jika mereka
sadar akan kebijakan perusahaan.
Contoh pengumuman kebijakan
“Jika kalian didekati oleh seorang anggota pers untuk berkomentar tentang aspek-aspek kegiatan
perusahaan, tolong katakan bahwa kalian bukanlah orang yang tepat untuk membantu
permintaan mereka dan para wartawan seharusnya mengkontak kantor pers di Crisis Center
perusahaan.”
Bila peristiwa krisis yang terjadi di perusahaan melibatkan karyawan sebagai korbannya,
yang harus diperhatikan perusahaan adalah bagaimana memberikan informasi kepada keluarga
karyawan tersebut karena hal ini sering terlupakan dalam manajemen komunikasi krisis.
Perusahaan-perusahaan yang sangat rawan terhadap peristiwa krisis seperti perusahaan
konstruksi, pertambangan, transportasi hingga perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik
sebaiknya meminta karyawannya mengisi form tentang siapa dari keluarga karyawan yang harus
dihubungi perusahaan jika sampai terjadi kecelakaan terhadap karyawan tersebut. Dan data ini
harus terus diperbaharui mengingat situasi keluarga karyawan pasti mengalami perubahan
sehingga perusahaan tidak salah alamat dalam pemberitahuan kepada keluarga para karyawannya
(Regester & Larkin, 2003:194).
Contoh kekacauan akibat tidak adanya data keluarga karyawan pernah dialami oleh
Occidental Oil dalam tragedi Piper Alpha di Aberdeen ketika para karyawannya yang bekerja di
lepas pantai mengalami musibah. Perusahaan tersebut tidak memiliki data yang akurat tentang
siapa keluarga karyawan yang harus pergi ke Aberdeen. Ternyata beberapa di antara karyawan
yang bekerja di lepas pantai tersebut memiliki istri lebih dari satu orang, sehingga dapat
dibayangkan kekacauan yang terjadi ketika mereka berkumpul di satu tempat.
Pertanyaan yang akan diajukan oleh keluarga karyawan tidak akan terlalu jauh berbeda dari
contoh-contoh yang diberikan berikut ini, sehingga perusahaan dapat mempersiapkan
jawabannya jika terjadi kecelakaan pada karyawan perusahaannya:
Apakah suami/istri/orang tua/anak kami ada di lokasi kejadian ketika kecelakaan terjadi?
Kalau ya, apakah ia selamat?
Jika dia terluka, di manakah dia sekarang dan kapan kami bisa berbicara
kepadanya/menjenguknya?
Jika dia memang terluka, seberapa parahkah lukanya dan sekarang dirawat di mana?
Apakah perusahaan akan membantu kami mendatangi lokasi kejadian/tempat keluarga kami
dirawat?
Jika yang terjadi adalah hal yang terburuk, yaitu kematian karyawan perusahaan, informasinya
jangan pernah disampaikan melalui telepon. Seorang wakil senior dari perusahaan harus
mendatangi keluarga karyawan, mungkin dengan ditemani oleh pihak yang berwenang seperti
polisi atau wakil dari rumah sakit, untuk memberitahukan berita duka tersebut langsung kepada
keluarga karyawan yang bersangkutan.

Pengelolaan Hubungan dengan Investor dan Pemegang Saham


Para investor dan pemegang saham merupakan publik internal. Namun yang disebut
sebagai investor bukan hanya para individu yang membeli surat-surat berharga saja, tetapi juga
para analis investasi (yang memberi nasihat dan petunjuk untuk membeli atau tidak membeli
surat berharga tertentu) dan pembeli partai besar yang merupakan suatu lembaga atau badan
usaha (perusahaan yang khusus bergerak dalam usaha jual beli surat-surat berharga di bursa),
yakni antara lain Yayasan Dana Pensiun, perbankan, perusahaan asuransi dan lembaga trust
(Jefkins, 2003:83-84).
Di kebanyakan negara yang baru memulai pembangunan industrinya, pemegang saham
memiliki kekuasaan yang sangat besar terutama bila perusahaan tersebut belum go public.
Namun bila perusahaan tersebut sudah go public dan tidak ada lagi konsentrasi kepemilikan
saham pada pihak tertentu, manajemen akan dapat lebih berkuasa (Kasali, 2003:66-67).
Seorang praktisi PR perlu merencanakan dan menjalankan program komunikasi keuangan untuk
menjalin hubungan yang baik dengan para investor & pemegang saham serta menjaga
kepercayaan mereka terhadap perusahaan.
Program komunikasi keuangan biasanya bertolak dari ‘kalender keuangan’, yakni (Beard,
2004:11; Effendy, 2002:110-111):
1. Produksi laporan dan catatan keuangan perusahaan
2. Pengumuman hasil periode awal dan pertengahan masa kerja
3. Dokumen-dokumen untuk pertemuan dengan para pialang dan pemegang saham
4. Pengorganisasian pertemuan tahunan dan kegiatan lain yang berhubungan dengannya.
5. Pertemuan berupa tatap muka dengan para investor dan perjalanan keliling para pemegang
saham perorangan
6. Presentasi kepada para kreditor dan pihak media
7. Majalah/buletin perusahaan untuk publik eksternal
8. Laporan tahunan yang lebih berisi mengenai kegiatan perusahaan secara umum dan semua
aspek dalam kehidupan perusahaan (bukan laporan keuangan)
Jika suatu perusahaan gagal memberi informasi yang baik dan teratur kepada para
investor & pemegang saham sehingga hubungannya menjadi tidak harmonis, maka harga
sahamnya bisa merosot tajam yang pada akhirnya akan mengancam kelangsungan perusahaan
tersebut.

Pengelolaan hubungan dengan para investor & pemegang saham pada saat krisis
Para investor & pemegang saham adalah stakeholder internal yang sangat penting setelah
karyawan. Kesalahan dalam mengelola hubungan dengan para investor & pemegang saham pada
saat krisis menyerang perusahaan bisa berakibat fatal. Mereka menjadi kehilangan kepercayaan
pada perusahaan dan menjual saham/melepas investasi mereka, sehingga harga saham
perusahaan jatuh dan mudah diakuisisi oleh perusahaan lain yang jauh lebih kuat.
Untuk memberitahukan situasi krisis, perusahaan dapat mengadakan pertemuan secara periodik
dan menyiapkan berbagai data tertulis yang memberitahukan perkembangan perusahaan dalam
mengatasi krisis, terutama adalah masalah keuangan perusahaan. Dalam hal ini, departemen PR
sebaiknya bekerja sama dengan Corporate Secretary yang lebih paham mengenai seluk beluk
saham, terutama jika perusahaan sudah go public.
Jika pertemuan secara periodik sulit dilakukan, mereka tetap harus diberi informasi mengenai
perkembangan perusahaan mengatasi krisis melalui laporan yang teratur, bisa melalui e-mail,
surat tertulis dari manajemen perusahaan ataupun buletin (newsletter).
Selain itu, dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), masalah krisis yang telah
terjadi harus dilaporkan dan dibicarakan dengan para investor & pemegang saham karena sangat
berbahaya apabila mereka mendapatkan informasi tersebut dari pihak lain, seperti dari jurnalis
keuangan misalnya.
Bila krisis yang terjadi adalah akibat penawaran yang tidak diinginkan dari perusahaan
lain untuk mengakuisisi perusahaan kita atau disebut dengan hostile takeover, langkah awal kita
adalah membagi kategori para pemegang saham ini berdasarkan ukurannya, yaitu apakah mereka
perorangan, institusi atau calon pembeli saham. Kemudian juga dibagi kategorinya berdasarkan
area geografis serta rata-rata lamanya mereka menjadi pemegang saham perusahaan. Hak-hak
atas hukum untuk menemukan identitas para investor di belakang calon pemegang saham harus
diminta dan firma-firma broker yang terlibat dalam transaksi saham yang lebih besar harus terus
dimonitor (Regester, 1996:160-161).
Pengetahuan tentang ukuran pemegang saham serta detil tipe-tipe mereka akan
memberikan indikasi yang baik tentang kemana arah pengambilan suara. Penyebaran geografis
akan memberikan ide di daerah mana iklan perusahaan akan mengambil perannya. Sedangkan
lamanya waktu mereka menjadi pemegang saham perusahaan akan menunjukkan kesetiaan
mereka pada perusahaan. Jika misalnya, sebagian besar pemegang saham perusahaan telah
menjadi pemegang saham selama lima tahun tetapi harga saham, profit atau pertumbuhan
dividen telah jatuh selama masa periode yang sama, kesetiaan pemegang saham bisa
dipertanyakan bila mereka mendapat penawaran pembelian saham yang menarik dari pihak yang
ingin mengakuisisi perusahaan kita (Regester, 1996:161).
Untuk masalah di atas, perusahaan juga harus mengadakan pertemuan secara periodik dengan
para pemegang saham tersebut, baik yang perorangan maupun yang institusi, dan memberikan
presentasi yang komprehensif tentang strategi bisnis perusahaan. Selain itu, pertemuan periodik
juga dapat dilakukan dengan para pialang saham dan para jurnalis keuangan yang dapat
membantu menaikkan citra perusahaan karena para pemegang saham biasanya lebih
mempercayai pihak ketiga ini dibandingkan orang dalam perusahaan.
Survey tentang sikap pemegang saham juga dapat dilakukan untuk terus memantau kesetiaan
mereka terhadap perusahaan. Selain itu, data kunci tentang seluruh pemegang saham ini harus
terus diperbaharui, termasuk data finansial per saham dan ramalan kinerja perjualbelian saham.

Anda mungkin juga menyukai