Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KELOMPOK V

Shalat Jenazah
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Ibadah
Dosen Pengampu: Zulfadhli Sultani, M.Sc

Disusun Oleh :
Chadijah (2017353917) - Akuntansi
Muhamad Vikrie (2017353924) – Akuntansi
Moh Hasbiallah (2015024350) - Manajemen

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS


AHMAD DAHLAN
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah kelompok V
tentang “Shalat Jenazah”. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan
untuk junjungan Nabi besar, yaitu Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan
keluarganya yang telah menyampaikan ajaran agama islam untuk kita semua.
Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-
banyaknya untuk Bapak Zulfadhli Sultani, M.Sc selaku dosen mata kuliah
Praktikum Ibadah yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga berharap dengan
sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait materi “Shalat Jenazah”.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Jakarta, Juli 2019

Kelompok V

1|Page
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I – Pendahuluan
1. Latar Belakang 3
2. Rumusan Masalah 4
3. Tujuan 4
Bab II – Pembahasan
A. Pengertian Shalat 5
B. Syarat dan Rukun Shalat Fardhu 6
C. Waktu dan Bacaan Niat Shalat Fardhu 7
D. Manfaat Shalat Fardhu 9
E. Macam-macam Shalat Sunnah 9
F. Pengertian Shalat Jenazah 13
G. Hukum Shalat Jenazah 13
H. Syarat Shalat Jenazah 14
I. Sunnah Shalat Jenazah 14
J. Tata Cara Shalat Jenazah 15
Bab III – Penutup
A. Simpulan 26
B. Saran 26
Daftar Pustaka 27

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Shalat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan
shalat merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan
Tuhan-Nya sebagai suatu bentuk ibadah yang di dalamnya terdapat
sebuah amalan yang tersusun dari beberapa ucapan dan perbuatan yang
diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, dan
dilakukan sesuai dengan syarat maupun rukun shalat yang telah
ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30).
Shalat terdiri dari shalat fardhu (wajib) dan shalat sunnah. Shalat
fardhu (wajib) sendiri terdiri atas 5 waktu antara lain subuh, dzuhur,
ashar, maghrib dan isya’. Shalat dapat membentuk kecerdasan spiritual
bagi siapa saja yang melakukannya (Agustian, 2001).
Selain itu mempelajari shalat merupakan kewajiban bagi setiap
muslim, karena shalat adalah bentuk pengabdian manusia kepada
Allah SWT yang wajib dilaksanakan agar didalam setiap kegiatannya
selalu diberikan keberkahan, kebaikan, kemudahan, dan jalan keluar
dari kesulitan yang menimpa.
Adapun manfaat dari melaksanakan shalat menurut Imam Ja’far
Al-Shadiq antara lain yaitu mengajarkan bagaimana agar kita selalu
mengawali suatu perbuatan dengan niat yang baik, dan ini bisa
tercermin dari sebelum memulai shalat kita harus selalu mengawalinya
dengan niat. Selain itu manfaat shalat yang lainnya yaitu dapat
memperkuat iman, membangun akhlak yang baik dan moralitas yang
tinggi, mengajarkan tentang kesabaran, serta dapat mencegah dari
segala perbuatan yang keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut/29:45).
Dalam Islam, Shalat menempati kedudukan yang tidak dapat
ditandingi oleh ibadah lainnya. Selain termasuk rukun islam, yang
berarti tiang Agama, Shalat juga termasuk Ibadah yang pertama
diwajibkan Allah kepada Nabi Muhammad ketika Mi’raj.

3|Page
Disamping itu, Shalat memiliki tujuan yang tidak terhingga.
Tujuan Hakiki dari Shalat, sebagaimana dikatakan Al-jaziri, adalah
tanda hati dalam rangka mengagungkan Allah sebagai pencipta.
Disamping itu Shalat juga merupakan bukti takwa Manusia kepada
Khaliknya. Dalam salah satu ayat-Nya menyatakan bahwa Shalat
bertujuan menjauhkan orang dari keji dan munkar. (Materi Pendidikan
Agama Islam. 2001: 23-24)
Banyak hadits yang menyatakan tentang Hakikat shalat, misalnya:
”Sesungguhnya shalat itu adalah tiang Agama. Barangsiapa
menegakkannya, berarti Dia menegakkan Agama, dan barangsiapa
meninggalkannya, berarti dia merobohkannya”. Akan tetapi,hakikat
shalat bukan hanya tindakan dan ucapan tertentu, tetapi juga harus
disertai dengan kesadaran hati. (Shalat dalam Persfektif Sufi. 2002:
77).

2. Perumusan Masalah
1. Pengertian Shalat
2. Macam-macam Shalat ( Wajib & Sunnah )
3. Shalat Jenazah

3. Tujuan
Tujuan ditulisnya Makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas
mata Kuliah Praktikum Ibadah, juga untuk memaparkan Materi
mengenai Ibadah Shalat.

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat
Pengertian shalat secara etimologi berarti do’a dan secara
terminologi atau istilah dari para ahli fiqih membagi arti shalat
secara lahir dan hakiki. Shalat secara lahiriah berarti perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam,
dan dengan itu kita beribadah kepada Allah SWT menurut syarat
dan rukun yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88).
Dan secara hakikinya shalat ialah “berhadapan hati (jiwa)
kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta
menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan
kekuasaan-Nya” dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya”
(Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Shalat juga diartikan sebagai salah satu sarana komunikasi
antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya, sebagai bentuk ibadah
yang di dalamnya terdapat amalan yang tersusun dari beberapa
ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram dan
diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun shalat
yang telah ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30). Maka dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat ialah
merupakan salah satu ibadah kepada Allah, yang berupa
perkataan/ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang diawali
dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam menurut syarat
dan rukun shalat yang telah ditentukan dalam islam. Sedangkan
shalat fardhu atau yang biasa disebut shalat wajib 5 waktu adalah

5|Page
shalat yang hukumnya fardhu (wajib), dimana shalat yang wajib
dilaksanakan oleh semua umat muslim dan dikerjakan pada 5
waktu yaitu: subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’.

B. Syarat dan Rukun Shalat Fardhu (wajib)


1. Berikut beberapa syarat wajib shalat yang harus dipenuhi:
a. Beragama Islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Telah sampai dakwah islam kepadanya
e. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya
2. Rukun-rukun yang harus di jalankan dalam shalat, yakni :
a. Niat
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbiratul ikhram
d. Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
e. Ruku’/membungkuk dengan tuma’ninah
f. I'tidal setelah ruku’ dengan tuma'ninah
g. Sujud dengan tuma’ninah
h. Duduk di antara dua sujud dengan tuma'ninah
i. Sujud kedua dengan tuma'ninah
j. Tasyahud Akhir dan duduk tasyahud
k. Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan tasyahud akhir
l. Salam
m. Urut dalam rukun-rukun yang ada
Dalam islam terdapat syarat-syarat dan rukun-rukun shalat fardhu
(wajib) dimana syarat dan rukun shalat haruslah dijalankan agar sesuai
dengan syari’at islam.
3. Hal-hal yang membatalkan Shalat
a. Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja
b. Meninggalkan salah satu syarat
c. Banyak Bergerak

6|Page
d. Makan dan Minum

C. Waktu dan Bacaan Niat Shalat Fardhu (wajib)


Shalat fardhu ada 5 waktu dan masing masing mempunyai
waktu yang di tentukan. Setiap umat islam diperintahkan untuk
menunaikan shalat-shalat itu di dalam waktunya masing masing.
Adapun waktu shalat fardhu (wajib) yang ditentukan dalam islam
adalah sebagai berikut:
1. Shalat Subuh
Waktunya dimulai dari terbitnya fajar shidiq, hingga terbitnya
matahari. Yaitu antara pukul 04.00 – 5.30 pagi. Shalat subuh
terdiri dari 2 raka’at.
Niat Shalat Subuh:
‫ )إِّ َما ًما( ِّل ِِّ ِّل تَعَالَى‬/ (‫صبْحِّ َر ْكعَتَي ِّْن ُم ْستَ ْقبِّ َل اْ ِّلق ْبلَ ِّة اَدَا ًء ) َمأْ ُم ْو ًما‬ َ ْ‫ى فَر‬
ُّ ‫ض ال‬ َ ُ‫ا‬
ْ ‫ص ِّل‬

Ushalli fardhash-shubhi rak'ataini mustaqbilal-qiblati adaa'an


(ma'muuman / imaaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku berniat melakukan shalat fardhu subuh 2 raka’at,
dengan menghadap qiblat (ma’muman/imaman) karena Allah
ta’ala.
2. Shalat Dzuhur
Dilakukan pada waktu matahari mulai condong ke arah barat
hingga panjang suatu benda menjadi sama dengan benda itu
sendiri. Yaitu antara pukul 12.00 – 15.00 siang. Shalat dzuhur
terdiri dari 4 raka’at.
Niat Shalat Dzuhur:
‫ )إِّ َما ًما ِّل ِِّ ِّل تَعَالَى‬/ (‫ت ُم ْستَ ْقبِّ َل اْ ِّلق ْبلَ ِّة اَدَا ًء ) َمأْ ُم ْو ًما‬ ُّ ‫ض‬
ٍ ‫الظ ْه ِّراَرْ بَ َع ر َكعَا‬ َ ْ‫ى فَر‬ َ ُ‫ا‬
ْ ‫ص ِّل‬

Ushalli fardhazh-zhuhri arba'a raka'aatim mustaqbilal-qiblati


adaa'an (ma'muman / imaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku berniat melakukan shalat fardhu dzuhur 4 raka’at,
dengan menghadap qiblat (ma’muman/imaman) karena Allah
ta'ala.
3. Shalat Ashar

7|Page
Waktunya dimulai setelah waktu dzuhur berakhir hingga
matahari terbenam. Antara pukul 15.00-18.00 sore. Shalat
ashar terdiri dari 4 raka’at.
Niat Shalat Ashar:
ِّ / (‫ت ُم ْستَ ْق ِّب َل اْ ِّلق ْبلَ ِّة اَدَا ًء ) َمأْ ُم ْو ًما‬
‫)إ َما ًما( ِّل ِِّ ِّل تَ َعالَى‬ ٍ ‫ض اْل َعص ِّْراَرْ َب َع ر َك َعا‬
َ ْ‫ى فَر‬ َ ُ‫ا‬
ْ ‫ص ِّل‬

Ushalli fardhal-'ashri arba'a raka'aatim mustaqbilal-qiblati


adaa'an (ma'muman / imaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku berniat melakukan shalat fardhu ashar 4 raka’at,
dengan menghadap qiblat (ma’muman/imaman) karena Allah
ta'ala.
4. Shalat Maghrib
Waktunya dimulai sejak terbenamnya matahari hingga
hilangnya mega merah di langit. Yaitu antara pukul 18.00-
19.00 sore. Shalat maghrib terdiri dari 3 raka’at.
Niat Shalat Maghrib:
ِّ / (‫)م أْ ُم ْو ًما‬
‫)إ َما ًما( ِّل ِِّ ِّل تَ َعالَى‬ َ ‫ت ُم ْستَ ْقبِّ َل اْ ِّلق ْبلَ ِّة اَدَا ًء‬ ِّ ‫ض اْل َم ْغ ِّر‬
ٍ ‫ب ثَلََِ ثَ ر َك َعا‬ َ ْ‫ى فَر‬ َ ُ‫ا‬
ْ ‫ص ِّل‬

Ushalli fardhal-maghribi tsalaatsa raka'aatim mustaqbilal-


qiblati adaa'an (ma'muman / imaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku berniat melakukan shalat fardhu maghrib 3
raka’at, dengan menghadap qiblat (ma’muman/imaman) karena
Allah ta'ala.
5. Shalat Isya’
Waktunya dimulai sejak hilangnya mega merah di langit atau
setelah habisnya waktu shalat maghrib hingga terbitnya fajar.
Yaitu antara pukul 19.00 – 04.30 malam. Shalat isya’ terdiri
dari 4 raka’at.
Niat Shalat Isya’:
ِّ / (‫ت ُم ْستَ ْق ِّب َل اْ ِّلق ْبلَ ِّة اَدَا ًء ) َمأْ ُم ْو ًما‬
‫)إ َما ًما( ِّل ِِّ ِّل تَ َعالَى‬ ٍ ‫َاءاَرْ بَ َع ر َك َعا‬ ِّ ْ‫ض ا‬
ِّ ‫لعش‬ َ ْ‫ى فَر‬ َ ُ‫ا‬
ْ ‫ص ِّل‬

Ushalli fardhal-'isyaa'i arba'a raka'aatim mustaqbilal-qiblati


adaa'an (ma'muman / imaman) lillaahi ta'aalaa.

8|Page
Artinya: Aku berniat melakukan shalat fardhu maghrib 4
raka’at, dengan menghadap qiblat (ma’muman/imaman) karena
Allah ta'ala.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa melaksanakan
shalat fardhu (wajib) harus sesuai dengan waktu yang sudah
ditentukan dalam islam, apabila tidak sesuai waktunya maka
berlaku waktu yang tidak diperbolehkan shalat.

D. Manfaat Shalat Fardhu (wajib)


Manfaat shalat fardhu (wajib) bagi anak-anak itu banyak
sekali terutama untuk pembentukan karakternya serta mengajarkan
kedisiplinan. Adapun manfaat shalat fardhu (wajib) bagi anak
diantaranya:
1. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
2. Shalat menjauhkan dari sifat mengeluh dan kikir
3. Shalat mencegah dari berbagai macam kesesatan
4. Shalat menenangkan dan menentramkan hati
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari shalat
sangatlah banyak baik bagi jasmani maupun rohani jika shalat
tersebut dilakukan secara baik dan benar dan teratur.

E. Macam-macam shalat sunah:


1. Shalat Sunah Tahajud
Shalat sunah tahajud adalah shalat yang dikerjakan pada waktu
tengah malam di antara shalat isya’ dan Shalat shubuh setelah
bangun tidur. Jumlah rokaat shalat tahajud minimal dua rokaat
hingga tidak terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya
membaca ayat kursi, surat al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.
2. Shalat Sunah Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan pada pagi hari
antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah

9|Page
roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal dua belas
roka'at dengan satu salam setiap dua roka'at. Manfaat dari shalat
dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama
rejeki. Saat melakukan shalat dhuha sebaiknya membaca ayat-ayat
surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan
al-ikhlas.
3. Shalat Sunah Istikharah
Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya adalah untuk
mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan
hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua.
Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan
dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan akan
memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di
masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan:
- memilih jodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan,
puasa sunah, shodaqoh, zikir, dan amalan baik lainnya.
4. Shalat Sunah Tasbih
Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak
memahasucikan Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas.
Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jika shalat
dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam
salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.
5. Shalat Sunah Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang
yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang
telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta
mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah
taubat dibarengi dengan puasa, shodaqoh dan shalat.

10 | P a g e
6. Shalat Sunah Hajat
Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan
oleh Allah SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar
atau usaha untuk mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat
dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal dua belas bisa kapan
saja dengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik
dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.

7. Shalat Sunah Safar


Shalat safar adalah shalat yang dilakukan oleh orang yang sebelum
bepergian atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk
maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang,
dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat
keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.
8. Shalat Sunah Rawatib.
Shalat sunah rawatib dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu.
Yang sebelum Shalat Fardhu disebut shalat qobliyah, dan yang
setelah shalat fardhu di sebut shalat Ba'diyah. Keutamaannya
adalah sebagai pelengkap dan penambal shalat fardhu yang
mungkin kurang khusu atau tidak tumaninah.
9. Shalat Sunah Istisqho’
Shalat sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan.
dilakukan secara berjamaah saat musim kemarau.
10. Shalat Sunah Witir.
Shalat sunah witir dilakukan setelah sampai sebelum fajar. bagi
yang yakin akan bangun malam diutamakan dilakukan saat
sepertiga malam setelah shalat Tahajud. Shalat witir disebut juga
shalat penutup. biasa dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua
kali salam, dua rakaat pertama salam dan dilanjutkan satu rakaat
lagi.
11. Shalat Tahiyatul Masjid.

11 | P a g e
Shalat tahiyatul masjid ialah shalat untuk menghormati masjid.
Disunnahkan shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk ke
masjid, sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul masjid itu dua raka’at.
12. Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih yaitu shalat malam pada bulan ramadhan
hukumnya sunnah muakad atau penting bagi laki-laki atau
perempuan, boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh pula
berjama’ah.
13. Shalat Hari Raya (Idul Adha dan Idul Fitri).
Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul
fitri adalah tanggal 1 syawal mulai dari terbit matahari sampai
tergeincirnya. Akan tetapi, jika diketahui sesudah tergelincirnya
matahari bahwa hari itu tanggal 1 syawal jadi waktu shalat telah
habis, maka hendaklah shalat di hari kedua atau tanggal 2 saja.
Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.
14. Shalat Dua Gerhana.
Kusuf adalah gerhana matahari dan khusuf adalah gerhana
bulan[4]. Shalat kusuf dan khusuf hukumnya sunnah muakaddah
berdasarkan sabda Nabi saw. Yang artinya :
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana
karena kematian seseorang maupun kehidupannya. Maka apabila
kalian menyaksikan itu, hendaklah kalian shalat dan berdoa kepada
Allah Ta’ala.” (H.R. Syaikhain).
15. Shalat Rawatib.
Shalat rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan
sesudah dholat fardu. Seluruh dari shalat rawatib ini yaitu ada 22
rakaat, yaitu :
a. 2 rakaat sebelum shalat subuh (sesudah shalat
subuh tidak ada shalat sunah ba’diyah).
b. 2 rakaat sebelum shalat zuhur. 2 atau 4 rakaat
sesudah zuhur.

12 | P a g e
c. 2 rakaat atau 4 rakaat sebelum shalat ashar,
(sesudah shalat ashar tidak ada shalat ba’diyah).
d. 2 rakaat sesudah shalat maghrib.
e. 2 rakaat sebelum shalat isya.
f. 2 rakaat sesudah shalat isya.
Shalat-shalat tersebut yang dikerjakan sebelum shalat fardhu,
dinamakan “qobliyah” dan sesudahnya disebut “ ba’diyah”.

F. Pengertian Shalat Jenazah

Shalat jenazah adalah shalat yang hukumnya adalah fardhu kifayah


dan merupakan shalat yang dilakukan dengan 4 kali takbir. Fardhu
kifayah sendiri artinya wajib dan ditujukan oleh orang banyak namun
jika sebagian orang muslim sudah melakukannya maka kewajiban
tersebut telah gugur bagi muslim yang lainnya. Namun jika seluruh
kaum muslimin meninggalkan shalat jenazah maka kaum muslimin
tersebut berdosa.

G. Hukum Shalat Jenazah

Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah berdasarkan keumuman


perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyalati
jenazah seorang muslim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia
berkata:

ِ ‫أن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم كان يُؤتى بالرج ِل المي‬
‫ فيسأل ) هل ترك‬. ‫ عليه الدين‬، ‫ت‬ َّ

)‫ وإال قال ) صلُّوا على صاحبِكم‬. ‫لدَينه من قضاءٍ ؟ ( فإن حدث أنه ترك وفا ًء صلَّى عليه‬

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah didatangkan kepada


beliau jenazah seorang lelaki. Lelaki tersebut masih memiliki hutang.
Maka beliau bertanya: “Apakah ia memiliki harta peninggalan untuk
melunasi hutangnya?”. Jika ada yang menyampaikan bahwa orang
tersebut memilikiharta peninggalan untuk melunasi hutangnya, maka

13 | P a g e
Nabi pun menyalatkannya. Jika tidak ada, maka beliau bersabda:
“Shalatkanlah saudara kalian” (HR Muslim no. 1619).

Bahkan dianjurkan sebanyak mungkin kaum Muslimin menshalatkan


orang yang meninggal, agar ia mendapatkan syafa’at.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ُ ‫ص ِّلي َعلَ ْي ِّه أ ُ َّمةٌ ِّم ْن ْال ُم ْس ِّل ِّمينَ َي ْبلُغُونَ ِّمائَةً ُكلُّ ُه ْم َي ْشفَعُونَ لَهُ ِّإ ََّّل‬
‫ش ِّفعُوا ِّفي ِّه‬ َ ُ‫ت ت‬
ٍ ‫َما ِّم ْن َم ِّي‬

“Tidaklah seorang Muslim meninggal,lalu dishalatkan oleh kaum


muslimin yang jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya
mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa memberikan syafa’at
untuk si mayit” (HR. Muslim no. 947).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

‫شيْئا ً إِال‬ ْ ‫َما ِم ْن َر ُج ٍل ُم ْس ِل ٍم يَ ُموتُ فَيَقُو ُم َعلَى َجنَازَ تِ ِه‬


َ ‫ ال يُ ْش ِر ُكونَ بِاهلل‬،‫أربَعُونَ َر ُجال‬
‫شفَّعَ ُه ُم هللا ُ فِي ِه‬
َ

“Tidaklah seorang Muslim meninggal, lalu dishalatkan oleh empat


puluh orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun,
kecuali Allah akan memberikan syafaat kepada jenazah tersebut
dengan sebab mereka” (HR. Muslim no. 948).

H. Syarat Shalat Jenazah

1. Badannya suci, suci dari hadats kecil dan besar


2. Menghadap ke kiblat
3. Menutupi aurat
4. Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani (Letak
mayat itu sebelah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali kalau
shalat gaib)

I. Sunnah Shalat Jenazah

1. Mengangkat tangan pada setiap takbir


2. Suara direndahkan

14 | P a g e
3. Membaca Ta’awuz
4. Banyak Makmum
5. Banyak Shaf

J. Tata Cara Shalat Jenazah

1. Posisi berdiri

Imam berdiri sejajar dengan kepala mayit lelaki dan bila mayitnya
wanita, imam berdiri di bagian tengahnya. Makmum berdiri di
belakang imam. Sebagaimana dalam hadits Abu Ghalib:

“Al ‘Ala bin Ziyad mengatakan: wahai Abu Hamzah (Anas bin
Malik), apakahpraktek Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam shalat jenazah seperti yang engkau lakukan? Bertakbir 3
kali, berdiri di bagian kepala lelaki dan di bagian tengah wanita?
Anas bin Malik menjawab: iya” (HR. Abu Daud no. 3194, At
Tirmidzi no. 1034, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan
Abi Daud).

2. Jumlah shaf

Sebagian ulama menganjurkan untuk membuat tiga shaf (barisan)


walaupun shaf pertama masih longgar. Berdasarkan hadits:

َ ‫صفُوفٍ فَقَدْ أ َ ْو َج‬


‫ب‬ ُ ُ ‫صلَّى َعلَ ْي ِه ث َ َالثَة‬
َ ‫َم ْن‬

“Barangsiapa yang menshalatkan jenazah dengan membuat tiga


shaf, maka wajib baginya (mendapatkan ampunan)” (HR.
Tirmidzi no. 1028).

Ulama khilaf mengenai derajat hadits ini. Pokok


permasalahannya adalah pada perawi bernama Muhammad bin
Ishaq Al Qurasyi yang merupakan seorang mudallis, dan dalam
hadits ini ia melakukan ‘an’anah. Ada pembahasan di antara para
ulama mengenai ‘an’anah Ibnu Ishaq.

15 | P a g e
Wallahu a’lam, hadits ini lemah karena ‘an’anah Ibnu Ishaq.
Sebagaimana Syaikh Al Albani dalam Dha’if Al Jami‘ (no. 5668)
menyatakan hadits ini lemah.

Maka yang menjadi ibrah (hal yang diperhatikan) adalah


banyaknya jumlah orang yang menyalati sebagaimana dalam
hadits riwayat Muslim, bukan sekedar jumlah tiga shaf.

3. Jumlah takbir dan mengangkat tangan

Takbir shalat jenazah sebanyak empat kali. Ulama ijma akan hal
ini. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:

ْ َ ‫أن رسو َل هللا صلَّى هللا عليه وسلَّم صلَّى على أ‬


‫ فكبَّر عليه أربعًا‬،ِ ‫صح َمةَ النجاشي‬ َّ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menshalati Ash-hamah


An Najasyi, beliau bertakbir empat kali” (HR. Bukhari no. 1334,
Muslim no. 952).

Ulama ijma mengenai disyariatkannya mengangkat tangan untuk


takbir yang pertama. Ibnu Mundzir mengatakan:

“Ulama ijma bahwa orang yang shalat jenazah disyartiatkan


mengangkat tangan di takbir yang pertama” (Al Ijma, 44).

Namun mereka khilaf mengenai mengangkat tangan untuk takbir


selainnya. Yang rajih, disunnahkan untuk mengangkat tangan
dalam setiap takbir dalam shalat jenazah. Berdasarkan riwayat
dari Nafi’ tentang Ibnu Umar radhiallahu’anhu, Nafi’ berkata:

“Ibnu Umar radhiallahu’anhu mengangkat tangannya di setiap


kali takbir dalam shalat jenazah” (HR. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al Mushannaf [11498], dihasankan Syaikh Ibnu Baz dalam
Ta’liq beliau terhadap Fathul Baari [3/227]).

Juga riwayat dari Ibnu Abbas:

16 | P a g e
“Bahwasanya beliau biasa mengangkat kedua tangannya setiap
kali takbir di shalat jenazah” (dishahihkan Ibnu Hajar
dalam Talkhis Al Habir, 2/291).

4. Tempat shalat jenazah

Shalat jenazah lebih utama dilakukan di luar masjid. Sebagaimana


yang umum dilakukan di zaman Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫ َخ َر َج إِلَى‬، ‫ي فِي ْاليَ ْو ِم الَّذِي َماتَ فِي ِه‬


َّ ‫سلَّ َم نَعَى النَّ َجا ِش‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
‫ َو َكب ََّر أ َ ْربَ ًعا‬، ‫ف بِ ِه ْم‬
َّ ‫ص‬ َ ‫ْال ُم‬
َ ‫ص َّلى َف‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengumumkan


kematian An Najasyi di hari ia wafat. Kemudian beliau keluar ke
lapangan lalu menyusun shaf untuk shalat, kemudian bertakbir
empat kali” (HR. Bukhari no.1245).

Namun boleh juga dikerjakan di dalam masjid. Dari Aisyah


radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Demi, Allah! Tidaklah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam menyalatkan jenazah Suhail bin
Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid” (HR Muslim
no. 973).

Dibolehkan bagi orang yang belum sempat menshalatkan jenazah


sebelum dikuburkan, lalu ia melakukan shalat jenazah di
pemakaman. Sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu
Abbas radhiallahu’anhuma:

“Seseorang yang biasa dikunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam telah meninggal. Ia meninggal di malam hari, maka ia
pun dikuburkan di malam hari. Ketika pagi hari tiba, para
sahabat mengabarkan hal ini kepada Rasulullah. Beliau pun
bersabda: apa yang menghalangi kalian untuk segera
memberitahukan aku? Para sahabat menjawab: ketika itu malam

17 | P a g e
hari, kami tidak ingin mengganggumu wahai Rasulullah. Maka
beliau pun mendatangi kuburannya dan shalat jenazah di sana”
(HR. Bukhari no. 1247).

Demikian juga dalam riwayat Muslim:

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berhenti di


sebuah kuburan yang masih basah. Ia shalat (jenazah) di sana
dan menyusun shaf untuk shalat. Beliau bertakbir empat kali”
(HR. Muslim no. 954).

5. Tata cara shalat

a. niat shalat jenazah. Dan niat adalah amalan hati tidak


perlu dilafalkan.
b. takbir yang pertama, membaca ta’awwudz kemudian
Al Fatihah. Berdasarkan keumuman hadits:

ِ ‫ال صالة َ ِل َمن لم يقرأْ بفاتح ِة الكتا‬


‫ب‬

“Tidak ada shalat yang tidak membaca Al Fatihah” (HR.


Bukhari no. 756, Muslim no. 394).

Kemudian riwayat dari Thalhah bin Abdillah bin Auf, ia


berkata:

ِ ‫فقرأ َ بفاتح ِة الكتا‬


:‫ قال‬،‫ب‬ َّ ‫ي‬
َ ،‫َّللا ُ عنهما على ِجنازة‬ َ ‫ض‬
ِ ‫َّاس َر‬
ٍ ‫ابن عب‬
ِ ‫خلف‬
َ ُ‫صليت‬
‫سنَّة‬
ُ ‫ِليَ ْعلموا أنَّها‬

“Aku shalat bermakmum kepada Ibnu Abbas


radhiallahu’anhu dalam shalat jenazah. Beliau membaca Al
Fatihah. Beliau lalu berkata: agar mereka tahu bahwa ini
adalah sunnah (Nabi)” (HR. Bukhari no. 1335).

Dan tidak perlu membaca do’a istiftah / iftitah sebelum Al


Fatihah.

18 | P a g e
c. takbir yang kedua, kemudian membaca shalawat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Berdasarkan hadits dari Abu Umamah Al
Bahili radhiallahu’anhu:

“Bahwa sunnah dalam shalat jenazah adalah imam bertakbir


kemudian membaca Al Fatihah (setelah takbir pertama)
secara sirr (lirih), kemudian bershalawat kepada Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian berdoa untuk mayit
setelah beberapa takbir. Kemudian setelah itu tidak membaca
apa-apa lagi setelah itu. Kemudian salam” (HR. Asy Syafi’i
dalam Musnad-nya [no. 588], Al Baihaqi dalam Sunan Al
Kubra [7209], dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul
Janaiz [155]).

d. takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk


mayit. Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas.
Diantara doa yang bisa dibaca adalah:

ُ ‫ع ْنه ُ َوأ َ ْك ِر ْم نُ ُزلَه ُ َو َو ِس ْع ُمدْ َخلَهُ َوا ْغ ِس ْله‬


َ ‫ْف‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَه ُ َو‬
َ ‫ار َح ْمه ُ َو‬
ُ ‫عافِ ِه َواع‬
ُ ‫ض ِمنَ الدَّن َِس َوأ َ ْبد ِْله‬ َ َ‫ب ْاْل َ ْبي‬ َ ‫اء َوالث َّ ْلجِ َو ْالبَ َر ِد َون َِق ِه ِمنَ ْال َخ‬
َ ‫طايَا َك َما نَقَّيْتَ الث َّ ْو‬ ِ ‫بِ ْال َم‬
ُ ‫ار ِه َوأ َ ْه ًال َخي ًْرا ِم ْن أ َ ْه ِل ِه َوزَ ْو ًجا َخي ًْرا ِم ْن زَ ْو ِج ِه َوأَد ِْخ ْله‬
ِ َ ‫ارا َخي ًْرا ِم ْن د‬ ً َ‫د‬
َ ‫ب ْالقَب ِْر َو ِم ْن‬
ِ ‫عذَا‬
ِ َّ‫ب الن‬
‫ار‬ ِ ‫ْال َجنَّةَ َوأ َ ِعذْه ُ ِم ْن َعذَا‬

“Ya Allah, berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia.


Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah kehormatan
untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia
dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahannya
sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran.
Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya,
keluarga yang lebih baik dari keluarganya semula, istri yang
lebih baik dari istrinya semula. Masukkanlah ia ke dalam
surga, lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab neraka”
(HR Muslim no. 963).

19 | P a g e
‫يرنَا َوذَك َِرنَا َوأ ُ ْنثَانَا‬
ِ ِ‫يرنَا َو َكب‬ َ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل َحيِنَا َو َميِتِنَا َوشَا ِه ِدنَا َوغَائِبِنَا َو‬
ِ ‫ص ِغ‬

“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup di antara kami dan


orang yang telah mati, yang hadir dan yang tidak hadir,
(juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan wanita di
antara kami” (HR At Tirmidzi no. 1024, ia berkata: “hasan
shahih”).

e. takbir keempat. Kemudian diam sejenak atau boleh


juga membaca doa untuk mayit menurut sebagian
ulama. Yang lebih utama adalah diam sejenak dan
tidak membaca apa-apa sebagaimana zhahir dalam
hadits Abu Umamah radhiallahu’anhu.
f. salam. Dan sifat salamnya sebagaimana salam dalam
shalat yang lain. Sebagaimana dalam hadits Ibnu
Mas’ud radhiallahu’anhu:

ُ َّ‫َهن الن‬
‫اس؛‬ َّ ‫ترك‬ َّ
َ ،‫يفعلهن‬ ‫ثالث ِخال ٍل كان رسو ُل هللاِ صلَّى هللا عليه وسلَّم‬
ُ
ِ‫صالة‬ ِ َّ ‫الجنازة ِمثل الت‬
َّ ‫سليم في ال‬ َّ
ِ ‫ التسلي ُم على‬:‫إحداهن‬

“Ada 3 perkara yang dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam benar-benar melakukannya dan kemudian banyak
ditinggalkan orang: salah satunya salam di shalat jenazah
semisal dengan salam dalam shalat yang lain..” (HR. Ath
Thabrani no. 10022, dihasankan Al Albani dalam Ahkamul
Janaiz [162]).

Yaitu salam dilakukan dua kali ke kanan dan ke kiri dan yang
merupakan rukun hanya salam ke kanan saja.

g. Disunnahkan mengangkat tangan pada setiap kali


takbir.
Terdapat hadits yang shahih dari Ibnu Umar secara
mauquf, bahwasanya beliau Radhiyallahu anhuma

20 | P a g e
mengerjakannya. Hadits ini memiliki hukum marfu’,
karena hal seperti ini tidak mungkin dikerjakan oleh
seorang sahabat dengan hasil ijtihadnya.

Ibnu Hajar berkata: “Terdapat riwayat shahih dari Ibnu Abbas,


bahwasanya beliau mengangkat tangannya pada seluruh takbir
jenazah.” [Diriwayatkan oleh Sa’id, di dalam At Talkhishul
Habir (2/147)].

h. Tidak diperbolehkan shalat jenazah pada tiga waktu


yang dilarang untuk mengerjakan shalat.Yaitu ketika
matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika
matahari sepenggalah hingga tergelincir dan ketika
matahari condong ke barat hingga terbenam. Ini
disebutkan sebagaimana di dalam hadits ‘Uqbah bin
‘Amir.

i. Bagi kaum wanita, diperbolehkan untuk menyalatkan


jenazah dengan berjama’ah. Dan tidak mengapa apabila
shalat sendirian, karena dahulu Aisyah Radhiyallahu
anhuma menyalatkan jenazah Sa’ad bin Abi Waqqash.

j. Apabila terkumpul lebih dari satu jenazah dan terdapat


mayat lelaki dan wanita, maka boleh dishalatkan
dengan bersama-sama. Jenazah lelaki meskipun anak
kecil, diletakkan paling dekat dengan imam. Dan
jenazah wanita diletakkan ke arah kiblatnya imam.
Yang paling afdhal di antara mereka, diletakkan di
dekat adalah yang paling dekat dengan imam.

k. Dalam menyalatkan mayit, disunnahkan dengan jumlah


yang banyak dari kaum muslimin. Semakin banyak

21 | P a g e
jumlahnya, maka semakin baik. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

Tidaklah seorang yang mati, kemudian dishalatkan oleh kaum


muslimin, jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya
mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa memberikan
syafa’at untuknya. [HR Muslim].

Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian


dishalatkan oleh empatpuluh orang yang tidak menyekutukan
Allah, niscaya Allah akan memberikan syafa’at kepada mereka
untuknya. [HR Muslim].

l. Apabila seseorang masbuq setelah imam salam, maka


dia meneruskan shalatnya sesuai dengan sifatnya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Apabila dia
salam dan tidak mengqadha’, tidaklah mengapa.
Karena Ibnu Umar berkata,’Tidak mengqadha’. Dan
dikarenakan shalat jenazah merupakan takbir-takbir
yang beruntun ketika berdiri’.” [Lihat Al Mughni
(2/511)].

m. Apabila tertinggal dari shalat jenazah secara


berjama’ah, maka dia shalat sendirian selama belum
dikubur. Apabila sudah dikubur, maka dia shalat
jenazah di kuburnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat jenazah di kuburan
setelah mayat dikuburkan semalam. Suatu ketika
setelah jarak tiga hari dan pernah jarak satu bulan.
Beliau tidak memberikan batas waktu tertentu. [Lihat
Zaadul Ma’ad (1/512)]. Jadi diperbolehkan shalat

22 | P a g e
jenazah di kuburan mayat tersebut dan tidak ada batas
waktu tertentu, dengan syarat bahwa ketika mayat
tersebut mati, orang yang menyalatkan sudah menjadi
orang yang sah shalatnya.

n. Diperbolehkan shalat ghaib bagi mayat yang belum di


shalatkan di tempatnya semula. Karena Nabi
menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal dunia ketika
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui berita
kematiannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Pendapat yang benar, mayat ghaib yang mati di
tempat (di negara) yang belum dishalatkan disana,
maka dishalatkan shalat ghaib. Sebagaimana Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan Najasyi,
karena dia mati di lingkungan orang kafir dan belum
dishalatkan di tempatnya tersebut. Apabila sudah
dishalatkan, maka tidak dishalatkan shalat ghaib,
karena kewajiban sudah gugur. Suatu saat, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayat yang
ghaib, dan juga suatu ketika tidak menyalatkannya.
Beliau mengerjakan dan Beliau meninggalkannya.
Demikian ini merupakan sunnah. Yang satu dalam
keadaan tertentu, dan yang lainnya dalam keadaan yang
berbeda. Wallahu a’lam. Dan ini, juga merupakan
pendapat yang dipilih Ibnul Qayyim rahimahullah.”
[Lihat Zaadul Ma’ad (1/520)].

o. Diperbolehkan untuk menyalatkan mayat yang dibunuh


karena ditegakkan hukum Islam atas diri si mayit.
Sebagaimana di dalam hadits Muslim tentang kisah
wanita Juhainah yang berzina, kemudian bertaubat.

23 | P a g e
Usai dirajam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyalatkannya.

p. Seorang pemimpin kaum muslimin/ahli ilmu dan tokoh


agama tidak menyalatkan orang yang mencuri harta
rampasan perang,atau orang yang mati bunuh diri.
Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau
menyalatkan seorang yang mencuri harta rampasan
perang, akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan para sahabat untuk menyalatkannya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اح ِب ُك ْم‬
ِ ‫ص‬َ ‫صلُّ ْوا َعلَى‬
َ

Shalatkanlah saudara kalian. [HR Abu Dawud].

Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau


menyalatkan orang yang mati karena bunuh diri. Dari Jabir bin
Samurah Radhiyallahu ‘anhu , berkata:

Seseorang yang membunuh dirinya dengan anak panah


didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
kemudian Beliau tidak mau menyalatkannya. [HR Muslim].

Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai


imam (pemimpin), maka Beliau tidak mau menyalatkan supaya
menjadi pelajaran bagi orang yang semisalnya. Akan tetapi,
bagi kaum muslimin wajib untuk menyalatkannya.

q. Demikian pula bagi orang yang mati sedangkan dia


meninggalkan hutang, maka dia juga dishalatkan.

24 | P a g e
r. Shalat jenazah boleh dikerjakan di dalam masjid. Dari
Aisyah Radhiyallahu ‘anha , beliau berkata:

‫ضا َء َوأَ ِخ ْي ِه إِ َّال‬


َ ‫س َه ْي ِل ب ِْن بَ ْي‬ َ ‫سلَّ َم‬
ُ ‫علَى‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلَّى َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫َوهللاِ َما‬
‫فِي ْال َمس ِْج ِد‬

Demi, Allah! Tidaklah Nabi n menyalatkan jenazah Suhail bin


Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid. [HR
Muslim].

Akan tetapi, yang afdhal, dikerjakan di luar masjid, di tempat


khusus yang disediakan untuk shalat jenazah, sebagaimana
pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . [Lihat
Ahkamul Janaiz (106), Asy Syarhul Mumti’ (5/444)].

25 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kata Shalat secara Etimologis, berarti do’a. Adapun shalat secara
Terminologis, adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan
dengan beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam.
Shalat yang yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa dan
berakal adalah lima kali dalam sehari semalam. Mula-mula turunnya
perintah wajib shalat itu adalah pada malam Isra, setahun sebelum tahun
hijriyah.
Selain shalat fardhu, ada juga yang di namakan dengan shalat
sunnah yang diatur tersendiri, baik waktu maupun pelaksanaannya.
Dikatakan orang, bahwa hikmah adanya ajaran shalat sunnah sehabis
shalat fardhu itu adalah agar menjadi penambah shalat fardhu yang
mungkin kurang tanpa di sengaja seperti kurang adabnya dan shalat
sunnah sebelum shalat fardhu agar lebih konsentrasi dalam memasuki
shalat fardhu itu dengan hati yang lapang mengerjakannya dan siap
menghadapinya.

26 | P a g e
Macam-macam dari shalat sunnah itu sendiri adalah diantaranya
shalat Jama’ah, shalat ’Idain, shalat Istisqa, shalat Tahiyatul masjid, shalat
Dhuha, shalat Tahajud, shalat Jum’at, shalat Rawatib.
B. Saran
Sebaiknya sebagai umat islam yang baik kita senantiasa
mendirikan solat, dan menghidupkan sunah rosul dan dilakukan sesuai
yang dicontohkan rosul.

DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/44196-fikih-pengurusan-jenazah-2-shalat-jenazah.html
https://muslim.or.id/6361-rukun-rukun-shalat.html
https://dalamislam.com/shalat/sholat-jenazah
https://almanhaj.or.id/3070-bimbingan-mengurus-jenazah-1.html

27 | P a g e
28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai