Pielolithiasis
Oleh:
Melia Indasari
030.09.149
Pembimbing:
dr. Tri Endah, Sp.U
0
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS UROLOGI
Pielolithiasis
Presentasi Kasus ini diajukan untuk memenuhi persyaratan nilai pada Modul Klinik Bedah
di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Oleh:
Melia Indasari
030.09.149
Pembimbing:
1
STATUS BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa : Melia Indasari Tanda Tangan :
NIM : 030.09.149
Dokter Pembimbing : Dr. Tri Endah Sp.U
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. N Jenis kelamin : Laki -
laki
Umur : 45 tahun Suku bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Lubang Buaya, Cipayung Tanggal masuk RS : 02 Sept
2013
Asuransi : KJS No. Rekam Medis : 885733
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, pada hari tanggal 03 September 2013, hari perawatan ke-2,
pada pukul 08.00 WIB di bangsal ruang 603 Barat RSUD Budhi Asih
Keluhan Utama : nyeri pinggang kanan sejak 9 tahun SMRS
Keluhan Tambahan : sering kali terbangun pada saat malam hari untuk BAK
2
berkemih dan rasa tidak puas setelah berkemih. Pasien mengaku aliran urine pada saat
berkemih lancar, tidak terhambat ditengah-tengah, tidak ada nyeri saat berkemih, tidak ada
urine menetes saat berkemih, tidak pernah mengeluarkan batu kecil ataupun pasir saat BAK,
warna urine juga kekuningan tetapi pancaran urine lemah. Pasien tidak ada mengalami
keringat dingin ataupun menggigil saat nyeri timbul, tidak ada mual muntah, pola BAB
lancar konsistensi lunak. Pasien mengaku tidak ada penurunan berat badan dan nafsu makan
Pasien disarankan dirawat dan direncanakan operasi batu saluran kencing 03 September
2013.
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang perokok aktif sejak usia 15 tahun, 3 bungkus rokok perhari dan
peminum sejak usia 20 tahun sebanyak 1-2 gelas kecil tetapi sudah berhenti minum sejak 9
tahun yang lalu. Pasien jarang berolahraga dan minum air putih dua gelas aqua berukuran
sedang perhari sebelum merasakan gejala seperti ini. Setelah berobat 9 tahun yang lalu,
pasien mulai banyak minum air putih sebanyak 5 liter perhari nya. Pasien tidak sering duduk
lama ataupun berdiri lama sehari-hari.
3
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan gizi : gizi cukup
Postur tubuh : piknikus
Cara berjalan : normal
cara duduk dan berbaring : normal
Sianosis : Tidak ada
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran : Sesuai
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80mmHg
Nadi : 80 x/menit, irama reguler, volume cukup, ekualitas sama
kanan dan kiri
Suhu : 36,60C
Frekuensi napas : 24 x /menit
Berat Badan : 68 kg
Tinggi badan :-
BMI :-
Status Generalis
a) Kepala :
normocephali, bentuk bulat, deformitas (-), warna rambut hitam tipis,
distribusi merata, tak mudah dicabut.
b) Wajah :
Ekspresi sakit sedang, pucat (-), kemerahan (-) sianosis (+), wajah simetris.
c) Mata dan alis mata :
Alis madarosis (-), alis hitam simetris. Xantelasma (-), ptosis (-), lagophtalmos
(-), udem palpebra (-), Pupil bulat reguler isokor (+/+), Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (+/+), RCL (+/+), R (+/+), gerak bola mata normal, LP normal.
d) Hidung :
Bentuk normal, liang hidung lapang sama besar, Simetris, septum deviasi (-),
deformitas (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-/-).
4
e) Telinga :
Telinga Normotia, liang telinga lapang, refleks cahaya membran timpani (+/
+), sekret/serumen/darah (-/-), benjolan dan nyeri tekan sekitar liang telinga (-/-).
f) Mulut :
- Bentuk normal, agak kering, kulit sekitar bibir normal, bibir simetris, sianosis (-)
Kering (-), sianosis (-), anemis (-), tonsil dan faring dalam batas normal
- Gigi dan gusi : oral higiene cukup baik, flek/bolong/karies gigi (-), gusi warna
pink, tanda inflamasi dan perdarahan gusi (-), lidah normoglossi
- Mukosa faring dan tonsil : warna pink tanpa bercak. Ulkus palatum (-), bau napas
(-), detritus dan kriptus tonsil (-)
- Uvula : ditengah, warna pink, hiperemis (-), tonsil ukuran T1/T1
g) Leher :
bentuk & ukuran normal, deviasi trakea (-), KGB & kelenjar thyroid normal,
nyeri tekan (-), kaku kuduk (-). A. Carotis denyut teraba normal, JVP 5 +2 cmH2O,
h) Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-), gibus (-), warna
kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), sinosis (-), spider navy (-),
roseola spot (-), dilatasi vena (-), sternum normal datar, tulang iga &
sela iga normal, Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, tipe
abdominotorakal, retraksi sela iga (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris saat inspirasi dan expirasi,
Perkusi : Sonor. Batas paru dengan hepar, jantung kanan, lambung, jantung kiri
normal.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra,
thrill (-)
Perkusi : sonor. batas jantung dengan paru kanan, paru kiri, batas atas jantung
normal.
Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), BJ III (-). BJ IV (-), ES (-), SC
(-),
OS (-)
i) Abdomen
5
Inspeksi : Normal, datar, simetris, buncit (-), skafoid (-), warna kulit sawo
matang, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), kemerahan (-), spider
navy(-), roseola spot (-), keriput (-), dilatasi vena (-),gerak dinding
perut simetris, tipe pernapasan abdominotorakal
Palpasi : Supel, massa (-), turgor normal, retraksi (-), defence muskular (-),
rigiditas (-), NT (-), NL (-), hepar, lien, vesica vellea normal, undulasi
(-), ginjal ballotement (-)
Perkusi : 4 kuadran abdomen timpani, batas atas dan bawah hepar normal,
shifting dullnes (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
j) Ekstremitas
Atas
Inspeksi : Bentuk, Kulit, Bulu rambut, Jari, Kuku, Telapak tangan, Punggung tangan
Normal
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri, rigiditas & atrofi otot (-), kekuatan otot baik,
Flapping tremor (-), tremor (-) hangat (+/+), oedem (-/-), CRT <2”
Pemeriksaan reflex fisiologis: Biceps dan triceps (+)
Bawah
Inspeksi : bentuk, kulit, bulu rambut, jari, kuku, telapak kaki normal, kelemahan otot
(-), koordinasi gerakan baik
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri normal, rigiditas & atrofi otot (-), kekuatan otot
baik, Akral hangat (+/+), oedem (-/-),
Reflex fisiologis : Reflex Patella dan Achilles (+)
Reflex patologis : Babinski (-), Oppenheim (-), Gordon (-), schaeffer (-), chaddok (-)
Rangsang meningeal : Kaku kuduk, Brudzinsky 1 & II, Laseq, Kernig (-).
Status Lokalis
Ginjal pada region costovertebral
- Inspeksi : dalam batas normal
- Palpasi : ballotement (-); nyeri tekan (+)
- Perkusi : nyeri ketuk (+)
Ureter pada region suprapubik
- Palpasi : nyeri tekan (-)
Vesica urinaria pada region suprapubik
- Inspeksi : dalam batas normal
6
- Palpasi : tidak teraba buli, nyeri tekan (-)
- Perkusi : nyeri ketuk (-)
Uretra/OUE pada region genitalia eksterna
- Inspeksi : tanda radang (-); nanah/darah/ektropion pada OUE (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
Ginjal : Besar, bentuk normal
Tampak batu di medula dextra 8.5 mm
Pelviocalices dextra sedikit dilatasi
8
BNO supine : tampak batu radioopaque di
paravertebral kanan setinggi L2 dengan ukuran 9 x 8 cm dan tampak batu radioopaque di
paravertebral kanan setinggi L3 dengan ukuran 2 x 6 cm
BNO IVP
5’ : kontur ginjal tidak terlihat
tampak batu radioopaque di paravertebral kanan setinggi L2 dengan ukuran 9
x 8 cm dan tampak batu radioopaque di paravertebral kanan setinggi L3
dengan ukuran 2 x 6 cm
10’ : calyx renalis dextra dan sinistra mulai terlihat terisi dengan kontras
tampak batu radioopaque di paravertebral kanan setinggi L2 dengan ukuran 9
x 8 cm dan tampak batu radioopaque di paravertebral kanan setinggi L3
dengan ukuran 2 x 6 cm
20’ : calyx renalis dextra sudah penuh terisi kontras
ureter proximal dextra sudah tampak sebagian terisi kontras
30’ : vesika urinaria sudah terlihat terisi kontras
60’ : vesika urinaria sudah terisi penuh dengan kontras, batas dinding buli tampak
reguler, tidak ada indentasi, filling defect (-), additional defect (-)
Post void : pengosongan kontras sebagian di vesika urinaria
9
Laboratorium: 30 Agustus 2013
10
pH 6.0 4.6 – 8
Berat jenis <=1.005 1005 – 1030
Albumin urine Negatif Negatif
Urobilinogen 0.2 E U. /dL 0.1 – 1
Nitrit Negatif Negatif
Darah 1+ * Negatif
Esterase Leukosit 1+ * Negatif
Sedimen urin
Leukosit 6-8 / LPB * <5
Eritrosit 1-3 / LPB <2
Epitel + /LPB Positif
Silinder Negatif /LPK Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif /LPB Negatif
02 September 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi Rutin 2
Leukosit 12.2* ribu/µl 3.8 – 10.6
Hemoglobin 15.6 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit 47 % 40 – 52
Trombosit 354 ribu/µl 150 – 440
Faal Hemostasis
Waktu Perdarahan 2.00 menit 1-6
11
Waktu pembekuan 12.00 menit 5-15
Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
Glukosa Darah CITO 88 mg/dL <110
D. RESUME
Pasien laki-laki, usia 42 tahun datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Budhi Asih
dengan keluhan nyeri di pinggang kanan sejak 9 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul, nyeri timbul sewaktu-waktu bisa pada saat tidur ataupun sedang duduk. Nyeri dari 9
tahun sampai sekarang dirasakan pasien semakin bertambah dan nyeri tersebut hanya pada
satu tempat saja/ tidak menjalar. Pasien juga mengeluh sering kali terbangun pada saat malam
hari untuk BAK. Pasien mengaku bisa BAK dengan jumlah 20x perhari nya tetapi dengan
urine yang sedikit saat berkemih. Pasien mengaku aliran urine pada saat berkemih lancar,
tidak terhambat ditengah-tengah, tidak ada nyeri saat berkemih, tidak ada urine menetes saat
berkemih, tidak pernah mengeluarkan batu kecil ataupun pasir saat BAK, warna urine juga
kekuningan tetapi pancaran urine lemah. Pasien tidak ada mengalami keringat dingin ataupun
menggigil saat nyeri timbul, tidak ada mual muntah, pola BAB lancar konsistensi lunak.
Pasien mengaku tidak ada penurunan berat badan dan nafsu makan. Pasien disarankan
dirawat dan direncanakan operasi batu saluran kencing. Keluarga ada yang mengalami hal
yang sama seperti ini (adik kandung pasien). Riwayat kebiasaan pasien adalah seorang
perokok aktif sejak usia 15 tahun, 3 bungkus rokok perhari dan peminum sejak usia 20 tahun
sebanyak 1-2 gelas kecil tetapi sudah berhenti minum sejak 9 tahun yang lalu. Pasien jarang
berolahraga dan minum air putih dua gelas aqua berukuran sedang perhari sebelum
merasakan gejala seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis region costovertebral didapatkan ginjal terdapat
nyeri tekan (+) dan nyeri ketuk (+).
Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan darah (+) dan lekosit esterase (+). Pada
pemeriksaan USG ginjal tampak batu di medula dextra 8.5 mm, pelviocalices dextra sedikit
dilatasi yang menunjukan gambaran batu ginjal kanan dan adanya pelviocaliectasis dextra
ringan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan batu radioopaque di paravertebral kanan
setinggi L2 dengan ukuran 9 x 8 cm dan tampak batu radioopaque di paravertebral kanan
setinggi L3 dengan ukuran 2 x 6 cm
E. DIAGNOSIS KERJA
12
Pielolithiasis dextra
F. DIAGNOSIS BANDING
- BPH
dasar : pria, usia tua, frekuensi BAK sering, volume sedikit, nokturi,
tidak ada air kencing yang menetes, ada rasa tidak puas setelah berkemih dan
pancarannya lemah.
tidak mendukung : nyeri pinggang, muncul jika minum sedikit dan hilang setelah
minum obat dan minum air yang banyak, RT batas atas prostat teraba.
- Tumor ginjal
Dasar : =BPH
Tidak mendukung : penurunan BB (-), tidak ada penurunan fungsi ginjal
- HNP
Dasar : nyeri pinggang
Tidak mendukung : gejala obstruktif saluran kemih (+)
G. PENATALAKSANAAN
Ruang perawatan
Persiapan puasa 24 jam pro op extended pyelolithotomy + pasang dj stent
Cefoperazone 1 G pre op
Pasang infus asering/24 jam
Operatif
- Dilakukan operasi extended pyelolithotomy + pasang dj stent tanggal 03 Agustus
2013
Didapatkan batu berukuran 18 mm x 16 mm
14
3 BAB (-) Mobilisasi aktif + extended besok
sudah 3 TD: 120/70mmHg pyelolithot Sopirome 2x1g IV
hari N: 72x/menit omy H+4 Kaltrofen supp 2x1
RR: 24x/menit
S: 36,5oC
Luka operasi baik,
membesar (-), terdapat
bulae disekitar operasi
Drain minimal
07/09/201 Keluhan (-) KU : baik/CM Post op Aff drain
3 Mobilisasi aktif + extended Boleh pulang,
TD: 120/70mmHg pyelolithot kontrol ke poli
N: 80x/menit omy H +5 bedah urologi rabu
RR: 20x/menit 11/09/13
S: 36,5oC Th/ pulang :
Luka operasi baik Cefspan 2 x 100 mg
Drain: - Ranitidin 2x1
Kaltrofen tab 2x1
BNO post op
15
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
16
TINJAUAN PUSTAKA
Ren (Ginjal)
Ren atau ginjal adalah sepasang organ berbentuk seperti kacang merah yang terletak
di belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas
garis pinggang, yaitu di regio lumbalis dextra dan sinistra. Ren mengolah plasma
yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan
tertentu serta mengeliminasi bahan yang tidak di perlukan ke urin. Fungsi spesifik
dari ren sebagian besar di tujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan
cairan internal, antara lain mempertahankan keseimbangan H2O di dalam tubuh;
mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstra sel, yaitu Na+, Cl-,
K+, HCO3-, Ca++, Mg++, So4--, Po4---, dan H+; memelihara volume plasma yang
sesuai; membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh; memelihara
osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh; mengekskresikan
(eliminasi) produk sisa (buangan) dari metabolisme tubuh; mengekskresikan banyak
senyawa asing; mensekresikan renin dan eritropoietin; serta mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktifnya. ginjal mempunyai suatu satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang disebut nefron, yang di satukan satu sama lain melalui suatu
jaringan ikat.1
Anatomi
1. Ren terletak di dalam rongga retroperitoneal abdomen di samping vertebra
lumbal atas. Membentang dari setinggi vertebra Thoracal 11-12 sampai
lumbal 3. Ren dextra lebih rendah letaknya dari ren sinistra, karena tertekan
oleh hepar. Ren mempunyai dua buah kutub yaitu superior yang mempunyai
glandula suprarenalis, dan inferior. Ren juga mempunyai dua permukaan: di
anterior yang berlekuk dan di posterior yang rata. Selain itu ren mempunya
dua tepi: tepi lateral yang berbentuk cembung, dan tepi medial yang
berbentuk cekung dan mempunyai suatu hilus renalis, tempat masuk
keluarnya pembuluh darah arteri dan vena, limfe, dan saraf. Ren di lindungi
oleh costa sebelas dan dua belas (bagian belakang) dan jaringan penyokong
17
ginjal. Bila di lihat dari dalam ke luar, ada capsula renalis yang melekat pada
ren, capsula adipose yaitu lemak perirenal, fascia renalis, dan juga lemak
pararenal yang berfungsi sebagai bantalan karena lemak agar ren tetap pada
tempatnya. Potongan frontal ren mempunyai dua lapisan yaitu bagian terang
di luar yang di sebut cortex renalis, serta bagian dalam yang di sebut medulla
renalis dan terdiri atas piramid-piramid renalis. Di ujung piramid renalis
terdapat papilla renalis. Bagian cortex yang masuk ke piramid tersebut di
namakan columna renalis. Satu lobus ginjal terdiri dari satu piramis renalis
dan satu columna renalis. Dalam satu ren, biasanya terdapat 5 sampai 11
lobus. Papilla renalis bermuara di calyx minor lalu membentuk suatu calyx
major. Dari situ, ada suatu bagian superior ureter yang melebar yang di sebut
pelvis renalis.
2. Jaringan ikat yang meliputi ren dikenal sebagai fascia renalis, terpisah dari
capsula fibrosa renalis oleh lemak perirenal (corpus adiposum perirenale)
yang di hilum renale bersinambung dengan lemak dalam sinus renalis.
Disebelah luar fascia renalis terdapat lemak pararenal (corpus adiposum
pararenale) yang paling jelas disebelah dorsal ren.2
Persarafan pada ren di atur oleh susunan saraf simpatis yaitu plexus renalis. Ukuran
ren sekitar 10-12 cm panjang, lebarnya 4-6 cm, dan tebalnya sekitar 3,5-5 cm.
Vaskularisasi
18
Ren diperdarahi terutama oleh pembuluh darah arteri renalis dan vena renalis.
Berikut merupakan jalur pembuluh dari dari tubuh ke ren dan keluar lagi ke tubuh:
aorta abdominalis → arteri renalis → 5 arteri segmentalis → arteri lobaris → arteri
arcuata → arteri interlobularis → afferent arteriole → glomerulus → efferent
arteriole → peritubullar capillaries dan vasa recta → vena inter lobularis → vena
arcuata → vena interlobaris → vena renalis → vena cava inferior.2,3
19
Batu Saluran Kemih
Definisi
BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu
yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar
bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian
bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.6
Insiden
Analisis jenis batu berdasarkan kelompok umur: kalsium oksalat 50-60 tahun,
batu asam urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.7
RSUP Sanglah Denpasar tahun 2007 jumlah pasien rawat inap BSK 113 orang,
berdasarkan umur tertinggi 46-60 tahun 39,8%, jenis kelamin tertinggi adalah
laki-laki 80,5%.
20
Di RS Amerika kejadian batu ginjal dilaporkan 7-10 pasien untuk 1000 pasien
RS dan insidens dilaporkan 7-21 pasien untuk 10.000 orang dalam setahun.7
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin (fimosis, BPH, refluks vesicouretra), gangguan metabolik (hiperkalsuria,
hiperuremia), infeksi saluran kemih, benda asing (kateter), dehidrasi dan keadaan-
keadaan lain yang belum terungkap (idiopatik).
Faktor Resiko
Secara epidemiologis terdapat 2 faktor yang dapat memepengaruhi terjadinya
pembentukan batu, yaitu:
1. Faktor intrinsik: faktor yang berasal dari tubuh : umur, jenis kelamin,
keturunan
Jenis kelamin : pasien laki-laki : perempuan = 4: 1 disebabkan oleh:
- anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang
- secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih
tinggi dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor)
lebih tinggi
- laki-laki memiliki testosterone yang meningkatkan produksi
oksalat endogen di hati
- estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi
garam kalsium.
Umur: terbanyak penderita BSK di negara Barat adalah 20-50 tahun,
di Indonesia umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui,
kemungkinan disebabkan perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya,
dan diet.9
Herediter: belum diketahui pasti. Penyakit ini diduga diturunkan oleh
orang tuanya.
21
mineral phospor, kalsium, magnesium, dsb. Pada beberapa daerah
menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi
dari daerah lain sehingga dikenal dengan daerah stone belt (sabuk
batu). Contoh daerah stone belt seperti india, Thailand, Indonesia. Di
afrika selatan jarang.
Faktor Iklim dan Cuaca : Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh
langsung, namun kejadiannya banyak ditemukan di daerah bersuhu
tinggi. Temperatur yang tinggi meningkatkan jumlah keringat dan
meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang
meningkat menyebabkan pembentukan kristal air kemih.
Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan angka
kejadian batu kemih.
Diet/Pola makan: misal diet tinggi purine, oksalat, kalsium
Pekerjaan: lebih banyak terjadi pada orang yang banyak duduk dalam
pekerjaannya.
Kebiasaan menahan BAK: akan menimbulkan statis air kemih yang
berakibat timbulnya ISK. ISK yang disebabkan kuman pemecah urea
menyebabkan terbentuknya batu struvit.
22
kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi
supersaturasi sehingga terbentuk kristal dan akhirnya terbentuk batu.
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan
bahan yang dapat mengkristal yang suatu saat akan terjadi kejenuhan. Tingkat
saturasi dalam air kemih dipengaruhi jumlah bahan pembentuk BSK yang
larut, kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.
Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Benang seperti
laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya
air. Kristal batu oksalat / kalsium fosfat akan menempel pada anyaman
tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu yang
seiring waktu akan membesar. Matriks tersebut (serum/protein urin (albumin,
globulin, mukoprotein) merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.
Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal
lain yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu
campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus
yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal
asam urat yang ada.
23
Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat BSK terbentuk berdasarkan campuran dari
beberapa teori yang ada.
Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori
terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi ammonium,
pH air kemih >7 dan reaksi sintesis ammonium dengan magnesium dan fosfat
sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) yang bersifat
basa misalnya pada bakteri pemecah urea atau urea splitter yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Teori lain adalah nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK
adalah bakteri ukuran kecil berdiameter 50-200 nm yang hidup dalam darah,
ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap
tetrasiklin. dinding bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang
kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal
kalsium oksalat menempel yang nantinya membesar. 90% penderita BSK
mengandung nano bakteria.
2. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar
kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk
terjadinya BSK, yaitu :
Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal
sedangkan pada orang yang tidak hipertensi sebanyak 52%. Hal ini
disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180˚ dan aliran darah
berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi
aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium
papilla (Ranall’s plaque).16
24
Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi
melalui glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran
kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat
dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis.
25
merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut
sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat.
Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus diikuti
gangguan malabsorbsi.
4) Batu Sistin
Batu Sistin terjadi saat kehamilan, disebabkan gangguan ginjal, kelainan
metabolism sistin yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus.. Merupakan batu
yang jarang dijumpai dengan insiden 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin,
lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor
keturunan dan pH urine asam.4 Pembentukan batu dapat terjadi karena urine sangat
jenuh, individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya, individu yang statis karena
26
imobilitas. Batu lainnya : batu xantin (defisiensi enzim xantin oksidase), triamteren,
silikat
2. Radiografi
28
IVP : menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi
ginjal, penggantinya adalah pielografi retrograd. Kontraindikasi pada
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita
hamil.
Urogram : deteksi batu lusen sebagai filling defect (batu asam urat,
xanthin), lokasi batu dalam system kolectikus, menunjukan kelainan
anatomis.
Diagnosis banding
1. Kolik ginjal dan ureter
2. Appendicitis akut (bila lokasi nyeri di kanan)
3. Kolik saluran cerna
4. Kolik empedu
5. Adneksitis pada perempuan
6. Karsinoma epidermoid (hematuri tanpa rasa nyeri)
7. Batu ginjal: Tumor ginjal, Tumor Grawitz
8. Batu ureter : tumor ureter (radiolusen)
9. Batu buli : tumor buli (radiolusen)
10. Batu prostat (rontgen kumpulan pasir di daerah prostat. Pada RT seperti
kesan ca prostat)
Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan BSK adalah menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi
29
obstruksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan medikamentosa, pemberian
obat, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.
a. Medikamentosa
Indikasi : batu berdiameter < 5 mm, diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis.
cara : mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu yang merupakan
bahan utama pembentuk batu (kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu
atau meningkatkan ukuran batu yang ada. Beberapa cara yaitu :
o Minum paling sedikit 8 gelas air sehari. Minum banyak cairan meningkatkan
aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih
o Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
o Hindari makanan yang kaya oksalat (bayam, coklat, kacang-kacangan,
merica dan teh).
o Diet rendah purin seperti daging, ikan dan unggas
o Batu kalsium à diet rendah kalsium mis : susu, keju, sayur daun hijau
o Kontrol berkala pembentukan batu baru
o Hindari soft drink lebih dari 1 liter/minggu
o Diet rendah natrium (80-100 mg/hari) à perbaiki reabsorpsi kalsium
proximal sehingga terjadi pengurangan eksresi natrium dan kalsium.
o Pembatasan masukan kalsium tak dianjurkan karena penurunan kalsium
intestinal bebas menimbulkan peningkatan absorpsi oksalat oleh pencernaan,
peningkatan eksresi oksalat dan meningkatkan saluran kalsium oksalat air
kemih. Diet kalsium rendah merugikan pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik
karena keseimbangan kalsium negative akan memacu pengambilan kalsium
dari tulang dan ginjal
30
Infeksi: antibiotic kotrimoksazol 2 x 2 tablet atau amoksisilin 500 mg
peroral 3 x sehari untuk dewasa. Atau golongan lain. Contohnya pada batu
struvit
Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) : mengurangi
pembentukan batu yang baru.
Kalium sitrat 20 mEq tiap malam/minum jeruk nipis atau lemon sesudah
makan malam à meningkatkan kadar sitrat di dalam air kemih
Allopurinol : mengurangi pembentukan asam urat
d. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas
memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukan langsung ke saluran kemih. melalui uretra / melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
31
i. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu dikeluarkan atau dipecah
dahulu menjadi fragmen kecil.
ii. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan
batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. Indikasi untuk batu <3cm
iii. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukan alat ureteroskopi per-
uretram. batu yang berada di ureter / sistem pelvikalises dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi ini.
iv. Ekstrasi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaring melalui
keranjang Dormia.
e. Tindakan Operasi
1) Nefrolitotomi : operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal
Indikasi : batu buli > 2,5 cm pada dewasa dan semua ukuran pada anak,
batu keras, keluarkan benda asing di kandung kemih, terapi perdarahan
kandung kemih yang hebat yang tak bisa ditangani dengan transurethtal.
Indikasi operasi:
32
tidak tersedia alat litotripsor, batu pelvis yang menyebabkan
ESWL hidronefrosis, infeksi, nyeri
batu ginjal di kaliks bila sudah
hebat
hidrokaliks konservatif tidak berhasil (6-8
gangguan fungsi ginjal
minggu)
33
Pencegahan Batu Saluran Kemih
Pencegahan
Primer Sekunder Tersier
Tujuan tidak terjadinya BSK menghentikan mencegah tidak terjadi
dengan mengendalikan perkembangan komplikasi sehingga tidak
faktor penyebab BSK penyakit agar tidak berkembang ke tahap
menyebar dan lanjut yang membutuhkan
mencegah komplikasi perawatan intensif
Sasaran belum pernah menderita telah menderita sudah menderita penyakit
BSK penyakit BSK. BSK agar penyakitnya tidak
bertambah berat.
Kegiatan promosi kesehatan, diagnosis dan rehabilitasi, dan
pendidikan kesehatan, dan pengobatan dini. memberikan kualitas hidup
perlindungan kesehatan (pemeriksaan fisik, sesuai kemampuan
Contoh - minum air putih minimal - konseling kesehatan
laboraturium,
2 liter per hari. (8-10
radiologis.)
gelas sehari) ketika
bangun tidur
- olahraga cukup, Jangan
menahan kencing, Pola
makan seimbang,
menjaga berat badan
tetap ideal
Komplikasi
Perjalanan penyakit
obstruksi : di ginjal dan ureter membuat hidronefrosis pionefrosis, kegagalan fungsi
ginjal, uremia karena gagal ginjal total. Di buli menyebabkan gangguan aliran kemih
dari kedua orificium ureter. Batu uretra menyebabkan hidroureter, diverticulum uretra,
ekstravasasi kemih dan terbentuk fistul di proximal batu ureter.
infeksi sekunder, iritasi berkepanjangan pada urothelium yang menyebabkan
tumbuhnya keganasan berupa karsinoma epidermoid, urosepsis.
Akibat terapi
Post ESWL : petechiae pada pinggang, hematuri, kolik renal akibat gerakan pasase
fragmen batu, renal atrofi pada pasien gangguan renal vascular / aterosklerotik berat,
hipertensi akibat hematom perinephric yang luas
Post uretratomi externa : striktur uretra
Post section Alta : perdarahan, infeksi luka operasi dan fistel
KESIMPULAN
Penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin.
Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu saluran kemih. Terapi
diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati gangguan akibat batu
saluran kemih. Pembedahan batu dapat dilakukan baik secara non invasif ataupun terbuka.
Yang terpenting adalah pengenalan faktor resiko sehingga diharapkan dapat memberikan
hasil pengobatan dan memberikan pencegahan timbulnya batu saluran kemih yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001.
2. Moore KL, Agur AM. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
3. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 12 th ed. Singapore: McGraw
Hill Lange; 2009.
4. Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta : EGC; 2004.
5. Sabiston, David C. Infeksi Saluran Kemih, Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta:
EGC; 2005.
6. Purnomo BB. Batu saluran kemih. Dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Seto; 2007.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. 4th ed.
Jakarta: BP FKUI; 2006.
8. Hassan R. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: BP FKUI; 1985.