Hadits Mutawatir Dan Ahad
Hadits Mutawatir Dan Ahad
BAB I
PENDAHULUAN
Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang
bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi
Wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber
ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari
sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-
ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan
khusus. Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an
karena, hadis diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti,
sebagaimana sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam
1
sama benar dengan lafadz yang diterima dari Shalallahu Alaihi Wasallam, dan ada
yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus
dilakukan adalah dengan meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada
siapa Hadits itu), untuk mengetahui apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita
tinggalkan. Oleh karena untuk memahami Hadits secara universal, diantara
beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi
kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa Hadits (Sanad) itu.
Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau
dari kuantitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits
ditinjau dari kuantitas sanadnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Mutawatir
a. Pengertian Hadits Mutawatir
1
Manna’Al Qathan, Studi Ilmu Hadits,cet.VIII,terj. Mifdhol abdurrahman, (Jakarta :
pustaka al kautsar, 2014), hlm. 110
2
Mahmud thahan,Ilmu Hadits Praktis,cet.I,terj.Abu Fuad (Bogor : Pustaka Thariqul
Izzah,1985),hlm.20
3
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul Hadits,cet...(Bandung : Pustaka Al
Ma’arif,1974),hlm.78
4
Ibid.hlm.79-80
2
Suatu hadits bisa dikatakan mutawatir apabila memenuhi tiga syarat :
1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan panca indera.yakni warta yang mereka sampaikan harus
berdasarkan tanggapan hasil pendengaran atau penglihatan.Kalau
pewartaan itu hasil pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa atau
hasil istinbath dari satu dalil dengan dalil yang lain,maka bukan berita
mutawatir.
“ْت
ِع سَم/sami’tu” = aku telah mendengar
“َا
ْنِع سَم/sami’naa” = kami telah mendengar
“يت َ
َْأ ر/roaitu” = aku telah melihat
“َا
ين َ
َْأ ر/roainaa” = kami telah melihat
2. Jumlah rawi rawinya harus sesuai ketentuan yang tidak mungkin mereka
sepakat untuk berdusta. Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah
sanad pada tiap thabaqahnya. Jumlah sanad Mutawatir antara satu
thabaqah (tingkatan) dengan thabaqah lainnya harus seimbang. Misalnya,
jika sanad pada thabaqah pertama 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah
berikutnya juga masing-masing harus 10, atau 9, atau 11 orang. Dengan
demikian, bila suatu Hadits diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian
diterima oleh sepuluh tabi'in dan selanjutnya hanya diterima oleh empat
tabi' at-tabi'in, tidak digolongkan Hadits Mutawatir, sebab jumlah
sanadnya tidak seimbang antara thabaqah pertama dengan thabaqah-
thabaqah berikutnya.
3. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka untuk bersepakat bohong (berdusta). Dalam hal ini
para ulama' berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak
memungkinkan bersepakat dusta :
3
b) Ash-habu as-Syafi'i menentukan 5 orang, karena mengqiyaskan dengan
jumlah para nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi
c) Sebagian ulama' menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan
ketentuan yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal : 65 tentang
sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang berjumlah 20
orang saja dapat mengalahkan 200 orang.
ِ ْ الن
َّار ِنده مْع
ََ َ ْ
مق َو
َّأ َب
َت َْ
لي ََ
ليَّ فَ ع
ذبََ
ْ ك
منَ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah dia mengambil
tempat duduknya dari api neraka.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh Bukhari I/434
no.1229, dan Muslim I/10 no.3).
Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 100 Shahabat radhiyallahu anhu
dan memiliki ratusan sanad. Lafazh-lafazhnya hampir sama dan makna semuanya
sama persis.
5
.www.salwa.com/artikel Pembagian Hadits Ditinjau Dari Jalan Periwayatannya Yang
Sampai Kepada Kita oleh ust.muhammad wasitho,Lc.,Ma,diakses tanggal 14 oktober 2015
4
Contoh 2: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ًا ف
ِى ْت َ اَلِل َله
بي َّ َى بن ًِمسْج
َ دا َِّ َى
َ َِلِل بنَ ْ َ
من
َّة
ِ َن ْ
الج
“Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan membangunkan
baginya sebuah rumah di dalam Surga.” (SHOHIH. Diriwayatkan Muslim I/378
no.533, At-Tirmidzi II/135 no.319, dan Ahmad I/70 no.506, dan selainnya).
Contoh 3: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ًا َر
ِيب َعود غ
َسَي
ًا و َر
ِيب َ غ
دأَب ِسْالَم
َ َ َِّ
ن ال إ
َ
دأ َب َم
َ َا ك
“Islam pertama kali datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam
keadaan asing pula sebagaimana awal mulanya.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh
Muslim I/131 no.146, Ahmad I/398 no.3784, dan selainnya).
d. Pembagian Hadits Mutawatir
Hadits Mutawatir Lafdzi adalah Hadits yang Mutawatir lafadz dan maknanya
يدَْ
َسو
ة وََ
ْبِي شَيَببن أ ْ ِْر
بكَ َبو َا أثنَد
ََّ
ح
ِبنْ ِِرَام
بن ع ْ ِاَلِل
َّ َب
ْد َع
ٍ و بن سَع
ِيد ْ
َالوابن موسَى ق ْ ِيل َع َإ
ِسْم ة و ََ
َارزر
ْد
ِ ْ ع
َب َن
ٍ ع َاك
ِمْ س َنِيكٌ ع َا شَر ثنَد
ََّ
ح
6
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, ( Bandung: CV.Diponegoro,1990 )hal.44.
7
Mahmud at-Thahhan, Taisiiru Musthalahul Hadisi,(.....) hal.20.
5
ْ
َن ٍ ع َ ِبن
مسْعود ْ ِاَلِل
َّ ِ ْدَب
بنِ ع ْ َِن َّح
ْم الر
َّ
اَلِل ََّ
لى َّ
اَلِلِ ص َسول ل ر ََال ق ََا ِ ق ِيه َب
أ
دا ًِ
َمَع
ليَّ مت َََ ع ََ
ذب ْ ك َ َ
من لمَََّس
ِ و ْهليََ
ع
ِ ْ الن
َّار ِن
ده مََْع
مقَ ْ َو
َّأ َب
َتليَْ
ف
)(البخارى
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki
tempat di neraka. (HR. Bukhori)
Atau dengan kata lain adalah hadits yang rawi rawinya berlainan dalam
menyusun redaksi pemberitaan,tetapi berita pemberitaan yang berlain lainan itu
terdapat persesuaian pada prinsipnya.9
Contoh hadits mutawatir ma’nawi adalah tentang hadits mengangkat
tangan ketika bedoa
َ ََل
لمَََّس
ِ وْه
ليََ َّ لى
اَلِل ع ََّ
ِيُّ صَّب
ن الن ََاك
َِّ
َل ِ إِه َائْ دعِن ٍِْي شَي
ء م ِ ف يه َي
ْد َ َعْف
يرَ
َّى ير
َى َع ح
َت ْف َ نه
ير َِّ
َإء وَِا ِسْق
اَلسْت
ِ ِي ف
ْه
ِ َي ِْ
بط َاض إبيَ
8
Ibid, hal : 21.
9
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul,.....hlm.83.
6
"Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangan beliau
dalam doa-doanya selain dalam doa salat istiqa' dan beliau mengangkat
tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)
Hadits yang semakna dengan yang semacam itu,tidak kurang dari 30 buah
dengan redaki yang berbeda beda. Kendatipun hadits hadits tersebut berbeda beda
redaksinya namun karena mempunyai kadar mustarak (titik persamaan) yang
sama,yakni keadaan beliau mengangkat tangan di kala berdoa,maka hadits tersebt
disebut mutawatir maknawy.
e. Faidah Hadits Mutawatir
10
Hasbi As-Shiddieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Jakarta: Bulan Bintang,1993), hlm.100
7
Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh – sungguh dengan
mengumpulkan hadits hadits mutawatir,lalu menjadikannya sebagai kitab khusus
B. Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang
berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :
11
Mahmud thahan, studi ilmu....hlm.23
12
Ibid, hal : 22.
8
Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah
pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik
pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan
seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa Hadits tersebut
masuk ke dalam Hadits Mutawatir13
Dan Hadits Ahad itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Hadits
Masyhur, Hadits 'Aziz dan Hadits Gharib.
a. Hadits Masyhur.
Secara etimologi hadits masyhur adalah, yang diterangkan,yang
ditunjukkan,yang masyhur.Sedangkan secara istilah hadits masyhur adalah hadits
yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawinya.14
Ditinjau dari segi kualitasnya, Hadits Masyhur ada yang Shahih, ada yang
Hasan dan ada yang Dho'if15. Hadits Masyhur yang Shahih artinya Hadits
Masyhur yang memenuhi syarat-syarat keshahihannya, Hadits Masyhur yang
Hasan artinya Hadits Masyhur yang kualitas perawinya di bawah kualitas perawi
Hadits Masyhur yang Shahih, sedangkan Hadits Masyhur yang Dho'if artinya
Hadits Masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu
syaratnya dari syarat Hadits Shahih.
Adapun contoh dari Hadits Masyhur adalah :
ََا
ل َ ق
لمَََّس ْه
ِ و ليََ َّ لى
اَلِل ع ََّ
ِيِ ص ْ الن
َّب َن
ع
ْ
ِنن م َِمو ْ َ
المسْل ْ سَل
ِم َ ِم
من ْ
المسْل
ِ
ِه ََ
يد ِ و
ِهِسَان
ل
13
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung : Pustaka Setia,2000)
hal : 74.
14
A.Qadir Hasan,Ilmu Mushthalah ...hal.271
9
Artinya : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda yang dikatakan
sebenar benar orang islam itu adalah orang yang orang orang muslim lainnya
selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.
Cobalah perhatikan sanad yang dari jalan abdullah Bin amr sampai Bukhari,yang
dari jalan abu musa sampai muslim dan yang dari jalan abu hurairah sampai jalan
turmudzi kita akan melihat,tidak ada seorang pun yang diantara rawi rawi tersebut yang
bersamaan orang nya.
Oleh karena itu, hadits itu dikatakan mashyur karena mempunyai tiga sanad atau
jalan periwayatan yang berbeda.16
16
Ibid.hlm.272
10
أو إلى امرأة ينكحها يصيبها
فهجرته إلى ما هاجر إليه
Hadits ini diriwayatkan oleh bukhari muslim dengan sanad sebagai berikut:17
17
http//ikabalangan.files.wordpress.com.2012/04/new – picture.png .diakses tanggal 13
oktober 2015.
11
Masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di
kalangan ahli Hadits saja, atau ahli Fiqih saja, atau ahli Tasawuf saja, atau
ahli Nahwu saja dan lain sebagainya.
Masyhur di kalangan orang-orang umum saja.
b. Hadits Aziz
18
Manna’Al Qathan, pengantar studi...hlm.114.
19
Mahmud thahan, studi ilmu....hlm.93
20
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003) ,hal.116.
12
kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Hadits
Shahih, Hasan dan Dha'if.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukahri dan Muslim dari jalan Anas bin
Malik.Dan diriwayatkan juga oleh bukhari dari jalan Abu Hurairah.
Susunan sanad dari dua jalan (sanad) itu adalah : yang meriwayatkan dari
Anas : Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib.Yang meriwayatkan dari Qatadah :
Syu’bah dan Said.Yang meriwayatkan dari Abdul Aziz : Ismail bin ‘Illiyyah dan
Abdul Warits. 21
c. Hadits Gharib
Gharib secara bahasa artinya yang jauh dari negerinya,yang asing,yang
ajaib,yang luar biasa,yang jauh untuk di pahami. Adapun menurut musthalahul
hadits,hadits gharib adalah suatu hadits yang diriwayatkan hanya dengan satu
sanad,dengan kata lain suatu hadits yang seorang rawi bersendiri dalam
meriwayatkannya,yaitu tidak ada orang lain menceritakannya,melainkan dia.22
Hadits gharib ini ada yang Shahih,Hasan dan Dhaif,yang Shahih contoh
nya seperti yang terdapat dalam As Shahihain,yang Dhaif inilah yang biasanya
banyak terjadi dalam Gharib,sedangkan yang Hasan banyak tedapat dalam
Jami’Tirmidzi23
21
Manna’Al Qathan, studi ilmu...hlm.115
22
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah ...hlm.278
23
Imam An Nawawi,Syarah Hadits Arba’in Nawawiyah,cet.II terj.Abu Ahmad Hasan
dan Ummu Dzakiya.(Solo:Pustaka Barokah,2005) hlm.15
13
Adapun maksud dari penyendirian rawi yaitu penyendirian rawi dalam
meriwayatkan Hadits itu, dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang
lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau
keadaan si rawi, artinya sifat atau keadaan si rawi itu berbeda dengan sifat dan
keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan Hadits tersebut.24
Contoh Hadits Gharib.
ٌْع
ِضْ بَون أَْ
ْعوَسَب
ٌ وْع
ِضَان بيم ْل
ِْ اا
َِل
ه ْل َلَ إَوها ق ْض
ََل َف
َأ ف،ةًَ
ْبن شعَُّْو
ِتَس و
َى ع
َِن ْألَذ
َة ا َِ
ماط ها إَنا َْ
َد و،َِلَّ هللا
َأ إ
ٌ
َة َاء شع
ْب َي ْ َ
الح و،ِ ِْ
يق َّر
الط
َان ِْ
يم ْل
َ ا ِنم.
“Iman Memiliki Lebih Dari Tujuh Puluh Atau Enam Puluh Cabang. Cabang Yang
Paling Tinggi Adalah Perkataan ‘Lâ Ilâha Illallâh,’ Dan Yang Paling Rendah
Adalah Menyingkirkan Duri (Gangguan) Dari Jalan. Dan Malu Adalah Salah
Satu Cabang Iman [ Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598),
Muslim (no. 35), Abû Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah
(no. 57), dari Shahabat Abû Hurairah. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no.
2800).]
Kalau kita susun sanad maka gambarannya berupa begini :
24
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul,.....hlm.97
14
1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah
2.Abu Shalih 2.Abu Shalih 2.Abu Shalih 2.Abu Shalih
3.Abdullah bin 3.Abdullah bin 3.Abdullah bin 3.Abdullah bin
Dinar Dinar Dinar Dinar
4.Sulaiman bin 4.Shuhail bin Abi 4. Sulaiman bin
BUKHARI Bilal Shalih Bilal
5.Abu ‘Amir 5.Hammad 5. Abu ‘Amir
6.Abdun bin 6.Musa bin Ismail 6.Muhammad bin
Humaid Abdullah
ABU DAWUD
MUSLIM AN NASA’I
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi seperti tertera di atas, maka
Hadits Gharib ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Gharib Mutlaq dan Gharib
Nisbi.
a) Gharib Mutlaq
Dikatakan Gharib Mutlaq, artinya penyendirian itu terjadi berkaitan
dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang
meriwayatkan Hadits tersebut kecuali dirinya sendiri.
Contoh :
15
Mengenai Gharib Mutlaq ini, para ulama' berbeda pendapat, apakah
penyendirian pada thabaqah sahabat juga termasuk ke dalam kategori Hadits
Gharib atau tidak. Dengan kata lain, apakah kajian tentang keghariban Hadits itu
juga termasuk pada thabaqah sahabat atau tidak. Menurut sebagian ulama',
keghariban sahabat juga termasuk, sehingga apabila suatu Hadits diterima dari
Rasulullah hanya oleh seorang sahabat (misalnya oleh Abu Hurairah sendiri atau
oleh 'Aisyah sendiri), Hadits tersebut juga disebut Gharib, meskipun pada
thabaqah-thabaqah berikutnya diterima oleh beberpa orang.
Menurut sebagian ulama' lainnya berpendapat bahwa, penyendirian
sahabat tidak termasuk ke dalam Hadits Gharib. Keghariban Hadits menurut
mereka hanya diukur pada thabaqah tabi'in (misalnya pada Ibn Syihab az-Zuhri)
dan thabaqah-thabaqah berikutnya. Dengan demikian, suatu Hadits baru bisa
dikatagorikan ke dalam Hadits Gharib apabila terjadi penyendirian pada thabaqah
tabi'in atau thabaqah-thabaqah berikutnya.
16
2. Penyendirian tentang kota atau tempat tinggal tertentu, yakni Hadits yang
hanya diriwayatkan oleh para rawi dari kota atau daerah tertentu saja,
misalnya Basrah, Kufah atau Madinah saja. Contoh :
25
Ibid.hlm.102
17
Penyendirian seorang perawi seperti di atas, bisa pada keadilan dan
kedhabitannya, atau pada tempat tinggal atau kota tertentu. Misalnya, Hadits itu
tidak diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti
gharib dalam ketsiqahannya dari perawi lainnya. Atau misalnya, Hadits itu tidak
diriwayatkan oleh penduduk ahli Madinah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti
gharib dalam meriwayatkan Hadits tersebut.
Dilihat dari sudut keghariban pada sanad dan pada matan, Hadits Gharib
terbagi kepada dua macam. Pertama, keghariban pada sanad dan matan secara
bersama-sama, dan kedua, keghariban pada sanad saja26
Yang dimaksud dengan Gharib pada sanad dan matan secara bersama-
sama adalah Hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu silsilah sanad
dengan satu matan Haditsnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Gharib pada
sanad saja adalah Hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh banyak
sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat
yang lain yang tidak populer. Periwayatan Haditsmelalui sahabat yang lain seperti
ini disebut sebagai Hadits Gharib pada sanad.
Dari pembahasan tentang Hadits Gharib tersebut, jelasnya pada Hadits
Gharib mempunyai beberapa hukum (nilai) diantaranya :
1. Shahih, yaitu jika perawinya mencapai dhabith yang sempurna dan tidak
ditentang oleh perawi yang lebih kuat dari padanya.
2. Hasan, yaitu jika dia mendekati derajat yang di atas dan tidak ditentang
oleh orang yang lebih rajah dari padanya.
3. Syad, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang
dia adalah orang kepercayaan.
4. Munkar, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya,
sedang diapun adalah orang yang lemah.
5. Matruk, yaitu jika dia tertuduh dusta walaupun tidak ditentang oleh orang
lain.
26
Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadits, (Jakarta : Gaya Media Pratama,2001) Hal : 149
18
Oleh karena yang demikian, terbagilah Hadits Gharib kepada tiga bagian,
yaitu :
1. Gharib Shahih, yaitu segala Hadits Gharib yang terdapat dalam Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim
2. Gharib Hasan, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan
at-Turmudzi
3. Gharib Dha'if, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam
sunan-sunan lain dan dalam musnad-musnad27
Untuk menetapkan suatu Hadits itu Gharib, hendaklah diperiksa lebih dulu
pada kitab-kitab Hadits, semisal kitab Jami' dan kitab Musnad, apakah Hadits
tersebut mempunyai sanad lain selain sanad yang dicari kegharibannya itu, atau
tidak. Kalau ada hilanglah kegharibannya.
Adapun Kitab yang banyak memuat Hadits Gharib diantaranya adalah :
(1) Musnaad Al Bazaar
(2) Al-Mu’jam Al Ausath karya At Thabrany
Dan Kitab Kitab yang membahas Hadits Gharib adalah :
(1) Gharaibu Malik,Karya al-Daruquthniy
(2) Al-Afraad, Karya al-Daruquthniy
(3) Al-sunan Allatiy Tafarrada Bikulli Sunnatin Minha Ahlu Baldah,Karya
Abu Daud al Sajistaniy
27
www.Academi.edu.com/ makalah hadits ditinjau dari kuantitasnya diakses tanggal 15
Oktober 2015 jam 10 : 56 wib
19
ilmu jika ditemukan banyak indikator dan dikuatkan oleh ushul (kaedah
pokok dalam syari’at).
20
yang mendukung kami adalah ulama ini, disebutkan satu dua tiga dst disebutkan.
Padahal apa yang disebutkan oleh ulama tersebut bahwa hadits ahad memberi
makna (dzon) sangkaan. Dan sangkaan yang dimaksudkan adalah sangkaan yang
kuat bukan sekedar sangkaan. Sama sekali mereka tidak bermaksud dikarenakan
itu memberi makna dzon kemudian tidak dipakai dalam masalah aqidah. Namun
Mereka curang. Mereka katakan yang mendukung kami adalah ulama ini dan itu.
Padahal ulama tersebut membicarakan dari segi itu memberi makna dzon atau
tidak dan beliau merojihkan memberi makna dzon. Lalu apakah beliau
mengatakan itu tidak diterima sebagai dalil dalam masalah aqidah? Tidak. Beliau
tetap menerimanya sebagai dalil dalam masalah aqidah. Hanya saja ulama tersebut
memilih memberi makna dzon. Karena mengamalkan hadits ahad dalam masalah
aqidah adalah ijma ulama salaf. Sebagaimana dinukil oleh banyak ulama.
Meskipun itu adalah hadits ahad, maka itu adalah memberi faidah amal dengan
dijadikannya sebagai aqidah jika berisi masalah-masalah aqidah.
BAB III
PENUTUP
Sebagai akhir bahasan masalah ini, alangkah baiknya kita saling ingat dan
mengingatkan, bahwa:
1. Wajib bagi setiap muslim mengimani semua hadits yang sudah shahih
yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam
masalah ‘aqidah maupun ahkam, baik yang mutawatir maupun hadits ahad
yang shahih. Semua wajib kita imani dan kita terima dengan sepenuh hati.
2. Bahwa hak tasyri’ (membuat syari’at) hanyalah milik Allah Subhanahu wa
Ta'ala semata, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang akan
menjelaskannya. Sedangkan bila yang ditetapkan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallaam tidak terdapat dalam Al-Qur-an berarti beliau telah
diizinkan Allah untuk menetapkan sya-ri’at itu. Dan bagi seorang mukmin
bila diseru untuk berhukum dengan hukum Allah dan Rasul-Nya tiada
pilihan lain baginya kecuali wajib taat. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
21
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila dipanggil kepada Allah dan
Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan,
‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung”. (An-Nuur: 51)
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Dari Buku
22
Setia,2000
Al Qathan ,Manna’, Studi Ilmu Hadits,cet.VIII,terj. Mifdhol abdurrahman,
Jakarta : pustaka al kautsar, 2014
An Nawawi,Imam,Syarah Hadits Arba’in Nawawiyah,cet.II terj.Abu Ahmad
Hasan dan Ummu Dzakiya.Solo:Pustaka Barokah,2005
As-Shiddieq,Hasbi Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
Jakarta: Bulan Bintang,1993
At-Thahhan Mahmud, Taisiiru Musthalahul Hadisi
At-Thahan ,Mahmud,Ilmu Hadits Praktis,cet.I,terj.Abu Fuad Bogor : Pustaka
Thariqul Izzah,1985.
Hasan ,A. Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung: CV.Diponegoro,1990
Rahman ,Fatchur,Ikhtisar Musthalahul Hadits,cet... Bandung : Pustaka Al
Ma’arif,1974.
Ranuwijaya ,Utang,Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama,2001
Suparta, Munzier ,Ilmu Hadits, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003
23