Anda di halaman 1dari 23

HADITS DITINJAU DARI KUANTITAS

(MUTAWATIR DAN AHAD)


OLEH
REDHA AL KHAUSAR

BAB I
PENDAHULUAN

Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang
bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi
Wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber
ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari
sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-
ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan
khusus. Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an
karena, hadis diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti,
sebagaimana sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam

‫من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ‬


‫مقعده من النا ر‬
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam
neraka disediakan”(SHOHIH. Diriwayatkan oleh Bukhari I/434 no.1229, dan
Muslim I/10 no.3).

Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad


Shalallahu Alaihi Wasallam banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan
hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Penulisan itupun hanya bersifat dan
untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, Hadits-hadits yang ada pada para
sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan
adanya redaksi yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau

1
sama benar dengan lafadz yang diterima dari Shalallahu Alaihi Wasallam, dan ada
yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus
dilakukan adalah dengan meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada
siapa Hadits itu), untuk mengetahui apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita
tinggalkan. Oleh karena untuk memahami Hadits secara universal, diantara
beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi
kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa Hadits (Sanad) itu.
Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau
dari kuantitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits
ditinjau dari kuantitas sanadnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Mutawatir
a. Pengertian Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir secara bahasa,merupakan isim fa’il,dari at- tawatur yang


berarti berturut turut1.Secara istilah hadits mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh banyak orang (rawi),yang menurut adat (kebiasaan) mustahil
mereka sepakat untuk berdusta.2 Atau hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi
tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan
dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti
pendengarannya dan semacamnya.3

b. Syarat Hadits Mutawatir4

1
Manna’Al Qathan, Studi Ilmu Hadits,cet.VIII,terj. Mifdhol abdurrahman, (Jakarta :
pustaka al kautsar, 2014), hlm. 110
2
Mahmud thahan,Ilmu Hadits Praktis,cet.I,terj.Abu Fuad (Bogor : Pustaka Thariqul
Izzah,1985),hlm.20
3
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul Hadits,cet...(Bandung : Pustaka Al
Ma’arif,1974),hlm.78
4
Ibid.hlm.79-80

2
Suatu hadits bisa dikatakan mutawatir apabila memenuhi tiga syarat :
1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan panca indera.yakni warta yang mereka sampaikan harus
berdasarkan tanggapan hasil pendengaran atau penglihatan.Kalau
pewartaan itu hasil pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa atau
hasil istinbath dari satu dalil dengan dalil yang lain,maka bukan berita
mutawatir.

“‫ْت‬
‫ِع‬‫ سَم‬/sami’tu” = aku telah mendengar
“‫َا‬
‫ْن‬‫ِع‬‫ سَم‬/sami’naa” = kami telah mendengar
“‫يت‬ َ
ْ‫َأ‬ ‫ ر‬/roaitu” = aku telah melihat
“‫َا‬
‫ين‬ َ
ْ‫َأ‬ ‫ ر‬/roainaa” = kami telah melihat

2. Jumlah rawi rawinya harus sesuai ketentuan yang tidak mungkin mereka
sepakat untuk berdusta. Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah
sanad pada tiap thabaqahnya. Jumlah sanad Mutawatir antara satu
thabaqah (tingkatan) dengan thabaqah lainnya harus seimbang. Misalnya,
jika sanad pada thabaqah pertama 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah
berikutnya juga masing-masing harus 10, atau 9, atau 11 orang. Dengan
demikian, bila suatu Hadits diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian
diterima oleh sepuluh tabi'in dan selanjutnya hanya diterima oleh empat
tabi' at-tabi'in, tidak digolongkan Hadits Mutawatir, sebab jumlah
sanadnya tidak seimbang antara thabaqah pertama dengan thabaqah-
thabaqah berikutnya.
3. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka untuk bersepakat bohong (berdusta). Dalam hal ini
para ulama' berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak
memungkinkan bersepakat dusta :

a) Abu at-Thayyib menentukan sekurang-kurangnnya 4 orang. Karena


diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak
memberi vonis kepada terdakwa.

3
b) Ash-habu as-Syafi'i menentukan 5 orang, karena mengqiyaskan dengan
jumlah para nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi
c) Sebagian ulama' menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan
ketentuan yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal : 65 tentang
sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang berjumlah 20
orang saja dapat mengalahkan 200 orang.

    .........


 
........  
jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh..(Qs.Al Anfal ayat 65)

d) Ulama' yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40


orang. Karena mereka mengqiyaskan dengan firman Allah :
  
   
 
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-
orang mukmin yang mengikutimu.(Qs.Al Anfal ayat 64)

c. Contoh Contoh Hadits Mutawatir5


Contoh 1: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

ِ ‫ْ الن‬
‫َّار‬ ‫ِن‬‫ده م‬‫ْع‬
ََ َ ْ
‫مق‬ ‫َو‬
‫َّأ‬ ‫َب‬
‫َت‬ َْ
‫لي‬ ََ
‫ليَّ ف‬‫َ ع‬
‫ذب‬ََ
‫ْ ك‬
‫من‬َ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah dia mengambil
tempat duduknya dari api neraka.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh Bukhari I/434
no.1229, dan Muslim I/10 no.3).
Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 100 Shahabat radhiyallahu anhu
dan memiliki ratusan sanad. Lafazh-lafazhnya hampir sama dan makna semuanya
sama persis.

5
.www.salwa.com/artikel Pembagian Hadits Ditinjau Dari Jalan Periwayatannya Yang
Sampai Kepada Kita oleh ust.muhammad wasitho,Lc.,Ma,diakses tanggal 14 oktober 2015

4
Contoh 2: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‫ًا ف‬
‫ِى‬ ‫ْت‬ َ ‫اَلِل َله‬
‫بي‬ َّ ‫َى‬ ‫بن‬ ًِ‫مسْج‬
َ ‫دا‬ َِّ ‫َى‬
َ ِ‫َلِل‬ ‫بن‬َ ْ َ
‫من‬
‫َّة‬
ِ ‫َن‬ ْ
‫الج‬
“Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan membangunkan
baginya sebuah rumah di dalam Surga.” (SHOHIH. Diriwayatkan Muslim I/378
no.533, At-Tirmidzi II/135 no.319, dan Ahmad I/70 no.506, dan selainnya).
Contoh 3: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‫ًا‬ ‫َر‬
‫ِيب‬ ‫َعود غ‬
‫َسَي‬
‫ًا و‬ ‫َر‬
‫ِيب‬ ‫َ غ‬
‫دأ‬َ‫ب‬ ‫ِسْالَم‬
َ َ َِّ
‫ن ال‬ ‫إ‬
َ
‫دأ‬ َ‫ب‬ ‫َم‬
َ ‫َا‬ ‫ك‬
“Islam pertama kali datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam
keadaan asing pula sebagaimana awal mulanya.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh
Muslim I/131 no.146, Ahmad I/398 no.3784, dan selainnya).
d. Pembagian Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir terbagi dua Yaitu Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir


Ma'nawi6.Adapun yang dimaksud dengan Hadits Mutawatir Lafdzi adalah :

‫المتواتر اللفظي هو ما تواتر‬


‫لفظه ومعنا‬ 7

Hadits Mutawatir Lafdzi adalah Hadits yang Mutawatir lafadz dan maknanya

Contoh dari Hadits Mutawatir Lafdzi yaitu :

‫يد‬َْ
‫َسو‬
‫ة و‬ََ
‫ْب‬‫ِي شَي‬‫َب‬‫بن أ‬ ْ ِ‫ْر‬
‫بك‬َ ‫َبو‬ ‫َا أ‬‫ثن‬َ‫د‬
ََّ
‫ح‬
ِ‫بن‬ْ ِ‫ِر‬‫َام‬
‫بن ع‬ ْ ِ‫اَلِل‬
َّ ‫َب‬
‫ْد‬ ‫َع‬
‫ٍ و‬ ‫بن سَع‬
‫ِيد‬ ْ
‫َالوا‬‫بن موسَى ق‬ ْ ‫ِيل‬ ‫َع‬ ‫َإ‬
‫ِسْم‬ ‫ة و‬ ََ
‫َار‬‫زر‬
‫ْد‬
ِ ‫ْ ع‬
‫َب‬ ‫َن‬
‫ٍ ع‬ ‫َاك‬
‫ِم‬‫ْ س‬ ‫َن‬‫ِيكٌ ع‬ ‫َا شَر‬ ‫ثن‬َ‫د‬
ََّ
‫ح‬

6
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, ( Bandung: CV.Diponegoro,1990 )hal.44.
7
Mahmud at-Thahhan, Taisiiru Musthalahul Hadisi,(.....) hal.20.

5
ْ
‫َن‬ ‫ٍ ع‬ َ ِ‫بن‬
‫مسْعود‬ ْ ِ‫اَلِل‬
َّ ِ ‫ْد‬‫َب‬
‫بنِ ع‬ ْ ِ‫َن‬ ‫َّح‬
‫ْم‬ ‫الر‬
َّ
‫اَلِل‬ ََّ
‫لى‬ َّ
‫اَلِلِ ص‬ ‫َسول‬ ‫ل ر‬ َ‫َا‬‫ل ق‬ َ‫َا‬ ‫ِ ق‬ ‫ِيه‬ ‫َب‬
‫أ‬
‫دا‬ ًِ
‫َم‬‫َع‬
‫ليَّ مت‬ ََ‫َ ع‬ ََ
‫ذب‬ ‫ْ ك‬ َ َ
‫من‬ ‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬ ‫ْه‬‫لي‬ََ
‫ع‬
ِ ‫ْ الن‬
‫َّار‬ ‫ِن‬
‫ده م‬ََ‫ْع‬
‫مق‬َ ْ ‫َو‬
‫َّأ‬ ‫َب‬
‫َت‬‫لي‬َْ
‫ف‬
)‫(البخارى‬
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki
tempat di neraka. (HR. Bukhori)

Menurut Abu Bakar al-Bazzar, Hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang


sahabat, dan sebagian ulama' mengatakan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan
oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan makna yang sama. Hadits tersebut
terdapat pada 10 kitab Hadits ; al-Bukhori, Muslim, al-Darimi, Abu Dawuf, Ibnu
Majah, al-Turmudzi, al-Thayalisi, Abu Hanifah, al-Tabrhani, al-Hikam.
Sedangkan hadits mutawatir ma’nawi,adalah

‫المتواتر المعنوي هو‬


8
‫ماتواتر معناه دون لفطه‬
Hadits Mutawatir Ma'nawi adalah Hadits yang Mutawatir maknanya bukan
lafadznya

Atau dengan kata lain adalah hadits yang rawi rawinya berlainan dalam
menyusun redaksi pemberitaan,tetapi berita pemberitaan yang berlain lainan itu
terdapat persesuaian pada prinsipnya.9
Contoh hadits mutawatir ma’nawi adalah tentang hadits mengangkat
tangan ketika bedoa

‫َ ََل‬
‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬‫ْه‬
‫لي‬ََ َّ ‫لى‬
‫اَلِل ع‬ ََّ
‫ِيُّ ص‬‫َّب‬
‫ن الن‬ َ‫َا‬‫ك‬
َِّ
‫َل‬ ‫ِ إ‬‫ِه‬ ‫َائ‬‫ْ دع‬‫ِن‬ ٍْ‫ِي شَي‬
‫ء م‬ ‫ِ ف‬ ‫يه‬ َ‫ي‬
ْ‫د‬ َ ‫َع‬‫ْف‬
‫ير‬َ
‫َّى ير‬
‫َى‬ ‫َع ح‬
‫َت‬ ‫ْف‬ َ ‫نه‬
‫ير‬ َِّ
‫َإ‬‫ء و‬ِ‫َا‬ ‫ِسْق‬
‫اَلسْت‬
ِ ‫ِي‬ ‫ف‬
‫ْه‬
ِ ‫َي‬ ِْ
‫بط‬ ‫َاض إ‬‫بي‬َ
8
Ibid, hal : 21.
9
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul,.....hlm.83.

6
"Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangan beliau
dalam doa-doanya selain dalam doa salat istiqa' dan beliau mengangkat
tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)

Hadits yang semakna dengan yang semacam itu,tidak kurang dari 30 buah
dengan redaki yang berbeda beda. Kendatipun hadits hadits tersebut berbeda beda
redaksinya namun karena mempunyai kadar mustarak (titik persamaan) yang
sama,yakni keadaan beliau mengangkat tangan di kala berdoa,maka hadits tersebt
disebut mutawatir maknawy.
e. Faidah Hadits Mutawatir

Hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dhoruri ( ‫ ) الضروري‬yaitu


ilmu yang pasti (yakin) dan tidak boleh diingkari kebenarannya. Mutawatir itu
wajib diterima dengan yakin dan wajib diamalkan. Hadis Mutawatir sama
derajatnya dengan nash Al-Quran. Karenanya, mengingkari hadis Mutawatir,
sama dengan mengingkari Al-Quran, dihukum kafir. Atau paling sedikit sebagai
orang yang mulhid, yaitu orangyang mengakui akan keesaan Allah dan mengaku
sebagai orang Islam tetapi tidak mengakui Muhammad sebagai Rasulullah.10

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi


hadits mutawatir tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena
kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk
tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima
dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang
faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang
mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan
mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan
pancaindera).

f. Kitab Rujukan Hadits Mutawatir

10
Hasbi As-Shiddieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Jakarta: Bulan Bintang,1993), hlm.100

7
Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh – sungguh dengan
mengumpulkan hadits hadits mutawatir,lalu menjadikannya sebagai kitab khusus

(mushanaf) tersendiri,untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk


kepadanya.Diantara kitab – kitab itu.
1) Al – Azhar Al – Mutanatsirah Fil Akbar Al Mutawatirah,Karya As – Suyuthi

2) Qathful Azhar,Karya As Suyuthi,Ringkasan Kitab di atas


3) Al – La’ali’ Al Mutanatsirah Fil Ahadits Al Mutawatirahm,Karya Abu Abdillah
Muhammad Bin Thulun Ad – Dimasyqi

4) Nazhmul Mutanatsirah minal Hadits Al – Mutawatirah,Karya Muhammad bin


Ja’far Al Kittani.11

B. Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang
berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :

‫الحد يث اَلحد هوالحديث الذى لم‬


‫يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر‬
‫سواء كان الراوى واحد او اثنين‬
‫اوثالثة ااواربعة اوخمسة الى غير ذ‬
‫لك من العداد التى َل تشعر بان‬
.‫الحديث د خل فى خبر المتوتر‬
Artinya : “Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah
rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya.
Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi
tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.

Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut


Hadits Ahad adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits
Mutawatir12

11
Mahmud thahan, studi ilmu....hlm.23
12
Ibid, hal : 22.

8
Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah
pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik
pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan
seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa Hadits tersebut
masuk ke dalam Hadits Mutawatir13
Dan Hadits Ahad itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Hadits
Masyhur, Hadits 'Aziz dan Hadits Gharib.

a. Hadits Masyhur.
Secara etimologi hadits masyhur adalah, yang diterangkan,yang
ditunjukkan,yang masyhur.Sedangkan secara istilah hadits masyhur adalah hadits
yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawinya.14
Ditinjau dari segi kualitasnya, Hadits Masyhur ada yang Shahih, ada yang
Hasan dan ada yang Dho'if15. Hadits Masyhur yang Shahih artinya Hadits
Masyhur yang memenuhi syarat-syarat keshahihannya, Hadits Masyhur yang
Hasan artinya Hadits Masyhur yang kualitas perawinya di bawah kualitas perawi
Hadits Masyhur yang Shahih, sedangkan Hadits Masyhur yang Dho'if artinya
Hadits Masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu
syaratnya dari syarat Hadits Shahih.
Adapun contoh dari Hadits Masyhur adalah :

َ‫َا‬
‫ل‬ ‫َ ق‬
‫لم‬ََّ‫َس‬ ‫ْه‬
‫ِ و‬ ‫لي‬ََ َّ ‫لى‬
‫اَلِل ع‬ ََّ
‫ِيِ ص‬ ‫ْ الن‬
‫َّب‬ ‫َن‬
‫ع‬
ْ
‫ِن‬‫ن م‬ َ‫ِمو‬ ْ َ
‫المسْل‬ ‫ْ سَل‬
‫ِم‬ َ ‫ِم‬
‫من‬ ْ
‫المسْل‬
ِ
‫ِه‬ ََ
‫يد‬ ‫ِ و‬
‫ِه‬‫ِسَان‬
‫ل‬

13
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung : Pustaka Setia,2000)
hal : 74.
14
A.Qadir Hasan,Ilmu Mushthalah ...hal.271

9
Artinya : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda yang dikatakan
sebenar benar orang islam itu adalah orang yang orang orang muslim lainnya
selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.

Hadits tersebut diriwayatkan,oleh Bukhari,Muslim dan Turmudzi dengan


sanad yang berlainan.
Sanad Hadits :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam

1.Abdulllah bin Amr 1.Abu Musa 1.Abu Hurairah


2.As- Sya’bi 2.Abu Burdah 2.Abu Shalih
3.Abdullah bin Abis – 3.Abu Burdah bin 3.Al Qa’qa
Basfar Abdullah bin Abi Burdah 4.Ibnu ‘Ajlan
4.syu’bah 4.Yahya 5.Al Laits
5.Adam 5.Sa’id 6.Qutaibah

BUKHARI MUSLIM TURMUDZI

Cobalah perhatikan sanad yang dari jalan abdullah Bin amr sampai Bukhari,yang
dari jalan abu musa sampai muslim dan yang dari jalan abu hurairah sampai jalan
turmudzi kita akan melihat,tidak ada seorang pun yang diantara rawi rawi tersebut yang
bersamaan orang nya.
Oleh karena itu, hadits itu dikatakan mashyur karena mempunyai tiga sanad atau
jalan periwayatan yang berbeda.16

Contoh Hadits mashyur yang lain adalah :

‫إنما األعمال‬ ‫قال رسول هللا‬


‫بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى‬
‫فمن كانت هجرته إلى دنيا‬

16
Ibid.hlm.272

10
‫أو إلى امرأة ينكحها‬ ‫يصيبها‬
‫فهجرته إلى ما هاجر إليه‬
Hadits ini diriwayatkan oleh bukhari muslim dengan sanad sebagai berikut:17

Istilah Masyhur yang diterapkan pada suatu Hadits, kadang-kadang bukan


untuk memberikan sifat-sifat Hadits menurut ketetapan di atas, yakni banyaknya
rawi yang meriwayatkan suatu Hadits, tetapi diterapkan juga untuk memberikan
sifat suatu Hadits yang mempunyai ketenaran di kalangan para ahli ilmu tertentu
atau di kalangan masyarakat ramai. Dari sisi ini, maka Hadits Masyhur terbagi
kepada :
 Masyhur di kalangan para muhadditsin dan lainnya (golongan ulama' ahli
ilmu dan orang umum)

17
http//ikabalangan.files.wordpress.com.2012/04/new – picture.png .diakses tanggal 13
oktober 2015.

11
 Masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di
kalangan ahli Hadits saja, atau ahli Fiqih saja, atau ahli Tasawuf saja, atau
ahli Nahwu saja dan lain sebagainya.
 Masyhur di kalangan orang-orang umum saja.

b. Hadits Aziz

Secara etimologi aziz artinya yang sedikit,yang gagah,atau yang


kuat.secara istilah ilmu hadits, hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan dengan
minimal dua sanad yang berlainan rawinya.18 Atau dengan kata lain hadits aziz
adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang,walaupun dua orang rawi tersebut
terdapat pada satu thabaqah saja,kemudian setelah itu,orang orang pada
meriwayatkannya.19

Dari definisi tersebut, kiranyanya dapat disimpulkan bahwa suatu Hadits


dikatakan 'Aziz bukan saja yang meriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap
thabaqat, yakni sejak dari thabaqat pertama sampai thabaqat terakhir, tetapi
sewaktu kedua thabaqat didapati dua orang perawi, tetap dapat dikategorikan
sebagai Hadits 'Aziz. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Ibnu Hibban
mengatakan bahwa Hadits 'Aziz yang hanya diriwayatkan dari dan kepada dua
orang perawi pada setiap thabaqat tidak mungkin terjadi. Secara teori memang ada
kemungkinan, tetapi sulit untuk dibuktikan20
Dari pemahaman seperti ini, bisa saja terjadi suatu Hadits yang pada
mulanya tergolong sebagai Hadits 'Aziz, karena hanya diriwayatkan oleh dua
rawi, tetapi berubah menjadi Hadits Masyhur, karena perawi pada thabaqat
lainnya berjumlah banyak.
Dalam Hadits 'Aziz terdapat Hadits 'Aziz yang Shahih, ada yang Hasan
dan ada pula yang Dha'if.Hadits 'Aziz yang Shahih, Hasan dan Dha'if tergantung

18
Manna’Al Qathan, pengantar studi...hlm.114.
19
Mahmud thahan, studi ilmu....hlm.93
20
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003) ,hal.116.

12
kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Hadits
Shahih, Hasan dan Dha'if.

Contoh Hadits 'Aziz.

‫َل يؤمن احدكم حتى اكون احب إليه‬


‫من نفسه ووالده وولده والناس‬
)‫(متفق عليه‬ ‫اجمعين‬
Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari
pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia
seluruhnya (Muttafaqun 'Alaihi)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukahri dan Muslim dari jalan Anas bin
Malik.Dan diriwayatkan juga oleh bukhari dari jalan Abu Hurairah.
Susunan sanad dari dua jalan (sanad) itu adalah : yang meriwayatkan dari
Anas : Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib.Yang meriwayatkan dari Qatadah :
Syu’bah dan Said.Yang meriwayatkan dari Abdul Aziz : Ismail bin ‘Illiyyah dan
Abdul Warits. 21
c. Hadits Gharib
Gharib secara bahasa artinya yang jauh dari negerinya,yang asing,yang
ajaib,yang luar biasa,yang jauh untuk di pahami. Adapun menurut musthalahul
hadits,hadits gharib adalah suatu hadits yang diriwayatkan hanya dengan satu
sanad,dengan kata lain suatu hadits yang seorang rawi bersendiri dalam
meriwayatkannya,yaitu tidak ada orang lain menceritakannya,melainkan dia.22
Hadits gharib ini ada yang Shahih,Hasan dan Dhaif,yang Shahih contoh
nya seperti yang terdapat dalam As Shahihain,yang Dhaif inilah yang biasanya
banyak terjadi dalam Gharib,sedangkan yang Hasan banyak tedapat dalam
Jami’Tirmidzi23

21
Manna’Al Qathan, studi ilmu...hlm.115
22
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah ...hlm.278
23
Imam An Nawawi,Syarah Hadits Arba’in Nawawiyah,cet.II terj.Abu Ahmad Hasan
dan Ummu Dzakiya.(Solo:Pustaka Barokah,2005) hlm.15

13
Adapun maksud dari penyendirian rawi yaitu penyendirian rawi dalam
meriwayatkan Hadits itu, dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang
lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau
keadaan si rawi, artinya sifat atau keadaan si rawi itu berbeda dengan sifat dan
keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan Hadits tersebut.24
Contoh Hadits Gharib.

ٌ‫ْع‬
‫ِض‬‫ْ ب‬‫َو‬‫ن أ‬َْ
‫ْعو‬‫َسَب‬
‫ٌ و‬‫ْع‬
‫ِض‬‫َان ب‬‫يم‬ ‫ْل‬
ِْ ‫اا‬
َ‫ِل‬
‫ه‬ ‫ْل َلَ إ‬‫َو‬‫ها ق‬ ‫ْض‬
َ‫َل‬ ‫َف‬
‫َأ‬‫ ف‬،‫ة‬ًَ
‫ْب‬‫ن شع‬َْ‫ُّو‬
‫ِت‬‫َس‬ ‫و‬
‫َى ع‬
ِ‫َن‬ ‫ْألَذ‬
‫َة ا‬ َِ
‫ماط‬ ‫ها إ‬َ‫نا‬ َْ
َ‫د‬ ‫ و‬،‫َِلَّ هللا‬
‫َأ‬ ‫إ‬
ٌ
‫َة‬ ‫َاء شع‬
‫ْب‬ ‫َي‬ ْ َ
‫الح‬ ‫ و‬،ِ ِْ
‫يق‬ ‫َّر‬
‫الط‬
‫َان‬ ِْ
‫يم‬ ‫ْل‬
‫َ ا‬ ‫ِن‬‫م‬.
“Iman Memiliki Lebih Dari Tujuh Puluh Atau Enam Puluh Cabang. Cabang Yang
Paling Tinggi Adalah Perkataan ‘Lâ Ilâha Illallâh,’ Dan Yang Paling Rendah
Adalah Menyingkirkan Duri (Gangguan) Dari Jalan. Dan Malu Adalah Salah
Satu Cabang Iman [ Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598),
Muslim (no. 35), Abû Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah
(no. 57), dari Shahabat Abû Hurairah. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no.
2800).]
Kalau kita susun sanad maka gambarannya berupa begini :

Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam

24
Fatchur Rahman,Ikhtisar Musthalahul,.....hlm.97

14
1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah 1.Abu Hurairah
2.Abu Shalih 2.Abu Shalih 2.Abu Shalih 2.Abu Shalih
3.Abdullah bin 3.Abdullah bin 3.Abdullah bin 3.Abdullah bin
Dinar Dinar Dinar Dinar
4.Sulaiman bin 4.Shuhail bin Abi 4. Sulaiman bin
BUKHARI Bilal Shalih Bilal
5.Abu ‘Amir 5.Hammad 5. Abu ‘Amir
6.Abdun bin 6.Musa bin Ismail 6.Muhammad bin
Humaid Abdullah
ABU DAWUD
MUSLIM AN NASA’I

Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi seperti tertera di atas, maka
Hadits Gharib ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Gharib Mutlaq dan Gharib
Nisbi.
a) Gharib Mutlaq
Dikatakan Gharib Mutlaq, artinya penyendirian itu terjadi berkaitan
dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang
meriwayatkan Hadits tersebut kecuali dirinya sendiri.
Contoh :

‫اليمان بضع وسبعون شعبة والحياء‬


)‫شعبة من اليمان (متفق علعه‬
Iman itu bercabang-cabang menjadi 73 cabang, malu itu salah satu cabang dari
iman (Muttafaqun 'Alaihi)
Hadits tersebut diterima oleh Abu Hurairah dan Abu Hurairah (sahabat)
hanya diterima oleh Abu Shalih (tabi'in) dari Abu Shalih hanya diterima oleh
Abdullah Ibn Dinar (tabi'u al-tabi'in) yang darinya juga hanya diriwayatkan oleh
Sulaiman ibn Bilal, dan dari Sulaiman diterima oleh Abu Amir. Baru setelah dari
Abu Amir Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ubaidillah Ibn Sa'id dan Abdun Ibn
Humaid yang dari keduanya, kemudian diterima oleh Muslim.

15
Mengenai Gharib Mutlaq ini, para ulama' berbeda pendapat, apakah
penyendirian pada thabaqah sahabat juga termasuk ke dalam kategori Hadits
Gharib atau tidak. Dengan kata lain, apakah kajian tentang keghariban Hadits itu
juga termasuk pada thabaqah sahabat atau tidak. Menurut sebagian ulama',
keghariban sahabat juga termasuk, sehingga apabila suatu Hadits diterima dari
Rasulullah hanya oleh seorang sahabat (misalnya oleh Abu Hurairah sendiri atau
oleh 'Aisyah sendiri), Hadits tersebut juga disebut Gharib, meskipun pada
thabaqah-thabaqah berikutnya diterima oleh beberpa orang.
Menurut sebagian ulama' lainnya berpendapat bahwa, penyendirian
sahabat tidak termasuk ke dalam Hadits Gharib. Keghariban Hadits menurut
mereka hanya diukur pada thabaqah tabi'in (misalnya pada Ibn Syihab az-Zuhri)
dan thabaqah-thabaqah berikutnya. Dengan demikian, suatu Hadits baru bisa
dikatagorikan ke dalam Hadits Gharib apabila terjadi penyendirian pada thabaqah
tabi'in atau thabaqah-thabaqah berikutnya.

b) Hadits Gharib Nisbi


Disebut Hadits Gharib Nisbi, arti katanya Gharib adalah yang relatif. Ini
maksudnya, penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya, melainkan
mengenai sifat atau keadaan tertentu seorang rawi :

1. Penyendirian tentang sifat keadilan dan kedhabitan dan ketsiqahan rawi.


Contoh :

‫يقراء فى األضحى‬ ‫كان رسول هللا‬


‫والفطر بق والقران المجيد‬
‫واقترب الساعة وانشق القمر‬
)‫(اخرجه مسلم‬
Konon Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pada hari raya Qurban dan hari
raya Idul Fitri membaca surat Qaaf dan surat al-Qamar (Akhrajahu Muslim)

16
2. Penyendirian tentang kota atau tempat tinggal tertentu, yakni Hadits yang
hanya diriwayatkan oleh para rawi dari kota atau daerah tertentu saja,
misalnya Basrah, Kufah atau Madinah saja. Contoh :

‫ان نقراء‬ ‫امرنا رسول هللا‬


‫بفاتحة الكتاب وما تيسر منه‬
)‫(رواه ابو داوو‬
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kita agar
membaca al-Fatihah dan surat mudah dari al-Qur'an (HR. Abu Dawud)
Hadits ini diterima oleh Abu Dawud dari Abu Walid al-Thayalisi dari Hamam
dan Qatadah dari Abu Nasharah dan Sa'id yang kesemuanya berasal dari Bashrah.

3. Penyendirian tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu. Contoh :

‫َ على صفية بسوبق‬ ‫َو‬


‫ْلم‬ ‫ا‬ ‫أن النبى‬
‫وتمر‬
Sesungguhnya Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mengadakan walimah untuk
Shafiyah dengan jamuan makanan yang terbuat dari tepung gandum dan kurma
Hadits Ash –habus Sunan (nomor I ) yang bersanadkan Ibnu
Uyainah,Wa’il,Bakar bin Wa’il,Az Zuhry dan Anas Radhiyallahu’an,menurut Al
Hafidh Ibnu Thahir hanya Wa’il sendiri yang meriwayatkan dari anak nya,Bakar
dan selain Ibnu Uyainah tidak ada seorang rawi yang meriwayatkan daripadanya.
Al Tuzy meriwayatkan hadits tersebut (Nomor II) dari Ibnu Uyainah dari
Ziyyad bin Sa’id dari Az Zuhry tanpa melalui wa’il.Jamaah Ahli hadits (Nomor
III) meriwayatkan dari Uyainah,terus langsung dari Az Zuhry tanpa perantara.
Dengan demikian,Wa’il adalah menyendiri dengan perawi lain dalam
meriwayatkannya.Ia meriwayatkannya dari anaknya sendiri,sedang rawi rawi lain
tidak ada yang meriwayatkan semisal itu.25

25
Ibid.hlm.102

17
Penyendirian seorang perawi seperti di atas, bisa pada keadilan dan
kedhabitannya, atau pada tempat tinggal atau kota tertentu. Misalnya, Hadits itu
tidak diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti
gharib dalam ketsiqahannya dari perawi lainnya. Atau misalnya, Hadits itu tidak
diriwayatkan oleh penduduk ahli Madinah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti
gharib dalam meriwayatkan Hadits tersebut.
Dilihat dari sudut keghariban pada sanad dan pada matan, Hadits Gharib
terbagi kepada dua macam. Pertama, keghariban pada sanad dan matan secara
bersama-sama, dan kedua, keghariban pada sanad saja26
Yang dimaksud dengan Gharib pada sanad dan matan secara bersama-
sama adalah Hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu silsilah sanad
dengan satu matan Haditsnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Gharib pada
sanad saja adalah Hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh banyak
sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat
yang lain yang tidak populer. Periwayatan Haditsmelalui sahabat yang lain seperti
ini disebut sebagai Hadits Gharib pada sanad.
Dari pembahasan tentang Hadits Gharib tersebut, jelasnya pada Hadits
Gharib mempunyai beberapa hukum (nilai) diantaranya :

1. Shahih, yaitu jika perawinya mencapai dhabith yang sempurna dan tidak
ditentang oleh perawi yang lebih kuat dari padanya.
2. Hasan, yaitu jika dia mendekati derajat yang di atas dan tidak ditentang
oleh orang yang lebih rajah dari padanya.
3. Syad, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang
dia adalah orang kepercayaan.
4. Munkar, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya,
sedang diapun adalah orang yang lemah.
5. Matruk, yaitu jika dia tertuduh dusta walaupun tidak ditentang oleh orang
lain.

26
Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadits, (Jakarta : Gaya Media Pratama,2001) Hal : 149

18
Oleh karena yang demikian, terbagilah Hadits Gharib kepada tiga bagian,
yaitu :

1. Gharib Shahih, yaitu segala Hadits Gharib yang terdapat dalam Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim
2. Gharib Hasan, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan
at-Turmudzi
3. Gharib Dha'if, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam
sunan-sunan lain dan dalam musnad-musnad27

Untuk menetapkan suatu Hadits itu Gharib, hendaklah diperiksa lebih dulu
pada kitab-kitab Hadits, semisal kitab Jami' dan kitab Musnad, apakah Hadits
tersebut mempunyai sanad lain selain sanad yang dicari kegharibannya itu, atau
tidak. Kalau ada hilanglah kegharibannya.
Adapun Kitab yang banyak memuat Hadits Gharib diantaranya adalah :
(1) Musnaad Al Bazaar
(2) Al-Mu’jam Al Ausath karya At Thabrany
Dan Kitab Kitab yang membahas Hadits Gharib adalah :
(1) Gharaibu Malik,Karya al-Daruquthniy
(2) Al-Afraad, Karya al-Daruquthniy
(3) Al-sunan Allatiy Tafarrada Bikulli Sunnatin Minha Ahlu Baldah,Karya
Abu Daud al Sajistaniy

C. Kedudukan Hadits Ahad

Hadits-hadits ahad memberi dua faedah:

1) Dzon, yaitu sangkaan kuat tentang sahnya penyandaran penukilan hadits


dari seseorang. Dan hal ini bertingkat-tingkat sesuai tingkatnya masing-
masing yang telah disebutkan. Terkadang hadits ahad memberi faedah

27
www.Academi.edu.com/ makalah hadits ditinjau dari kuantitasnya diakses tanggal 15
Oktober 2015 jam 10 : 56 wib

19
ilmu jika ditemukan banyak indikator dan dikuatkan oleh ushul (kaedah
pokok dalam syari’at).

Misalnya dengan indikator (qorinah), hadits tersebut diterima oleh seluruh


umat. Tidak ada yang menolaknya misal hadits innamal ‘amalu biniyat. Ini
termasuk hadits ghorib, akan tetapi karena seluruh ulama menerimanya, maka ini
adalah qorinah yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah benar-benar dari
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Atau hadits tersebut didukung oleh ushul,
yaitu didukung oleh kaedah pokok dalam syari’at. Ada banyak ayat yang
menunjukkan. kebenaran maksud dari hadits tersebut. Maka ini merupakan
indikasi kuat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya. Atau itu
adalah hadits yang muttafaqun ‘alaih. Meskipun itu adalah hadits ahad atau
ghorib. Namun itu menjadi qorinah yang kuat. Ini pendapat yang dirojihkan
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam masalah ini yaitu hadits ahad itu memberi faidah
dzon kecuali ada qorinah. Jadi, hadits ahad itu memberi faidah ilmu (yakin) jika
ada indikator-indikator pendukungnya.

2) Mengamalkan kandungannya. Dengan mempercayainya jika berupa berita


dan mempraktekkannya jika berupa tuntutan.

Baik tuntutan untuk mengerjakannya atau tuntutan untuk meninggalkannya.


Jadi hadits ahad memberi faedah amal. Jika hadits itu berupa masalah aqidah
berupa masalah khobar maka tetap wajib menjadikannya sebagai aqidah dan
mempercayainya. Jadi ucapan ulama bahwa hadits ahad yang shahih itu memberi
makna sangkaan kuat, itu sama sekali tidak ada hubungannya bahwa dalam
masalah aqidah tidak diamalkan.Meskipun ada tiga pendapat untuk masalah ini,
meskipun ulama yang memilih dzon secara mutlak sekalipun, namun mereka tetap
beramal dengan hadits ahad dalam masalah aqidah dalam masalah khobar dengan
mempercayai dan mengimaninya sebagai bagian dari aqidah. Inilah curangnya
Para penolak hadits ahad . Ketika mereka mengatakannya bahwasannya mereka
tidak mau menerima hadits ahad dalam masalah aqidah. Lalu mereka mengatakan

20
yang mendukung kami adalah ulama ini, disebutkan satu dua tiga dst disebutkan.
Padahal apa yang disebutkan oleh ulama tersebut bahwa hadits ahad memberi
makna (dzon) sangkaan. Dan sangkaan yang dimaksudkan adalah sangkaan yang
kuat bukan sekedar sangkaan. Sama sekali mereka tidak bermaksud dikarenakan
itu memberi makna dzon kemudian tidak dipakai dalam masalah aqidah. Namun
Mereka curang. Mereka katakan yang mendukung kami adalah ulama ini dan itu.
Padahal ulama tersebut membicarakan dari segi itu memberi makna dzon atau
tidak dan beliau merojihkan memberi makna dzon. Lalu apakah beliau
mengatakan itu tidak diterima sebagai dalil dalam masalah aqidah? Tidak. Beliau
tetap menerimanya sebagai dalil dalam masalah aqidah. Hanya saja ulama tersebut
memilih memberi makna dzon. Karena mengamalkan hadits ahad dalam masalah
aqidah adalah ijma ulama salaf. Sebagaimana dinukil oleh banyak ulama.
Meskipun itu adalah hadits ahad, maka itu adalah memberi faidah amal dengan
dijadikannya sebagai aqidah jika berisi masalah-masalah aqidah.

BAB III
PENUTUP

Sebagai akhir bahasan masalah ini, alangkah baiknya kita saling ingat dan
mengingatkan, bahwa:
1. Wajib bagi setiap muslim mengimani semua hadits yang sudah shahih
yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam
masalah ‘aqidah maupun ahkam, baik yang mutawatir maupun hadits ahad
yang shahih. Semua wajib kita imani dan kita terima dengan sepenuh hati.
2. Bahwa hak tasyri’ (membuat syari’at) hanyalah milik Allah Subhanahu wa
Ta'ala semata, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang akan
menjelaskannya. Sedangkan bila yang ditetapkan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallaam tidak terdapat dalam Al-Qur-an berarti beliau telah
diizinkan Allah untuk menetapkan sya-ri’at itu. Dan bagi seorang mukmin
bila diseru untuk berhukum dengan hukum Allah dan Rasul-Nya tiada
pilihan lain baginya kecuali wajib taat. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

21
  
  
  
  
 
   
 
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila dipanggil kepada Allah dan
Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan,
‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung”. (An-Nuur: 51)

3. Kita harus menjadi orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, para Shahabat Ridwanullah
'alaihim ajma'in, Tabi'in, dan Tabi’ut Tabi'in. Karena tidak ada yang
pantas untuk dijadikan contoh, panutan, dan teladan, melainkan terpatri
pada sosok pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Kita tidak diperkenankan mengikuti tokoh-tokoh yang dianggap sebagai
orang terkenal, yang dalam ‘aqidah dan amal mereka menyimpang dari
apa yang sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya.
5. Pemahaman, pengamalan, dan dakwah yang bersumber dari Al-Qur-an
dan As-Sunnah haruslah sebagaimana yang difahami, diamalkan, dan
didakwahkan oleh Rasulullah Shallallahuu 'alaihi wa sallam, dan para
Shahabatnya, tidak boleh ada seorang pun yang menyalahi aturan dalam
perkara ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bahan Dari Buku

Ahmad ,Muhammad dan Mudzakir, M. Ulumul Hadits, Bandung : Pustaka

22
Setia,2000
Al Qathan ,Manna’, Studi Ilmu Hadits,cet.VIII,terj. Mifdhol abdurrahman,
Jakarta : pustaka al kautsar, 2014
An Nawawi,Imam,Syarah Hadits Arba’in Nawawiyah,cet.II terj.Abu Ahmad
Hasan dan Ummu Dzakiya.Solo:Pustaka Barokah,2005
As-Shiddieq,Hasbi Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
Jakarta: Bulan Bintang,1993
At-Thahhan Mahmud, Taisiiru Musthalahul Hadisi
At-Thahan ,Mahmud,Ilmu Hadits Praktis,cet.I,terj.Abu Fuad Bogor : Pustaka
Thariqul Izzah,1985.
Hasan ,A. Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung: CV.Diponegoro,1990
Rahman ,Fatchur,Ikhtisar Musthalahul Hadits,cet... Bandung : Pustaka Al
Ma’arif,1974.
Ranuwijaya ,Utang,Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama,2001
Suparta, Munzier ,Ilmu Hadits, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003

Bahan Dari Internet.

www.Academi.edu.com/ makalah hadits ditinjau dari kuantitasnya diakses tanggal


15 Oktober 2015 jam 10 : 56 wib
www.salwa.com/artikel Pembagian Hadits Ditinjau Dari Jalan Periwayatannya
Yang Sampai Kepada Kita oleh Ust.Muhammad Wasitho,Lc.,Ma,diakses
tanggal 14 oktober 2015
http//ikabalangan.files.wordpress.com.2012/04/new – picture.png .diakses tanggal
13 oktober 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai