Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu


suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat
ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping
prosedur pengumpulan data yang di tempuh. Hal ini mudah dipahami karena
instrument berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehigga jika instrumen
yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel
maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di
lapangan.

Fenomena akademik yang sering ditemui dalam penelitian mahasiswa


diantaranya adalah ketika persoalan alat ukur yang akan digunakan untuk mengkaji
gejala-gejala empiris dalam ilmu-ilmu sosial. Karena dalam masalah sosial, gejala
empirik yang sering ditemui merupakan gejala yang memiliki keragaman yang
harus dibahas sesuai dengan kajian teori yang benar, tidak melanggar kaidah dan
tidak bertentangan dengan kelaziman.

Dalam masalah sosial, persoalan penentuan alat ukur yang dibuat dengan
asal jadi, tanpa memperhitungkan validitas dan reliabilitasnya, akan menyebabkan
interpretasi yang bermacam-macam dan bisa memberikan alternatif jawaban yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi, kapan dan dimana suatu alat ukur itu akan
digunakan. Jika salah dalam penerapan, jawaban yang diperoleh bukan akan
memberikan informasi yang baik dan benar, akan tetapi justru akan memberikan
informasi yang keliru dan akan berdampak terhadap kesimpulan yang dibuat.

Jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai
validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid
atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan sehingga dapat menghasilkan
kesimpulan yang keliru. Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian kita
dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan
instrumen yang dibuat sendiri, instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah

1
instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel
tertentu.

Dengan demikian, jika instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan


data variabel penelitian maka kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut,
dengan catatan bahwa teori yang diajdikan landasan penyusunan instrumen
tersebut, dengan catatan bahwa teori yang dijadikan landasan penyusunan
instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu dalam penelitian kita. Selain itu
konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam penelitian. Akan tetapi jika
instrumen yang baku belum tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian,
maka instrumen untuk mengumpulkan data variabel tersebut harus dibuat sendiri
oleh peneliti.

Dalam penelitian, persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh kuesioner


yang dibuat sebagai alat ukur yakni harus memiliki minimal dua keunggulan, yaitu
validitas dan reliabilitas. Validitas adalah merupakan alat ukur yang bila digunakan
akan mampu memberikan informasi yang sesungguhnya tentang apa yang kita
inginkan untuk diukur. Alat ukur demikian berarti valid. Sedangkan bila instrumen
yang dibuat sebagai alat ukur itu memiliki konsistensi dari beberapa kali
pelaksanaan pengukuran akan tetap memperoleh hasil yang relative sama
dinamakan reliabel. Dengan demikian, validitas dan reliabilitas merupakan dua
syarat minimal yang harus dimiliki oleh alat ukur yang digunakan dalam penelitian.

Dalam rangka memahami pengembangan instrument penelitian, maka


berikut ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang terkait, diantaranya konsep
instrument penelitian, uji validitas kontruk, uji validitas isi, uji validitas eksternal,
dan juga uji reliabilitas berdasarkan tingkkat nilai relliabilitas dari alpha cronbach.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimanakah konsep intrumen penelitian?


2. Apa maksud dari validitas konstruk?

2
3. Apakah maksud dari validitas isi?
4. Apakah maksud dari validitas eksternal?
5. Bagaimana uji reliabilitas berdasarkan nilai alpha cronbach dilakukan?

1.3 Tujuan Dan Manfaat


1. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
a. Menguraikan bagaimana konsep indtrumen penelitian
b. Menjelaskan maksud dari validitas konstruk
c. Menjelaskan maksud dari validitas isi
d. Menjelaskan maksud dari validitas eksternal
e. Menguraikan bagaimana cara menguji reliabilitas berdasarkan nilai
alpha cronbach
2. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini
adalah:
a. Mengetahui bagaimana konsep indtrumen penelitian
b. Mengetahui maksud dari validitas konstruk
c. Mengetahui maksud dari validitas isi
d. Mengetahui maksud dari validitas eksternal
e. Mengetahui bagaimana cara menguji reliabilitas berdasarkan nilai
alpha cronbach

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Literatur

2.1.1 Konsep Instrumen Penelitian

2.1.1.1 Pengertian Instrument Penelitian

Rasa ingin tahu merupakan salah satu sifat dasar yang dimiliki manusia.
Sifat tersebut akan mendorong manusia bertanya untuk mendapatkan pengetahuan.
Secara universal, terdapat tiga jenis pengetahuan yang selama ini mendasari
kehidupan manusia, yaitu logika yang dapat membedakan yang benar dan yang
salah, etika yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta estetika
yang dapat membedakan yang indah dan yang jelek (Darma.2008:4).

Penelitian muncul karena adanya kesulitan yang dihadapi manusia maupun


karena naluri ingin tahu, yang memerlukan jawaban yang dapat diandalkan. Suatu
jawaban dapat diandalkan apabila didasarkan pada pengetahuan yang benar.
(Winarno.2011:2).

Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar


atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung fakta empirik yang dilakukan
secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik
kesimpulan berdasarkan data dan menggunakan metode dan teknik tertentu
(Dharma.2008:5).

Instrument adalah alat yang digunakan untuk memperoleh atau


mengumpulkan data dalam memecahkan suatu masalah penelitian dan juga
merupakan alat yang digunakan peneliti untuk memecahkan masalah dalam sebuah
penelitian (Alfianika.2018:117).

According to Wilkinson and Birmingham (2003:3),research instrument are


simply devices of obtaining information relevant to your research project.

4
Instrument penelitian akan digunakan untuk melakuakan pengukuran
dengan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrument harus
mempunyai skala (Anggito dan Setiawan.2018:193).

Tanpa instrument yang tepat, penelitian tidak akan menghasilkan sesuatu


yang diharapkan. Karena penelitian memerlukan data-data empiris dan data-data
tersebut hanya mungkin diperoleh kalau menggunakan instrument atau teknik
penelitian yang tepat (Sanjaya.2016:74).

2.1.1.2 Jenis-jenis Instrumen Penelitian

Kualitas hasil penelitian dipengaruhi dua faktor utama yaitu kualitas


instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data . instrumen penelitian
merupakan bagian yang terpenting didalam suatu penelitian, kualitas instrument
penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen (Hamdi dan
Bahruddin.2014:50).

Pada dasarnya instrumen dapat dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.
Yang termasuk kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensi tes bakat,
dan tes kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk kedalam kelompok non
tes ialah skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara,
angket, pemeriksaan dokumen dan sebagainya (Djali dan Muljono.2007:6).

1. Bentuk Instrumen Tes

Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja atau sejenisnya yang dapat
digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat dan kemampuan dari
subjek penelitian. Lembatr instrument yang bergisi berupa tes ini berisi soal soal
tes yang terdiri atas butir-butir soal mewakili variabel yang diukur. Berdasarkan
sasaran dan objek yang diteliti, terdapat berbagai macam tes yaitu tes kepribadian
(personality test), tes bakat (aptitude test), tes intelegensi (intellegnce test), tes
sikap (attitude test), tes minat (measures of interest) dan tes prestasi (achievement
test). (Siyoto dan Sodik.2015.78-79).

2. Bentuk Instrumen Angket atau Kuisioner

5
Kuisioner (angket) adalah suatu daftar yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan dan pilihan jawaban menngenai variabel penelitianan atau objek yang
diteliti. Pertanyaan-pertanyaan di dalam kuisioner didasarkan pada indikator-
indikator yang merupakan definisi operasional dari suatu variabel penelitian.
(Muchson.2017:105).

Menurut Bungin (2005:133-135), dari bentuk isi inilah kemudian angket


dibedakan menjadi beberapa bentuk, seperti:

a. Angket langsung tertutup


Angket yang dirancang sedemikian rupa yang dirancang untuk merekam tentang
segala keadaan responden, kemudian semua jawaban yang harus dijawab responden
telah tertera dalam angket tersebut. Pertanyaan dapat diformulasikan sebagai
berikut:
“Apakah saudara hadir pada rapat terakhir pemegang saham di perusahaan
saudara?”
(….) 1) Ya
(….) 2) Tidak
b. Angket tak langsung tertutup
Dikontruksi dengan maksud untuk menggalinatau merekam data mengenai apa
yang diketahui responden perihal objek dan subjek tertentu. Alternative jawaban
telah disiapkan sehingga responden tinggal memilih jawaban mana yang sesuai
untuk dipilih.
Contoh:
“Menurut pengamatan anda selaku salah satu karyawan diperusahaan saudara,
pimpinan saudara memiliki ciri-ciri tertentu berikut ini (jawaban boleh lebih dari
satu, asal sesuai dengan hasil pengamatan saudara)”
(….) 1) memiliki sikap ramah dan edukatif terhadap bawahan
(….) 2) berwibawa terhadap sesame karyawan
(….) 3) bersikap jujur dan sportif
(….) 4) memiliki disiplin kerja yang tinggi
c. Angket langsung terbuka
Daftar pertanyaan yang dibuat dengan sepenuhnya memberikan kebebasan
terhadap responden untuk menjawab tentang keadaan yang dialami.

6
Contoh:
“Coba jelaskan secara singkat, bagaimana pendapat anda tentang peristiwa
pemogokan yang dilakukan oleh karyawan pabrik sepatu di perusahaan saudara?”
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
d. Angket tak langsung terbuka
Bentuknya dikonstruksi dengan ciri-ciri yang sama dengan angket langsung terbuka
serta disediakan kemungkinan atau alternative jawaban, sehingga responden harus
memformulasikan sendiri jawaban yang dipandang sesuai.
Contih:
“sebutkan keistimewaan yang paling menonjol dari sifat-sifat yang dimiliki oleh
pimpinan saudara, sehingga perusahaan saudara menjadi maju”
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
3. Bentuk Instrumen Interview

As establish here, an “intervuewung involves asking question and getting


answers form participants in a study. Interviewing has variety of forms including:
individual, face to face interviews and face to face group interviewing (Trigueros
and Sandoval.2017:2).

Interview atau wawancara adalah kegiatan mencari informasi / keterangan /


pendapat melalui tanya jawab dengan responden. Tujuan wawancara adalah untuk
mengungkapkan latar belakang, motif-motif yang ada disekitar maslah yang
diobservasi (Muchson.2017:106)

4. Bentuk instrumen skala (rating scale)

Menurut Pribadi (2014:61-62), Instrument skala atau rating scale pada


umumnya dilengkapi dengan skala atau ukuran yang menggambarkan kualitas dari
prosedur kerja atau komponen-komponen produk yang dinilai. Contoh: sangat baik,
baik, cukup baik, kurang baik, buruk.

7
Informal rating scale can be incorporated into the initial assessment of
clients. For example, clients could be asked to rate one a 5- or a 7- point scale the
severity of the presenting problem (Whiston.2009:131).

Langkah langkah dalam penyusunan skala yang benar sebagai berikut:


Langkah pertama, melakukan studi literature dan menentukan dengan jelas aspek,
komponen, dimensi serta spesifikasi objek penelitian. Langkah kedua menyusun
berbagai indikator yang dapat diamati sesuai aspek sapek yang diukur
(Yusuf,2014:222).

Jenis instrumen skala menurut Noor (2011:125-127) yaitu:

a. Skala Nominal
Digunakan untuk mengklasifikasikan objek, individual, atau kelompok.
Contoh: jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam
mengidentifikasi hal ini digunakan angka-angka sebagai symbol atau label.
b. Skala Ordinal
Memberikan informasi tentang jumlah relative karakteristik berbeda oleh
objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala
nominal sitambah dengan skala peringkat relative tertentu. Contoh: Bagaimana
menurut pendapat saudara mengenai penjulan tiket pesawat terbang Garuda?

Jawab: a. sangat lambat b. lambat c. cepat d. sangat cepat e. sangat cepat

Jawban “sangat lambat” diberi nilai 1, “lambat” diberi nilai 2, dan seterusnya.

8
c. Skala Interval
Memiliki karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal
dengan ditambah karekteristik lain yaitu berupa interval yang tetap. Contoh:
Nilailah layanan kami dengan menggunakan skala sebagai berikut:
Kurang 12345 678910 Baik
d. Skala Linkert Summated Ratings
Merupakan salah satu teknik pengukuran sikap dimana subjek diminta
untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap
masing-masing pernyataan.
e. Skala Semantic Differential
Dimana subjek diminta memilih satu kata sifat atau frasa dari sekelompok
pasangan kata sifat atau frasa yang disediakan paling mampu menggambarkan
perasaan mereka terhadap suatu objek.
f. Skala Numrik
Numerical mirip dengan skala differential semantic, dengan perbedaan
dalam nomor skala lima titik atau tujuh titik disediakan.
Butir Rendah Tinggi
Nomor
Pertanyaan 1 2 3 4 5

5. Bentuk instrumen dokumentasi

Cara memahami individu melalui upaya mengumpulkan data, mempelajari


dan menganalisis laporan tertulis, dan rekaman audiovisual dari suatu peristiwa
yang isinya terdiri atas penjelassan dan pemikiran yang berhubungan dengan
keperluan yang dibutuhkan. Contoh: buku rapor, buku nilai, buku pribadi, buku
induk, dan daftar presensi.

Menurut Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengalir


atau mengambul data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai
dengan masalah yang diteliti (Taufan.2016:104).

2.1.2 Uji Validitas Konstruk

9
Menurut Cohen dan Swerdlik dalam Hepi Wahyuningsih (2009:199-120),
Bukti-bukti validitas konstruk dapat diperoleh dari: bukti homogenitas, bukti bahwa
hasil tes menurun atau meningkat karena faktor umur, bukti adanya perubahan dari
skor pretest ke postest, bukti adanya perbedaan skor pada kelompok yang berbeda,
bukti konvergen, bukti destriminan, dan faktor analisis.

Menurut Zulkifli (2009:90), Validitas konstruk (contruks validty) adalah


validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh butir-butir tes mampu mengukur
apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi
konseptual yang telah diterapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk
instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel konsep, baik yang sifatnya
performansi tipikal seperti instrument untuk mengukur sikap, minat konsep diri,
lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun
yang sifatnya performansi maksimum seperti instrument untuk mengukur bakat
(test bakat) intelegansi (kecerdasan Intelektual), kecerdasan, emosional dan lain-
lain.

Untuk menentukan validasi konstruk dilakukan proses penelahan teoritik


dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur mulai dari perumusan konstruk,
penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-
butir instrumen. Perumusan, konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari
teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis
dan komparasi yang logis dan cermat.

Validasi konstruk mengarah pada seberapa instrument tersebut mengukur


sifat bangunan pengertian. Dalam penetapan kesahihan konstruk meliputi
kombinasi dari pendekatan rasional mempersoalkan unsur yang membentuk
konstruk tersebut serta menetapkan apakah butir-butir itu tampak sesuai menafsir
unsure yang terdapat dalam angket. Segi empiris dari validitas konstruk ini
diarahkan pada segi internal yaitu imbangan dalam instrumen tersebut harus sesuai
dengan apa yang diramalkan oleh konstruk tersebut (wagiran,2013 :283).

Menurut Husein Umar (2005 :401) Validitas konstruk menyatakan bahwa


hendaknya komponen-komponen instrument seperti kusioner diambil dari konsep

10
teori atau pendapat para responden. Yaitu merupakan tehnik untuk menanyakan
pendapat para ahli atau sering disebut dengan Teknik Delphi.

Segi empiris dari validitas konstruk ini diarahkan pada segi internal yaitu
imbangan dalam instrumen tersebut harus sesuai dengan apa yang diramalkan oleh
konstruk tersebut. Pengujian validitas konstruk dilakukan setelah proses validasi
isi. Dalam hal ini setelah instrumen divalidasi oleh ahli, dan direvisi, dilanjut
dengan ujicoba terhadap sejumlah responden (disarankan minimal 30 orang).
Analisis hasil uji coba tersebut akan menentukan kualitas masing-masing butir valid
ataukah tidak.

Cronbach & Meehl dalam Yuniarti, dkk (2016:225) menyatakan bahwa


untuk membuktikan validitas konstrak dapat dilakukan melalui: (1)
mengartikulasikan serangkaian konsep teoretik dan interrelasinya, (2)
mengembangkan cara untuk mengukur konstrak hipotetik yang diteorikan, dan (3)
menguji secara empirik hubungan hipotetik di antara konstrak tersebut dan
manifestasinya yang nampak. Dengan demikian, validitas konstrak adalah proses
pengumpulan bukti untuk mendukung penggunaan dari sebuah tes sebagai alat ukur
konstrak. Terkait dengan hal tersebut, studi ini bertujuan memeroleh bukti validitas
konstrak dari instrumen evaluasi outcome bagi lembaga pendidikan guru
vokasional.

Dari validitas konstruk para penjudgment dapat memberikan keputusan


berupa perbaikan, tanpa perbaikan, atau mungkin dirombak total. Jumlah minimal
dari para ahli tersebut adalah tiga orang yang keahlinya sesuai dengan lingkup yang
akan diteliti. Melalui validitas ini ahli akan menilai apakah intrumen yang dibuat
sesuai/benar-benar mengukur variabel yang dimaksud diantaranya dengan
kesesuaian kemampuan yang teskan dengan tes/soal yang dibuat, konsep, gambar,
perkiraan tingkat kemudahan, penggunaan kalimat, tahapan perkembangan anak
yang dites dan lainnya (Anam, Rif’at.2017:3).

Menurut Wagiran (2019:282) paling tidak terdapat dua cara untuk


melakukan uji validitas konstruk instrumen non tes yaitu dengan mengkorelasikan
skor butir dengan skor total (dengan korelasi product moment ) dan analisis faktor.

11
2.1.3 Uji Validitas Isi

Menurut Sumadi Suryabrata (2008) dalam Fitrah, Luthfiyah (2017)


mengemukakan bahwa validitas instrumen didefinisikan sebagai sejauh mana
instrumen itu merekam/mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam/diukur.
Sedangkan reliabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data
(pengukuran) kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang
sama dalam waktu berlainan.

Menurut Burhan Bungin (2008) dalam Fitrah, Luthfiyah (2017) alat ukur
adalah akurasi alat ukur terhadap yang diukur walaupun dilakukan berkali-kali dan
dimana-mana. Sedangkan realibilitas alat ukur itu dapat dipercaya atau dapat
diandalkan.

Ada tiga jenis pengujian validitas instrumen menruut Sugiyono (2010),


antara lain : pengujian validitas konstruk, pengujian validitas isi, dan pengujian
validitas eksternal.

Instrumen yang harus memiliki validitas isi adalah instrumen yang


digunakan untuk mengukur prestasi belajar dan mengukur efektivitas pelaksanaan
program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang mempunyai
validitas isi, maka instrumen harus disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan
program, maka instrumen disusun berdasarkan program yang telah direncanakan.

Untuk instrumen yang berbentuk tes, maka pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran
yang telah diajarkan. Jika dosen memberikan ujian diluar pelajaran yang telah
ditetapkan, berarti instrumen ujian tersebut tidak mempunyai validitas isi.

Secara teknis, pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dibantu
dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang
diteliti, indiktor sebagai tolok ukur, dan nomor pernyataan yang telah dijabarkan
dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu, maka pengujian validitas dapat
dilakukan dengan mudah dan sistematis (Fitrah, Luthfiyah.2017:64).

12
Menurut Tuckman 1972 dan Issac 1981 dalam Wagiran (2019:282) validitas
isi merujuk kepada sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang
dikehendaki. Validitas isi berarti juga menunjukkan seberapa baik isi dari tes
mewakili situasi dari subyek dimana kesimpulan akan dibuat. Pertanyaan yang
harus dijawab adalah seberapa jauh isi instrumen mencerminkan seluruh universum
isi yang diukur dalam instrumen berbentuk tes, sebuah tes dinyatakan valid bila tes
tersebut dapat mengukur kompetensi yang dikembangkan dan materi pelajaran
yang telah diajarkan.

Uji validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh instrumen


penelitian tersebut talah mencerminkan isi yang dikehendaki. Validitas isi dapat
dilakukan dengan expert judgment atau pertimbangan ahli untuk menilai isi dari
instrumen secara sistematis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ary, Jacobs &
Razavieh (1982:284), dan Gay (1981:112) yang mengemukakan bahwa pengujian
validitas isi dapat dinyatakan dalam angka/statistik. Dalam hal ini penyusun
tes/instrumen meminta sejumlah ahli untuk memeriksa isi instrumen atau tes secara
sistematis serta mengevaluasi relevansinya dengan universum yang sudah
ditemtukan. Bila semua penilai atau ahli tersebut sepakat bahwa butir tes/instrumen
tersebut telah mencerminkan wilayah isi dengan memadai, maka instrumen atau tes
tersebut dapat dikatakan telah memenuhi validitas tes.

Validitas isi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu validitas tampang dan
validitas logis. Validitas tampang diperoleh melalui pemeriksaan terhadap butir-
butir instrumen/tes untuk membuat kesimpulan bahwa instrumen/tes tersebut
mengukur aspek yang relevan. Validitas logis yang disebut juga validitas
pencuplikan (samping validity) mencerminkan batasan yang saksama terhadap
kawasan perilaku yang diukur dan suatu desain logis yang dapat mencakup bagian
dari kawasan perilaku yang diukur. Sejauh mana tipe validitas logis telah terpenuhi
dapat dilihat dari cakupan butir-butir soal/instrumen apakah keseluruhan butir
tersebut merupakan sampel yang representatif bagi yang mungkin dibuat (Wagiran
2019:282).

Menurut Sugiyono (2014) dalam Vigih (2018:74) suatu instrumen


penelitian tidak dapat digunakan untuk mengumpulkan data, jika tidak melalui

13
pengujian validitas terlebih dahulu. Berdasarkan pendapat para ahli tentang definisi
dari validitas , pengujian validitas dapat dibedakan menjadikan tiga jenis, yaitu
validitas isi (content related validity), validitas berdasarkan kriteria (criterium-
related evidence of validity), dan validitas konstruk (construct evidence of validity).
Menurut Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Mahasiswa starata-1 dan starata-2 hanya
diperkenankan untuk melakukan pengujian validitas isi, sehingga mahasiswa
diploma farmasi juga hanya diperkenankan untuk melakukan pengujian validitas
isi. Hal ini dikarenakan, dua jenis validitas yang lain jika dilaksanakan
membutuhkan waktu lama, biayanya mahal, dan menggunakan uji statistik
parametrik.

Untuk melakukan pengujian validitas isi, peneliti wajib menyusun


instrumen pedoman validasi. Kemudian mengkonsultasikan instrumen pedoman
validasi tersebut kepada dosen pembimbing. Setelah instrumen terdebut disusun
dan telah mendapatkan perbaikan dari dosen pembimbing, maka peneliti membawa
pedoman validasi beserta dengan instrumen pengumpul data untuk mendapatkan
penilaian terhadap isi kepada validator. Validator yang dipilih sebaiknya validator
yang bidang keilmuannya sesuai dengan variabel penelitian dan berasal dari latar
belakang ahli (dosen) dan praktisi. Diperkenankan hanya menggunakan satu orang
validator, jika menggunakan satu orang validator, maka validator tersebut wajibnya
adalah seorang praktisi. Kelebihan memilih validator seorang praktisi adalah ,
instrumen tersebut akan lebih operasional jika diterapkan karena, seorang praktisi
yang telah berpengalaman untuk menarapkan instrumen penelitian (Vigih,
2018:74).

Menurut Vigih (2018:75) pada prinsipnya validitas isi digunakan untuk


mengetahui sejauh mana bukti-bukti empirik dan rasional teoritis medukung
ketepatan dan tindakan berdasarkan skor instrumen tes atau instrumen yang lain.
Sehingga paling baik, untuk melakukan pengujian validitas isi, peneliti
menggunakan dua orang validator. Hasil dari pengujian validitas isi dapat berupa
masukan, saran, untuk melakukan perbaikan instrumen penelitian. Namun, dapat
pula hanya berupa tingkat validitas berupa angka. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan memudahkan analisis hasil validasi biasanya peneliti
menggabungkan dua hasil validitas.

14
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang
berkompeten atau melalui expert judgement (penilaian ahli). Validitas isi atau
content validity memastikan bahwa pengukuran memasukkan sekumpulan item
yang memadai dan mewakili yang mengungkap konsep. Semakin item skala
mencerminkan kawasan atau keseluruh konsep yang diukur, semakin besar
validitas isi. Atau dengan kata lain, validitas isi merupakan fungsi seberapa baik
dimensi dan elemen sebuah konsep yang telah digambarkan (Sekaran, 2006 dalam
Hendrayadi.2017:169).

Menurut Hendrayadi (2017:169) mengukur dan melaporkan validitas


konten instrumen adalah penting, karena jenis validitas ini juga dapat membantu
memastikan validitas konstruk dan memberi kepercayaan kepada pembaca dan
peneliti tentang instrument karena melibatkan pakar-pakar untuk memeriksa
kelayanan instrument dari sisi konsep dan operasionalisasi. Konseptualisasi dan
operasionalisasi merupakan tahap awal pengembangan kuesioner (Growth-Marnat,
2010), dan terkadang meskipun peneliti sudah mengikuti langkah-langkah itu
dengan taat, kadang-kadang tetap sulit untuk menentukan apa yang sesungguhnya
diukur oleh tes tersebut. Beberapa istlilah lain dari validitas isi antara lain: content
related validity, intrinsic validity, relevance validity, representative validity dan
logical atau sampling validity.

Validitas isi dilakukan untuk memastikan apakah isi kuesioner sudah sesuai
dan relevan dengan tujuan study. Validitas isi menunjukkan isi mencerminkan
rangkaian lengkap atribut yang diteliti dan biasanya dilakukan oleh tujuh atau lebih
ahli (DeVon, et.al:2007). Perkiraan validitas isi dari tes diperoleh dengan
menyeluruh dan sistematis dalam memeriksa item tes untuk menentukan sejauh
mana mereka mencerminkan dan tidak mencerminkan domain konten (Kowsalya,
Venkat Lakshmi, dan Suresh, 2012 dalam Hendrayadi, 2017)

Validitas tampang/muka (face validity) merupakan validitas isi yang paling


dasar dan sangat minimum. Validitas isi menunjukkan bahwa item-item yang
dimaksudkan untuk mengukur sebuah konsep, memberikan kesan mampu
mengungkap konsep yang hendak di ukur (Sekaran, 2006). Tidak berbeda dengan

15
penjelasan sebelumnya, Groth-Marnat, (2010) menjelaskan bahwa validitas isi
(content validity) dengan validitas muka (face validity) memiliki perbedaan dan
tidak sinonim. Validitas isi menyangkut judgement yang dibuat oleh para ahli,
sedangkan validitas muka/tampang menyangkut judgement dari pengguna tes.

Sejalan dengan itu, Gregory (1992) dalam Hendrayadi (2017) menjelaskan


bahwa validitas tampang hanya sekedar tahap penerimaan orang pada umumnya
terhadap fungsi pengukuran tes, serta tidak berhubungan dengan statistic validitas
seperti koefisien atau indeks. Analisis lanjutan setelah validitas tampang adalah
melalui validitas logis yaitu prosedur penilaian kelayakan isi item melalui penilaian
yang bersifat kualitatif oleh panel ahli. Prosedur ini selanjutnya menghasilkan
validitas logis atau merupakan tinggi rendahnya kesepakatan di antara para ahli
yang menilai kelayakan suatu skala pengukuran.

Lawshe (1975) mengusulkan rasio validitas isi (CVR) untuk mengukur


derajat kesepakatan para ahli dari satu item dan yang dapat mengekspresikan
tingkat validitas konten melalui indikator tunggal yang berkisar dari -1 sampai 1.
Pendekatan lain adalah koefisien validitas isi dan reliabilitas koefisien homogenitas
diusulkan oleh Aiken (1980, 1985), yang dapat digunakan untuk mengukur
peringkat validitas setiap item (V value). Dua teknik yang digunakan dalam analisis
ini adalah melalui koefisien validitas isi Aiken’s V dan Rasio validitas isi - Lawshe’s
CVR (Hendrayadi,2017).

Berdasarkan Hendrayadi (2017) koefisien validitas isi – Aiken’s V Aiken


(1985) merumuskan formula Aiken’s V untuk menghitung content-validity
coefficient yang didasarkan pada hasil penilaian dari panel ahli sebanyak n orang
terhadap suatu item dari segi sejauh mana item tersebut mewakili konstrak yang
diukur.

Formula yang diajukan oleh Aiken adalah sebagai berikut (dalam Azwar,
2012)
𝑠
V = ∑𝑛(𝐶−1)

S = r – lo

16
Lo = angka penilaian terendah (misalnya 1)

C = angka penilaian tertinggi (misalnya 4)

R = angka yang diberikan oleh penilai

Validitas isi ditentukan menggunakan kesepakatan ahli (expert).


Kesepakatan ahli bidang studi atau sering disebut dengan domain yang diukur
menentukan tingkatan validitas isi. Hal ini dikarenakan instrumen pengukuran
dibuktikan valid jika ahli meyakini bahwa bahwa istrumen tersebut mengukur
penguasaan kemampuan yang didefinisikan dalam domain ataupun juga konstruk
psikologi yang diukur (Retnawati, 2014 dalam Arifin, 2017).

Peneliti meminta kepada ahli untuk memeriksa ketepatan antara kesesuaian


butir soal dengan indikator-indikatornya, redaksi penulisan soal, dan kesesuaian
pilihan jawaban (pengecoh) pada pilihan ganda. Apabila masih ada kekeliruan
dalam pembuatan instrumen, maka instrumen tersebut direvisi kembali. Setelah
dilakukan pemeriksaan oleh ahli, dalam hal ini sebagai validator, selanjutnya ahli
memberikan penilaian terhadap instrumen. Penilaian tersebut terdiri dari 5 kriteria
sebagai berikut:

1. Tidak Relevan
2. Kurang Relevan
3. Cukup
4. Relevan
5. Sangat Relevan

Setelah diberikan penilaian oleh ahli, selanjutnya peneliti menghitung hasil


penilaian menggunakan indeks validitas, diantaranya dengan indeks yang diusulkan
oleh Aiken. Rentang angka V yang mungkin diperoleh adalah antara 0 sampai
dengan 1. Semakin tinggi angka V (mendekati 1 atau sama dengan 1) maka nilai
kevalidan sebuah item/butir soal juga semakin tinggi, dan semakin rendah angka V
(mendekati 0 atau sama dengan 0) makan nilai kevalidan sebuah item/butir soal
juga semakin rendah (Aiken, 1980: 957 dalam Arifin, 2017).

17
2.1.4 Uji Validitas Eksternal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat keabsahan


(validitas) suatu alat ukur. Suatu alat ukur yang valid, mempunyai validitas yang
tinggi. Sebaliknya alat ukur yang kurang valid berarti memiliki tingkat validitas
yang rendah.

Sebuah alat ukur dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. Tinggi rendahnya validitas alat ukur menunjukkan sejauh mana data
yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Ada 2 cara pengujian validitas, yaitu uji validitas eksternal dan uji validitas
internal.

1. Uji validitas eksternal

Adalah validitas yang dicapai apabila data yang di hasilkan dari alat ukur
tersebut sesuai dengan data atau informasi lain dalam kaitannya dengan variabel
penelitian. Validitas eksternal menggunakan rumus korelasi pearson.

2. Uji validitas internal

Adalah validitas yang dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-


bagian alat ukur dengan alat ukur secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah alat
ukur dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap bagian alat ukur tersebut
mengandung misi alat ukur secara keseluruhan, yaitu dapat mengungkap data dari
variabel yang dimaksud (Freddy, 2002:77-78).

Pada dasarnya, instrumen yang baik harus valid dan dapat di andalkan.
Instrumen valid harus punya validitas internala dan eksternal. Instrumen punya
validitas internal (sering disebut rasional) bila kriteria yang ada dalam instrumen
secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang di ukur. Jadi, kriterianya ada
di dalam instrumen itu. Instrumen yang punya validitias eksternal/empiris
memerlukan data di lapangan dari hasil uji coba (sampel) yang berwujud data
kuantitatif dan untuk pengelohannya di perlukan jasa statistik. Jumlah sampel dapat
di perbesar untuk meningkatkan validitas eksternal/empirisnya.

18
Setiap instrumen penelitian haruslah memenuhi persyaratan validitas
rasional/internal, tetapi tidak ada tuntutan keharusan untuk memenuhi validitas
empiris/eksternal. Oleh karena itu, fokus perhatian uji validitas pada dasarnya
adalah pada analisis rasional, bukan pada analisis kuantitatif yang menggunakan
jasa statistik (Nevizond, 2007:253).

Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas
di tentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal.
Validitas empiris diperoleh melalui hasil uji coba tes kepada responden yang setara
dengan responden yang akan di evaluasi atau di teliti. Kriteria eksternal adalah hasil
ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria.
Ukuran lain yang sudah di anggap baku atau dapat di percaya dapat pula di jadikan
sebagai kriteria eksternal. Validitas yang di tentukan berdasarkan kriteria internal
disebut validitas internal sedangkan validitas yang di tentukan berdasarkan kriteria
eksternal disebut validitas eksternal (Zulkifli, 2009:91).

Seperti telah dikemukakan bahwa validitas eksternal adalah jenis validitas


empiris, yaiti validitas yang di ukur berdasarkan kriteria eksternal. Kriteria
eksternal itu dapat berupa hasil ukur instrumen baku atau instrumen yang di anggap
baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat di percaya
sebagai ukuran dari suatu konsep atau variabel yang hendak di ukur. Validitas
eksternal di perlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan
statistika.

Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai
kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita
kembangkan di dapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang
di kembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku yang di jadikan kriteria.
Makin tinggi koefisien korelasi yang di dapat, maka validitas instrumen yang di
kembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas
eksternal adalah nilai tabel r (r-tabel).

Jika koefisien korelasi antara skor hasil ukur tes yang di kembangkan
dengan skor hasil ukur tes baku lebih besar daripada r-tabel maka tes yang di
kembangkan adalah valid berdasarkan kriteria eksternal yang di pilih (hasil ukur

19
instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid
atau tidaknya tes sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir tes seperti
pada validitas internal (Djali, 2000 : 54).

External validity is about theory, not about method. Some methods are
better than others, howe ever, at goving one a chance to detect unanticipated
interactions designed (John, 1999 : 369).

2.1.5 Uji Reliabilitas Berdasarkan Tingkat Nilai Reliabilitas Dari Alpha


Cronbach

Menurut Muaja, dkk (2013:452) reliabilitas diterjemahkan dari kata


reliability yang berarti hal yang dapat dipercaya (tahan uji). Sebuah tes dikatakan
mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut memberikan data dengan hasil
yang ajeg (tetap) walaupun diberikan pada waktu yang berbeda kepada responden
yang sama. Oleh karena itu, alat ukur yang baik adalah alat ukur yang valid
dan reliabel. Hubungan antara validitas dengan reliabilitas dapat digambarkan
sebagaimana tembakan yang selalu tepat mengenai sasaran yang diinginkan.
Sebuah alat ukur yang valid selalu reliabel. Akan tetapi alat ukur yang reliabel
belum tentu valid.

According to Cherry in Koonce et. al (2014:34) reliability refers to the


consistency of a measure. If we attain the same result repeatedly the measure is
considered reliable. For example, “if an assessment is designed to measure a trait
(such as introversion), then each time the assessment is administered to a subject,
the results should be approximately the same”. It is not possible to calculate
reliability exactly, but it can be estimated in various ways.

In 1951, Cronbach came up with the symbol α for the first time. He even
used the term "Kuder-Richardson formula α", and noted that according to another,
forecoming article on the subject, "α is the mean of all possible split-half
coefficients" (Cronbach and Warrington in Vehkalathi, 2000:12).

According to Cronbach in Lyons (2009:67) Cronbach’s alpha is the


accepted standard measure of internal consistency, although historically, split-half

20
reliability was also used (i.e., the correlation of one half of the items to the other
half). Cronbach’s alpha is conceptually, although not technically, the average of
all possible split halves.

Menurut Janti (2014:156) reliabilitas adalah suatu ukuran yang


menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila diukur beberapa
kali dengan alat ukur yang sama. Penelitian memerlukan data yang betul-betul valid
dan reliabel. Dalam rangka urgensi ini, maka kuesioner sebelum digunakan sebagai
data penelitian primer, terlebih dahulu diuji cobakan ke sampel uji coba penelitian.
Uji coba ini dilakukan untuk memperoleh bukti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Pertanyaan dikatakan
reliabel apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu.

According to Rosaroso (2015:370) as applied to testing and assessment,


reliability pertains to the results obtained with an assessment instrument and not to
the instrument itself. It is the reliability of the test scores that educators looked into
rather than the test or the assessment. The estimate of reliability demonstrates
consistency. Procedurally, there are a number of ways by which reliability may be
estimated. This can be estimated through test-retest, alternative forms, interrater
reliability and internal consistency.

Menurut Yusup (2018:19) reliabilitas instrumen dapat diuji dengan


beberapa uji reliabilitas. Beberapa uji reliabilitas suatu instrumen yang bisa
digunakan antara lain test-retest, ekuivalen, dan internal consistency. Internal
consistency sendiri memiliki beberapa teknik uji yang berbeda. Teknik uji relibilitas
internal consistency terdiri dari uji split half, KR 20, KR 21, dan Alfa Cronbach.
Namun, setiap uji memiliki kriteria instrumen seperti apa yang bisa diuji dengan
teknik tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Purwoto


(2007:143) menyatakan bahwa pengujian reliabilitas internal consistency dapat
dilakukan dengan beberapa teknik yaitu teknik belah dua (Spearman Brown), Alpha
Cronbach, Guttman dan Anova Hoyt. Dalam kasus ini, alpha Cronbach digunakan

21
karena pengujian reliabilitasnya relative lebih baik dibandingkan yang lainnya
dengan melibatkan semua bitur dalam pengujiannya.

According to Idrayan and Holt (2017:155) all measures of internally


consistency, including Cronbach alpha, are affected by the length of test,
homogeneity of test items, heterogencity of the subjects in the sample to whom the
test was administered, and objectivity of the test items. In the case needed,
Spearman rank correlation can be used in Cronbach alpha in place of product-
moment correlation coefficient.

Menurut Zahreza dalam Sujono dan Santoso (2017:30-31) uji reliabilitas


merupakan suatu metode analisis data untuk mengukur kosistensi apakah hasil tetap
konsisten jika dilakukan perhitungan ulang. Maksudnya ialah kuesioner menjadi
reliable jika hasil jawaban responden terhadap pertanyaan selalu konsisten dari
waktu ke waktu. Uji reliablitas untuk menentukan kualitas menggunakan metode
cronbach alpha. Metode cronbach alpha sangat cocok digunakan pada nilai dengan
skala (misal 1-4, 1-5) . Bentuk rumus dari metode cronbach alpha sebagai berikut:

𝑛 ∑ 𝑠𝑖 2
𝑟𝑖 = ( ) (1 − )
𝑛−1 𝑠𝑡 2

Rumus Metode Cronbach Alpha

Keterangan :

𝑟𝑖 = Reliabilitas instrumen

n = Jumlah item pertanyan yang diuji

𝑠𝑖 = Jumlah varian skor tiap item

𝑠𝑡 = Varian total

Menurut Jumailiyah (2017:18) reliabilitas alat ukur erat berkaitan erat


dengan masalah error pengukuran (error of measurement). Error pengukuran
sendiri dapat menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi
apabila pengukuran diulang pada kelompok subjek yang sama.

22
Menurut Sekaran dalam Adriani (2018:220-221) untuk pengambilan
keputusan dalam uji reliabilitas dapat menggunakan atau mengacu pada tabel
interpretasi berikut :

Tabel 1

Acuan interpretasi sederhana uji reliabilitas

No Nilai r hitung Kategori


1 0,8 – 1,0 Reliabilitas baik
2 0,6 – 0,799 Reliabilitas diterima
3 Kurang dari 0,6 Reliabilitas kurang baik
Interpretasinya adalah :

a. Hipotesis
𝐻𝑂 : Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor (item reliabel)
𝐻1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor (item tidak reliabel)
b. Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan 𝑟𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎 dan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Syarat :
1. 𝐻𝑂 diterima : jika 𝑟𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎 positif dan 𝑟𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2. 𝐻𝑂 ditolak : jika 𝑟𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎 negatif dan 𝑟𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

Pengujian realibilitas dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha,


dimana koefisien Cronbach’s Alpha dapat diartikan sebagai hubungan positif antara
butir pertanyaan satu dengan yang lainnya. Menurut Sugiyono dalam Fanani, dkk
(2016:46) dasar pengambilan keputusan uji reliabilitas sebagai berikut :

a. Jika α positif dan α lebih besar dari r tabel maka instrumen reliable.

b. Jika α positif dan α lebih kecil dari r tabel maka instrumen tidak reliable.

c. Jika α negatif dan α lebih besar dari r tabel maka instrumen tidak reliable.

d. Jika α negatif dan α lebih kecil dari r tabel maka instrumen tidak reliable.

According to Salkind and Rasmussen (2007:155-156) coefficient alpha is


usually used to assess the reliability of total test scores when a test is made up of
many items. It is therefore usually thought of a measure of internal concictency.

23
However, coefficient alpha can also be used to assess the reliability of other types
of total scores. For example, if three letters of reference are solicited when
evaluating applicants, coefficient alpha can be used to assesess the reliability of
total scores from those three letters. Alternatively, in a diary study, respondents
may answer the same question every day for a month. The reliability of the total of
those scores can be estimated with coefficient alpha. This formula works equally
well whether the researcher calculates the sum of measurements: The formula will
result in the exact same number.

Menurut Allen & Yen dalam Arifin (2017:30-31) tes dikatakan reliabel jika
skor amatan mempunyai korelasi yang tinggi dengan skor yang sebenarnya.
Selanjutnya dinyatakan bahwa reliabilitas merupakan koefisien korelasi antara dua
skor amatan yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan tes yang paralel.
Dengan demikian, pengertian yang dapat diperoleh dari pernyatan tersebut adalah
suatu tes itu reliabel jika hasil pengukuran mendekati keadaan peserta tes yang
sebenarnya.

Menurut Hadisa, dkk (2017:178) uji validitas instrumen dilakukan sebelum


pengujian reliabilitas karena hanya item pertanyaan yang sudah valid saja yang
dapat secara bersama-sama diukur reliabilitasnya. Instrumen dikatakan reliabel dan
dapat diterima jika nilai Cronbach alpha coefficient ≥ 0.7 dengan taraf kepercayaan
95% (p: 0.05).

According to Zimmerman in İnal, et. al (2017:19) although alpha coefficient


is used so frequently in the studies, the necessity of meeting some hypotheses in
order to equalize alpha coefficient to actual reliability is ignored by the
researchers. It is sought for normality requirement in the distribution because of
ANOVA approach used in deriving alpha coefficient. Besides, additivity feature
which means naturally adding actual score matrix is one of the hypotheses
underlying in deriving alpha coefficient and as a result of violating this hypothesis,
alpha produces values lower than actual reliability.

According to Kline in Tavakol, et. al (2011:53) in addition, reliability


estimates show the amount of measurement error in a test. Put simply, this
interpretation of reliability is the correlation of test with itself. Squaring this

24
correlation and subtracting from 1.00 produces the index of measurement error.
For example, if a test has a reliability of 0.80, there is 0.36 error variance (random
error) in the scores (0.80×0.80 = 0.64; 1.00 – 0.64 = 0.36).

Menurut Juliandi dalam E. Ristya (2011:31-33) langkah-langkah uji


reliabilitas dengan program SPSS adalah sebagai berikut.

a. Distribusi skor tiap-tiap pertanyaan

b. Masukkan ke program SPSS

c. Pilih Analyze dari menu utama, lalu pilih Correlate. Pilih Bivariate seperti
tampak pada layar berikut :

25
d. Pada Reliability Analysis, masukkan “no1, no2 sampai no10” ke dalam kolom
Items dengan cara blok semua nama kemudian klik anak panah ke kanan seperti
pada gambar berikut :

e. Setelah semua nama masuk ke kolom Items, klik menu Statistics. Pada menu
Descriptives for, centang Scale dan centang Scale if item deleted seperti gambar
berikut ini :

26
f. Klik Continue, klik OK. Output sebagai berikut :

Pada bagian Reliability Statistics terlihat nilai Cronbach’s Alpha = 0.954


yang lebih besar dari r tabel (0.632) dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti
kuisioner terbukti reliabel. Jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari r tabel
dengan taraf signifikansi 5%, maka kuisioner memiliki tingkat reliabilitas yang
baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya.

Menurut Tim Penyusun (2007:24) langkah-langkah dan kotak kerja untuk


menguji reliabilitas suatu konstruk variabel sama dengan pada saat pengujian
validitas masing-masing butir pertanyaan. Output SPSS untuk uji reliabilitas akan
dihasilkan secara bersama-sama dengan hasil uji validitas. Namun demikian untuk
melihat hasil uji reliabilitas perlu dilihat pada tabel Reliability coefficients. Pada
tabel tersebut akan terlihat nilai Cronbach’s Alpha atau Reliability Coefficinets atau
nilai tertulis Alpha.

As suggested by Byrne, Shavelson, and Muthen in Montshiwa (2014:355),


the items for each question have to represent a single concept. Cronbach’s

27
coefficient alpha ranges from 0 to 1, and the values closer to 0 imply that the items
do not measure the same construct and values closer to 1 provides an opposite
implication. Cronbach and Shavelson (2004) use the following rules of thumb to
describe Cronbach’s alpha α ≥ 0.9 is excellent, 0.8 ≤ α ≤ 0.9 is good, 0.7 ≤ α ≤ 0.8
is acceptable, 0.6 ≤ α ≤ 0.7 is questionable, 0.5 ≤ α ≤ 0.6 is poor and α ≤ 0.5 as
unacceptable.

According to W. Janssesns in Hajjar (2014:885) Cronbach’s alpha is a


measure of internal consistency to indicate how closely related a group of items to
each other. A high value of alpha is frequently used as indication that the items
measure a latent construct. Cronbach’s alpha is not a statistical test - it is a
coefficient of reliability or consistency. One of the most software that is used to do
this job is SPSS. If Cronbach’s alpha is smaller than 0.60, then the researcher has
to remove the items that have lowest ” Item-Total Correlation”and/or the highest
value of alpha if ”Item Deleted”. However, if alpha stays lower than 0.60 after
repeated elimination, then a scale formed by the remaining items cannot be
constructed. This means that if alpha is greater than or equal to 0.6, then the result
is good.

According to Ursachi, et. al (2015:680-681) in marketing researches one of


the most used reliability estimator is Cronbach’s Alpha, introduced in 1951 by
Cronbach, as a generalization of the KR-20 estimator created in 1937 by Kuder
and Richardson. Cronbach Alpha is, due to its excessive use as well, a subject of
controversies. Others are looking for ways of improving the quality and predictive
power of Cronbach Alpha, by identifying possible factors of influence.

According to Neil in Hajjar (2018:29) reliability is one of the most


significant components of test quality. It is involved with the reproducibility,
consistency, or an examinee's performance on the test. Reliability is the total
consistency of a certain measure. A measure is considered to have a high reliability
when it yields the same results under consistent conditions. There are several types
of reliability such as Test-Retest Reliability, Alternate - Forms Reliability, Split –
Half reliability, and Internal Consistency Reliability.

28
According to Taber (2018:2) an educational research, it may be quite
difficult to test the reliability of an instrument such as an attitude scale or a
knowledge test by simply undertaking repeated readings because human beings are
constantly changing due to experiences between instrument administrations,
andalsobecause they may undergo changes due tothe experience of the
measurementprocess itself. So, a student may answer a set of questions, and that
very activity may set in chain thinking processes that lead to new insights or further
integration of knowledge. A day, week, or month later, the student may answer the
same questions differently for no other reason than that responding to the original
test provided a learning experience.

2.2 Kajian Kritis

Pada dasarnya semua manusia selalu memiliki rasa ingin tahu yang kuat.
Sejak lahir manusia sudah belajar untuk melihat orang lain, melihat permasalahan
dan selalu belajar menghadapi permasalahan yang ada. Dengan adanya
permasalahan tersebut membuat manusia menjadi lebih berkembang dan menjadi
diri yang tangguh.

Dengan banyaknya permasalahan yang ada, tak jarang manusia pun ingin
selalu menggali dan mencari solusi dari masalah yang tengah dihadapinya.
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membuktikan sekaligus
mencari solusi dari permasalahan yang ada. Penelitian bukan hanya difokuskan
pada apa yang tengah dialami oleh peneliti saja, namun juga hal-hal lain yang
sifatnya bermanfaat untuk orang banyak.

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk


membuktikan suatu permasalahan. Instrumen penelitian bisa berupa benda atau
bahkan tulisan. Intrumen tertulis dapat kita lihat seperti angket kuisioner.
Sedangkan untuk instrument penelitian yang bukan tertulis bisa juga dilakukan
sebuah wawancara. Instrumen penelitian digunakan semaksimal mungkin oleh
peneliti sehingga tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya dapat
tercapai.

29
Validitas suatu instrument penelitian merupakan hal yang sangat
diutamakan ketika seorang peneliti hendak mengambil data di lapangan. Suatu
instrument dikatakan valid jika sudah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan. Jenis validitas yang pertama yaitu validitas konstruk. Validitas konstruk
digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrument yang digunakan saat
penelitian dpat mengukur apa yang hendak di ukur. Dengan kata lain, jika validitas
konstruk suatu instrument penelitian telah tercapai, maka secara pasti dapat dilihat
bahwa tujuan dilakukannya penelitian sudah pasti tercapai.

Untuk menentukan validitas suatu instrument penelitian terutama validitas


konstruk tidak bisa dilakukan begitu saja. Untuk mengetahui apakah suatu
instrument sudah valid makan harus dilakukan penelaahan konsep dengan benar.
Jika penelaahan terhadap konsep sudah dilakukan dengan benar maka dapat
diketahui lebih pasti bahwa suatu instrument itu dapat dikatakan valid atau belum.

Sedikit berbeda dengan validitas konstruk, validitas isi mengarah ke apakah


dalam instrument penelitian itu semua cakupan isinya sudah sesuai dengan apa yang
hendak diteliti. Dengan adanya validitas isi maka suatu instrumen penelitian
dihrapkan dapat tepat sasaran dan tidak meleset dari apa yang akan diteliti.
Instrumen penelitian yang digunakan tidak perlu terlalu luas dan juga terlalu sempit.
Yang harus diutamakan adalah bagaimana membuat tujuan tercapai sesuai dengan
isi dari instrument penelitian tersebut.

Selain validitas isi dan juga konstruk, terdapat validitas eksternal dan juga
internal. Jenis validitas ini berkaitan dengan kesesuaian atau keserasian. Pada
validitas internal, harus terdapat keseusaian antara instrument penelitian yang satu
dengan yang lain. Sedangkan pada validitas eksternal yaitu adanya kesesuaian hasil
penelitian dengan penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya. Mneurut
sejumlah literature, tidak diharuskan suatu instrument penelitian itu memiliki
kesesuaian dengan hasil penelitian sebelumnya karena hasil dari suatu penelitian
memang pada dasarnya selalu dapat berubah-ubah. Namun instrument penelitian
harus memiliki kesesuaian dengan isntrumen yang lain agar apa yang di teliti dapat
diamati secara maksimal.

30
Selain uji validitas ternyata terdapat juga uji reliabilitas. Reliabilitas dapat
diartikan sebagai tahan lama atau tidak berubah-ubah. Maksudnya disini adalah stau
instrument penelitian dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika instrument
tersebut dapat digunakan untuk melakukan penelitian dalam jangka waktu yang
lama namun tetap dengan responden yang sama. Meskipun tidak dilakukan di
waktu yang sama namun hasil penelitian yang diperoleh akan sama.

Suatu instrumen penelitian yang valid sudah dapat dipastikan bahwa


instrument itu juga reliabel. Hal ini dikarenakan jika instrument itu sesuai atau sah
maka dapat dipastikan bahwa instrument itu tahan lama. Namun jika suatu
instrument itu reliabel maka belum tentu isntrumen tersebut juga valid. Meskipun
suatu instrument itu dapat dilakukan untuk melakukan penelitian dalam jangka
waktu yang berbeda dan didapatkan hasil yang sama namun suatu instrument
tersebut belum tentu dapat mengukur apa yang hendak di ukur dan juga cakupannya
sesuai dengan apa yang diukur.

Namun suatu instrument yang baik hendaknya selain valid juga harus
reliabel. Dengan digunakannya instrument yang valid dan reliabel maka selain
dapat tercapainya tujuan penelitian, isi dari isntrumen juga sesuai dengan apa yang
hendak diteliti. Selain itu Intrumen tersebut juga dapat digunakan berulang kali
dalam jangka waktu yang berbeda.

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar


atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung fakta empirik yang dilakukan
secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik
kesimpulan berdasarkan data dan menggunakan metode dan teknik tertentu.
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data
dalam memecahkan suatu masalah penelitian dan juga merupakan alat yang
digunakan peneliti untuk memecahkan masalah dalam sebuah penelitian.

Kualitas hasil penelitian dipengaruhi dua factor utama yaitu kualitas


instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data. Instrument penelitian
merupakan bagian yang terpenting didalam suatu penelitian, kualitas instrument
penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument.

Pada dasarnya instrumen dapat dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.
Yang termasuk kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensi tes bakat,
dan tes kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk kedalam kelompok non
tes ialah skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara,
angket, pemeriksaan dokumen dan sebagainya.

Validitas konstruk (contruks validty) adalah validitas yang


mempermasalahkan seberapa jauh butir-butir tes mampu mengukur apa yang benar-
benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang
telah diterapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen yang
dimaksudkan mengukur variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal
seperti instrument untuk mengukur sikap, minat konsep diri, lokus control, gaya
kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya
performansi maksimum seperti instrument untuk mengukur bakat (test bakat)
intelegansi (kecerdasan Intelektual), kecerdasan, emosional dan lain-lain.

32
Validitas instrumen didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen itu
merekam/mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam/diukur. Sedangkan
reliabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data
(pengukuran) kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang
sama dalam waktu berlainan.

Instrumen yang harus memiliki validitas isi adalah instrumen yang


digunakan untuk mengukur prestasi belajar dan mengukur efektivitas pelaksanaan
program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang mempunyai
validitas isi, maka instrumen harus disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan
program, maka instrumen disusun berdasarkan program yang telah direncanakan.

Untuk instrumen yang berbentuk tes, maka pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran
yang telah diajarkan. Jika dosen memberikan ujian diluar pelajaran yang telah
ditetapkan, berarti instrumen ujian tersebut tidak mempunyai validitas isi.

Pada dasarnya, instrumen yang baik harus valid dan dapat di andalkan.
Instrumen valid harus punya validitas internala dan eksternal. Instrumen punya
validitas internal (sering disebut rasional) bila kriteria yang ada dalam instrumen
secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang di ukur. Jadi, kriterianya ada
di dalam instrumen itu. Instrumen yang punya validitias eksternal/empiris
memerlukan data di lapangan dari hasil uji coba (sampel) yang berwujud data
kuantitatif dan untuk pengelohannya di perlukan jasa statistik. Jumlah sampel dapat
di perbesar untuk meningkatkan validitas eksternal/empirisnya.

Sebuah tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut
memberikan data dengan hasil yang ajeg (tetap) walaupun diberikan pada waktu
yang berbeda kepada responden yang sama. Oleh karena itu, alat ukur yang
baik adalah alat ukur yang valid dan reliabel. Hubungan antara validitas dengan
reliabilitas dapat digambarkan sebagaimana tembakan yang selalu tepat mengenai
sasaran yang diinginkan. Sebuah alat ukur yang valid selalu reliabel. Akan tetapi
alat ukur yang reliabel belum tentu valid.

33
3.2 Saran

Sebagai seorang peneliti maupun calon peneliti, kita sudah sepantasnya


untuk mengetahui apa saja syarat suatu komponen uji dapat digunakan untuk
penelitian kita. Semua penelitian yang kita lakukan harus sesuai dengan prosedur,
yaitu memiliki validitas dan reliabilitas yang minimal harus baik. Jika ketika telah
dilakukan uji dan didapatkan hasil bahwa instrument tersebut tidak validmapun
tidak reliabel maka instrument tersebut tidak boleh digunakan dan harus diganti
dengan instrument yang baru.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Andi. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan Dan Pnedidikan.


Yogyakarta : Penebar Media Pustaka.
Alfianika. 2018. Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia. Yogyalkarta:
Depublish.
Anam, Rif’at. 2017. Instrumen Penelitian Yang Valid Dan Reliabel. Jurnal
Edukasi Sebelas April. 1(1): 1-8.
Anggito dan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualittif. Jawa Barat: CV
Jejak.
Arifin, zaenal. 2017. Kriteria Instrumen Dalam Suatu Penelitian. Jurnal Theorems
(The Original Research Of Mathematics). ISSN 2541-4321. Vol 2, No.1: 28-36.
Bldkk, claire, dkk. 1998. Fundamentals Of Social Research Methods Fourth
Edition. South Africa : Mercury Crescent.
Bobby, J, dkk. 2001. The Concept Of External Validity. Journal of Consumer
Research. Vol 9.
Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Fajar Interpratama
Mandiri.
Chatab, N. 2007. Diagnostic Management. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Dharma. 2008. Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Drost, A Ellen. 2004. Validity and Reliability in Social Science Research.
Education Research and perspective. Vol 38, No.1. Los Angeles : California State
University.
E. Ristya. 2011. Uji Validitas Dan Reliabilitas Dalam Penelitian Epidemiologi
Kedokteran Gigi. Stomatognatic (J.K.G. Unej). Vol. 8, No. 1: 27-34.
Fanani, I., Djati, S., P., & Silvanita, K. 2016. Pengaruh Kepuasan Kerja Dan
Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizanship Behavior (OCB)
(Studi Kasus RSU UKI). Fundamental Mnagement Journal. Volume:1(S), No.1,
Part 3: 40-53.
Fitrah, muh, dan luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian:Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas Dan Studi Kasus. Jawa Barat : Cv Jejak.
Hadisa, N., Susanti, R., & Robiyanto. 2017. Uji Validitas Dan Reliabilitas B-IPQ
Versi Indonesia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD Soedarso Pontianak.
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol. 7, No. 4: 175-181.
Hajjar, Said. 2014. A Statistical Study to Develop a Reliable Scale To Evaluate
Instructors within Higher Institutions. WSEAS Transactions on Mathematics. Vol.
13, E-ISSN: 2224-2880: 885-894.

35
__________. 2018. Statistical Analysis: Internal-Consistency Reliability And
Construct Validity. International Journal of Quantitative and Qualitative Research
Methods. 6(1): 27-38.
Hamdi dan Bahruddin. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Depublish.
Hendrayadi. 2017. Validitas isi tahap awal pengembangan kuesioner. Jurnal Riset
Manajemen Dan Bisnis (JRMB). ISSN 2527-7502. 2(2): 169-178.
Inal, H., Kogar, E., Y., Demirduzen, E., & Gelbal, S. 2017. Cronbach's Coefficient
Alpha: A Meta-Analysis Study. Hacettepe Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi
(H.U. Journal of Education). 32(1): 18-32.
Indrayan, A., dan Holt, M., P. 2017. Concise Encyclopedia Of Biostatistics For
Medical Professionals. London : CRC Press Taylor And Francis Group.
Janti, Suhar. 2014. Analisis Validitas Dan Reliabilitas Dengan Skala Likert
Terhadap Pengembangan SI/TI Dalam Penentuan Pengambilan Keputusan
Penerapan Strategic Planning Pada Industri Garmen. Prosiding Seminar Nasional
Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST). ISSN: 1979-911X: 155-160.
Jumailiyah. 2017. Pengaruh Kualitas Item Terhadap Reliabilitas Alpha Cronbach
Pada Tes Bakat Numerikal Dan Tes Potensi Akademik. Jurnal Ilmiah IKIP
Mataram. Vol. 4, No.1: 18-21.
Kristanto, vigih hery. 2018. Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah. Yogyakarta : Deepublish.
Koonce, G., L., & Kelly, M., D. 2013. Analysis of the Reliability and Validity of a
Mentor’s Assessment for Principal Internships. NCPEA Education Leadership
Review. 15(2): 33-48.
Lynch, J. 1999. Theory and External Validity. Journal Of The Academy Of
Marketing Science. Vol 27, No.3.
Lyons, John. 2009. Coomunimetrics : A Communication Theory Of Measurement
In Human Service Settings. New York : Springer Dordrecht Heidelberg London.
Matondang, Z. 2009. Validitas dan Reliabilitas suatu Instrumen Penelitian. Jurnal
Tabularasa PPS UNIMED. Vol 6. No.1.
Montshiwa, Volition. 2014. Assessment of the Reliability and Validity of Student-
Lecturer Evaluation Questionnaire: A Case of North West University.
Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol. 5, No. 14: 352-364.
Muaja, J., R., T., Setiawan, A., & Mahatma, T. 2013. Uji Validitas Dan Uji
Reliabilitas Menggunakan Metode Bootstrap Pada Data Kuisioner Tipe Yes/No
Questions. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Pendidikan Sains VIII UKSW.
Universitas Kristen Satya Wacana: 452-458.
Muchson. 2017. Statistik Deskriptif. Jakarta: Guepedia.

36
Muljono, P dan Djaali. 2000. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Noor. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana.
Pribadi. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis
Kompetensi dan Implementasi. Jakarta: Kencana.
Purwoto, Agus. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta :
Grasindo.
Rangkuti, Freddy. 2002. The Power Of Brands. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Rosaroso, Rufina. 2015. Using Reliability Measures In Test Validation. European
Scientific Journal. 11(18): 369-377.
Salkind, N., J., & Rasmussen, K. 2007. Encyclopedia Measurement And Statistics
Volume 1. New Delhi : SAGE Publication.
Sanjaya. 2016. Penelitian Tindakan. Jakarta: Kelas Kencana.
Sanusi, R. Sri. 2013. Beberapa Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Instrumen
Penelitian. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Siyoto dan Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian.Yogyakarta: Literasi Media
Publishing.
Sujono dan Santoso, H. B. 2017. Analisis Kualitas E-Learning Dalam Pemanfaatan
Web Cenference Metode Webqual. SAINTEKBU: Jurnal Sains dan Teknologi.
Volume 9, No.2: 27-37.
Taber, K., S. 2018. The Use of Cronbach’s Alpha When Developing and Reporting
Research Instruments in Science Education. Science Education Centre. 48:1273–
1296.
Taufan. 2016. Sosiologi Hukum Islam Kajian Empirik Komunitas
Sempalan.Yogyakarta: Depublish.
Tavakol, M., & Denick, R. 2011. Making Sense Of Cronbach’s Alpha.
International Journal of Medical Education. 2: 53-55.
Tim Penyusun. 2015. Metode Riset untuk Bisnis dan Manajemen. Bandung :
Universitas Widyatama.
Trigueros and Sandoval. 2017. Quantitative and Qualitative Research Instrument.
Universedad de Elsalvador.
Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Ursachi, G., Horodnic, I., A., & Zait, A. 2015. How Reliable Are Measurement
Scales? External Factors With Indirect Influence On Reliability Estimators.
Procedia Economics and Finance. Vol. 20: 679–686.

37
Vehkalahti, Kimmo. 2000. Reliability Of Measurement Scales : Tarkkonen’s
general method supersedes Cronbach’s alpha. Finland: University Of Helsinki.
Wagiran. 2019. Metodologi penelitian pendidikan: teori dan implementasi.
Yogyakarta : Deepublish.
Wahyuningsih, Hepi. 2009. Validitas Konstruk Alat Ukur Spirituality Orientations
Inventory (SOI). Jurnal Psikologi. Vol. 36, No 2.
Whiston. 2009. Principles and Applications of Assessment in Conseling. USA:
Brooks/Cole, Cengage Learning.
Wilkinson and Birmingham. 2003. Using Research Instrument A Guide For
Researchers.USA and Canada: Taylor and Francis e-Library.
Winarno. 2011. Metodologi penelitian dalam pendidikan jasamani. Malang: UM
Press.
Yuniarti, B., & Soenarto. 2016. Validitas Konstrak Instrumen Evaluasi Outcome
Lembaga Pendidikan Guru Vokasional. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan. 20(2): 221-233.
Yusuf. 2014.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Kencana.
Yusup, Febrinawati. 2018. Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Kuantitatif. Jurnal Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan. 7(1): 17-23.

38

Anda mungkin juga menyukai