Referat Onkologi
Referat Onkologi
BAB I
PENDAHULUAN
I.2.3 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b) Subtipe tumor
c) Grading sel
2. Radikalitas operasi
c) Bentuk tumor
Biopsi tusuk jarum atau yang lebih dikenal dengan Fine Needle
Aspiration biopsi yang biasa disingkat FNAB. FNAB adalah suatu
tindakan biopsi tumor atau benjolan yang dilakukan dengan jarum halus
25G berdiameter 0,5 mm atau lebih kecil, untuk mengambil contoh
jaringan lalu memeriksanya dibawah mikroskop secara sitologi. Dengan
FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau ganas, tanpa harus
melakukan sayatan atau mengiris jaringan, sehingga keraguan seorang
penderita apakah dirinya menderita kanker atau tidak segera terjawab
dengan cepat dan akurat. (Schawtz, 2000)
b) Subtipe kanker
Positif
Negatif
Suspek
Inkonklusif
handle plastik, seperti yang terlihat pada gambar 1 dan 2. Diameter dari
pisau punch bervariasi antara 2 sampai 10 mm. (Pedersen, 1997)
Gambar 2.6 Ilustrasi Punch Biopsy Pada Area Mukosa Bukal (Michael, 2009)
e. Memastikan hemostatis
Jika memungkinkan, tempat biopsi seharusnya dijahit
untuk menutup luka dan menjamin hemostasis yang baik.
14
II.4.1 Pengertian
II.4.2 Indikasi
II.4.3 Kontraindikasi
II.4.4 Peralatan
II.4.5 Teknik
a. Persiapan
II.5.1 Pengertian
Jika lesi terdapat pada bibir atau mukosa mulut, biopsi insisional
atau eksisional secara klinis diindikasikan bila mengarah ke
keganasan. Temuan seperti perubahan warna merah atau putih, indurasi
atau fiksasi ke jaringan yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat,
kerapuhan, atau ulserasi harus meningkatkan kekhawatiran untuk
keganasan. (Mcginn, 2012)
Jaringan kelenjar yang terlibat meliputi kedua kelenjar saliva minor dan
mayor serta kelenjar lakrimal. (Fraioli, 2008)
a. Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut
meskipun sudah terhindar dari setiap stimulus iritasi.
b. Biopsi dilakukan jika temuan lesi mukosa menunjukkan keganasan
(misalnya, eritroplakia, leukoplakia, indurasi atau fiksasi ke jaringan
yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat, kerapuhan, dan ulserasi).
c. Biopsi kelenjar submukosa apabila di diagnosis sindrom Sjogren.
(Mcginn, 2012)
II.5.4 Anestesia
Lip biopsy untuk lesi mukosa atau kelenjar ludah minor biasanya
dilakukan anestesi lokal di bagian bawah, dengan menggunakan 1%
atau 2% lidocaine dengan 1:100.000 epinefrin. Prosedur pada anak-
anak mungkin memerlukan sedasi.
a. Persiapan
II.5.7 Komplikasi
II.6.1 Pengertian
a. Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut
meskipun sudah terhindar dari setiap stimulus iritasi.
b. Biopsi dilakukan jika temuan lesi mukosa menunjukkan keganasan
(misalnya, eritroplakia, leukoplakia, indurasi atau fiksasi ke jaringan
yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat, kerapuhan, dan ulserasi).
23
II.6.4 Anestesi
II.6.5 Peralatan
i. Jahitan
j. Metode Kauter (perak nitrat, elektrokauter, atau laser)
k. Spesimen botol dengan 10% formalin (Johnathan, 2012)
II.6.6 Teknik
a. Persiapan
II.6.7. Komplikasi
a. Pendarahan
b. Nyeri: Ini biasanya minimal tetapi biasanya meningkat sebanding
dengan luas permukaan dari cacat mukosa yang dibuat oleh biopsi. Ini
lebih penting dalam tonsilektomi.
c. Kerusakan struktur terdekat seperti gigi, bibir, lidah, saraf
glossopharyngeal, bundel neurovaskular lebih besar palatina, dan
arteri karotid
d. Kurangnya diagnosis sekunder untuk nondefinitive biopsy (Johnathan,
2012)
26
II.7.1 Pengertian
Percutaneous radiofrequency ablasition (PRFA) adalah suatu
metode untuk menghilangkan tumor primer dan menghambat proses
metastasis tumor di hepar. PRFA secara luas digunakan untuk tumor
primer yang berukuran kecil dan tumor yang bermetastasis. Pada PRFA,
jarum dimasukkan ke hepar, biasanya dilakukan dengan panduan
gambaran ultrasonografi atau CT. Setelah ditempatkan dalam tumor,
generator menimbulkan arus cepat energi bolak-balik sehingga
menghasilkan panas di lokasi lesi yang dihasilkan oleh gesekan agitasi
cepat sel-sel yang berdekatan dan menyebabkan nekrosis dari tumor.
(Badar Bin Bilal Shafi, 2011)
II.7.2 Indikasi
II.7.3 Kontraindikasi
II.7.4 Anestesi
II.7.5 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pencitraan percutaneous
radiofrequency ablation (PRFA) tergantung pada modalitas yang
digunakan. Hal ini dapat mencakup peralatan yang diperlukan untuk
ultrasonografi, CT, atau MRI. Peralatan RFA itu sendiri memiliki 3
komponen utama.
1. Jarum elektroda
2. Sebuah generator listrik
3. Bantalan Grounding. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)
II.7.6 Komplikasi
Banyak studi telah mengkonfirmasi bahwa percutaneous
radiofrequency ablation (PRFA) adalah prosedur yang relatif berisiko
rendah dengan rendahnya tingkat morbiditas dan mortalitas. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan PRFA. (Badar Bin Bilal Shafi,
2011)
Banyak faktor yang dianggap berhubungan dengan penyebab
komplikasi utama, faktor-faktor ini termasuk ukuran tumor, jumlah sesi
ablasi, jenis elektroda (tunggal atau cluster), dan pengalaman operator.
(Badar Bin Bilal Shafi, 2011)
Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan segera setelah prosedur
dilakukan; ini biasanya dapat diantisipasi dengan analgesia ringan. Pasien
juga mungkin mengalami rasa sakit tertunda sebagai bagian dari sindrom
post-ablasi. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)
Komplikasi lain kurang dari 5%. Kemungkinan komplikasi meliputi:
1. Nyeri bahu
2. Kolesistitis (biasanya mereda setelah beberapa minggu)
3. Kerusakan pada saluran empedu, sehingga obstruksi bilier
4. Kerusakan usus
5. Pendarahan
6. Capsular hematoma
7. Hemoperitoneum
8. Pneumotoraks
9. Hemothorax / hidrotoraks
10. Efusi pleura
30
II.8.1 Pengertian
II.8.2 Indikasi
II.9.1 Diagnosis
II.9.1.3 Mammografi
Mammografi memegang peranan besar dalam deteksi dini kanker
payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun
sebelum ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2mm sudah dapat
dideteksi dengan mammografi. Akurasi mammografi untuk prediksi
melignansi adalah 70%-80%. Namun akurasi pada pasien usia muda
(kurang dari 30 tahun) dengan payudara yang padat kurang akurat.
Terdapat 2 tipe pemeriksaan mammografi: skrining dan diagnosis.
Skrining mammografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik.
Deteksi dini dari kanker payudara yang masih kecil memungkinkan
34
Tanda sekunder:
II.9.1.5 Biopsi
36
II.9.2 Penatalaksanaan
Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan
kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu
terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh
adanya periode bebas penyakit (disease free interval) dan peningkatan
harapan hidup (overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium
I, II dan III. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium
IV.
Adapun payudara secara umum meliputi: operasi, kemoterapi,
radioterapi, terapi hormonal, dan terapi target.(Stoppler,2008)
II.9.2.1 Operasi (Pembedahan)
Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan
kanker payudara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah
Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy
(MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing
Mastectomy (NSP) dan Breast Conserving Treatment (BCT). Jenis-
46
II.9.2.2 Kemoterapi
II.9.4 Komplikasi
a. Mual dan Muntah
Terjadi karena berkurangnya rasa kecap dan penyimpangan rasa
kecap (Dysgeusia), dapat diatasi dengan pemberian makanan berupa
cairan sehingga tidak banyak dikunyah dan sedikit saliva.
b. Rambut Rontok
Kehilangan rambut terjadi setelah 2-3 minggu kemoterapi pada
fase anagen, rambut menjadi tipis dan mudah rontok, keadaan ini akan
membaik setelah 2-3 bulan kemoterapi terakhir.
c. Mukositis Dan Xerostomia
Sebagian besar pasien yang mendapat kemoterapi (40%) akan
mengalami mukositis, sekitar 50% disertai nyeri yang memerlukan
pengobatan dan kemungkinan pemberian cairan infuse, biasanya
timbul pada hari ke 7 setelah pemberian kemoterapi.
d. Ekstarvasasi
Gejalanya bisa timbul belakangan berupa nyeri, eritem, nekrosis
luas pada kulit dan subkutis sehingga memerlukan eksisi dan skin
graft bahkan dapat dilakukan amputasi.
e. Komplikasi radiasi
Nekrosis jaringan lunak payudara (mis. Nekrosis lemak), edema
payudara yang lama, fraktur iga (rata-rata 1%-3%).
Penurunan mobilitas bahu (rata-rata 1%-3%).
51
II.10.1.2 Kolposkopi
II.10.1.3 Biopsi
a. Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy):
prosedur yang menggunakan laser atau scalpel bedah untuk
mengambil jaringan.
II.10.1.4 Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone
biopsy)
II.10.2 Penatalaksanaan
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan
fungsi reproduksi. Penatalaksanaan pengobatan kanker serviks uteri
dapat dilakukan dengan berbagai modalitas terapi, diantaranya adalah :
II.10.2.1 Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan
pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision
procedure). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki
anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana
untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.
Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan
struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta
kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang
normal dan masih berfungsi tidak diangkat. (Woknjosastro, 2008)
II.10.2.3 Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan
untuk menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan
kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang
dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan
dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan
periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan
pemulihan, begitu seterusnya. (Wiknjosastro, 2008)
hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan
pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan
seperti KIS di atas.
Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal
dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik dengan/tanpa
kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama
halnya dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita yang berusia
muda operasi radikal lebih disukai karena dapat mempertahankan
fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran
lesi <2cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak
dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvik. Disamping
dapat mempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi
operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi yang dapat
mengganggu aktivitas seksual, di samping itu, tidak akan terjadi
kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan terapi radiasi lebih
ditujukan pada kasus dengan indikasi kontrasepsi. (Wiknjosastro,
2008)
Pada stadium IIa, jenis terapinya tergantung pada perluasan
tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan
histerektomi radikal, limfadenektomi pelvik, dan vaginektomi bagian
atas. Terapi yang optimal pada kebanyakan stadium IIa adalah
kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal
dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvik dan paraaorta serta
pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang
optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor.
(Wiknjosastro, 2008)
II.10.4 Prognosis
Faktor yang menentukan prognosis diantaranya adalah :
1) Usia penderita,
2) Keadaan umum penderita,
3) Tingkat klinik keganasan,
4) Ciri-ciri histologik sel tumor,
5) Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani,
6) Sarana pengobatan yang ada,
a. Faktor Kliniko-Patologik
Kombinasi faktor klinis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi
dari jaringan operasi yang disebut sebagai faktor kliniko-patologik saat
ini digunakan sebagai faktor prognosis pada pasien kanker serviks uteri.
b. Stadium
Angka ketahanan hidup 5 tahun untuk karsinoma serviks adalah
68% pada wanita kulit putih dan 55% pada wanita kulit hitam di
Amerika Serikat, dimana pada stadium 0, 99-100%; stadium IA, >
95%; stadium IB-IIA, 80-90%; stadium IIB, 65%; stage III, 40%; dan
63
c. Ukuran Lesi
Ukuran lesi merupakan prediktor pada metastase KGB, invasi
limfo-vaskuler serta survival. Angka ketahanan hidup masing masing
90%, 60%, 40% pada ukuran lesi < 2cm, > 2cm dan > 4cm.Cut-of
point besar lesi adalah 4 cm, namun analisa multivariat menunjukkan
tidak ada perbedaan odd ratio pada ukuran 3,1-4 cm dengan 4,1-5 cm.
d. Invasi Limfo-Vaskuler
Invasi limfo-vaskuler sampai saat ini masih merupakan kontroversi
dan menjadi perdebatan. Beberapa analisis mendapatkan tidak
didapatkan korelasi bermakna terhadap survival. Laporan lain
mendapatkan angka survival 5 tahun sebesar 90% bila tidak ada invasi
limfovaskuler, sementara bila ada invasi sebesar 50-70%. Angka risiko
kekambuhan meningkat sesuai dengan tingkat invasi limfo-vaskuler.
Sebuah penelitian mendapatkan angka rekurensi pada 2 tahun pertama
pada invasi-limfovaskuler yang tinggi (45%), sedang (33%), ringan
(15%) dan negatif (7%). Metastase pada kelenjar getah bening selain
berfungsi sebagai faktor prognosis /faktor prediktor bebas terhadap
survival, juga sering digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi
faktor prognosis lain, misalnya besar lesi, invasi limfovaskuler, juga
beberapa faktor biomolekuler misalnya MMP dan VEGF. Pasien tanpa
metastase pada KGB mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun
sebesar 85-90%, sedangkan pasien dengan metastase KGB bervariasi
antara 20-74%. (Wiknjosastro)
e. Jenis Histologi
Jenis histologi adenokarsinoma meliputi kurang lebih 15 – 25 %
dari keseluruhan keganasan pada serviks uteri. Kasus adenokarsinoma
64
Pada pasien dengan asites, sampel cairan juga dapat digunakan untuk
mendiagnosa kanker. Dalam prosedur ini, yang disebut paracentesis, kulit
abdomen dibius dan jarum dilewatkan melalui dinding abdomen ke dalam
cairan di rongga abdomen. Cairan diambil melalui jarum dan kemudian
dikirim untuk dianalisis untuk menentukan apakah mengandung sel-sel
kanker. (American Cancer Society, 2012)
65
II.11.3 Prognosis
Di antara keganasan ginekologik yang umum ditemukan, tumor
ganas ovarium memiliki efek terapi terburuk, terutama pasien stadium
menengah dan lanjut berprognosis buruk, survival 5 tahun berkisar 20-
30%. Survival 5 tahun keganasan ovarium stadium I, II, III, dan IV
masing-masing adalah 86%, 50%, 19%, dan 3%. Faktor yang
mempengaruhi prognosis adalah : stadium klinis, jenis patologik, grade
patologik, ukuran sisa tumor pasca operasi, jumlah kuur kemoterapi
pasca operasi dll. Angka survival 5 tahun pada tumor dengan jenis
histologik berbeda juga berbeda, pada karsinoma serosa 15-30%,
kistadenokarsinoma musinosa 40-50%, prognosisnya lebih baik
daripada karsinoma serosa, progresi klinis lebih lambat. Karsinoma
endometrioid memiliki survival 5 tahun 40-55%, karsinoma embrional
13%, teratoma immature dapat mencapai 63%. Upaya deteksi dini
peningkatan diagnosis dini, peningkatan keberhasilan operasi
sitoreduksi dan pelaksanaan kemoterapi memadai sesuai jadwal
merupakan jalan kea rah perbaikan prognosis. (Desen dkk, 2011)
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA