Anda di halaman 1dari 19

PENERAPAN PRINSIP AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR DALAM

PELAYANAN KEFARMASIAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Pendidikan Aswaja

Dosen Pengampu :

Dr. H. Nur Cholid, M.Ag, M. Pd

Muhammad Ahsanul Husna, M. Pd

Disusun Oleh :

Mareza Evriani 19405021048


Naviga RF 19405021057
Deddy Setyawan 19405021065
Fathria Satriani PM 19405021073
Ameilinda 19405021081

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di

segala bidang dewasa ini, menuntut adanya peningkatan profesionalisme kerja, termasuk

di dalamnya adalah bidang kesehatan. Bidang kesehatan menghadapi permasalahan yang

begitu komplek dan terus berkembang. Semakin komplek permasalahan yang dihadapi,

maka semakin dibutuhkan pelayanan yang profesional sesuai dengan standar yang

berlaku. Oleh karena itu seluruh tenaga yang bergerak dan mempunyai kompeten di

bidang kesehatan wajib untuk meningkatkan standar pelayanan yang diberikan kepada

pasien untuk mengimbangi dan mengatasi kondisi yang sudah ada.

Salah satu perwujudan profesionalisme kerja di bidang kesehatan adalah dengan

memberikan pelayanan kefarmasian baik di Rumah Sakit (RS), Apotek dan Puskesmas

yang maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan pasien serta memenuhi standar

pelayanan kefarmasian di RS sesuai dengan standart yang ditetapkan pada peraturan

menteri kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014, pelayanan

kefarmasian di apotek sesuai dengan standart (PerMenKes) Republik Indonesia nomor

35 tahun 2014 dan pelayanan di puskesmas sesuai dengan pedoman pelayanan

kefarmasian yang diatur oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Departemen Kesehatan RI tahun 2006. Rumah sakit, Apotek dan puskesmas akan

ditinggalkan oleh konsumen apabila tidak memperhatikan kebutuhan dari pasien,

sehingga Apoteker harus bisa melakukan pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar.
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat. Pelayanan

kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu

kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya

berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif

yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Depkes RI, 2004).

Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu tanggung jawab profesi dari

apoteker untuk mengoptimalkan terapi dengan cara mencegah dan memecahkan masalah

terkait obat (Drug Related Problems) (Depkes RI, 2006). Pelayanan kefarmasian salah

satunya adalah melakukan konseling dan informasi obat. Untuk mencapai pelayanan

kefarmasian yang baik, maka seorang apoteker harus mencerminkan perilaku sesuai

standar Permenkes dan juga ajaran agama yaitu Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah kali ini, sebagai berikut :

A. Apa yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan ajaran agama

Islam?

B. Bagaimana penerapan amar ma’ruf nahi mungkar dalam melaksanakan pelayanan

kefarmasian baik yang berkaitan dengan konseling dan informasi obat?


1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan penyusunan makalah ini, sebagai berikut :

A. Agar mengetahui pengertian dan memahami maksud dari amar ma’ruf nahi

mungkar sesuai dengan ajaran agama Islam.

B. Agar mampu menerapkan amar ma’ruf nahi mungkar dalam melaksanakan

pelayanan kefarmasian baik yang berkaitan dengan konseling dan informasi obat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Menurut bahasa, amar ma’ruf nahi mungkar yaitu menyuruh kepada kebaikan,

mencegah dari kejahatan,

Amar : menyuruh

Ma’ruf : kebaikan

Nahi : mencegah

Mungkar : kejahatan

Ada beberapa pengertian mengenai amar ma’ruf nahi mungkar, sebagai berikut :

Abul A’la al-Maududi menjelaskan: bahwa tujuan yang utama dari syariat ialah

untuk membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan) dan

membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan kejahatan-kejahatan.

Dalam bukunya, Maududi memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud

dengan ma’ruf dan munkar adalah sebagai berikut:

Istilah ma’rufat (jamak dari makruf) itu menunjukkan semua kebaikan-kebaikan

dan sifat-sifat yang baik sepanjang masa diterima oleh hati nurani manusia sebagai suatu

yang baik, sebaliknya istilah munkarat (jamak dari munkar) menunjukkan semua dosa

dan kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah di kutuk oleh watak manusia sebagai

suatu hal yang jahat.

1. Dijelaskan dalam firman Allah Surat Ali Imran: 104

ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَدْعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوأُولَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِلحُون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;

merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104)

Tafsirul mufrodat:

a) Al-Ummah: Golongan yang terdiri dari banyak individu yang antara mereka

terdapat ikatan yang menghimpun, dan persatuan yang membuat mereka seperti

berbagai organ dalam satu tubuh.

b) Al-Khairu: Sesuatu yang di dalamnya terkandung kebajikan bagi umat manusia

dalam masalah agama dan duniawi.

c) Al-Ma’ruf: Apa yang dianggap baik oleh syariat dan akal. Dan kata munkar ialah

lawan katanya.

Penjelasan ahli-ahli tafsir mempunyai dua pendapat tentang sifat perintah atau

unsur hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.

a) Pendapat pertama mengatakan, bahwa hukum melaksanakan amar makruf nahi

munkar ialah fardu kifayah, sebab di dalam ayat itu hanya diterangkan hendaklah

kamu tergolong ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang

ma`ruf dan mencegah dari yang munkar.

b) Pendapat kedua bahwa hukumnya ialah fardlu ain, yaitu wajib bagi setiap pribadi

muslim dan muslimah.

Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum mukmin seluruhnya.

Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban

ini. Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok tersebut

mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi
perkembangannya dengan kemampuan optimal, sehingga bila mereka melihat

kekeliruan atau penyimpangan dalam hal ini (amar makruf nahi munkar), mereka

segera mengembalikannya ke jalan yang benar.

Berdasarkan ayat di atas, maka perkataan “minkum” pada ayat tersebut adalah

“mimbayaniyah” yang hanya menunjukkan tentang jenis yang dikenakan perintah itu.

Maka berdasar atas pendapat itu, tiap-tiap orang, tiap-tiap pribadi, asal masuk dalam

golongan ummat Islam mendapat perintah wajib melakukan amar makruf nahi

munkar itu.

2. Penafsiran al-Maraghi dalam surat Ali Imran ayat 110, tentang fungsi dan kedudukan

kaum muslimin dalam menghadapi tugas kemasyaratan.

ِ ‫اس ت َأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬


ِ َّ ‫وف َوتَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوتُؤْ ِمنُونَ ِب‬
‫اّلل‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada

yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali

Imran : 110)

Tafsirul Mufrodat

Kuntum: kalian dijadikan dan diciptakan

Ukhrijat: Umat yang ditampakkan, sehingga membeda dan diketahui.

Penjelasan

Di sini amar makruf nahi munkar penyebutannya didahulukan di banding

iman kepada Allah, padahal iman itu selalu berada di depan dari berbagai jenis

ketaatan. Hal ini lantaran amar makruf nahi munkar merupakan pintu keimanan dan

yang memeliharanya. Jadi didahulukan keduanya hal tersebut dalam penuturan adalah
sesuai dengan kebiasaan yang terjadi dikalangan umat manusia, yaitu menjadikan

pintu berada di depan segala sesuatu.

3. Surat al-A’raf : 157

ِ ‫اْل ْن ِجي ِل يَأ ْ ُم ُر ُه ْم بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف‬ َّ ‫ي ْاْل ُ ِم‬
ِ ْ ‫ي الَّذِي يَ ِجد ُونَهُ َم ْكتُوبًا ِع ْندَ ُه ْم فِي التَّ ْو َراةِ َو‬ َّ ِ‫سو َل النَّب‬ َّ َ‫الَّذِينَ يَتَّبِعُون‬
ُ ‫الر‬

‫ص َر ُه ْم َو ْاْل َ ْغ ََل َل الَّ ِتي‬


ْ ِ‫ض ُع َع ْن ُه ْم إ‬ َ ِ‫ت َويُ َح ِر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَائ‬
َ ‫ث َو َي‬ َّ ‫َويَ ْن َها ُه ْم َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوي ُِح ُّل لَ ُه ُم ال‬
ِ ‫طيِبَا‬

َ‫ور الَّذِي أ ُ ْن ِز َل َمعَهُ أُولَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِلحُون‬ َ َ‫َت َعلَ ْي ِه ْم فَالَّذِينَ َءا َمنُوا بِ ِه َو َع َّز ُروهُ َون‬
َ ُّ‫ص ُروهُ َواتَّبَعُوا الن‬ ْ ‫كَان‬

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)

mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang

menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan

yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan

bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan

belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman

kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang

diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Penjelasan

ِ ‫يَأ ْ ُم ُر ُه ْم بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف َويَ ْن َها ُه ْم َع ِن ْال ُم ْنك َِر‬

Maksudnya, bahwa Nabi yang ummi itu hanya menyuruh yang baik-baik saja

dan tidak melarang kecuali yang buruk, sebagaimana kata Abdu ‘l-lah bin Mas’ud,

“apabila kamu mendengar firman Allah, ya ayyuha ‘l-ladzina amanu, maka

pasanglah telingamu untuk mendengarkannya, karena firman (yang didahului

dengan, ya ayyuha ‘l-ladzina amanu, penjelasan itu memuat kebaikan yang kamu di

suruh melakukannya, atau keburukan yang dilarang mengerjakannya”.


Dan perintah Nabi Muhammad SAW, yang terpenting diantaranya ialah

suruhan untuk beribadah kepada Allah semata, tanpa menyekutukan Dia dengan yang

lain. Adapun larangannya yang terpenting adalah larangan yang menyembah selain

Allah, dan memang demikianlah ajaran semua Rasul yang pernah di utus Allah dan

soal ibadah.

4. Surat Luqman : 17

ِ ‫صابَكَ إِ َّن ذَلِكَ ِم ْن َع ْز ِم ْاْل ُ ُم‬


‫ور‬ َ َ ‫صبِ ْر َعلَى َما أ‬ ِ ‫ص ََلة َ َوأْ ُم ْر بِ ْال َم ْع ُر‬
ْ ‫وف َوا ْنهَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوا‬ َّ ‫ي أَقِ ِم ال‬
َّ َ‫يَابُن‬

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik

dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa

yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang

diwajibkan (oleh Allah).

Tafsirannya :

Lafadz ِ ‫َوأْ ُم ْر بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف‬

Dan perintahkanlah orang lain supaya membersihkan dirinya, sebatas

kemampuan. Maksudnya, supaya jiwanya menjadi suci dan demi untuk mencapai

keberuntungan.

‫َوا ْنهَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر‬

Dan cegahlah manusia dari semua perbuatan durhaka terhadap Allah, dan dari

mengerjakan larangan-larangan-Nya yang membinasakan pelakunya, serta

menjerumuskannya ke dalam adzab neraka yang apinya menyala-nyala, yaitu neraka

jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali adalah neraka jahanam.


5. Surat al-Hajj: 41, al-Maraghi tentang kewajiban amar makruf nahi munkar.

ُ‫وف َونَ َه ْوا َع ِن ْال ُم ْنك َِر َو ِ َّّللِ َعاقِبَة‬


ِ ‫الزكَاة َ َوأَ َم ُروا ِب ْال َم ْع ُر‬ َّ ‫ض أَقَا ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلة َ َو َءات َُوا‬ ِ ‫الَّذِينَ ِإ ْن َم َّكنَّا ُه ْم فِي ْاْل َ ْر‬

ِ ‫ْاْل ُ ُم‬
)41: ‫ور(الـحج‬

(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka

bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat

yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah

kembali segala urusan.

Penjelasannya :

Orang-orang yang diusir dari kampung halamannya ialah orang-orang yang

apabila kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam negeri, lalu mengalahkan

kaum musyrikin, lalu mereka taat kepada Allah, mendirikan sholat, seperti yang

diperintahkan kepada mereka, mengeluarkan zakat, menyuruh orang untuk

mengerjakan apa yang diperintahkan oleh syariat dan melarang melakukan

kemusyrikan, serta kejahatan. Kemudian Allah menjanjikan akan meninggikan

apakah dia akan membalasnya dengan pahala ataukah dengan siksa di akhirat.

6. Surat at-Taubah : 112, tentang sifat orang yang beriman

ُ ِ‫وف َوالنَّا ُهونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َو ْال َحاف‬


َ‫ظون‬ ِ ‫َّاجدُونَ ْاْل ِم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬
ِ ‫الرا ِكعُونَ الس‬ ِ ‫التَّائِبُونَ ْالعَابِد ُونَ ْال َح‬
َّ َ‫امد ُونَ السَّائِحُون‬

َ‫َّللاِ َوبَش ِِر ْال ُمؤْ ِم ِنين‬


َّ ‫ِل ُحد ُو ِد‬

Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji

(Allah), yang melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf dan

mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan

gembirakanlah orang-orang mu'min itu.


Penjelasan :

Di dalam surat at-Taubah ada penjelasan tentang sifat-sifat orang yang

beriman atau orang-orang mukmin yang sempurna imannya yang mana Allah telah

memberi (menukar) diri dan harta mereka dengan surga.

Di dalam ayat di atas menafsirkan al amiruna bil ma’ruf, wa a-nahuna ‘ani

al-munkar = orang-orang yang mengajak kepada keimanan dengan segala akibatnya,

dan orang-orang yang mencegah dari kemusyrikan dengan segala akibatnya.

7. Surat Ali Imron : 114

َّ ‫ت َوأُولَئِكَ ِمنَ ال‬


َ‫صا ِل ِحين‬ ِ ‫ارعُونَ ِفي ْال َخي َْرا‬
ِ ‫س‬ ِ ‫اّللِ َو ْال َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َ ُ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوي‬ َّ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِب‬

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada

yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan)

pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.

Penjelasan :

Dalam kitab tafsir al-Maraghi jilid 10

ِ ‫يَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف َويَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر‬

Di dalam ayat ini, Allah menyifati kaum mukminin dengan lima sifat yang sama

sekali berlawanan dengan sifat kaum munafik, yaitu :

a) Mereka menyuruh melakukan perbuatan yang makruf, sedangkan kaum munafik

menyuruh perbuatan yang munkar.

b) Mereka mencegah melakukan perbuatan yang munkar, sedangkan kaum munafik

mencegah melakukan perbuatan yang makruf.


Kedua sifat ini merupakan pagar segala keutamaan dan benteng penghalang

tersebarnya segala keburukan.

a. Mereka melaksanakan shalat dengan sebaik dan sempurna mungkin

dengan khusu’, tapi orang-orang munafik jika melaksanakan shalat dengan

bermalas-malasan dan ruja’ terhadap manusia.

b. Mereka mengeluarkan zakat yang diwajibkan atas mereka dan

sedekah tathawwu’ (sukarela) yang mereka di berkati untuk itu, tetapi orang

munafik sebaliknya.

c. Mereka terus melaksanakan ketaatan, dengan meninggalkan larangan-Nya dan

mengerjakan segala perintah-Nya menurut kemampuan mereka, tetapi orang-

orang munafik malah sebaliknya.

Penafsiran Surat Ali Imran: 144 (dalam tafsir Ibnu Katsir I)

Dijelaskan: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka

menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera

kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang

saleh”. Mereka itulah yang disebut dalam firman Allah, “dan sesungguhnya diantara

Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan

kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedang mereka berendah hati

kepada Allah”.

8. Surat at-Taubah : 71

َ‫ص ََلة َ َويُؤْ تُون‬ ِ ‫ض يَأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬


َّ ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َويُ ِقي ُمونَ ال‬ ُ ‫َو ْال ُمؤْ ِمنُونَ َو ْال ُمؤْ ِمنَاتُ بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْم أَ ْو ِليَا ُء َب ْع‬

ٌ ‫َّللاَ َع ِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫َّللاُ ِإ َّن‬ َ َ‫سولَهُ أُولَئِك‬
َّ ‫سيَ ْر َح ُم ُه ُم‬ َّ
َّ َ‫الزكَاة َ َوي ُِطيعُون‬
ُ ‫َّللاَ َو َر‬
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang,

menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan

diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

2.2 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke

pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan

yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien

(Depkes RI, 2004). Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu

tanggung jawab profesi dari apoteker untuk mengoptimalkan terapi dengan cara

mencegah dan memecahkan masalah terkait obat (Drug Related Problems) (Depkes RI,

2006). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi

langsung dengan pasien (Depkes RI, 2004).

Didalam prakteknya, Apoteker mempunyai suatu tanggung jawab menyajikan

informasi dan konseling yang cukup kepada pasien, untuk memaksimalkan pengertian

mereka tentang regimen obat. Sasaran konseling pengobatan pasien adalah untuk

meningkatkan hasil terapi dengan mendorong penggunaan obat yang tepat. Fase

edukasi/konseling obat pasien adalah perencanaan dan persiapan untuk konseling;

pelaksanaan konseling dan mengevaluasi konseling (Siregar dan Endang, 2006). Tugas
ini merupakan peran apoteker dalam memberikan KIE ( Komunikasi, Informasi dan

Edukasi) kepada masyarakat.

KIE adalah suatu proses penyampaian informasi antara apoteker dengan pasien

atau keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan

kepada pasien atau keluarga pasien dan membantu meningkatkan pengetahuan,

pemahaman sehingga pasien atau keluarga pasien memperoleh keyakinan akan

kemampuan dalam penggunaan obat yang benar. Tujuan dari KIE sendiri adalah agar

farmasis dapat menjelaskan dan menguraikan (explain and describe) penggunaan obat

yang benar dan baik bagi pasien sehingga tujuan terapi pengobatan dapat tercapai dan

pasien merasa aman dengan obat yang dikonsumsi (Pariang, 2013).

Seiring dengan banyaknya masyarakat yang masih kurang memahami aturan

penggunaan obat, diantaranya ialah kurangnya pemahaman tentang penggunaan obat

tepat dan rasional, penggunaan obat bebas secara berlebihan, serta kurangnya

pemahaman tentang cara menyimpan dan membuang obat dengan benar. Menteri

Kesehatan RI, Prof. Dr. Dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) mencanangkan Gerakan

Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat ( Gema Cermat) saat membuka pameran

pembangunan kesehatan Nasional tahun 2015 di Jakarta, JIExpo Kemayoran. Jakarta,

Jum’at (13/11). Upaya tersebut dalam rangka mewujudkan kepedulian, kesadaran,

pemahaman dan ketrampilan masyarakat dalam menggunakan obat yang tepat dan aman.

Islam mengajarkan kepada hambanya salah satunya yaitu memiliki sifat amar

ma’ruf nahi mungkar. Begitupun jika diaplikasikan ke peran apoteker. Apoteker menjadi

garda terdepan dalam membagikan informasi tersebut. Agent of Change Gema Cermat

adalah apoteker yang memiliki komitmen dan memang mempunyai peran dalan KIE
(komunikasi Informasi dan Edukasi) untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dan

tenaga kesehatan dalam penggunaan obat yang benar dan tepat yang bertujuan

mencerdaskan masyarakat indonesia terkait penggunaan obat-obat yang mendasar seperti

logo, penggunaan antibiotik dan resistensinya, DAGUSIBU dll. Adapun tujuan dari

adanya Gema Cermat ini yaitu mengajak masyarakat dalam hal kebaikan dalam peran

profesi apoteker dengan cara meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat

tentang penggunaan obat secara benar, meningkatkan kemandirian dan perubahan

perilaku masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan

membuang obat secara benar serta meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

Salah satu interaksi antara apoteker dengan pasien melalui konseling obat,

konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau

wawancara merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien

dalam penggunaan obat (Depkes RI, 2006). Menurut KEPMENKES RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,

konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan

pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan

pengobatan (Depkes RI, 2004).

Di dalam prakteknya, konseling obat melakukan penyampaian dan penyediaan

nasehat-nasehat yang berkaitan dengan obat, yang didalamnya terdapat implikasi diskusi

timbal balik dan tukar menukar opini (Siregar dan Kumolosari, 2004). Dengan adanya

diskusi timbal-balik dan tukar menukar opini antara pasien dan apoteker diharapkan

dapat diambil keputusan bersama tentang terapi yang akan dijalani (Rantucci, 2006).
Peran terpenting konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan

menyediakan pelayanan yang bermutu untuk pasien (Rantucci, 2006). Dengan adanya

konseling obat diharapkan pasien mendapatkan pengetahuan dan pemahaman pasien

dalam penggunaan obat sehingga berdampak pada kepatuhan pengobatan dan

keberhasilan dalam proses penyembuhan penyakitnya (Depkes RI, 2006).

Selain dapat meningkatkan kepatuhan pasien, pemberian konseling obat dapat

mengurangi terjadinya efek samping obat pada pengobatan yang dijalani oleh pasien

(Poudel dkk, 2008). Melalui konseling, apoteker dapat menyelidiki kebutuhan pasien saat

ini dan akan datang. Apoteker dapat menemukan apa yang perlu diketahui oleh pasien,

keterampilan apa yang perlu dikembangkan dalam diri pasien, dan masalah yang perlu

diatasi. Selain itu, apoteker diharapkan dapat menentukan perilaku dan sikap pasien yang

perlu dirubah (Rantucci, 2006).

Untuk memberikan konseling obat yang benar terhadap pasien mengenai obat,

Apoteker diwajibkan untuk memiliki beberapa sumber informasi. Sumber infomasi yang

digunakan bisa berasal dari pustaka, media cetak, dan internet (Rantucci, 2006). Sumber

informasi obat meliputi antara lain dokumen, fasilitas, 3 lembaga dan manusia.

Sedangkan dalam praktiknya sumber informasi obat digolongkan menjadi tiga macam

yaitu sumber informasi primer, sumber informasi sekunder dan sumber informasi tersier

(Kurniawan dan Chabib, 2010).


2.3 Peranan Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Melaksanakan Tugas sebagai

Apoteker

Islam merupakan pedoman bagi manusia dalam membedakan antara yang baik

dan buruk, antara yang benar dan salah. Islam mengajarkan kepada hambanya salah

satunya yaitu memiliki sifat amar ma’ruf nahi mungkar. Begitupun jika diaplikasikan ke

dunia farmasi saat pendirian apotek yang harus memenuhi PERMENKES RI No 9 Tahun

2017 Tentang Apotek. Salah satu kasus pelanggaran pendirian apotek yaitu

ditemukannya pelanggaran di apotek Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

karena tidak memperjanjang izin usahanya dan tidak memiliki Asisten Apoteker sebagai

syarat utama dalam perizinan Apotek sesuai peraturan yang berlaku. Lalu pada 6 Februari

2019 tertangkapnya seorang selebgram Reva Alexa karena penyalahgunaan obat narkoba

saat sedang bersantai di ruang tamu rumahnya yang berjenis sabu bersama kerabatnya.

Melihat kasus di atas sebagai Apoteker dapat menerapkan sifat amar ma’ruf nahi

mungkar dalam kehidupan sehari – hari pada keluarga, kerabat dan lingkungan

masyarakat sekitar untuk menghindari hal – hal yang buruk yang melanggar ajaran agama

Islam maupun aturan pemerintah.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam mengajarkan kepada hambanya salah satunya yaitu memiliki sifat amar

ma’ruf nahi mungkar. Begitupun jika diaplikasikan ke dunia farmasi saat pendirian

apotek yang harus memenuhi PERMENKES RI No 9 Tahun 2017 Tentang Apotek.

Bahwa sebagai Apoteker dapat menjadi penasehat dan pembawa pengaruh yang baik

kepada keluarga, kerabat dan lingkungan masyarakat sekitar untuk senantiasa berbuat

baik sesuai ajaran Islam dan sesuai peraturan pemerintah yang dapat merugikan diri

sendiri dan orang sekitar.

DAFRAR PUSTAKA

Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 /MENKES/SK/2004, Tentang
Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Depkes RI, 2006, Pedoman Konseling Pelayanan
Kefarmasian di Sarana Kesehatan, Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Poudel, A., Khanal, S., Alam, K. dan Palaian, S., 2009, Perception Of Nepalese Community
Pharmacists Towards Patient Counseling And Continuing Pharmacy education Program:
A Multicentric Study, Journal of Clinical and Diasnostic Research, 3, 1408-1413
Rantucci, M. J., 2009, Komunikasi Apoteker-Pasien: Panduan Konseling Pasien, diterjemahkan
oleh Sani, A. N., Edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Siregar C.J.P dan Kumolosari, E., 2004, Farmasi Klinik:Teori dan Penerapan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga
Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012
Kompas.com

Anda mungkin juga menyukai