Anda di halaman 1dari 10

ADAPTASI OTOT-OTOT SKELET PADA LATIHAN

Heru Syarli Lesmana

Fakultas Ilmu Keolahragaa, Universitas Negeri Padang


herusl@fik..unp.ac.id

A. Pendahuluan
Menurut Effendi (Otot skelet atau otot rangka adalah organ somatik, yang dipengaruhi
oleh kemauan. Otot rangka merupakan alat gerak aktif bagi tubuh, karena memiliki fungsi utama
untuk berkontraksi yang menyebabkan tubuh bergerak. Selain itu otot skelet berfungsi
menghasilkan panas tubuh, memberi bentuk tubuh dan melindungi organ yang lebih dalam.
Latihan olahraga merupakan suatu proses yang sistematis atau pekerjaan yang dilakukan
berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama dengan meningkatkan beban latihan secara
bertahap dan memiliki sifat individu. Setiap rangkaian gerakan pada latihan didesain untuk
meningkatkan kemampuan dengan melibatkan pembangkitan tenaga dan aktivitas otot serta
melakukan adaptasi terhadap stimulasi yang berulang (Fox, 1993). Efek negatif seperti cedera
dapat terjadi karena pembebanan yang berat pada otot. Cedera pada otot sering kali terjadi
karena proses latihan yang berat.DOMS (Delayet Onset Muscle Soreness) merupakan bentuk
cedera yang sering terjadi setelah latihan (Lesmana HS, 2019) namun resiko ini dapat dikurangi
dengan melakukan kegiatan olahraga sesuai dengan prinsip-prinsip latihan. Salah satu cara
mengurangi resiko cedera adalah dengan melakukan pemulihan dengan pemulihan aktif setelah
berlatih terbukti mengurangi cedera DOMS (Lesmana HS, 2018).
Latihan olahraga memberikan efek positif dengan adanya adaltasi latihan yang terjadi
pada otot. Adaptasi latihan olahraga adalah perubahan struktur atau fungsi organ-organ tubuh
yang sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dalam periode
waktu tertentu. Sesuai aktivitasnya, perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi pada serat
otot, otot skelet memperlihatkan kemampuan berubah atau plastisitas yang besar dalam memberi
respon terhadap berbagai bentuk perlatihan. Plastisitas ini berupa adaptasi aktivitas kontraksi
yang berbeda akibat bentuk latihan yang berbeda. Latihan merupakan salah satu tekanan ekstrim
yang diterima oleh tubuh. Adaptasi fisiologis merupakan bentuk reaksi yang terjadi dalam tubuh
untuk mempertahankan homeostatis tubuh saat menghadapi tekanan latihan olahraga

B. Struktur otot skelet


Ujung otot skelet pada umumnya melekat pada tulang, ada sebagian melekat pada kulit.
Ujung otot tersebut disebut insertio (tempat untuk menggerakan) dan origo (tempat bertumpunya
otot). Secara anantomis (struktur) sebuah otot rangka terdiri dari beberapa bagian seperti:
fasciculus, muscle fiber, myofibrils dan miofilamen yang terdiri dari filament actin (filament
tipis) dan filament myosin (filament tebal). Untuk lebih jelasnya mengenai strukturl otot skelet
dapat dilihat pada gambar berikut:

Satu sel otot


skelet dibungkus oleh sarcolemma yang disebut muscle fibers. Muscle fibers yaitu myofibril yang
terdiri dari filament actin dan myosin. Filament actin dan myosin merupakan bagian terkeci dari
otot dan pada bagian inilah pusat terjadinya gerakan dari otot secara keseluruhan. Kontraksi otot
dan relaksasi dari sebuah otot adalah sebagian akibat dari overlapnya antara filament actin dan
myosin.

Filament actin terdiri dari tiga bagian yaitu: molekul actin, troponin dan tropomiosin.
Filament myosin merupakan kumpulan myosin tipe II yang membentuk helix (pilinan), tiap
molekul myosin II terdiri atas rod (batang), hinge (leher), head (kepala). Tahap terjadinya
kontraksi dan relaksasi miofilamen actin dan myosin:

C. Proses kontraksi otot skelet


Tahapan proses kontraksi dan relaksasi miofilament myosin dan actin adalah sebagai
berikut:
1. ATP binding : ATP mengikat head of myosin, mengakibatkan penurunan afinitas myosin
terhahapa actin sehingga head lepas, fase relaksasi dimulai. Fase ini juga diperkuat dengan
Ca2+ yang terlepas dari Tn-C (troponin C), Ca 2+ dipompa masuk kembali ke dalam lumen
2+
Sarcoplasmic Reticulum (SR). Tn-C yang tidak terikat oleh Ca akan merubah konfigurasi
posisi troponin – tropomyosin complex terhadap actin.

2. ATP hydrolysis: ATP akan dihidrolisis oleh myosin ATPase menjadi ADP + Pi, dan ini
terjadi di head. Hasil hirolisis masih menempel di myosin, mengakibatkan posisi head
berubah bentuk cocked position (membentuk sudut ± 90o ), fase ini myofibril dalam keadaan
relaksasi penuh (fully relaxed).

2+
3. Cross – bridge formation: pada fase ini troponin C pada filament actin terikat oleh 2 Ca ,
akibatnya actin – binding site terbuka dan memungkinkan head menempel pada actin. Pada
fase ini mulai terjadi kontrasi.
4. Power – stroke position: Pi (fosfat) melepas diri dari myosin, akibatnya head of myosin yang
masih menempel pada actin menarik filament actin mendekat, sehingga sudut head dengan
hinge menjadi ± 45o. Pada fase ini kontrasi berlangsung dan otot akan memendek.
5. ADP released; ADP melepaskan diri dari myosin, akibatnya head of myosin menuju posisi
semula. Head of myosin yang sudah tidak terikat ADP akan terisi lagi oleh ATP, dan
selanjutnya kembali lagi ke fase I.

D. Tipe serabut otot skelet

Dilihat dari serabutnya, maka otot sketel di bagi menjadi dua tipe yaitu serabut otot
lambat (slow twitch) dan serabut otot cepat (fast twitch). Serabut otot cepat dibagi kedalam dua
bagian fast twitch A dan fast twitch B. Slow twitch warnanya lebih merah sebab kandungan
myoglobinya lebih tinggi karena kepadatan kapilernya juga lebih banyak dibanding fast twitch.
Dikatakan otot lambat karena kecepatan kontraksinya lebih lambat dibanding fas twitch. Namun
demikian daya tahan otot ini lebih tinggi karenan itu cocok untuk cabang olahraga yang
menuntut daya tahan tinggi dan tidak menuntut kacepatan maksimal.
Serabut otot merah Serabut otot putih

Synonym Type I Type


oxidative II a II b

fast - oxidative fast - glycolytic


(oxidative-glycolytic)

Slow twitch muscle fiber Fast twitch muscle fiber

Lama kontraksi lambat Cepat ( cepat lelah )

Fungsi Kontraksi lama Kontraksi cepat / kuat / gerakan trampil

Myoglobin Banyak Sedang Sedikit

Myosin ATP-ase Sedikit Banyak Banyak

Sarco – tubuler system Sedikit Banyak Banyak

Oxidative – enzyme Banyak Sedang Sedikit


activity

E. Adaptasi otot skelet pada latihan

Latihan yang dilakukan secara teratur dan sistematis sesuai dengan program yang telah
dibuat dengan baik mampu memberikan efek yang signifikan terhadap otot-otot yang terlibat
dalam pelaksanaan latihan. Dengan menerapkan program latihan yang memperhatikan prinsip
ini, maka otot senantiasa akan memperoleh rangsang yang memungkinkannya berubah, atau
dengan kata lain mengalami adaptasi latihan Tubuh akan melakukan adaptasi sehingga
menimbulakan efek bagi otot. Adaptasi sebagai efek latihan pada otot menyebakan terjadinya
perubahan pada sistem aerobik dan sistem anaerobik pada otot, adapun perubahannya adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi pada sistem aerobik
a. Meningkatnya kandungan myoglobin
Myoglobin adalah senyawa protein yang komplek yang menyerupai hemoglobin
didalam darah. Oksigen di simpan di dalam otot melalui gabungan senyawa kimiawi dan
myosin. Myoglobin sering diistilahkan sebagai hemoglobin otot, karna fungsinya yang
sama dengan hemoglobin dan terdapat di dalam otot. Selain menyimpan oksigen
myoglobin juga berfungsi untuk memfasilitasi penyaluran oksigen dari darah ke
mitokondria. Myoglobin lebih banyak terdapat pada otot slow twitch. Pada latihan
ketahanan banyak memerlukan oksigen sehingga pada latihan ketahanan kadar
myoglobin dapat meningkat 75% - 85%.

b. Meningkatnya oksidasi glikogen


Latihan dapat meningkatkan kapasitas otot sketel untuk memecah glukosa melalui
proses oksidasi sehingga menghasilkan energi. Hal ini terjadi pada olahraga aerobik
seperti lari dengan intensitas submkasimal, pada saat berlari otot akan menguras energi
yang terbukti dari kadat glukosa darah yang mengalami penurunan setelah latihan, namun
tubuh berupaya memperbaiki kadar glukosa darah pada saat fase pemulihan (Lesman HS,
2018). Latihan yang dilaksanakan secara rutin menyebabkan otot teradaptasi karena bisa
menggunakan oksigen secara lebih efisien sehingga bisa lebih memiliki ketahanan
beraktivitas tanpa kelelahan Dengan kata lain otot akan beradaptasi sehingga kapasitas
otot sketel untuk menghasilkan energi secara aerobik meningkat. Dua hal yang
menyebankan terjadinya peningkatan oksidasi oksigen karena latihan adalah
meningkatnya jumlah dan ukuran mitokondria dan meningkatnya aktivitas enzim sirklus
kreb dan transport elektron.
1) Meningkatnya jumlah dan ukuran mitokondria
Latihan daya tahan menghasilkan peningkatan dalam ukuran dan jumlah
mitokondria dalam otot rangka yang terlibat dalam latihan. Kemampuan untuk
menggunakan oksigen dan menghasilkan ATP tergantung pada jumlah, ukuran, dan
efisiensi pada mitokondria menjadi lebih besar. Jumlah mitokondria bergantung pada
tingkat aktivitas metabolisme suatu sel. Semakin banyak aktivitas, maka akan
semakin banyak pula mitokondria-nya
Latihan banyak menyebabkan gangguan dalam homeostasis seluler di tulang
otot, sehingga mustahil untuk menentukan faktor yang banyak bertanggung jawab
untuk mendorong peningkatanbiogenesis mitokondria. Namun beberapa peneliti
berusaha mengungkapkan fenomena ini diantaranya John O. Hollozy. Penelitian-
penelitian telah menunjukkan bahwa latihan olahraga meyebabkan peningkatan pesat
dalam biogenesis mitokondria yang dimediasi baik oleh aktivasi dan peningkatan
ekspresi transkripsi (pembuatan) coactivator, Peroksisom proliferator- diaktifkan
reseptor gamma-1alpha coactivator (PGC-1alpha). PGC-1alpha merupakan faktor
transkripsi yang mengatur ekspresi gen nukleus yang menyandi protein mitokondria
dan juga dari gen nukleus yang mengkodekan faktor transkripsi mitokondria A
(TFAM). TFAM mengatur transkripsi DNA mitokondria. Jadi, PGC-1alpha mengatur
ekspresi protein mitokondria dalam kedua gen reaktor dan mitokondria.
2) Meningkatnya aktivitas enzim sirklus kreb dan transfer electron
Membran eksternal mengandung enzim transferase, kinase, ATP asetil
koenzim A syntetase, sitokrom B, NADH sitokrom B reductase, fosfotidase
fosfatase dan fosfolipase Membrana internal Mitokodria mengandung sejumlah:
a. Enzim yang berperan dalam perlewatan atau transit metabolit
b. Enzim yang bertanggung jawab pada reaksi oxydase yang membebaskan energi
untuk fosforilase oksidatif (ATP dari ADP
c. Transferase (carnitine-acytransferase).
d. Enzim yang berperan dalam system pemanjangan asam lemak dan beta-oksidase
asam lemak.
Peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria disertai dengan peningkatan
efisiensi mitokondria. Pemecahan bahan makanan secara oksidatif dan produksi ATP
melalui sirklus kreb bergantung pada aksi enzim mitokondria, selain itu transport
electron memanfaatkan kompleks enzim respirasi pada membran dalam mitokondria
sehingga dengan bertambahnya ukuran dan jumlah mitokondria akan meningkatkan
enzim sirklus kreb dan transfer elektron.
3) Meningkatnya simpanan glikogen otot.
Pada latihan aerobik, sumber energi lebih banyak dan efisien berasal dari
lemak. Sementara aktivitas enzim yang bertugas untuk mensistesis glikogen
meningkat. Dengan demikian memungkinkan penyimpanan glikogen pada otot
bertambah. Pada suatu penelitian dinyatakan setelah latihan terjadi peningkatan
glikogen otot sebanyak 2,5 kali.
c. Meningkatnya oksidasi lemak
1) Meningkatnya simpanan trigliserida intramuskular
Trigliserida intramuskular dapat juga digunakan oleh otot untuk berkontraksi.
Trigliserida intra muskular dipercaya lebih penting pada awal kontraksi otot dan
selama olahraga dengan intensitas tinggi, dimana lipolisis jaringan lemak untuk
pembentukan energi masih terhambat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Li Liu dkk . diketahui
bahwa sel otot hewan yang aktif berenang memiliki kadar acyltransferase (DGAT)
dan triglyceride (TG) yang lebih tinggi namun kadar diacylglycerol (DAG) yang
lebih rendah dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukan bahwa pada otot yang aktif
melakukan olahraga terjadi peningkatan simpanan TG di otot akibat aktivitas enzim
DGAT yang meningkat sehingga DAG menjadi berkurang. Fungsi utama enzim
DGAT adalah mengkatalisis final step biosintesis triasilgliserol dengan fatty acyl
COA dan DAG sebagai substrat.
2) Meningkatnya pelepasan asam lemak bebas
Untuk ketahanan aerobik selain diperlukan kemampuan jantung dan paru
untuk mengangkut oksigen yang banyak, maka kemampuan sel untuk menggunakan
oksigen juga lebih tinggi. Apabila kita berlari 20 Km, maka energi yang dibutuhkan
tidak dapat dipenuhi hanya dengan pembakaan karbohidrat, tetapi juga dengan
simpanan lemak. Jadi persediaan lemak di otot hanya dapat ditingkatkan dengan
latihan aerobik, yaitu dengan beban ringan untuk jangka waktu yang lama
(Soekarman, 1987: 58).
Awal melakukan aktifitas olahraga, konsentrasi asam lemak dalam darah
mengalami penurunan akibat dari peningkatan pemakaian asam lemak oleh otot yang
aktif. Aktifitas olahraga selanjutnya, terjadi peningkatan pembebasan asam lemak
dari jaringan lemak. Hal ini terjadi melalui rangsangan hormonal oleh susunan saraf
simpatis dan akibat penurunan kadar hormon insulin.

3) Meningkatnya enzim yang terlibat dalam aktivitas transport dan pemecahan lemak.
Latihan ketahanan meningkatkan oksidasi lemak kapasitas otot rangka dengan
meningkatnya kepadatan mitokondria, aktivitas enzim yang terlibat dalam β-oksidasi,
dan pengiriman oksigen ke otot. Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa pelatihan
ketahanan meningkatkan ekspresi gen dan kandungan protein transporter beberapa
asam lemak, yang dapat membantu Aktivitas enzim yang berperan dalam beta
oksidasi yang memecah lemak yang kemudian menjadi energi juga meningkat selama
latihan. Peningkatan reaksi beta oksidasi ini meningkatkan penggunaan lemak sebagai
energi.
2. Perubahan yang terjadi pada sistem anaerobic
a. Meningkatnya kapasitas sistem ATP – PC
1) Peningkatan simpanan ATP dan PC dalam otot
Phosphagen merupakan sumber energi tercepat yang bisa digunakan oleh otot, efek
dari latihan yang dilakukan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cepat dapat
meningkatkan kapasitas Phosphagen. Peningkatan phosphagen terjadi 25% selama
latihan berlangsung 2 sampai 3 hari perminggu.
2) Meningkatnya aktivitas enzim yang membentuk dan memecah ATP
Untuk menghasilkan energi ATP akan dipecah menjadi ADP oleh enzim ATPase,
setelah itu pembentukan kembali ATP dari ADP malalui proses resistensi dengan
bantuan enzim myokinase (MK) dan pembentukan ATP dengan menggunakan
phosphocreatine menggunakan enzim creatine kinase (CPK). Efek dari latihan
anaerobik otot skelet akan meningkatkan aktivitas enzim yang membentuk dan
memecah ATP.
b. Meningkatnya kapasitas glikolitik
Sejumlah penelitian yang dirancang dengan baik telah menunjukkan bahwa
beberapa enzim glikolisis kunci yang mengendalikan secara signifikan diubah oleh
latihan fisik. Pentingnya aktivitas enzim glikolisis meningkat adalah untuk mempercepat
laju dan kuantitas glikogen dipecah menjadi asam laktat. Oleh karena itu energi ATP
yang berasal dari sistem asam laktat akan meningkat dan mempangaruhi aktivitas.

3. Perubahan relatif pada otot fast twitch dan slow twitch


Efek latihan yang terjadi mengalami perbedaan tingkat pada masing-masing tipe
serabut otot. Efek latihan terhadap keduanya dipengerarugi oleh tipe latihan, intesitas latihan
dan durasi latihan. Berikut adalah spesifiksi perubahan tersebut:
a. Meningkatnya kapasitas aerobik
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tipe serabut otot fast twitch memiliki
kapasitas oksidatif lebih rendah dibandingkan dengan tipe serabut otot slow twitch,
namun dengan melakukan latihan keras, kapasitas kedua tipe serabut otot tersebut sama-
sama meningkatkan. Ini menunjukan bahwa karakteristik kedua tipe serabut otot ini tidak
berubah, dengan kata lain walau sama-sama meningkat namun kapasitas oksidatif otot
slow twitch tetap lebih tinggi jika dibandingkan dengan otot fast twitch
b. Hipertropi yang tergantung pada bentuk latihan
Hipertropi adalah peningkatan massa otot. Hipertropi pada fast twitch diperoleh
dengan latihan kekuatan dan slow twitch dengan latihan daya tahan. Hipertropi biasa
terjadi pada latihan kekuatan namun akibat latihan daya tahan, otot juga akan mengalami
sedikit hipertropi.

REFERENSI

Effendi, Choesnan, Kuncoro, P.S, Bambang Purwanto. (2009). Faal Sel, Cair Tubuh, Saraf
Tepi, dan Otot. Surabaya: Departemen Ilmu Faal, Universitas Airlangga.

Fox, T.L.E.L., Bowers, R.W., dan Foss, M.L. (1993). The Physiological Basis for Exercise and
Sport, fifth edition. Iowa: Brown & Benchmark Publishers.

Lesmana HS, Broto EP. 2018. Profil Glukosa Darah Sebelum, Setelah Latihan Fisik
Submaksimal dan Selelah Fase Pemulihan Pada Mahasiswa FIK UNP. “Media Ilmu
Keolahragaan Indonesia”: 8(2): 44-48. https://doi.org/10.15294/miki.v8i2.12726

Lesmana HS, Padli, Broto, EP. 2018. Pengaruh Recovery Aktif dan Pasif dalam Meringankan
Gejala Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS). “Journal of Sport Science and
Education”: 2(2):38-41. http://dx.doi.org/10.26740/jossae.v2n2.p38-41

Lesmana HS. 2019. Profil Delayed Onset Muscle Soreness (Doms) Pada Mahasiswa Fik Unp
Setelah Latihan Fisik. “Halaman Olahraga Nusantara”. 2(1): 50-59.
http://dx.doi.org/10.31851/hon.v2i1.2464
Holloszy J.O. 2008. “Regulation by Exercise of Skeletel Muscle Content of
Mithocondria and GLUT4”. J Biol Chem: 59: 5–18.

Li Liu, Zhang, Chen, Xiaojing, Tsang and Hao Yu. 2007.” Upregulation of myocellular DGAT1
augments triglyceride synthesis in skeletal muscle and protects against fat-induced insulin
resistance”. J Clin Invest. 117:1679–1689.

Roger. 2009. Prinsip umum berolahraga. http://twdroger.blogspot.com/2009/10/prinsip-umum-


or.html. diakses pada tanggal 10 Desember 2011

Nawawi, Umar dan Masrun. (2008). Fisiologi Olahraga. Padang: FIK UNP.

Widiyanto. (2008). Adapatasi Metabolik pada Latihan. Yogyakarta :FIK UNY.

Wilkipedia.2011.Mitondria. http://id.wikipedia.org/wiki/Mitokondria. diakses pada tanggal 12


Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai