Anda di halaman 1dari 8

PROSES ADAPTASI OTOT TERHADAP LATIHAN BEBAN

PENDAHULUAN

Kira-kira 40 % dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka dan barangkali 10% lainnya
adalah otot polos dan otot jantung.Susunan otot rangka terlihat bahwa semua otot rangka
dibentuk oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar dari 10 saampai 80 mikrometer.
Pada sebagian besar otot,serat-seratnya membentang diseluruh panjang otot, kecuali
pada sekitar 2 persen serat,masing-masing hanya dipersyarafi oleh satu ujung saraf,yang
terletak didekat bagian tengah serat.

ANATOMI FISIOLOGI OTOT RANGKA

SARKOLEMA. Sarkolema adalah membran sel dari serat otot. Terdiri dari membran
sel yang sebenernya,yang disebut membran plasma,dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari
satu lapisan tipis bahan polisakarida yang mengandung sejumlah serat kolagen tipis. Pada
ujung serat otot lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serat tendon, dan serat-serat
tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membentuk tendon otot dan kemudian
menyisip ke dalam tulang.

MIOFIBRIL,FILAMEN AKTIN DAN MIOSIN. Setiap serat otot mengandung beberapa


ratus sampai beberapa ribu mofibril,berupa bulatan-bulatan kecil pada potongan melintang.
Setiap miofibril terletak berdampingan memiliki sekitar 1500 filamen miosin dan 3000 filamen
aktin,yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi
otot.
Bahwa filamen miosin dan aktin sebagian saling bertautan sehingga menyebabkan
miofibril memiliki pita terang dan gelap yang berselang seling. Pita-pita terang hanya
mengandung filamen aktin dan disebut pita I karena mereka bersifat isotropik terhadap cahaya
yang dipolarisasikan. Pita-pita gelap mengandung filamen miosin,juga ujung-ujung filamen
aktin tempat mereka menumpang tindih miosin, dandisebut pita A karena mereka bersifat
anisotropik terhadap Cahaya yang dipolarisaikan.

SARKOPLASMA. Miofibril-miofibril terpendam dalam serat otot didalam suatu matriks


yang disebut sarkoplasma, yang terdiri dari unsur-unsur intraselular. Cairan sarkoplasma
mengandung kalium,magnesium, fospat dan enzim protein dalam jumlah besar. Juga terdapat
mitokondria dalam jumlah yang banyak sekali yang terletak diantara dan sejajar dengan
miofibril, suatu keadaan yang menunjukkan bahwa miofibril-miofibril yang berkontraksi
membutuhkan sejumlah besar adenosin trifosfat(ATP) yang dibentuk oleh mitokondria.

RETIKULUM SARKOPLASMATIK. Didalam sarkoplasma juge terdapat banyak


retikulum endoplasma, yang didalam serat otot disebut retikulum sarkoplasmatik. Retikulum ini
mempunyai susunan khusus yang sangat penting dalam pengaturan kontraksi otot. Semakin
cepat kontraksi suatu otot maka ia mempunyai banyak sekali retikulum sarkoplasmik,
menunjukkan bahwa struktur ini penting untuk menimbulkan kontraksi otot yang cepat.

1
MEKANISME UMUM KONTRAKSI OTOT

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut:

1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya
pada serat otot.
2. Pada setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin dalam
jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka
banyak saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam
membran serat otot.
4. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk
mengalir kebagian dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini
akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam serat otot.
5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serat otot dalam cara yang sama
seperti potensial aksi berjalan disepanjang membran saraf.
6. Potensial aksi akanmnimbulkan depolariasi membran serar otot, dan juga berjalan
secara dalam didalam serat otot, pada tempat dimana potensial aksi menyebabkan
retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium kedalam miofibril.
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin, yang
menyebabkannya bergerak bersama-sama, dan menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang
lagi; pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN KONTRAKSI DAN BEBAN

Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila ia berkontraksi tanpa melawan beban,
mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata Bila diberi
beban kecepatan kontraksi akan menurun secara progesif seiring dengan penambahan beban.
Bila beban meningkat sampai sama dengan kekuatan maksimum yang dapat dilakukan otot
tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali, walaupun
terjadi aktivasi serat otot.
Penurunan kecepatan dengan beban ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beban pada
otot yang berkontraksi adalah kekuatan berlawanan arah yang melawan kekuatan kontraksi
akibat kontraksi otot. Oleh karena itu kekuatan netto yang tersedia untuk menimbulkan
kecepatan pemendekan akan berkurang secara sesuai.

KELELAHAN OTOT

Kontaksi otot yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan
otot. Penyelidikan pada atlit telah menunjukkan bahwa kelelahan otot meningkat hampir
berbanding langsung dengan kecepatan penuruan glikogen otot. Oleh karena itu sebagian
besar kelelahan mungkin akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolik serat-
serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama. Tapi percobaan-percobaan telah juga
menujukkan bahwa penyebaran sinyal saraf melalui hubungan neuromuskular , akan menurun
setelah aktivitas otot yang lama, jadi mengurangi kontraksi otot lebih lanjut.
Hambatan aliran darah yang menuju ke otot yang sedang berkontraksi mengakibatkan
kelelahanotot hampir sempurna selama satu menit atau lebih karena kehilangan suplai
makanan terutama kehilangan oksigen.

2
PENGARUH LATIHAN PADA OTOT DAN KINERJA OTOT

Salah satu prinsip utama perkembengan otot selama selama latihan olah raga adalah
sebagai berikut: Otot yang bekerja tanpa beban walaupun dilatih berjam-jam,kekuatannya
hanya sedikit meningkat. Pada keadaan ekstrem yang lain kekuatan otot yang berkontraksi
lebih dari 50 persen gaya kontraksi maksimum akan berkembang dengan cepat bahkan bila
kontraksi dilakukan hanya beberapa kali setiap harinya. Dengan menggunakan prinsip ini
percobaan memperbesar otot menunjukkan bahwa enam kontraksi otot yang mendekati
maksimal, yang dilakukan dalam tiga set tiga hari seminggu kira-kira akan memberi
peningkatan kekuatan otot yang maksimal tanpa mengakibatkan kelelahan otot yang kronis.
Perkiraan peningkatan persentasi kekuatan yang dapat dicapai oleh seorang dewasa
muda yang sebelumnya tidak terlatih dengan program latihan daya tahan ini, memperlihatkan
bahwa kekuatan meningkat kira-kira 30 persen selama 6 sampai 8 minggu pertama tetapi
hampir mencapai pendataran setelah waktu tersebut. Bersama dengan peningkatan
ini,didapatkan perkiraan peningkatan persentasi massa otot yang sebanding, yang disebut
hyprtrophy otot.

HYPERTHROPHY OTOT

Sebenarnya semua hyperthropy otot adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin
dan miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-masing serat otot
yangsecara sederhana disebut hypertrophy serat. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai
respons terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir
maksimal. Hypertrophy yang sangat luas dapat terjadi bila selama proses kontraksi, otot-otot
diregangkan secara simultan. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum dalam waktu 6
sampai 10 minggu,hanya dibutuhkan sedikit kontraksi kuat semacam ini setiap harinya.
Telah diketahui bahwa selama terjadi hipertrofi sintesis protein kontraktil otot berlangsung
jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurannya,sehingga menghasilkan jumlah filamen
aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progresif didalam miofibril. Kemudian miofibril
itu sendiri akan memecah didalam setiap serat otot untuk membentuk miofibril yang baru. Jadi
peningkatan jumlah miofibril tambahan inilah yang terutama menyebabkan serat otot menjadi
hipertrofi.
Ukuran dasar otot seseorang terutama ditentukan oleh heriditas ditambah kadar sekresi
testosteron yang pada pria akan menyebabkan otot yang lebih besar daripada wanita. Akan
tetapi dengan latihan otot dapat mengalami hipertrofi, mungkin tambahan sebanyak 30 sampai
60 persen.
Perubahan yang terjadi didalam serat otot yang hipertrofi itu sendiri meliputi(1)peningkatan
jumlah miofibril,(2)peningkatan enzim-enzim mitokondria sebanding dengan derajat hipertrofi,
(3)peningkatan komponen sistem metabolisme fostagen,termasuk ATP dan fospokreatin
sebanyak 60 sampai 80 persen,(4)peningkatan cadangan glikogen sebanyak 50 persen, dan
(5)peningkatan cadangan trigleserida sebanyak 75 sampai 100persen. Akibat semua
perubahan ini, kemampuan sistem metabolik aerob dan anaerob meningkat, terutama
meningkatkan kecepatan oksidasi maksimum dan efisiensi sistem metabolisme oksidatif
sebanyak 45 persen.

3
PRINSIP DASAR LATIHAN BEBAN

Ada empat prinsip yang menjadi dasar dalam penyusunan program latihan.

Keempat prinsip dasar itu adlah:

1. Prinsip overload. Kekuatan otot sangat efektif dibangun ketika kerja otot dan grup otot
pada beban yang lebih. Latihan dengan beban yang umum dikerjakan oleh otot hanya
menghasilkan kerja otot yang umum. Penggunaan beban yang berlebih akan
menyebabkan terjadinya proses adaptasi fisiologis yang akan mengarahkan pada
peningkatan kekuatan otot.

2. Prinsip tahanan yang progresif. Sejak otot diberikan beban yang melebihi
kemampuannya maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis dimana akan terjadi
proses peningkatan kekuatan otot. Bila proses adaptasi ini telah dicapai maka kerja
otot yang tadinya melebihi beban kemampuannya akan tidak lagi overload. Dengan
alasan tersebut maka program latihan beban harus juga didasari prinsip progresifitas
beban yang diberikan. Penambahan beban yang meningkat tersebut dapat diberikan
dengan menambah jumlah berat beban yang diberikan atau menambah jumlah
pengulangannya.

3. Prinsip latihan yang teratur. Program latihan beban harus diatur sedemikian rupa
sehingga beban yang diberikan harus kepada otot-otot besar terlebih dahulu baru
kepada otot-otot kecil. Alasannya sesuai dengan pola gerak normal manusia,bahwa
otot-otot kecil lebih cepat mengalami kelelahan dari pada otot-otot besar. Sehingga
pemberian latihan beban harus dimulai dari otot besar dan diikuti oleh otot-otot kecil.
Selain itu pengaturan latihan beban juga harus memperhatikan pemberian beban
terhadap otot. Diupayakan agar tidak memberikan latihan yang sama secara berurut
bagi otot yang sama. Sehingga otot yang dilatih mempunyai kesempatan recovery
sebelum diberikan latihan-latihan yang lebih lanjut.

4. Prinsip kekhususan. Latihan beban tidak hanya dapat diberikan kepada kelompok otot.
Akan tetapi latihan beban dapat diberikan kepada otot-otot yang bekerja secara
spesifik. Selain itu pemberian latihan beban juga harus memperhatikan olahraga yang
dominan dilakukan. Sehingga latihan beban yang diberikan dapat disesuaikan dengan
gerakan yang sesuai dengan cabang olah raga yang ditekuninya.

MEKANISME PENINGKATAN KEKUATAN OTOT DENGAN LATIHAN BEBAN

Adaptasi merupakan karakteristik utama pada otot skeletal. Sebagai respons dari latihan,
perubahan akut dapat terjadi pada sistem, organ atau sel. Sebagai contoh peningkatan denyut
nadi terjadi ketika melompat dari kursi atau saat melakukan jogging. Adaptasi selular secara
umum dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuan rata-rata sintetis pada komponenen
selular. Sel otott dapat mengalami sintesis dan degradasi. Jika rata-rata sitesis melebihi rata-
rata degradasi ,maka terjadi peningkatan komponen selular. Perubahan pada sintesis protein
memerlukan signal selular, salah satunya adalah faktor biologis dan fisiologis yang melanjutkan
proses komunikasi pada otot yang berbeda sehingga menyebabkan perubahan selular.

4
Pada latihan strengthening dengan resistance exercise akan memberikan dampak atau
respons terhadap otot. Adaptasi yang dapat terjadi setelah latihan diantaranya adalah adaptasi
neurological, adaptasi struktural dan adaptasi metabolik.

1. Adaptasi Neurological

Pada orang tak terlatih yang memulai program latihan penguatan pertama kali akan
merasakan peningkatan kekuatan otot secara dramatis. Peningkatan ini akan berlanjut
secara linier selama 8 – 12 minggu. Mekanisme yang mendominasi pada awal latihan
penguatan adalah adaptasi neurologi secara alami. Adaptasi ini dapat terjadi dengan atau
tanpa peningkatan cross sectional area. Faktor utama pada resistance exercise untuk
meningkatkan kekuatan otot adalah pengetahuan dan koordinasi. Adaptasi neurologi yang
terjadi mengalami tahapan sebagai berikut:

a. Peningatan koordinasi inter-muscular. Hal ini meningkatkan kerja sama antara group
otot yang berbeda agar terjadi peningkatan efisiensi gerakan koordinasi. Perubahan ini
terjadi selama 2 – 3 minggu pertama setelah latihan rutin.
b. Peningkatan koordinasi intra – muscular. Hal ini meningkatkan kerjasama antara
serabut otot untuk meningkatkan produksi tenaga. Perubahan ini terjadi selama 4 – 6
minggu.
c. Peningkatan hypertrophy otot. Adaptasi ini merupakan restrukturisasi pada jaringan
otot sebagai peningkatan fungsional pada massa otot. Otot menambahkan elemen
kontraktil dan meningkatkan integritas struktural. Penambahan jaringan konnektif ini
meningkatkan integritas struktural. Penambahan jaringan konnektif ini meningkatkan
ketahan jaringan terhadap cidera. Adaptasi terjadi pada 2 – 5 bulan setelah adaptasi
awal resistance exercise.
d. Stagnasi ( setelah 5 bulan ). Adaptasi struktural dan fungsional mulai menjadi lebih
lambat. Untuk melanjutkan perkembangan pada tahap ini adalah sangat penting untuk
menentukan kondisi stagnasi, apakah terjadi pengurangan kekuatan, pengurangan
volume dan intensitas atau pengurangan current adaptive reserve ( CAR ) pada tubuh
yang terjadi sekitar 18 – 22 minggu.

2. Adaptasi Struktural.

Adaptasi struktural pertama pada resistance exercise untuk meningkatkan


kekuatan otot adalah meningkatnya kekuatan jaringan itu sendiri. Hypertropi otot atau
peningkatan ukuran otot skeletal dengan resistance exercise dapat dilihat sebagai
adaptasi struktural yang utama. Kompensasi ini merupakan penyesuaian untuk
meningkatkan kapasitas otot dalam menghasilkan tegangan sehingga kekuatan otot
dapat meningkat.

Hypertropi otot secara langsung berhubungan dengan sintesis material selular,


terutama pada protein elemen kontraktil. Peningkatan jumlah protein kontraktil terjadi
secara paralel terhadap peningkatan jumlah volume mitokondria dalam sel otot.
Didalam sel, myofibril menjadi bertambah ukuran dan jumlah serta penambahan
sarkomer terbentuk sebagai sintesa protein yang dipercepat dan secara bersamaan
menurunkan kerusakan protein. Dampak utama yang tampak pada hypertropi otot
adalah meningkatnya tegangan atau tenaga yang dihasilkan

Dua hypertropi dapat terjadi, yaitu Sarcoplasmic hypertropi dan Sarcomere


hypertropi. Pada sarcoplasmic hypertropi volume protein pada jaringan non contractile

5
dan cairan antara serabut otot akan meningkat. Perbedaan antara sarcoplasmic
hypertropi dengan sorcomere hypertropi adalan peningkatan kepadatan myofibril.

“Tipe hypertropi bergantung dari cara melatihnya, Repetisi tinggi/sedang (8-12) kali
pengulangan) pada latihan akan menyebabkan sarcoplasmic hypertropi, dan pada
repetisi rendah ( 1 – 6 kali pengulangan ) pada latihan akan lebih menyebabkan
sarcomere hypertropi (Nikituk dan Samoilov,1990)”.

3. Adaptasi metabolik.

Pada adaptasi metabolik terdapat tiga enzim kompleks yang terlibat dalam
adaptasi resistance exercise, yaitu: phospohocreatine ATP kompleks, glycolysis
kompleks dan lypolysis kompleks. Adaptasi ini merupakan adptasi yang berkaitan
dengan sistem energi yang digunakan selama latihan.

4. Adaptasi Akut Terhadap Strength Exercise

Strength exercise selalu dilaksanakan secara intermitten. Biasanya latihan


dilakukan pada otot eccentric atau concentric atau keduanya yang diikuti oleh fase
istirahat dan diulang 2-4 kali. Latihan dengan beban besar dengan repetisi hanya
beberapa kali biasanya diikuti oleh fase istirahat yang lama. Pada masa latihan dengan
menggunakan beban ringan dimana satu set latihan berisi 12-15 kali repetisi sampai
otot letih, waktu istirahat antar setiap sesi biasanya singkat, yaitu kurang dari dua
menit. Satu sesi latihan lengkap dapat menggabungkan 10-12 latihan yang berbeda.

Asupan oksigen selama satu sesi yang mencakup penggunaan kelompok otot
besar pada ekstremitas bawah saat latihan menekan tungkai atau squatt-jump adalah
sekitar 50-60 % dari maximal aerobic power pada individu yang terlatih atau yang tidak
terlatih(Tesch,1990). Karena energi yang diperlukan untuk latihan pada massa otot
yang lebih kecil dan hanya untuk melatih ekstremitas atas pastinya lebih kecil.

Maka berdasar hal tersebut asupan oksigen yang rendah yang disediakan
untuk energi utama dimobilisasi selama sesi strength exercise yang bertujuan umtuk
meningkatkan massa otot. Terjadi penurunan ATP, Creatineine Phosphate dan
Gliycogen dalam latihan selama 30 menit dengan perhitungan penggunaan power
sebesar 200 w. Juga terjadi peningkatan konsentrasi blood lactate dan intramuscular
lactate, glucosa, glucosa 6-phosphate dan glycerol 3-phosphate yang
mengidentifikasikan tingginya tingkat glycosis anaerobic. Walaupun digunakan energi
dari anaerobic, non glycolitic dan energi glycolitic tetap terjadi penggunaan lemak
sebagai sumber energi. Sehingga terjadi peningkatan konsentrasi plasma dari glycerol
dan banyak individu yang menunjukkan penurunan trigleserida otot setelah latihan.
( Essen Gustavsson&Tesch, 1990 ).

Karenya sangat beralasan jika strength exercise dapat dilakukan tersendiri


denggan penggunaan ATP dan Creatinine phosphate yang besar dengan
menggunakan kerja otot yang sangat kecil yang dilakukan bertahap dengan diselingi
masa recovery. Bentuk latihan denganbeban kecil, repetisi yang tinggi (banyak) dan
masa recovery yang pendek dilakukan untuk penggunaan anaerobic glycolitic dan
metabolisme oxidative (Tesch dkk,1986).Karenanya tingkat plasma lactate lebih tinggi
selama latihan dengan beban besar dan repetisi yang sedikit. Hal ini diketahui

6
sepanjang apa stress metabolic per scond mempengaruhi adaptasi seperti
peningkatan massa otot atau strength.

Berdasarkan penelitian bentuk penurunan glycogen pilihan dengan


menggunakan standart histochemical prosedur pewarnaan menunjukkan bahwa forces
dibawah 20% Force isometrik volunter maksimum dapat dipelihara dengan
mengaktifkan muscle fibre jenis kontraksi lambat ( slow twitch) (gollnick dkk,1974).
Untuk menghasilkan force yang lebih tinggi, muscle fibre jenis kotraki cepat(fast
twitch)diaktifkan dengan konsekwensi kehilangan glycogen yang lebih besar saat tinkat
tonus yang dipertahankan meningkat. Sesuai dengan hal tersebut seseorang harus
memperhatikan penurunan isi glycogen dari kedua jenis fibre tersebut sebagai respons
terhadap satu sesi strengt exercise untuk atlit angkat berat dengan beban sampai 70-
90% beban maximum angkatan. Setelah melakukan 20 set latihan dengan 6 – 12 kali
repetisi untuk setiap otot quadriseps(Tesch dkk, 1986),terdapat penurunan glycogen
yang besar pada fast twitch muscle fibre dari pada slow twitch. Saat latihan tidak ada
lagi slow twitch tetapi 15% fast twitch sudah tidak menggunakan glycogen lagi
walaupun digunakan strengt training tidak menggunakan glycogen secara
keseluruhan, pemanfaatan glycogen tingkat tinggi dapat berpengaruh pada
pengurangan muscle fibre. Penurunan ini dapat membatasi sesi latihan sehari-hari.

5. Adaptasi Jangka Panjang Terhadap Strengt Exercise

Banyak strength training program menghasilkan peningkatan area cross


sectional pada otot terutama peningkatan isi protein myofibriliar. Dalam respon
terhadap latihan jangka pendek seiring peningkatan muscle stength dan strength yang
berhubungan dengan performance kemungkinan tidak bisa atau hanya kecil
hypertrophy. Hal ini penting untuk diingat bahwa saat mendiskusikan adaptasi
metabolik khusus yang terjadi sebagai akibat strength training, karena beberapa
perubahan yang dijelaskan selanjutnya terjadi sebagai faktor skunder dan mengurangi
hypertrophy.

(a) Komposisi Jenis Fiber

Terdapat fakta penting pada tangan yang menyatakan bahwa latihan


endurance dapat mempengaruhi satu baris jenis komposisi fibre yang
meningkatkan perubahan dari fast twitch menjadi slow twitch. Walaupun otot yang
terlatih pada atlit angkat berat dan powerlifters serta atlit yang mengandalkan
power lainnya cenderung memiliki otot serabut berjenis fast twitch, hal ini tidak
disebabkan karena latihan khusus yang dilakukan oleh para atlit tersebut, Pada
Body Builders terdapat rentang yang luas pada komposisi jenis fibre pada otot
vastus lateralis, deltodeus, biceps brachii dan triceps brachii.

(b) Suplai Kapiler

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suplai


kapiler baik kapiler pada setiap fibre atau per mm kapiler sebagai respon terhadap
latihan endurance. Karenanya atlit yang terlatih endurancenya memperlihatkan
densitas kapiler yang lebih besar dibandingkan orang biasa. Sama dengan
strength training, latihan endurance tidak menimbulkan hypertrophy otot.
Strength training mengacu pada latihan dengan beban besar, rendah
repetisi tidak akan menghasilkan kapiler neoformation. Saat terjadi hypertrophy

7
muscle fibre, densitas kapiler lebih sering menurun.Bentuk yang lebih intensif
dengan beban yang dikurangi dan jumlah repetisi yang ditambah setiap set nya
dapat mempengaruhi poliferasi kapiler. Sebaliknya dampak hypertrophy dapat
ditangani atau lebih besar dari hasil yang dipelihara atau menurunkan densitas
kapiler.

(c) Densitas Metochondrial

Observasi pada otot tungkai bawah mamalia menyatakan bahwa


latihanyang memepengaruhi hypertrophy otot berhubungan dengan peningkatan
volume mitikondria yang proposional. Penelitian pada atlit yang terlatih strenght
menunjukkan penurunan densitas mitochondrial pada otot yang terlatih.
Penemuan ini walaupun bukan observasi yang konsisten telah menemukan bahwa
volume densitas mitochondria menurun secara paralel degan peningkatan massa
otot pada sempel yang melakukan strenght training selama 6-8 minggu.Penurunan
non densitas mitochondrial secara sekunder terhadap latihan mempengaruhi
hypertrophy otot sesuai dengan observasi isi enzym oxidative pada otot atlit yang
dilatih untuk strenght atau power.

Anda mungkin juga menyukai